Anda di halaman 1dari 14

HAK BELI OTORITATIF

FIQH MUAMALAH KONTEMPORER

Dosen Pengampu : Muh. Rabbul Jalil,M.E.

Disusun Oleh :

1. ALFINA HUMAERO
2. JUSPITA

PRODI STUDI PERBANKAN SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI PANCOR

TAHUN 2023/2024
ABSTRAK

Otoritatif merupakan sebuah keputusan yang di ambiloleh pemerintah untuk


menyejahterakan masyarakat dan untuk menghilangkan sifat gharar yang timbul akibat
hukum-hukum yang belum jelas.adapunjual beli adalah sebuah proses transaksi antara
penjual dan pembeli dengan suatu akad tertentu dengan sesuai rukun yang ada.
1.Pengertian Otoritatif Jual Beli

A.OTORITATIF JUAL BELI

Menurut KBBI pengertian otoritatif atau otoritas adalah kekuasaan yang sah yang
diberikan kepada lembaga dalam masyarakat yang memungkinkan para pejabatnya
menjalankan fungsinya; yaitu dalam bentuk hak untuk bertindak, kekuasaan, wewenang, hak
melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk memerintah orang lain. Sedangkan
jual beli adalah proses transaksi antara penjual dan pembeli dengan suatu akad tertentu, yang
demikian dapat kita simpulkan bahwa otoritatif jual beli adalah kesepakatan hukum yang
ditetapkan oleh pemerintah untuk meringankan masyarakat dalam melakukan transaksi
berupa jual beli atau secara lebih mudahnya untuk mencari jalan tengah dari suatu masalah
tertentu yang timbul ditengah-tengah masyarakat luas kemudian pemerintah mengeluarkan
fatwa untuk meringankan masalah tersebut.1

Hak dan kewajiban adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia.
Ketika seseorang berhubungan dengan orang lain, maka akan timbul hak dan kewajiban yang
mengikat kedua belah pihak. Sebagai contoh dalam transaksi jual beli, ketika kesepakatan
telah dicapai, maka akan muncul hak dan kewajiban, yaitu hak pembeli untuk menerima
barang, dan kewajiban penjual untuk menyerahkan barang, atau kewajiban pembeli untuk
menyerahkan harga barang (uang), dan hak penjual untuk menerima uang2.

Sebagai contoh dari otoritatif jual beli adalah hasil penelitian menunjukkan bahwa jual
beli online menurut hukum Islam adalah boleh selama objek atau barang yang dijual tidak
haram dan tidak mengandung unsur riba, penipuan (gharar) dan perjudian (maisyir). Baik
hukum Islam maupun hukum negara tidak bertentangan mengenai hukum jual beli onine
sebab negara juga telah menjamin aktivitas jual beli dengan mengaturnya dalam bentuk
regulasi sebagaimana yang tertuang dalam KUH Perdata Pasal 1457 dan Pasal 1458 dan
memberikan jaminan pada undang-undang perlindungan konsumen (UUPK) No.08 Tahun
1999.

Dalam otoritatif jual beli ini masuk ke dalam bagian hak anak adam yang dimana
pengertian dari hak anak adam ini sendiri adalah Hak Anak Adam adalah hak-hak yang
dimaksudkan untuk menjaga kemashlahatan seseorang, bisa bersifat umum (menjaga
kesehatan, merawat anak, mewujudkan rasa aman, dan sebagainya), atau bersifat khusus
(menjaga kepemilikan, hak pembeli terhadap objek transaksi, hak istri atas nafkah suami, dan
sebagainya). Hak anak Adam bisa dilepaskan atau digugurkan dengan alasan tertentu, hak
anak Adam juga bisa diwariskan.3

Hak anak Adam bisa dikategorikan dengan hak yang bisa digugurkan dan hak yang
tidak bisa digugurkan. Secara asal, hak anak Adam bisa digugurkan, seperti hak qishash, hak
1 Sa’adah Yuliana, Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah, (Yogyakarta : IdeaPress Yogyakarta,2017),hlm21

2 Saadah Yuliana Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah, (Yogyakarta : IdeaPress Yogyakarta,2017),hlm21

3 Sa’adah Yuliana Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah,(Yogyakarta : IdeaPress Yogyakarta,2017),hlm21
syuf’ah atau hak khiyar. Adapun hak anak Adam yang tidak bisa digugurkan yaitu:
1. Hak-hak yang belum ditetapkan keberadaannya, misalnya keinginan istri menggugurkan
hak nafkahnya di masa mendatang.
2. Hak-hak yang telah ditetapkan syara’ yang bersifat mengikat terhadap diri seseorang,
misalnya hak perwalian seorang ayah terhadap anaknya.

3. Hak-hak yang apabila digugurkan akan merubah hukumhukum syara’ misalnya pemilik
harta menggugurkan hak kepemilikannya atas harta sehingga harta tersebut menjadi tidak
bertuan.
4. Hak-hak yang terkait dengan hak orang lain, misalnya hak seorang ibu menerima
perawatan dari anaknya.4

Ulama fiqh sepakat, hak-hak yang dimaksudkan sebagai penguat sebuah transaksi, boleh
untuk diwariskan, misalnya hak untuk menahan barang yang digadaikan/ jaminan, sampai
hutangnya lunas; hak menahan objek transaksi hingga pembeli menyerahkan uang.5

Penyebab terlarangnya sebuah transaksi adalah karena haram zatnya; karena haram
selain zatnya; atau karena tidak sah akadnya.Transaksi terlarang karena haram zatnya yaitu
segala bentuk transaksi dimana objek atau barang yang ditransaksikan merupakan barang
atau zat yang diharamkan. Dengan demikian jual beli minuman keras, jual beli daging babi
adalah haram, walaupun akad jual belinya sah.

Transaksi terlarang karena haram selain zatnya yaitu transaksi yang melanggar prinsip
“an taradin minkum” atau saling ridho; dan transaksi yang melanggar prinsip “ la tazhlimuna
wa la tuzhlamu” atau tidak menzalimi dan tidak dizalimi.

Melanggar Prinsip Ridho atau Rela

Setiap transaksi di dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua
belah pihak (sama-sama ridho). Setiap pihak yang bertransaksi harus memiliki informasi
yang sama (complete information) tentang barang yang ditransaksikan, sehingga tidak ada
pihak yang merasa dicurangi atau ditipu. Tadlis atau penipuan terjadi karena ada kondisi yang
bersifat unknown to one party yaitu keadaan dimana salah satu pihak yang bertransaksi tidak
mengetahui informasi yang diketahui oleh pihak lain, baik tentang kuantitas, kualitas, harga,
maupun waktu penyerahan.6
1.Tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang mengurangi takaran atau
timbangan barang yang dijualnya
2.Tadlis dalam kualitas contohnya adalah penjual yang menyembunyikan cacat barang yang
ditawarkannya

4 Sa’adah Yuliana, Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah ,(Yogyakarta : IdeaPresss Yogyakarta,2017),hlm21

5 Sa’adah Yuliana Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah ,(Yogyakarta : IdeaPress Yogyakarta,2017)hlm21

6 Sa’adah Yuliana Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah ,(Yogyakarta :IdeaPress Yogyakarta,2017)hlm21
3.Tadlis dalam harga atau ghaban contohnya adalah memanfaatkan ketidaktahuan pembeli
akan harga pasar, dan menaikkan harga produk di atas harga pasar, misalnya tukang becak
yang menawarkan jasanya kepada turis asing dengan menaikan tarif becaknya lima kali lipat.
4.Tadlis dalam waktu penyerahan contohnya adalah petani buah yang menjual buah diluar
musimnya, padahal si petani mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang
dijanjikan itu pada waktunya
Melanggar Prinsip Tidak Menzalimi dan Tidak Dizalimi
Transaksi yang melanggar prinsip tidak menzalimi dan tidak dizalimi yaitu gharar
(ketidakjelasan); ikhtikar (rekayasa penawaran); bai’ najasy (rekayasa permintaan); riba;
maysir; risywah.7

Gharar. atau disebut juga taghrir adalah situasi dimana terjadi incomplete
information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Baik
pihak A maupun pihak B sama-sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu yang
ditransaksikan (uncertain to both parties). Gharar dapat terjadi dalam empat hal yaitu
kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan. Gharar dalam kuantitas misalnya penjual
menyatakan akan menjual buah yang belum tampak di pohon seharga X rupiah. Gharar dalam
kualitas misalnya seorang peternak yang menjual anak sapi yang masih dalam kandungan
induknya. Gharar dalam harga misalnya bank syariah menyatakan akan memberi pembiayaan
murabahah jangka waktu satu tahun dengan marjin 20 persen, atau jangka waktu dua tahun
dengan marjin 40 persen.Gharar dalam waktu penyerahan contohnya seseorang menjual
barang yang hilang seharga X rupiah dan disetujui oleh pembeli.
Ikhtikar atau rekayasa pasar dalam
2. supply terjadi bila seorang penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal
dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik. Ikhtikar biasanya
dilakukan dengan membuat entry barrier yakni menghambat penjual lain masuk ke pasar
agar dia menjadi pemain tunggal di pasar.
3.Bai’ Najasy atau rekayasa pasar dalam demand terjadi apabila produsen menciptakan
permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap produknya sehingga harga
jualnya akan naik.
4.Riba yaitu tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad)
yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Riba yang timbul akibat pertukaran
barang sejenis yang tidak memenuhi kriteriasama kualitas, sama kuantitas, sama waktu
penyerahan disebut riba.
fadl. Riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kriteria bahwa untung
muncul bersama risiko disebut riba nasi’ah. Riba jahiliyah yaitu utang yang dibayar melebihi
dari pokok pinjaman karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada
waktu yang telah ditetapkan.
5. Maysir atau perjudian adalah suatu permainan yang menempatkan salah satu pihak harus
menanggung beban pihak yang lain akibat permainan tersebut.

7 Sa’adah Yuliana, Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah, Yogyakarta : IdeaPress,2017),hlm21
6. Risywah atau suap menyuap yaitu memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan
sesuatu yang bukan haknya.8
Tidak Sah Atau Tidak Lengkap Akadnya
Suatu transaksi menjadi haram bila transaksi tersebut tidak sah atau tidak lengkap akadnya,
atau bila terjadi salah satu (atau lebih). 9
Transaksi Jual Beli
Islam sangat menyoroti mengenai hal-hal yang berkaitan dengan jual beli. Hukum jual beli
adalah jaiz (boleh) berdasarkan dalil dari Qur’an; Sunnah; dan Ijma’. Adapun dalil dari
Qur’an adalah
1. Surat al Baqarah ayat 275 yang artinya :… dan Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba…”
2. Surat al Baqarah ayat 282 yang artinya :… dan persaksikanlah apabila kamu berjual
beli…”
3. Surat an Nisa ayat 29 yang artinya : …kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka…
4. Surat al Baqarah ayat 198 yang artinya : …tidak ada dosa bagimu untuk mencari
karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu
Adapun dalil dari sunnah, diantaranya, Nabi Muhammad SAW ditanya: “Pekerjaan apa yang
paling baik?” beliau menjawab “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap
jual beli yang mabrur” yaitu tidak ada tipuan dan khianat. Selain itu juga hadits Nabi riwayat
Ibnu Majah: “jual beli haruslah atas dasar kerelaan (suka sama suka)”
Dalam Islam jual beli dibahas secara mendetail akad-akadnya, karena pada
hakekatnya akad merupakan hal yang paling fundamental dalam menentukan sah atau
tidaknya suatu transaksi muamalah, tanpa adanya akad seluruh tindakan yang dilakukan oleh
manusia dianggap keluar dari koridor hukum Islam. Akad bagaikan niat dalam diri manusia,
jika manusia melakukan tindakan tanpa niat, maka tindakan tersebut tidak mempunyai
implikasi hukum. Adapun implementasi kaidah diatas terhadap transaksi-transaksi Muamalah
meliputi transaksi jual beli; transaksi kemitraan dalam bisnis; transaksi sewa menyewa; dan
transaksi jasa.10
Dalam islam jual beli dibahas secara mendetail akad-akadnya, karena pada
hakekatnya akad merupakan hal yang paling fundamental dalam menentukan sah atau
tidaknya suatu transaksi muamalah, tanpa adanya akad seluruh tindakan yang dilakukan oleh
manusia dianggap keluar dari koridor hukum Islam. Akad bagaikan niat dalam diri manusia,
jika manusia melakukan tindakan tanpa niat, maka tindakan tersebut tidak mempunyai
implikasi hukum. Adapun implementasi kaidah diatas terhadap transaksi-transaksi Muamalah
meliputi transaksi jual beli; transaksi kemitraan dalam bisnis; transaksi sewa menyewa; dan
transaksi jasa.11

8 Sa’adah Yuliana, Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah, Yogyakarta : IdeaPress,2017),hlm21

9 Sa’adah Yuliana, Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah, Yogyakarta : IdeaPress,2017),hlm21

10 Sa’adah Yuliana,Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah, Yogyakarta: IdeaPress,2017),hlm21

11 Sa’adah Yuliana, Transaksi ekonomi dan bisnis dalam tinjauan fiqh muamalah, Yogyakarta: IdeaPress,2017),hlm21
Jual beli (Al-bai’) menurut etimologi berarti tukar menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain sedangkan pengertian jual beli menurut bahasa adalah tukar-menukar secara
mutlak.Bai’ secara istilah adalah pemindahan hak milik kepada orang lain dengan imbalan
harga. Sedangkan syira’ pembelian ialah penerimaan barang yang dijual (dengan
menyerahkan harganya kepada si penjual). Seringkali masing-masing dari kedua kata tersebut
diartikan jual beli. Atau juga yang dimaksud ialah tukar-menukar harta secara suka sama
suka,atau memindahkan milik dengan mendapatkan tukar menurut cara yang diizinkan
agama.

Kehidupan manusia saat ini tidak jauh dari kegiatan jual-beli, baik lokal ataupun
internasional, manusia menguasai penerapan perdagangan dengan bermacam tata cara serta
model yang berkembang sesuai dengan keadaan masa.Awalnya, jual-beli cuma sebatas
perjumpaan antara penjual dan pembeli secara langsung di toko dengan fasilitas transaksi,
serta produk yang diperjualbelikan.12
Jual-beli yang dilakukan cukup efisien, memuaskan penjual dan pembeli, keduanya
dapat langsung bertransaksi serta melihat barang dagangan guna dinilai secara
langsung.13Pertukaran barang dan jasa pula bisa terjalin secara langsung, tetapi model
perdagangan ini bersifat konvensional, terbatas dalam ruang dan waktu.
Di era globalisasi, perkembangan media informasi yang sangat pesat memberikan
kontribusi pada tatanan perekonomian dunia. Kegiatan perdagangan tidak luput dari
pemanfaatan teknologi internet yang telah menjadi ruang aktivitas baru bagi orang-orang di
dunia online, aktivitas mu'amalah telah banyak bergeser ke media internet, termasuk jual-
beli. 14Internet diikuti perkembangan perangkat telekomunikasi. Smartphone atau telepon
pintar berbasis iOS dan Android, memunculkan dunia baru (dunia maya) yang memudahkan
setiap orang untuk terhubung satu sama lain di seluruh dunia melampaui ruang dan waktu.
Manusia mengembangkan transaksi melalui jaringan internet melalui situs jual-beli
online, baik yang dimiliki secara individual maupun oleh perusahaan marketplace. Para
pedagang dapat menjangkau konsumen potensial yang lebih luas secara efektif dan efisien,
sehingga dapat memperoleh keuntungan yang lebih banyak. Media sosial tidak luput dari
incaran para pedagang sebagai lokasi baru jual-beli online.
Jual-beli online menggunakan beberapa sistem. Pedagang dapat menjual barang dagangan
pribadi kepada calon pelanggan dengan transaksi online antara dua pihak tanpa perantara.
Namun ada juga jual-beli dengan model dropship dan pelakunya disebut dropshiper. Penjual
tidak memiliki barang, melainkan hanya menjual barang orang lain secara online, dan barang
tersebut akan dikirimkan kepada pembeli, atau pembeli menggunakan atas nama dari penjual
atau dropshiper.

12 Rims Rahmayanti et al.,”Menjaga Kepercayaan Bisnis Online Trading dari Perspektif Islam,”International Journal of Psychosocial Rehabilitation 24,No. 02 (February 12,

2020): 3067-73,http://doi.org/10.37200/IJPR/V2421/PR200610.

13 Tira Nur Fitria, “Bisnis Jual-Beli Online (online shop) dalam Hukum Islam dan Hukum Negara,” Jurnal ilmiah ekonomi islam 3, No,01(March

31,2017):52,https://doi.org/10.29040/jiei.v3i01.99.

14 Wiwik Maryati and Ida Masriani, peluang bisnis di Era Digital Bagi Generesi Muda dalam Bewirausahaan : Strategi Menguatkan Perekonomian,”jurnal Manajemen dan

Bisnis 4,No.2(December 31,2019): 125 30,https://doi.org/10.33005/mebis.v4i2.62


Dropshipping adalah jual-beli, dimana reseller ataupun pengecer tidak memiliki stok
barang. Produsen ataupun grosir selaku dropshipper yang bakal mengirimkan barang
langsung ke pelanggan. Keuntungan diperoleh dari selisih harga antara harga grosir serta
eceran. Sistem dropshipping adalah bisnis yang banyak diminati dalam bisnis online, sebab
memudahkan para reseller. Reseller tidak akan menemukan komplain dari pemesan, karena
proses pengiriman yang sangat lama. 15Studi ini mengkaji hukum jual-beli dropshipping
online menurut Islam.
Transaksi ekonomi melalui dropshipping merupakan transaksi jual-beli pesanan
secara online. Penjual (dropship) tidak menaruh barang serta mengurus pengiriman barang
kepada konsumen. Pemilik barang (dropshipper) mengirim barang atas nama toko online
(dropship).

syuf’ah berarti mengumpulkan. Sedangkan secara terminologi syuf’ah adalah hak


mitra lama untuk mengambil alih secara otoritatif aset milik bersama yang telah dijual oleh
mitra lama lainnya kepada mitra baru dengan cara membayar ganti rugi sebesar uang yang
telah dikeluarkan oleh mitra baru atas aset yang dia peroleh. Misalnya A dan B bersama-sama
memiliki sebidang tanah secara persentase. Tanpa sepengetahuan A, B menjual hak atas aset
bersama mereka kepada C.16
Syuf’ah terdiri dari tiga rukun, yaitu syafi’, masyfu’ ‘alaih dan masyfu’ fih. Dalam
syuf’ah sighat tidak termasuk dalam kategori rukun, karena syuf’ah adalah hak memiliki
yang bersifat otoritatif, sehingga tidak butuh sighat.

a. Syafi’

Syafi’ adalah pihak yang memiliki hak syuf’ah. Yakni mitra lama (syarik qadim) yang
berhak membeli secara otoritatif dari pihak mitra baru. Menurut Syafi’iyah disyaratkan harus
pihak yang menjadi mitra dalam sebuah kemitraan barang yang bersifat persentase. Yaitu hak
milik atas barang yang tidak bisa dibedakan secara fisik, melainkan kepemilikan tersebut
secara persentase. Karena itu, pihak di luar kemitraan tidak memiliki hak syuf’ah sekalipun
asetnya berdekatan atau gandeng dengan obyek syuf’ah. Sedangkan menurut Hanafiyah, hak
syuf’ahjuga dimiliki oleh pihak yang asetnya berdekatan dengan masyfu’ fih, meskipun tidak
berserikat.

Syafi’ harus meminta dengan segera, maksudnya jika syafi’ telah mengetahui
penjualan tersebut, maka ia harus meminta dengan segera jika hal itu memungkinkan.
Sedangkan jika syafi’ telah mengetahuinya tetapi memperlambat permintaan tanpa adanya
udzur, maka haknya gugur. 17Hal ini dikarenakan jika syafi’ memperlambat permintaannya
akan berbahaya untuk pembeli terhadap status kepemilikan terhadap barang yang dibeli tidak
pasti (labil) dan tidak memungkinkan ia bertindak untuk membangun bangunan di atasnya,
karena takut tersia-sia usahanya dan takut disyuf’ah.
15 Irdlon Sahil,”Dropshipping dalam Prespektif Ekonomi Islam,”Syaikhuna: jurnal pendidikan dan pranata islam 10, No,1 (march 15,2019):

67-75,https://doi.org/10.36835/syaikhuna.v1oi1.3472

16 Tim Laskar Pelangi,metologi fiqh muamalah: diskursus metologi kkonsep interaksi sosialekonomi,(Kediri: lirboyo press,2013),248.

17 Hendi Suhendi,fiqh muamalah,(depok: rajawali pers , 2017),168


Syafi’ memberikan kepada pembeli sejumlah harga yang telah ditentukan ketika akad. Bila
syafi’ tidak menyerahkan seluruh harga maka syuf’ah gugur. Artinya, syafi’ mengambil
keseluruhan barang dan memberikan ganti sejumlah keseluruhan harga yang telah dibayarkan
oleh masyfu’ fih. Jika, syafi’ meminta untuk mengambil sebagian dari barang tersebut, maka
syuf’ahnya gugur.

b. Masyfu’ ‘alaih

Masyfu’ ‘alaih yaitu pihak pemilik baru aset perserikatan yang menjadi obyek
syuf’ah. Masyfu’ ‘alaih disyaratkan: pertama, dalam menerima atau memiliki aset syirkah
dari mitra lama harus melalui transaksi komersial, baik yang bersifat ekonomis seperti jual
beli, ujrah ijarah dan lain-lain, atau bukan ekonomis seperti mahar, kompensasi atas
rekonsiliasi, kompensasi gugatan cerai, dan lain-lain. Dengan demikian, apabila masyfu’
‘alaih dalam menerima atau memiliki aset perserikatan tidak melalui proses komersial, seperti
hibah, sedekah, warisan dan lain-lain, maka aset perserikatan yang ia terima tidak sah diambil
secara otoritatif dengan akad syuf’ah, sebab tidak ada ganti rugi yang bisa dikembalikan oleh
pihak syafi’. Kedua, proses kepemilikan masyfu’ ‘alaih atas barang perserikatan harus tidak
lebih dahulu dari proses kepemilikan syafi’. Sehingga ketika salah satu dari dua mitra
menjual bagiannya kepada pembeli A dengan syarat khiyar, dan pada masa khiyar itu mitra
lainnya juga ikut menjual bagiannya kepada pembeli B secara final (tanpa khiyar), maka hak
syuf’ah dimiliki oleh pembeli A, sebab proses kepemilikannya

c.Masyfu’ Fih
Masyfu’ fih adalah aset perserikatan yang menjadi obyek syuf’ah. Masyfu’ fih
disyaratkan, aset tidak bergerak, seperti tanah, bangunan, rumah. Jadi, aset bergerak seperti
motor, mobil dan lain sebagainya tidak bisa diambil alih secara otoritatif menggunakan akad
syuf’ah, meskipun barang tersebut dimiliki secara perserikatan.
Jual-beli itu ada tiga macam:
a. Jual-beli barang nyata, maksudnya barang tersebut ada (di depan kedua pihak) pembeli dan
penjual maka hukumnya boleh. Dengan syarat sebagai berikut:
1) Barang yang dijual termasuk barang yang suci.
2) Barang yang bermanfaat.
3) Barang yang bisa diserah-trimakan dalam proses (akad) jual-beli.

Dalam akad jual-beli harus ada ijab-qabul. Maksudnya pihak penjual atau atas
namanya (dengan rela melepas barangnya, misalnya dengan ucapan) aku menjual barang ini
kepadamu dan aku menukarkanya dengan uang atau barang lain.

b.Menjual sesuatu barang yang bersifat perjanjian (tanggungan) ini disebut salam.
c. Menjual barang yang tidak nyata (ghoib-tiada) tidak dapat dilihat mata pihak pembeli
maupun penjual, maka jual beli seperti ini tidak boleh.
Kemudian, jual-beli itu kadang terjadi pada sesuatu yang berada dalam tanggungan, seperti
pesanan, dan kadang terjadi pada suatu yang tidak dapat disaksikan.
Bila terjadi suatu akad jual-beli terhadap suatu benda yang dapat dilihat dengan
menggunakan suatu ungkapan yang mencakup keduanya, maka akad dianggap sah. Tapi bila
tidak seimbang maka tidak sah.
2. Rukun dan pelaksanaan jual-beli.
Dalam menetapkan jual-beli, di antara ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama
hanafiyah, rukun jual-beli adalah ijab dan qabul yang menunjukan pertukaran barang secara
rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Adapun rukun jual-beli menurut kesepakatan ulama ada empat yaitu:
a. Bai’ (penjual).
b. Mustari (pembeli).
c. Shiqhat, yaitu (ijab dan kabul).
d. Ma’qud alaih, yaitu (benda atau barang).
Syarat jual-beli dalam jual-beli terdapat empat macam syarat, yaitu syarat terjadinya akad,
syarat sahnya akad, syarat terlaksanakanya akad dan syarat keharusan (lujum)
Secara umum tujuan adanya semua syarat tersebut antara lain untuk menghindari
pertentangan diantara manusia, menjaga kemaslahatan orang yang sedang akad, menghindari
jual-beli qharar (terdapat unsur penipuan) dan lain-lain. Jika jual-beli tidak memenuhi syarat
terjadinya akad, akad tersebut batal. Jika tidak memenuhi syarat sah, menurut ulama
hanafiyah, akad tersebut fasid atau rusak. Jika tidak memenuhi syarat nafadz (tangguh), akad
tersebut mauquf yang cenderung boleh, bahkan menurut ulama malikiyah, cenderung kepada
kebolehan.
Bila ijab dan kabul itu tidak diucapkan, tetapi cukup dengan saling memberi
sebagaimana kebiasaan saat ini, yaitu pembeli memberikan uang kepada penjual dan penjual
memberikan barang yang seharga dengan yang dikatakan pembeli. Jual-beli tersebut sah.18

Akad jual-beli dalam ilmu fikih muʻāmalah māliyyah dikenal sebagai umm al-‘aqd
(induknya akad) karena banyaknya ketentuan akad selain jual-beli yang dikembalikan kepada
ketentuan akad jual-beli. Harta inventaris (misalnya rumah dan kendaraan) memiliki dua
aspek; yaitu aspek konkret dan aspek abstrak. Aspek konkret benda adalah fisiknya yang
dapat dilihat atau diindra; sedangkan aspek abstraknya adalah hak, antara lain hak manfaat.
Dalam hal pihak-pihak melakukan akad jual-beli benda, maka yang diperjual-belikan adalah
fisik benda dan hak manfaatnya yang melekat pada benda tersebut. Sedangkan dalam hal para
pihak melakukan akad ijārah, maka musta’jir (penyewa) membeli manfaat benda (misalnya
rumah); musta’jir tidak membeli fisik rumah yang disewanya; tetapi manfaat rumah tersebut
merupakan miliknya karena akad ijārah yang dilakukannya dengan mu’jir (dalam hal ini
pemilik rumah).
Arti ijārah secara bahasa adalah jual-beli manfaat (bai‘ al-manāfi‘), perbuatan (ajr/fi‘l),
dan imbalan atau upah (ujrah). Sedangkan yang dimaksud akad ijārah secara istilah adalah
akad untuk memindahkan kepemilikan manfaat sesuatu (barang) yang boleh, dan diketahui
jangka waktu (atau target ketercapaiannya) dan kualitas/kuantitas ujrah/ imbalannya.
Rukun ijārah adalah:
1) dua pihak yang berakad (mu’jir dan musta’jir atau musta’jir dan ajīr);
2) al-ma‘qūd ‘alaih (maḥall al-manfa‘ah [tempat manfaat]);
18 Rahcmar syafei,fiqh muamalah,76
3) manfa‘ah (manfaat barang atau jasa seseorang)
4) ujrah (upah); dan
5) ṣīgah akad (pernyataan penawaran dan penerimaan [ījāb wa qabūl]). Jumhur ulama
tidak menjadikan barang yang disewa atau tenaga kerja yang menjual jasanya (maḥall al-
manfa‘ah) sebagai rukun akad ijārah.Masing-masing rukun memiliki kriteria dan/atau syarat
tersendiri.
Ijārah dari segi objek yang berupa manfaat yang dipertukarkan, dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: 1) akad ijārah atas barang (sewa barang [jual-beli manfaat barang/ ijārah ‘alā al-
a‘yān]); dan b) ijārah atas jasa (jual-beli tenaga/keahlian/keterampilan yang dilakukan oleh
seseorang [ijārah ‘alā al-aŝḫāṣ]).
KESIMPULAN

Otoritatif merupakan sebuah keputusan yang di ambiloleh pemerintah untuk


menyejahterakan masyarakat dan untuk menghilangkan sifat gharar yang timbul akibat
hukum-hukum yang belum jelas.adapunjual beli adalah sebuah proses transaksi antara
penjual dan pembeli dengan suatu akad tertentu dengan sesuai rukun yang ada. Dari
penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa otoritatif jualbeli adalah jalan tengah yang
diambil oleh pemerintah untuk meringankan masyarakat akan kebimbangan dari
permasalahan-permasalahan yang timbul ditengah-tengahnya atau tentang suatu hukum
yang belum jelas atas peristiwa yang baru terjadi.

Sebagai contoh jual beli online, yang dimana disini hukum jual beli online masih banyak
perdebatan diantara masyarakat terkait boleh atau tidaknya,yangsama-sama kita ketahui
juga didalam sebuah jual beli online terdapat factor gharar yang dapat mengubah
keberkahan dari sebuah transaksi jual beli ini. Namun dikarnakan banyaknya peminat jual
beli online maka hukum dari jual beli menjadi berubah guna meringankan beban
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Rahmayanti, Rima, Rizal Ramdan Padmakusumah, Neneng Susanti, and Susanto R.


“Menjaga Kepercayaan Bisnis Online Trading dari Perspektif Islam” 24, No. 02 (February
12, 2020): 3067–73. https://doi.org/10.37200/IJPR/V24I2/PR200610.
Sahil, Irdlon. “Dropshipping dalam Perspektif Ekonomi Islam.” Syaikhuna: Jurnal
Pendidikan dan Pranata Islam 10, No. 1 (March 15, 2019): 67–75.
https://doi.org/10.36835/syaikhuna.v10i1.3472.

Saprida, Saprida. “Akad Salam dalam Transaksi Jual-beli.” Mizan: Journal of Islamic Law 4,
No. 1 (June 13, 2018). https://doi.org/10.32507/mizan.v4i1.177.

Al-Bugha, Musthafa Dib et.al., Fikih Manhaji: Kitab Fikih Lengkap Imam asy-Syafi’i, terj.
Misran, Yogyakarta: Darul Uswah, 2012.

Muhammadiyah, http://webmuhammadiyah.blogspot.com,15/11/ 2015, Pengertian-


Penjualan-Jenis-Penjualan

Aditya, Elma Muncar. 2008.Universalitas Ekonomi Islam. FokusEkonomi, Vol. 3, No. 1 Juni

Afandi, Yazid. 2009. Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan
Syariah. Jogjakarta: Logung Pustaka.

Al-Bugha, Musthafa, Dib. 2010. Buku Pintar Transaksi Syariah:menjalin kerjasama bisnis
dan menyelesaikan sengketanyaberdasarkan panduan Islam. Penerbit Hikmah. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai