Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH AKAD DAN PENGHALANG AKAD

Nama Dosen: Reza Hilmy Luayyin, M.H

NAMA: M. Fathan Afthoni Zein


NIM: 22506026

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH

PROGRAM STUDI PENGANTAR FIQIH MUAMALAH


A. PENDAHULUAN

Akad sebagai perbuatan hukum atau tindakan hukum dapat dilihat dari definisi-
definisi akad atau kontrak diantaranya: dalam Ensiklopedi hukum Perjanjian Islam
dikemukakan bahwa akad adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan
qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang
berpengaruh pada obyek perikatan. yang dimaksud dengan “sesuai dengan kehendak
syariat” adalah bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih
tidak boleh apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’.
Istilah “akad” dalam hukum Perjanjian Islam disebut “perjanjian” dalam hukum
perdata. Akad berasal dari kata al-aqd, yang berarti mengikat, menyambung atau
menghubungkan. Terdapat 3 substansi pokok pada pengertian akad: Pertama, akad
merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab dan kabul yang berakibat timbulnya akibat
hukum. Ijab adah penawaran yang diajukan oleh salah satu pihak, dan kabul adalah
jawaban persetujuan yang diberikan mitra akad sebagai tanggapan terhadap
penawaran pihak pertama. Kedua, akad merupakan tindakan hukum dua pihak karena
merupakan pertemuan ijab dan kabul. Ketiga, tujuan akad adalah untuk melahirkan
suatu akibat hukum. Akad yang cacat dalam perspektif hukum perjanjian Islam
merupakan persoalan akad antar pihak yang sedang menjalin ikatan. Untuk itu yang
perlu diperhatikan dalam menjalankan akad adalah terpenuhinya hak dan kewajiban
masing-masing pihak tanpa ada pihak yang terlanggar haknya. Manusia adalah
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hubungan
antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan hidup,
mempunyai aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan
kesepakatan. Prose untuk membuat kesepakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan
keduanya, biasa disebut dengan proses untuk berakad. Islam memberikan aturan yang
cukup jelas dalam akad untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
pembahasan fikih, akad yang dapat digunakan bertransaksi sangat beragam, sesuai
dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada. Oleh karena itu, makalah ini
Disusun untuk membahas mengenai berbagai hal yang terkait dengan pengruh akad
dan penghalang akad.
B. PEMBAHASAN
1. Pengaruh Akad

Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari yang bersifat Mualamah, kita tidak boleh
melanggar prinsip-prinsip syariah islam. agar tidak melanggar kaidah, maka kita perlu
memahami hal-hal yang dilarang(haram). Dalam melakukan akad secara syriah tidak
hanya objeknya yang harus halal, caranya pun harus sesuai dengan kaidah-kaidah
syariah. Hal-hal yang mempengaruhi akad yaitu :

1.Tadlis(Penipuan)

Penipuan yaitu menyembunyikan cacat pada obyek akad agar tampil tidak seperti
yang sebenarnya. Maka pihak yang merasa tertipu berhak fasakh.

contoh pedagang mencampur barang yang cacat atau rusak dengan barang yang
berkualitas.

2.Gharar (Ketidak Pastian Akad)

Hal ini terjadi karena pihak-pihak yang bertransaksi tidak tahu

pasti ketentuan-ketentuan dalam transaksi.

dalam akad jual beli harus jelas ketentuan-ketentuan seperti

a.Harga

b.kualitas

c.Kuantitas

d.waktu penyerahan

contoh ;

Pembelian hasil pertanian dengan sistem ijon (pembelian padi sebelum masak dan
diambil oleh pembeli sesudah masak)

3.Riba

adalah penambahan nilai barang tertentu dan penambahan jumlah pembayaran pada
utang.
ada tiga jenis Riba :

a.Riba Fadl

adalah kelebihan pinjaman yang dibayar dalam bentuk segala jenis, berbentuk
pembayaran tambahan oleh peminjam kepada kreditur dalam bentuk penukaran
barang yang jenisnya sama.

Misalnya ; beras dengan beras, emas dengan emas.(yang berbeda kualistas)

b.Riba Nasiah

adalah tambahan yang dikenakan oleh pemberi pinjaman kepada peminjam yang tidak
membayar pinjamannya pada waktu yang telah ditentukan. biasanya semakin lama
keterlambatan akan semakin besar tambahan yang dikenakan.

misalnya; Bunga Pinjaman.

c.Riba Jahiliyah

adalah tambahan yang dikenakan pada transaksi yang sifatnya tabarru(non komersial)

Misalnya: meminjamkan uang untuk menolong namun pada saat menagih meminta

tambahan.

4.Maysir (judi)

adalah bentuk perjudian atau permainan yang membuat salah satu pihak harus
menanggung beban pihak yang lain akibat permaian tersebut

misalnya : taruhan dalam bentuk togel dengan skema transaksi pembelian kupon
untuk menebak beberapa angka.

5.Ikhtikar

Adalah Upaya Produsen menciptakan kelangkaan barang dipasar supaya naik


harganya. hal ini memanipulasi persediaan ini dilakukan dengan cara menimbun
barang atau mencegah supplier lain masuk ke pasar.

misalnya ; penimbunan BBM atau sembako

6.Ba’i Najasy (menciptakan permintaan palsu)


adalah upaya memanipulasi permintaan seolah-olah banyak permintaan sehingga
harga barang menjadi naik. permintaan palsu ini direkayasa oleh penjual sendiri untuk
mengambil keuntungan lebih.

misalnya ; penjualan dengan antrian palsu barang seolah-olah habis dan harga naik.

7.Risywah (suap)

adalah seatu pemberian yang bertujuan untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Dalam risywah atau suap ini pihak penyuap memberikan sesuatu kepada pihak
penerima suap agar dia memperoleh apa yang sebenrnya bukan hak nya.

misalnya ; menyuap agen asuransi/investasi untuk melancakan pencucian uang.


2. Penghalang Akad
Tidak setiap akad mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk terus
dilaksanakan. Namun ada kontrak-kontrak tertentu yang mungkin menerima
pembatalan, hal ini karena disebabkan adanya beberapa hal yang membuat akad
tidak bisa dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Paksaan / Intimidasi (Ikrah) Ikrah yakni memaksa pihak lain secara melanggar
hukum untuk melakukan atau tidak melakukan suatu ucapan atau perbuatan yang
tidak disukainya dengan gertakan atau ancaman sehingga menyebabkan
terhalangnya hak seseorang untuk bebas berbuat dan hilangnya kerelaan. Suatu
kontrak dianggap dilakukan di bawah intimidasi atau paksaan bila terdapat hal-hal
seperti, yaitu:
1) Pihak yang memaksa mampu melaksanakan ancamannya.
2) Orang yang diintimidasi bersangka berat bahwa ancaman itu akan dilaksanakan
terhadapnya.
3) Ancaman itu ditujukan kepada dirinya atau keluarganya terdekat.
4) Orang yang diancam itu tidak punya kesempatan dan kemampuan untuk
melindungi dirinya. Kalau salah satu dari hal-hal tersebut tidak ada, maka
intimidasi itu dianggap main-main, sehingga tidak berpengaruh sama sekali
terhadap kontrak yang dilakukan. Menurut Ahmad Azhar Basyir, bila akad
dilaksanakan ada unsur paksaan, mengakibatkan akad yang dilakukan menjadi
tidak sah dan menurut Abdul Manan, bila kontrak atau akad dibuat dengan cara
paksa dianggap cacat hukum dan dapat dimintakan pembatalan kepada
pengadilan.
b. Kekeliruan atau kesalahan (Ghalath) Kekeliruan yang dimaksud adalah
kekeliruan pada obyek akad atau kontrak. Kekeliruan bisa terjadi pada dua hal:
1) Pada zat (jenis) obyek, seperti orang membeli cincin emas tetapi ternyata cincin
itu terbuat dari tembaga.
2) Pada sifat obyek kontrak, seperti orang membeli baju warna ungu, tetapi
ternyata warna abu-abu. Bila kekeliruan pada jenis obyek, akad itu dipandang
batal sejak awal atau batal demi hukum. Bila kekeliruan terjadi pada sifatnya akad
dipandang sah, tetapi pihak yang merasa dirugikan berhak memfasakh atau bisa
mengajukan pembatalan ke pengadilan.

c. Penyamaran Harga Barang (Ghaban) Ghaban secara bahasa artinya


pengurangan. Dalam istilah ilmu fiqih, artinya tidak wujudnya keseimbangan
antara obyek akad (barang) dan harganya, seperti lebih tinggi atau lebih rendah
dari harga sesungguhnya. Di kalangan ahli fiqh, ghaban ada dua macam yakni:
1) Penyamaran ringan. Penyamaran ini tidak berpengaruh pada akad.
2) Penyamaran berat yakni penyamaran harga yang berat, bukan saja mengurangi
keridhaan tapi bahkan melenyapkan keridhaan. Maka kontrak penyamaran berat
ini adalah batil.
d. Penyesatan (Taqrir) Menggunakan rekayasa yang dapat mendorong seseorang
untuk melakukan akad yang disangkanya menguntungkannya tetapi sebenarnya
tidak menguntungkannya. Taqrir tidak mengakibatkan tidak sahnya akad, tetapi
pihak korban dapat mengajukan fasakh.
PENUTUP

Dalam suatu akad sehingga akad tersebut dapat dikatakan sebagai akad yang dilarang
atau batal adalah tidak terpenuhinya rukun dan syarat akad, yang dapat menyebabkan
terjadinya paksaan yang merupakan cacat kehendak yang paling fatal dalam hukum Islam
karena sifatnya sangat konkrit, kekeliruan yaitu kekeliruan yang terjadi pada objek akad
bukan subjeknya, penipuan atau pemalsuan seperti penyamaran harga, dan tipu muslihat yaitu
menyembunyikan cacat pada objek akad agar tampak seperti tidak biasanya.

Dengan demikian unsur-unsur penghalang akad adalah Al-ikrah (paksaan) yaitu paksaan
dari seseorang yang memiliki kekuasaan terhadap orang lain untuk melakukan sesuatu yang
dipaksakan, hingga paksaan tersebut meniadakan kerelaannya, Al-ghalath yaitu adanya
kekeliruan atau kesalahan pada akad tersebut, Al-Ghabn (Penyamaran Harga) yaitu
pengurangan pada salah satu alat kompensasi, atau tukar menukar antara dua alat kompensasi
yang tidak adil karena tidak adanya kesamaan antara yang diambilnya dengan yang
diberikannya, At-Tadlis/at-Taghrir (Penipuan) yaitu menyembunyikan cacat pada objek akad
agar tampak tidak seperti sebenarnya atau perbuatan pihak penjual terhadap barang yang
dijual dengan maksud untuk memperoleh harga yang lebih besar, Al-Jahalah yaitu hal
mengakibatkan persengketaan yang menyebabkan rusaknya akad, Al-Gharar yaitu semua jual
beli yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan, atau perjudian.
DAFTAR PUSTAKA

A. Djazuli. dan Yadi Anwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat Sebuah

Pengenalan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Abdurrahman Muhammad, Etika Profesi Hukum, Ciytra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad Dalam

Fikih Muamalat, Jakarta, Raja Grafindo Persada 2007.

Az-Zuhaili, Wahbah hafizhahullah Muhaqqiq, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,

Penerbit: Daar al-Fikr

Kumpulan Hadits shahih Bukhari Muslim, Jakarta: Insan Kamil, 2012

Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi

Islam, Yogyakarta: BPFE, 2004

Muttaqien, Dadan, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Yogyakarta:

Kreasi Total Media, 2008.

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Cet.3, Jakarta Universitas

Indonesia Press, 2006.

Subekti. R, Aneka Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2009.

Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1998

Yusanto, M Ismail, dan M. Karebet Widjajakusuma. Menggagas Bisnis Islami.

Jakarta: Gema Insani Press. 2002


Thaib, Hasballah, Kapita Selekta Hukum Islam, Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004.

Saidin, O.K. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada. 2004.

Anda mungkin juga menyukai