Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Bisnis
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Djawahir Hejazziey S. H., M. A.

Oleh:
Kelompok 8
11210480000004 Izma Jaida
11210480000048 Faisa Ananta
11210480000119 Muhammad Alif Rizky
11210480000054 Khadija Khairunnisa

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hak Kekayaan
Intelektual”. Penulisan makalah ini bertujuan guna memenuhi tugas Mata kuliah Hukum
Bisnis. Disamping itu, dengan dibuatnya makalah ini diharapkan bisa memberikan wawasan
dan ilmu khususnya kepada pembaca.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunanan makalah ini terdapat
kekurangan dan ketidaksempurnaan,baik dari segi penulisan maupun dari cara penyajiannya.
Akhir kata dengan senang hati penyusun menerima kritik dan saran demi perbaikan
makalah ini di masa yang akan datang.Harapan penyusun,semoga makalah yang sederhana ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya

Jakarta, 17 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii
BAB 1 .......................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Makalah.......................................................................................................................... 1
BAB II .......................................................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual ..................................................................................... 2
2.2 Hak Kekayaan Intelektual pada umumnya............................................................................. 3
2.3 Pembangunan Indigenous Technological Capabilities ............................................................ 6
2.4 Sosialisasi HKI dan Motivasi untuk dan Motivasi untuk Memperolehnya ........................... 8
2.5 Kesadaran Hukum Masyarakat Umum dan Kampus........................................................... 12
2.6 Paris Convention – TRIPs ....................................................................................................... 13
2.7 Indonesia dan Law Enforcement HKI ................................................................................... 17
2.8 Isu-Isu Penting Dalam Bidang HKI Dewasa ......................................................................... 20
BAB III ....................................................................................................................................... 21
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 21
3.2 Saran .......................................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 22

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hak kekayaan intelektual (HKI adalah sebuah hak untuk memperoleh


perlindungan secara hukum atas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang HKI, seperti UU Hak Cipta, Paten, Desain Industri,
Rahasia Dagang, Varitas Tanaman, Sirkuit terpadu dan Merek. Secara historis,
peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun
1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama
mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. HKI dalam penerapan nya memiliki
manfaat yang sangat penting, antara lain Sebagai perlindungan hukum kepada
pencipta, juga terhadap hasil cipta karya serta nilai ekonomis yang terkandung di
dalamnya. Juga sebagai sebuah perlindungan akan aset berharga yang dipunyai
perorangan ataupun kelompok dalam bentuk hasil karya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertian HKI & Pembangunan Indigenous Technological


Capabilities
2. Bagaimana sosialisasi HKI, cara memperolehnya dan kesadaran masyarakat
umum dan kampus tentang HKI
3. Bagaimana sejarah Paris Convention sampai dengan TRIPs
4. Bagaimana law enforcement HKI di indonesia dan apa saja isu isu penting di
dalam HKI saat ini

1.3 Tujuan Makalah

1. Mengetahui pengertian HKI & Pembangunan Indigenous Technological


Capabilities
2. Mengetahui sosialisasi HKI, cara memperolehnya dan mengetahui kesadaran
masyarakat umum dan kampus tentang HKI
3. Mengetahui Paris Convention sampai dengan TRIPs
4. Memahami law enforcement HKI di indonesia dan mengetahui isu isu penting
di dalam HKI saat ini

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak kekayaaan intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR).


Kekayaan intelektual (intellectual property) oleh World Intellectual Property
Organization (WIPO) diartikan sebagai ciptaan yang dihasilkan melalui
kemampuan intelektual (creation of mind), yaitu penemuan, karya tulis dan karya-
karya yang bersifat artistik, simbol, nama, gambar, dan desain yang digunakan
dalam kegiatan perdagangan. Sementara itu, Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
sebagai terjemahan dari bahasa yang sama Intellectual Property Rights (IPR)
didefinisikan sebagai “…the rights given to persons over the creations of their
minds. They usually give the creator an exclusive right over the use of his/her
creation for a certain period of time”. Ada pula yang mengatakan bahwa hukum
mengenai perlindungan HKI pada intinya adalah media perjuangan para pihak yang
menghendaki penguasaan karya ciptanya melawan pihak lain yang menghendaki
pemisahan kekuasaan pencipta dari ciptaannya.
HKI adalah hak kepemilikan atas ide atau infromasi yang bersifat tak benda
yang berasal dari kreativitas intelektual manusia dan mempunyai nilai komersial.
Hak yang diberikan adalah untuk memiliki, menggunakan dan melarang
penggunaan ide atau informasi yang dimaksud. Subtansi yang dimiliki HKI sangat
luas, sepanjang dari munculnya aktiitas intelektual di dalam dunia industry, ilmu
pengetahuan, karya tulis atau seni, pada tataran praktis, ada berbagai jenis HKI di
antaranya yang utama adalah : Hak Cipta,Paten, Merek ,Indikasi Geografis, Desain
Industri, Rahasia Dagang dan Desain Tata letak sirkuit Terpadu.
Perlindungan HKI diberi hanya kepada ide atau informasi yang telah
memiliki bentuk fisik, baik yang bersifat takbenda (intangible) maupun takbenda
(tangible), tidak hanya kepada ide atau informasinya sendiri. Contoh sederhana
bentuk fisik yang pertama misalnya adalah lagu, dan contoh yang kedua adalah
buku. Perlindungan itu sendiri dibatasi dalam beberapa hal. Pertama, suatu karya
cipta tidak dilindungi jika digunakan oleh seseorang hanya dalam rangka “fair use”
atau pemanfaatan untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk mendapatkan
keuntungan komersial secara langsung. Kedua, perlindungan juga tidak diberikan
kepada manifestasi ide yang terlalu “biasa”, misalnya membawa anjing berjalan-
jalan, atau ide yang terlalu “luar biasa”, seperti membuat kolom beton sebagai
penopang bangunan. Argumentasi mengenai alasan kedua dimaksud akan diuraikan
pada bagian selanjutnya dari tulisan ini.

2
Ketiga, sesuatu yang menjadi hak milik dimaksud harus memenuhi syarat “novelty”
atau relatif merupakan sesuatu yang belum pernah ada atau dikenal
sebelumnya.keempat, dilihat dari aspek waktu perlindungan, setiap jenis HKI pada
ummunya dibatasi masa perlindungannnya.

2.2 Hak Kekayaan Intelektual pada umumnya

Secara umum hak kekayaan intelektual terdiri dari dua hal yaitu kekayaan
industri dan Hak Cipta. Hak kekayaan industri terdiri dari Paten, Merek, Varietas
Tanaman, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Hak Cipta terdiri dari Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Sastra
Hak Kekayaan Intelektual selalu dikaitkan dengan tiga elemen penting berikut ini :
a. Mengandung hak ekslusif yang diberikan oleh hukum.
b. Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan
intelektual.
c. Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi.

Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual


Ada beberap prinsip yang harus muncul dalam aturan aturan terkait Hak atas
Kekayaan Intelektual. Berikut adalah empat prinsip utama dalam hak atas kekayaan
intelektual:
1. Prinsip Ekonomi Prinsip ekonomi yang ada dalam HaKI, yaitu adanya hak yang
bersifat ekonomi yang dapat didapat seseorang atas hasil karya intelektual yang
telah diperbuatnya. Oleh karena itu, diperlukan pengukuhan hak atas karyanya
tersebut, sehingga dapat dipergunakankan secara ekonomis dan tidak
disalahgunakan oleh pihak lain yang tidak berhak.
2. Keadilan Prinsip HaKI yang kedua adalah keadilan. Adanya peraturan terkait
hak atas kekayaan intelektual memberikan suatu keadilan, berupa perlindungan
yang menjamin sang pemilik memiliki hak penuh atas penggunaan hasil karyanya.
3. Kebudayaan Prinsip ketiga adalah kebudayaan. Adanya perlindungan negara
pada HaKI bertujuan untuk mendorong adanya pengembangan dari sastra, seni dan
ilmu pengetahuna. Sehingga dapat meningkatkan taraf hidup, serta menghadirkan
keuntungan bagi seluruh masyarakat, bangsa dan negara.

3
4. Sosial Last but not least adalah prinsip sosial, dimana negara bekerja melindungi
hak-hak masyarakat dan menjamin keseimbangan antar kepentingan masyarakat
sebagai warga negara.
Ciri-Ciri Utama HKI Adalah hak-hak tersebut berpindah ketangan lain yaitu
dengan cara:
1. bisa dijual,
2. dilisensikan,
3. diwariskan seperti hak-hak kebendaan lainnya.
Intinya hak-hak tersebut bisa dialihkan kepemilikannya berdasarkan alasan sah dan
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Macam-Macam Hak atas Kekayaan Intelektual


Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) membuat membedakan
kekayaan intelektual menjadi dua jenis, yaitu yang pertama adalah hak cipta dan
yang kedua adalah hak kekayaan industri.
1. Hak Cipta Dikutip dari laman DJKI, “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta
yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata
berdasarkan prinsip deklaratif.” Contoh ciptaan yang dilindungi hak cipta adalah
sebagai berikut:
a. Buku, pamflet, program komputer, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, serta
segala hasil karya tulis lainnya;
b. Ceramah, pidato, kuliah, dan ciptaan lainnya yang sejenis;
c. Lagu atau musik;
d. Drama atau drama musikal, tarian, pewayangan, koreografi, dan pantomime
2. Paten, merupakan salah satu jenis HKI yang paling populer di masyarakat. Paten
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor (penemu) atas
hasil invensinya (penemuan) dibidang teknologi.
3. Merek adalah suatu “tanda” yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan
jasa. Merk dagang ini salah satu jenis HKI yang paling gampang ditemui di
masyarakat. Hampir semua penjual barang dan jasa pasti sudah memiliki merk.
4. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa

4
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Contoh hak cipta yang sering kita jumpai adalah ciptaan yang melekat pada sebuah
lagu.
5. Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi
garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk
tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan
dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan
suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Contoh desain
industri adalah desain apel krowak yang kece.
6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga
dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah
elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu
dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan
sirkuit terpadu. Disini Sirkuit Terpadu dimaksudkan sebagai suatu produk dalam
bentuk jadi atau setengah jadi, yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan
sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian
atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu didalam sebuah
bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
Contoh desain tata letak sirkuit terpadu adalah Motherboard/Mainboard yaitu papan
rangkaian utama komputer untuk memasang processor, memory dan perangkat
lainnya.
7. Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu
barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor
manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas
tertentu pada barang yang dihasilkan. Misalnya Kopi Toraja, Batik Yogyakarta,
Kain Tapis Lampung, Telor Asin Brebes.
8. Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam
kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang, yang
meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi
lain dibidang teknologi dan/ atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak
diketahui oleh masyarakat umum. Contohnya rahasia dagang pada produk KFC
dengan 11 bumbu rahasianya.
9. Perlindungan Varietas Tanaman adalah perlindungan khusus yang diberikan
negara, yang dalam hal ini diwakili oleh pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan
oleh Kantor Perlindungan Varietas Tanaman, terhadap varietas tanaman yang
dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Saya kutip
dari web LIPI salah satu contoh varietas yang sudah mendapatkan sertifikasi HKI
untuk varietas tanaman adalah bunga Lipstik Aeschynanthus “SoeKa”. Infonya
keunikan bunga ini terdapat pada tabung mahkota bagian luar bunga yang memiliki

5
corak lurik sehingga berbeda dari bunga lipstik pada umumnya yang bercorak
polos. Bunga lipstik jenis itu merupakan persilangan antara dua spesies yang
berbeda yaitu Aeschynanthus “Radicans” kelopak hijau dengan Aeschynanthus
“Tricolor”.
Jangka Waktu Perlindungan HaKI Jangka waktu perlindungan HKI adalah:
1. Sepanjang hayat pencipta ditambah 50 tahun setelah meninggal dunia untuk
ciptaan yang asli dan bukan turunan (derevatif).
2. Selama 50 tahun sejak pertama kali ciptaan itu diumumkan. Jenis-jenis ciptaan
yang dimaksud meliputi program komputer, dan karya deveratif seperti karya
sinematografi, rekaman suara, karya pertunjukan dan karya siaran.
3. Selama 25 tahun. Perlindungan yang terpendek ini diberikan untuk karya
fotografi dan karya susunan perwajahan, karya tulis yang diterbitkan.
4. Ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh Badan Hukum, berlaku selama 50 tahun
dan 25 tahun sejak pertama kali diumumkan.
5. Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara berdasarkan Pasal 10 ayat
(2) huruf b, berlaku tanpa batas.

2.3 Pembangunan Indigenous Technological Capabilities

Indigenous technology sebagai potensi sumber daya dan kapabilitas internal


(indigenous) yang masih terabaikan telah mulai dikembangkan oleh sementara
pihak yang mampu melihat peluang dan memanfaatkannya untuk keuntungan
ekonomis. Hanya saja tak ada “keuntungan” apapun yang diperoleh kelompok
masyarakat “pemilik” indigenous technology tersebut. Ketergantungan pada
impor, dalam bentuk yang lebih substansial dari sekedar impor produk (dalam
bentuk barang dan jasa). Kini ketergantungan sepihak atas kemampuan/kompetensi
kepada pihak asing (luar negeri) makin terasa.
Perkembangan era global yang cenderung melahirkan kaidah/kesepakatan
tatakrama baru pergaulan dunia yang diatur oleh pihak yang relatif lebih maju dan
cenderung merugikan pihak-pihak yang tertinggal. Isu perdagangan bebas dan
HKI/Hak Kekayaan Intelektual (beserta beberapa isu lainnya) tampak lebih
merupakan instrumen kekuasaan bagi negara maju untuk terus mendominasi,
ketimbang memberdayakan bagi negara berkembang yang memiliki posisi tawar
makin rendah. Dalam segala keterbatasan dan ketidakberdayaannya, negara
berkembang menjadi follower dan cenderung bergerak dalam ruang yang makin
terbatas serta makin tak berdaya, kesenjangan antara negara maju dengan yang
tertinggal berpotensi makin melebar. Jika indigenous technology disadari sebagai

6
hal yang sangat penting, tentu perhatian pada pemanfaatan dan pengembangan
indigenous technology harus makin besar. Bagaimana? Tentu implikasinya
terutama dalam konteks kebijakan dan strateginya merupakan salah satu agenda
kritis pembangunan (yang tak selalu harus sepenuhnya dibebankan kepada
pemerintah). Tulisan singkat ini memuat dua hal pokok. Pertama, diawali dengan
menawarkan pengertian (dan batasan) tentang “apa” yang sebenarnya dimaksud
dengan indigenous technology, bahasan tentang beberapa isu utama mengapa
perhatian terhadap hal ini sangat penting bagi Indonesia diangkat. Hal tersebut
selanjutnya menjadi pangkal tolak bagi hal kedua, yaitu merumuskan agenda
tentang upaya yang sebaiknya segera dilakukan sebagai wacana dalam upaya
mengembangkan, mendayagunakan, dan melindungi teknologi masyarakat.

Definisi, dengan tekanan yang ingin disampaikan di sini, tidak menyangkut soal
salah atau benar (apalagi dalam pengertian mutlak/absolut), melainkan pada
pertimbangan kegunaannya. Namun ini penting karena walaupun tidak disepakati,
setidaknya pengertian tertentu yang dimaksud oleh seseorang/pihak tertentu
dipahami oleh yang lainnya sehingga juga memperjelas perbedaannya atau
ketidaksepakatannya. Sebagai salah satu pangkal tolak bagi interpretasi dan diskusi
lebih lanjut, disampaikan batasan pengertian tentang beberapa terminologi kunci
berikut ini. Yang dimaksud dengan “teknologi” di sini adalah sehimpunan cara,
peralatan, metode, informasi, dan pengorganisasian yang dimanfaatkan untuk
menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) atau secara umum untuk memecahkan
persoalan tertentu (menjawab persoalan pragmatis), berlandaskan kaidah keilmuan.
Dengan demikian, teknologi menunjukkan tekanan pada sisi pragmatis dalam
konteks tujuan tertentu (know-how) atas dasar pengetahuan yang
melatarbelakanginya (know-why)
Secara semantis, pengetahuan tradisional (traditional knowledge) merupakan
pengetahuan yang telah merupakan bagian dari tradisi masyarakat tertentu. Dia
disampaikan secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi berikut dalam
masyarakat. Pengetahuan ini tentunya bisa berasal dari “luar” masyarakat tersebut.
Tetapi sebaliknya pengetahuan yang telah mentradisi ini bisa merupakan
pengetahuan yang memang berkembang secara khas pada masyarakat tertentu.
Pengetahuan ini hasil “internal” budaya kelompok masyarakat tertentu. Inilah yang
merupakan pengetahuan “asli” (indigenous knowledge. Dengan pengertian di atas,
maka teknologi masyarakat atau indigenous technology yang dimaksud di sini
adalah teknologi yang dikembangkan atas pengetahuan spesifik asli masyarakat
(indigenous knowledge) tertentu tersebut.

7
2.4 Sosialisasi HKI dan Motivasi untuk dan Motivasi untuk Memperolehnya

Definisi dari Hak Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang ada dari hasil
kemampuan intelektual manusia, bentuknya berupa suatu karya dalam berbagai
bidang, baik dalam bidang teknologi, penemuan, karya sastra, seni, dan lain
sebagainya. Kekayaan Intelektual membutuhkan suatu perlindungan. Secara garis
besarnya HKI (hak kekayaan intelektual) terdiri dari Hak Cipta (copyright), Hak
Kekayaan Industri (industrial property right) yang meliputi hak paten, desain
industri (industrial design), merek (trademark), rahasia dagang (trade
secret),penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair
competition), dan desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated
circuit).

Pemahaman terhadap kekayaan intelektual dan HKI juga penting untuk


diketahui oleh masyarakat, dosen, peneliti, mahasiswa, maupun pengusaha UKM,
oleh karena itu diperlukan adanya sosialisasi HKI. Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia sosialisasi memiliki arti “upaya memasyarkatkan sesuatu sehingga
menjadi dikenal, dipahami, dihayati oleh masyarakat atau pemasyarakatan.”1
Upaya sosialisasi HKI menjadi peranan yang penting demi memberikan
pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat maupun pihak yang
membutuhkan, dan dibutuhkan pula metode yang efektif dalam melakukan
sosialisasi HKI. Motivasi untuk memperoleh HKI dapat timbul jika adanya
kesadaran masyarakat maupun pihak yang membutuhkan kepastian hukum akan
HKI.

Salah satu contohnya adalah lembaga pendaftaran dalam mendapatkan HKI


memiliki peranan penting dalam dunia bisnis. Terdapat jenis HKI yang secara
teoritis tidak perlu di daftarkan tetapi tetap dilindungi, jika karyanya sudah di
deklarasikan oleh yang berhak maka saat itu hak sudah dilindungi, namun jika

1
KBBI

8
terdapat pelanggaran, akan sulit untuk membuktikan bagi pihak yang tidak
mendaftarkan haknya. 2

Pada pembahasan kali ini akan memaparkan tentang sosialisasi HKI pada bidang
hak Merek. Merek merupakan hal yang penting dalam dunia bisnis yang sangat
identik hubungan nya dengan dunia perdagangan, baik berupa perdagangan barang
maupun jasa. Fungsi Sebuah merek dalam dunia perdagangan adalah tentang
memudahkan konsumen untuk membedakan antara produk dengan produk lainnya.
Fitur merek berkembang sejalan dengan perkembangan ekonomi domestik dan
internasional. (Mirfa, 2016).

Prosedur Pendaftaran, Pengalihan dan Penghapusan Perlindungan atas Merek di


Indonesia

a. Prosedur Pendaftaran

Pendaftaran merek dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana


yang ditentukan oleh UU No. 15 Tahun 2001. Terdapat dua sistem yang dianut
dalam pendaftaran merek yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif (atributif).
Undang Undang Merek Tahun 2001 dalam sistem pendaftarannya menjalani sistem
konstitutif, Pendaftaran merek dalam hal ini guna memberikan status bahwa pihak
pendaftar dianggap sebagai pemakai pertama sampai dengan ada pihak yang
membuktikan sebaliknya. Hak atas merek tidak ada tanpa pendaftaran. Jika
seseorang dapat membuktikan bahwa merek yang ia miliki telah terdaftar dan
diberikan suatu Sertifikat dimana merupakan bukti daripada hak miliknya atas suatu
merek, maka dengan itu pihak lain tidak dapat mempergunakannya. Dapat
disimpulkan bahwa sistem konstitutif ini memberikan lebih dalam kepastian.
Mengacu pada pengertian merek dalam Pasal 3 UU tentang Merek, merek adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang telah
terdaftar. Orang yang didaftarkan sebagai pemilik yang dapat memakai dan

2
Sembiring Sentosa, Prosedur dan tata cara memperoleh hak kekayaan hak kekayaan intelektual

9
memberikan pihak lain hak untuk memakai (dengan sistem lisensi). Tetapi tidak
mungkin pihak lain memakainya.

Tata cara pendaftaran merek di Indonesia diatur pada UU Merek Tahun 2001
dalam Pasal 7 yang menentukan bahwa:

1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada


Direktorat Jenderal dengan mencantumkan: a) tanggal, bulan dan tahun; b)
nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon; c) nama lengkap
dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; warna-warna
apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur
warna; e) nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali
dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.
2) Permohonan ditandatangani pemohon atau kuasanya.
3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang
atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum.
4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
5) Dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari satu pemohon yang secara
bersama-sama berhak atas merek tersebut, semua nama pemohon
dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), permohonan
tersebut ditandatangani oleh salah satu dari pemohon yang berhak atas
merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para pemohon
yang mewakilkan.
7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan
melalui kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak
yang berhak atas merek tersebut.
8) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (9) adalah Konsultan HKI.

10
9) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan
Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan
tata cara pengangkatanya diatur dengan Keputusan Presiden3

a. Pengalihan Perlindungan Atas Merek

Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 menyatakan hak atas
merek terdaftar dapat dialihkan karena: a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wasiat; d.
Perjanjian, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan yang tidak bertentangan dengan Undang Undang Merek. Pengalihan hak
atas merek terdaftar wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual dengan dokumen yang mendukung. Jika pencatatan tidak
dilakukan, maka pengalihan hak atas merek tidak berakibat hukum kepada pihak
ketiga. Hal ini sesuai dengan prinsip kekuatan berlaku terhadap pihak ketiga pada
umumnya karena pencatatan dalam suatu daftar umum (registrasi)4

b. Penghapusan Perlindungan Atas Merek

Sebuah merek dapat dihapus hak perlindungan nya apabila merek yang telah
didaftarkan tidak dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
undangundang, akan mengakibatkan pendaftaran merek yang bersangkutan
dihapuskan. Apabila terdapat bukti yang cukup untuk menghapus merek,
penghapusan merek yang dilakukan oleh Direktorat Merek akan dicoret dalam
Daftar Umum Merek bdan akan diumumkan dalam berita Resmi Merek. Karena itu,
berakhir pula perlindungan hukum atas merek tersebut. Sosialisasi HKI pada bidang
merek sangat perlu dilakukan kepada masyarakat maupun pihak yang akan
membuat bisnis Kesadaran masyarakat umum ataupun pengusaha sangat
dibutuhkan untuk menghindari terjadinya praktik kecurangan dibidang merek,
selain itu juga dapat menjamin terlaksananya proses perdagangan barang maupun
jasa yang sehat.

3
Firmansyah, Hery, 2011. Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.
hlm 30
4
Astriani, Dwi Rezki Sri. 2009. Penghapusan Merek Terdaftar, P.T. Alumni, Bandung. hlm 87

11
2.5 Kesadaran Hukum Masyarakat Umum dan Kampus

Kesadaran hukum dapat diartikan sebagai kesadaran seseorang atau suatu


kelompok masyarakat kepada aturan-aturan atau hukum yang berlaku. kesadaran
hukum itu merupakan kepatuhan untuk melaksanakan ketentuan hukum tidak saja
tergantung pada pengertian dan pengetahuan, tetapi lebih diutamakan terhadap
sikap dan kepribadian untuk mewujudkan suatu bentuk perilaku yang sadar hukum.
Di masyarakat umum saat ini, banyak sekali masyarakat yang sangat menaruh minat
untuk membuat suatu usaha( home industry). Sebagai contoh, para pengrajin Kain
tenun di Lombok. Mereka dapat memproduksi berbagai kain tenun dengan motif
yang beraneka ragam.
Hal tersebut tentunya sangat berdampak positif bagi pemasukan warga sekitar.
Akan tetapi, kesadaran hukum atas kekayaan intelektual para pengrajin masih
sangat rendah. Para pengrajin belum sadar akan pentingnya hak kekayaan
intelektual, khususnya merek. Untuk itu diperlukan sebuah sosialisasi yang
mendalam mengingat belum banyaknya warga yang memahami dan memiliki
merek terdaftar. Peningkatan kesadaran hukum dapat dilakukan dengan penyuluhan
hukum secara berkesinambungan sehingga menyadarkan masyarakat akan
pentingnya pemahaman terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Rendahnya
kesadaran hukum dapat disebabkan karena kurangnya sosialisasi hukum,
kurangnya akses masyarakat tentang informasi hukum. Mengetahui upaya hukum
yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa, maupun untuk tujuan peningkatan
kesadaran hukum agar warga makin taat hukum dan melek hukum.
Beberapa kerugian apabila tidak mendaftarkan merek dapat membawa pelaku
UMKM ke ranah sengketa. Untuk mengamankan hak kepemilikan merek dan
menghindarkan dari sengketa, para pelaku UMKM sangat perlu untuk
mendaftarkan perlindungan atas mereknya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual Kementerian Hukum dan HAM. Merek yang sudah didaftarkan akan
menjadi hak ekslusif yang tidak boleh digunakan oleh pihak lain jika tanpa seizin
pemilik resmi sebagaimana yang diatur dalam UU. No. 20 Tahun 2016 Tentang
Merek dan Indikasi Geografis. Merek yang telah didaftarkan perlindungannya dapat
menjadi alat bukti yang autentik bagi pemiliknya.
Begitu juga di lingkungan kampus, Di Indonesia terdapat banyak hasil penelitian
berupa inovasi karya anak bangsa yang memiliki nilai guna dan nilai jual yang
cukup tinggi. Tetapi, sayang nya kita belum cukup sadar akan pentingnya hak cipta,
hak paten dan hak merek untuk menghindari plagiat oleh orang lain. Kondisi ini
menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap produksi karya untuk
memperoleh Hak Kekayaan Intelektual masih rendah. Banyak hasil penemuan
dosen dan mahasiswa yang belum memperoleh HKI.

12
Hal ini tentunya sangat di sayangkan, dan tentunya sangat perlu untuk diberikan
perhatian lebih. Saat ini, untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sudah dilakukan
melalui beberapa upaya yang dilakukan oleh Pemerintah.Selain melalui
penyuluhan, diskusi, seminar, dan lokakarya, dilakukan juga upaya strategis
melalui perguruan tinggi untuk mengajarkan HAKI sebagai bagian pengetahuan
yang baru dan penting untuk diajarkan untuk mempersiapkan para lulusan
perguruan tinggi yang memililiki bekal pengetahuan tentang HAKI yang nantinya
akan ditularkan kepada masyarakat.

2.6 Paris Convention – TRIPs

Menurut sejarah, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia


telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan
undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Kemudian,
Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU
Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-
Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial
Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of
Literary and Aristic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu
tahun 1942 - 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut
tetap berlaku. Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945,
seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku
selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU peningggalan
Belanda tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang
dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia.Pada tanggal 11 Oktober 1961
pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan
dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk menggantikan UU Merek kolonial
Belanda. Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
dari barang-barang tiruan/bajakan. Pada tanggal 10 Mei1979 Indonesia meratifikasi
Konvensi Paris [Paris Convention for the Protection of Industrial Property
(Stockholm Revision 1967)] berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979.

13
• Kongres Wina dan Traktat Paris (Paris Treaty)
Konvensi Paris lahir di latar belakangi oleh keinginan untuk mengakomodasi
intelektualitas manusia dalam bentuk hak yang lebih hakiki dan terstruktur dalam
koridor hukum. Hal tersebut sangat mengemuka di Eropa. Dari situ lah kemudian
lahir Konvensi Paris di mana sejumlah ketentuan yang terkait dengan hak kekayaan
intelektual mulai diatur.5
Sebelum adanya konvensi internasional di bidang properti industri, individu dan
negara belum memperoleh perlindungan hak kekayaan industri di berbagai negara
di dunia karena keragaman hukum antara satu negara dengan negara lain. Masalah-
masalah yang sering terjadi tersebut menciptakan keinginan yang kuat untuk
mengatasi kesulitan tersebut. Selain itu, ada juga Kekhawatiran masyarakat tentang
tidak adanya perlindungan hukum yang memadai. Sehingga saat pemerintahan
Kekaisaran Austria-Hongaria mengundang negara lain untuk berpartisipasi dalam
pameran internasional penemuan yang diadakan pada tahun 1873 di Wina dan
berujung menghasilkan sebuah serikat "internasional" untuk perlindungan aset
industri yang disiapkan di Perancis, dan dikirim oleh pemerintah Perancis ke negara
lain bersama dengan undangan untuk menghadiri Konferensi Internasional tahun
1880 di Paris.
Ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Paris dapat dibagi menjadi empat pokok
yakni, 6
1. berisi aturan hukum substantif yang menjamin hak dasar yang dikenal sebagai
hak kesamaan status di setiap negara anggota
2. menetapkan hak dasar lain yang dikenal sebagai hak prioritas
3. mendefinisikan sejumlah aturan umum di bidang hukum substantif
4. adanya kerangka administrasi yang telah dibentuk untuk menerapkan Konvensi,
dan termasuk klausa akhir Konvensi.
Konvensi Paris dicetuskan dan disahkan dengan nama Paris Convention or the
Protecion of Industrial Property. atau yang biasa dikenal dengan The Paris Union
atau Paris Convention (Konvensi Paris), konvensi ini dilaksanakan pada pada
tanggal 20 Maret 1883 di Paris (Perancis). Pada awalnya, konvensi ini
ditandatangani oleh 11 negara, yaitu Belgia, Brasil, Perancis, Guatemala, Italia,
Belanda, Portugal, El Salvador, Serbia, Spanyol, dan Swiss.

5Raditya Adi Nugraha. “Hak Kekayaan Intelektual di Dunia dan Indonesia”. Makalah, Universitas Indonesia,
2010. hlm.48.
6Raditya Adi Nugraha. “Hak Kekayaan Intelektual di Dunia dan Indonesia”. Makalah, Universitas Indonesia,
2010. hlm.49.

14
Secara umum, konvensi Paris mengatur hak kekayaan intelektual dari negara
diakses bagi warga negara pihak negara-negara lain untuk konvensi, yang
memungkinkan tingkat perlindungan yang sama dan solusi hukum yang sama
terhadap pelanggaran. Konvensi ini sangat penting bagi rezim perlindungan hak
cipta/HaKI di dunia, yaitu sebagai dasar legal global pertama yang berfokus pada
perlindungan hak kepemilikan/hak cipta. Rezim hak cipta dalam WTO yang dikenal
dengan nama TRIPs mencakup konsep dasar Konvensi Paris. Perbedaan keduanya
yaitu, TRIPs membahas masalah persengketaan dagang berikut penyelesaiannya,
sementara dalam Konvensi Paris belum dibahas dan bersifat belum mengikat.

• Konvensi Berne
Setelah konvensi Paris, kemudian dilanjutkan dengan munculnya konvensi
Berne yang dibentuk pada tahun 1886. Konvensi ini dibuat dengan latar belakang
karena pada akhir tahun 1900 an, karya-karya hak cipta secara bertahap telah
menjadi hal penting dalam perdagangan internasional. Konvensi Bern mewajibkan
negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para
pencipta dari negara-negara lain yang ikut serta dalam konvensi ini. Konvensi
Berne pada saat pembentukannya dikenal sebagai Berne Covention for the
Protection of Literary and Artistic Works. Pada awalnya tujuan dari konvensi ini
adalah mengenalkan hak cipta secara nasional. Latar belakang dan tujuan awal
pembentukan konvensi Paris dan Berne, tidak dapat dapat dipungkiri, bahwa kedua
konvensi ini merupakan wujud engaturan hak kekayaan intelektual yang pertama di
dunia, khususnya dalam skala internasional.

• World Intellectual Property Organization (WIPO)


Dalam rangka mengelola dan menangani menangani hal-hal yang berkaitan
dengan perlindungan hak milik perindustrian dan hak cipta tersebut, Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) membentuk kelembagaan internasional yang diberi nama
World Intellectual Property Organization (WIPO) pada tanggal 14 Juli 1967 di
Stockholm.
Badan ini merupakan salah satu badan khusus PBB yang dibentuk dengan tujuan
mendorong kreativitas dan memperkenalkan perlindungan kekayaan intelektual ke
seluruh dunia. Pada dasarnya, WIPO didirikan untuk melindungi hak cipta dan
kebudayaan yang dimiliki oleh negara-negara anggota PBB. Hal ini sangat penting,
terutama jika ada kasus di mana sebuah negara mengklaim memiliki alat musik
tertentu misalnya, tapi ada negara lain yang mengklaim sebagai kebudayaan
aslinya.

15
Adapun tugas-tugas WIPO dalam bidang HaKI, antara lain:
* Mengurus kerja sama administrasi pembentukan perjanjian atau traktat
internasional dalam rangka perlindungan hak kekayaan intelektual
Mengembangkan dan melindungi hak kekayaan intelektual di seluruh dunia
* Mengadakan kerja sama dengan organisasi internasional lainnya, mendorong
dibentuknya perjanjian atau traktat internasional yang baru dan memodernisasi
legislasi nasional, memberikan bantuan teknik kepada negara-negara berkembang
* Mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi, serta mengembangkan kerja
sama administratif di antara negara-negara anggota.

• Persetujuan Trade-Related Aspect Intellectual Property Rights (TRIPs)


Pembentukan TRIPs atau Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights
pada mula nya tidak lepas dari pelaksanaan Uruguay Round tahun 1990. TRIPS
Agreement adalah perjanjian yang merupakan bagian dari WTO Agreement yang
ditandatangani oleh negara-negara anggotanya yang mewajibkan seluruh
anggotanya untuk membuat aturan-aturan mengenai hak kekayaan intelektual di
negara masing-masing.
Kanada sebagai salah satu anggota General Agreement on Tariffs and Trade
(GATT) mengusulkan pembentukan suatu badan perdagangan internasional. Pada
bulan Desember 1991, dikeluarkanlah suatu rancangan mengenai hasil-hasil
perundingan yang di dalamnya berisi usulan pembentukan suatu organisasi
perdagangan internasional baru. Akhirnya pada bulan Desember 1993 terciptalah
kesepakatan terhadap usulan pembentukan suatu organisasi internasional. Usulan
ini kemudian disahkan menjadi persetujuan akhir yang disebut dengan Persetujuan
Pembentukan World Trade Organization (WTO) dan ditandatangani oleh negara-
negara anggota GATT 1947 pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko.
Berdirinya WTO menghasilkan perubahan yang siginifikan dalam sistem
perdagangan dunia. Ada empat lampiran utama persetujuan pembentukan WTO.
Salah satunya adalah persetujuan TRIPs. Dalam praktiknya, TRIPs mewajibkan
setiap negara anggotanya untuk memberikan perlindungan yang kuat terhadap hak
kekayaan intelektual. Adapun tujuan Persetujuan TRIPs antara lain:
a. Mengurangi penyimpangan dan hambatan bagi perdagangan internasional
b. Menjamin bahwa tindakan dan prosedur untuk menegakkan hak kekayaan
intelektual tidak menjadi kendala bagi perdagangan yang sah
c. Mendukung inovasi, alih dan teknologi untuk keuntungan bersama antara
produsen dan pengguna pengetahuan teknologi dengan cara yang kondusif bagi
kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta keseimbangan hak dan kewajiban.

16
2.7 Indonesia dan Law Enforcement HKI

Penegakan Hukum atau Law enforcement merupakan proses dilakukan nya


upaya demi tegaknya suaru hukum atau berfungsi nya norma secara nyata dalam
pedoman berperilaku. Jika membahas tentang Kekayaan intelektual, dalam hal ini
semua negara mengakui hak kekayaan dalam bentuk produk ide, seperti dalam
bentuk hak cipta, paten, merek dan rahasia dagang, tata letak sirkuit terpadu,
maupun penemuan varietas tanaman.7 Hak Cipta adalah salah satu bagian dari
kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas.

Dewasa ini sudah terjadi banyaknya kasus pemalsuan, pembajakan, pelanggaran


hak cipta atau hak kekayaan intelektual yang dapat menimbulkan sanksi kepada
negara Indonesia oleh masyarakat internasional. Sanksi tersebut tidak hanya
memiliki implikasi ekonomi dan moral yang dapat mempengaruhi harkat dan
martabat warga negara Indonesia.

Pada pembahasan kali ini akan difokuskan kepada Penegakan HKI dalam
lingkup hak cipta. Hak cipta adalah hak kekayaan yang sifatnya immaterial dan
merupakan hak kebendaan. Dalam terminology UndangUndang Nomor 28 Tahun
2014, disebutkan dalam Pasal 3 bahwa undang-undang ini mengatur tentang Hak
Cipta dan Hak Terkait, yang selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 4 disebutkan bahwa
hak cipta dan hak moral terdiri dari Hak Moral dan Hak Ekonomi.

a. Penegakan Hukum Menurut UndangUndang Hak Cipta.


Pelaksanaan penegakan hukum dalam pelanggaran hak cipta dapat
dilakukan apabila terjadi pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan
terhadap hasil ciptaannya atau hasil karya, yang telah diakui dan dilaporkan
sebagai hak cipta. Penyelesaian sengketa terhadap harta kekayaan yang
dalam terminology hak cipta disebut sebagai economic rights atau hak
ekonomi. Sengekta tersebut tidak hanya dilakukan terhadap perbuatan yang
melawan hukum yang menyebabkan timbulnya kerugian kepada pencipta

7
Carolyn Hotckis, International Law for Bisnis, New York :McGraw-Hill, 1994, hlm. 304

17
maupun penerima hak yang dilakukan oleh pihak lain maupun adanya
wanprestasi sebagai akibat dari pelanggaran klausula-klausula yang termuat
dalam perjanjian lisensi.

Penyelesaian sengketa Hak Cipta yang dilakukan di Pengadilan Niaga, dapat


dilakukan melalui dua proses hukum yaitu:

(1) Penyelesaia Sengketa Perdata


Sengketa perdata yang terjadi tiap-tiap pelanggaran hak cipta, diupayakan
penyelesaiannya melalui alternative penyelesaian sengketa, arbritrase atau
pengadilan. Undang-undang ini menempatkan agar penyelesaian sengketa
perdata dapat diselesaikan secara cepat, murah dan biaya ringan sesuai dengan
asas peradilan yang dianut dalam system peradilan perdata Indonesia.
Menempatkan alternative penyelesaian sengketa sebagai upaya pertama,
diusulkan dengan penyelesaian melalui arbritrase yang ditempatkan pada
urutan kedua dan pengadilan di urutan ketiga, karena penyelesaian sengketa
hak cipta diamanatkan dalam undang-undang hak cipta tersebut. Sedangkan
pengadilan perdata yang berwenang dalam arti memiliki kompetensi mutlak
dalam perkara ini adalah Pengadilan Niaga. Pengadilan lain selain Pengadilan
Niaga tidak berwenang menangani penyelesaian sengketa hak cipta. Bahkan
sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui keberadaannya di wilayah
Republik Indonesia harus terlebih dahulu menyelesaikan sengketa melalui
mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana

(2) Penyelesaian Tuntutan Pidana Pelanggaran


Dalam perspektif hukum pidana, hak kebendaan yang memiliki nilai ekonomi
termasuk merupakan harta kekayaan. Jika hak kekayaan itu diganggu, maka
pihak yang menggangu itu termasuk dalam kategori subyek hukum yang
melakukan kejahatan atau pelanggaran terhadap harta kekayaan yang
dibedakan dengan kejahatan terhadap kesusilaan, kejahatan terhadp
kehormatan atau kejahatan terhadap jiwa orang lain. Undang-undang Hak
Cipta menempatkan kejahatan terhadap hak cipta sebagai kejahatan terhadap

18
harta benda atau kejahatan terhadap harta kekayaan karena obyek hak cipta
dapat berupa hak cipta sebagai hak kekayaan immaterial. Terhadap hak cipta,
si pencipta atau pemegang hak dapat mengalihkan untuk seluruhnya atas
sebagian hak cipta kepada pihak lain, dengan jalan pewarisan, hibah atau wasiat
atau dengan cara sah yang lain. Hal ini membuktikan bahwa hak cipta
merupakan hak yang dapat dimiliki, dapat menjadi obyek pemilikan atau hak
milik dan oleh karenanya terhadap hak cipta itu berlaku syarat-syarat
kepemilikan, baik mengenai cara penggunaannya maupun cara pengalihan
haknya. Keseluruhan hak tersebut undang undang hak cipta memberikan
perlindungan hukum

Harapan untuk Law enforcement untuk kedepan nya adalah Kepada pihak yang
berwenang untuk mensosialisasikan Undang-Undang Hak Cipta sehingga
terwujudnya kesamaan pemahaman dan penafsiran terhadap hak cipta, adanya
persamaan pemahaman, penafsiran tersebut dapat menanggulangi terjadinya
pelanggaran terhadap hak cipta. Kepada masyarakat sebagai konsumen harus
menafsirkan dengan baik bahwa hak cipta mempunyai kedudukan yang sama
dengan harta milik, sehingga dapat dijadikan hak untuk mewarisi. Penegakan
hukum dapat bertindak secara lebih tegas terhadap para pelaku pelanggaran hak
cipta sehingga menimbulkan efek unsur jera, dan tidak mengulangi perbuatan di
kemudian hari yang merugikan berbagai pihak.

19
2.8 Isu-Isu Penting Dalam Bidang HKI Dewasa ini

A ) Isu hki tentang sumber genetic, pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya
Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dalam kaitannya dengan Akses dan
&Benefit Sharing pasal 29 TRIPs mengatur mengenai kewajiban pemohon paten
untuk mengungkapkan invensinya dengan jelas
Dengan demikian, negara anggota boleh mengecualikan paten untuk tanaman
dan hewan kecuali jasad renik , eksploitasi SGD seringkali tertarik dengan
pengetahuan tradisional yang ada di masyarakat, pematenan jasad renik
mendorong invensi di bidang bioteknologi sehingga mendorong eksploitasi
sumber daya genetic (SGD), negara maju memiliki teknologi, negara berkembang
sebagai penyedian SGD.

B ) Isu Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional, Ekspresi Budaya


Tradisional (SDG,PT,EBT) yang berkembang
1. Perlunya amandemen TRIPs dengan juga memasukkan jasad renik sebagai
subject matter yang tidak dapat dipatenkan
2. Ketentuan pasal 29 TRIPs mensyaratkan bahwa permohonan paten harus
mengungkapkan secara lengkap dan jelas invensinya, karenanya
dipertimbangkan bahwa mengungkapkan asal SDG dan pengetahuan
tradisional dalam permohonan paten diperlukan untuk memenuhi
persyaratan : di perlukan adanya amandemen Pasal 29 TRIPs dengan
secara eksplisit menyembunyikan perlunya pengungkapan asal SDG dalam
permohona paten
3. Negara yang mendukung amandemen ini adalah kelompok negara
berkembang yaitu : Brasil, Cina, Colombia, Cuba, India, Pakistan, Peru,
South Africa, Thailand dan Tanzania. Sementara Negara yang menolak
amandemen ini adalah : Amerika, Jepang dan Australia.
4. Hal-hal yang berkembang dengan Eskpresi Budaya Tradisional (falklor)
lebih dikaitkan dengan hak cipta, bukan dengan system paten.

C ) Isu Bioteknologi
Isu utama paten yang terkait dengan bioteknologi adalah isu :
1. Dampak terhadap lingkungan
2. Eksploitasi terhadap SGD
3. Perlindungan variestas tanaman

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HKI adalah hak kepemilikan atas ide atau infromasi yang bersifat tak benda yang
berasal dari kreativitas intelektual manusia dan mempunyai nilai komersial. Hak
yang diberikan adalah untuk memiliki, menggunakan dan melarang penggunaan ide
atau informasi yang dimaksud. Secara umum hak kekayaan intelektual terdiri dari
dua hal yaitu kekayaan industri dan Hak Cipta. Hak kekayaan industri terdiri dari
Paten, Merek, Varietas Tanaman, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu. Hak Cipta terdiri dari Ilmu Pengetahuan, Seni, dan
Sastra. Akan tetapi, kesadaran hukum atas kekayaan intelektual masyarakat akan
HKI masih sangat rendah. HKI memiliki manfaat yang sangat penting. Oleh karena
nya dibutuhkan penyuluhan hukum secara berkesinambungan sehingga
menyadarkan masyarakat akan pentingnya pemahaman terhadap hukum yang
berlaku di Indonesia. Rendahnya kesadaran hukum dapat disebabkan karena
kurangnya sosialisasi hukum, kurangnya akses masyarakat tentang informasi
hukum.

3.2 Saran

Sebagai generasi penerus bangsa, sudah seharusnya kita memiliki pengetahuan


yang lebih luas mengenai HKI ini mengingat manfaat nya yang sangat penting.
Selain itu di perlukan juga kesadaran hukum tentang HKI ini. Terlebih saat kita
sudah terjun langsung kedunia pekerjaan nanti nya, apabila kita ingin membuat
suatu usaha maka sangat oenting sekali memahami akan penting nya HKI ini agar
tidak mengalami dampak buruk nya di kemudian hari. Selain itu juga kita harus
peduli dengan masyarakat laiinya, dengan cara salah satu nya ikut berkontribusi
dengan memberikan informasi ataupun sosialisasi kepada masyarakat di sekitar
kita mengenai HKI tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ana Rokhmatussa’diyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal,


Jakarta, Sinar Grafika, 2010.
Antariksa, Basuki. "Landasan Filosofis dan Sejarah Perkembangan Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual: Relevansinya Bagi Kepentingan Pembangunan di
Indonesia." Jurnal Ekonomi Kreatif 1.1 (2012): 1-21.
Antariksa, B. (2012). Landasan Filosofis dan Sejarah Perkembangan Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual: Relevansinya Bagi Kepentingan Pembangunan di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Kreatif, 1(1), 1-21.
ANTARIKSA, Basuki. Landasan Filosofis dan Sejarah Perkembangan
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual: Relevansinya Bagi Kepentingan
Pembangunan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Kreatif, 2012, 1.1: 1-21.
Astriani, Dwi Rezki Sri. Penghapusan Merek Terdaftar, P.T. Alumni, Bandung.
2009

C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Cetakan


Keempat, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.

Firmansyah, Hery. Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia,


Yogyakarta. Hariyani, Iswi, 2010. Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar, Pustaka
Yustisia,Yogyakarta. 2011

Gorjestani, Nicolas. 2000. Indigenous Knowledge for Development: Opportunities


and Challenges. The UNCTAD Conference on Traditional Knowledge in Geneva,
November 1, 2000

H. Zainuddin Ali, Aspek Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Yayasan


Masyarakat Indonesia Baru, 2014.
International Development Research Centre (IDRC). www.idrc.ca

IIRR. 1996. Recording and using indigenous knowledge: A manual. International


Institute of Rural Reconstruction, Silang, Cavite, Philippines. Dari
http://www.panasia.org.sg/iirr/ikmanual/ik.htm
Mubyarto, Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis
Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2001.

22
Nugraha, Raditya Adi. “Hak Kekayaan Intelektual di Dunia dan Indonesia”.
Makalah, Universitas Indonesia, 2010.
Purba, Zen Umar. “ TRIPs dan Negara Negara Berkembang”. Jurnal Hukum
Intrnasional Vol.1 No.2 (2004) : 245-248
Purwaningsih, Endang, Nelly Ulfah Anisa Riza, Nurul Fajri Chikmawati.
“Kesadaran Hukum Terhadap Merek Terdaftar Pada Pengrajin Batik Pekalongan
Jawa Tengah”. Jurnal Hukum Vol. 5 No.2 (2017) : 182-184
Sembiring, Sentosa. Prosedur dan tata cara memperoleh hak kekayaan intelektual
di bidang hak cipta paten dan merek. Yrama Widya, 2002.

UNESCO. 2000. 2000-2010 Cultural Diversity: Challenges of the Marketplace.


Round Table of Ministers of Culture. Final Report. UNESCO Headquarters, 11 -
12 December 2000.
UNESCO. 2001. Report by the Intergovernmental Committee for Promoting the
Return of Cultural Property to its Countries of Origin or its Restitution in Case of
Illicit Appropriation on its Activities (2000-2001). 31 C/REP/16. 9 August 2001.
Yolanda, Nina. “ Upaya-Upaya Peningkatan Pemahaman Dan Kesadaran Pencipta
Karya Seni Tradisional Terhadap Hak Ciptanya”. Jurnal Hukum Vol. 17 No. 1
(2019) : 34-35
Yanto, Oksidelfa. "Konsep Perlindungan Hak Cipta dalam Ranah Hukum Hak
Kekayaan Intelektual (Studi Kritis Pembajakan karya Cipta Musik dalam Bentuk
VCD dan DVD)." Yustisia Jurnal Hukum 4.3 (2015): 746-760.
Yanto, Oksidelfa “ Konvensi Bern dan Perlindungan Hak Cipta”. Jurnal Surya
Kencana Dua:Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol.6 No.1 (2016) : 111-
120

23

Anda mungkin juga menyukai