DOSEN PENGAMPU :
SAYED AKHYAR, MA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK
Syukur Alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang diberikan tepat pada waktunya. Sholawat beriring salam mari kita hadiahkan
kepada baginda Nabi kita Muhammad SAW, semoga kita semua serta orang terdekat kita
mendapatkan syafaat beliau di Yaumulmahsyar kelak. Aamiin ya Rabbal’Alamiin.
Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah etika akademik dengan judul etika akademik dan realitas Komtemporer: mengenal
paten, hak atas Kekayaan intelektual (haki), dan merek dagang. Selain itu, kami juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman yang di miliki, serta pengetahuan yang diperoleh dari
buku maupun sumber-sumber yang lain. Oleh karena itu pemakalah mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Kelompok X
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3
2.1 Realitas Kontemporer : Mengenal Paten, Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI),
dan Hak Merek dagang.....................................................................................3
A. Konsep Kepemilikan dalam Islam..........................................................3
B. Hak Kekayaan Intelektual (HaKI)...........................................................9
C. Mengenal Paten.......................................................................................11
D. Hak Merek Dagang.................................................................................12
BAB III PENUTUP..................................................................................................15
3.1 Kesimpulan....................................................................................................15
3.2 Saran...............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, dan daya cipta
kemampuan intelektualitas manusia yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang
kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari hasil karya, karsa, dan daya
cipta intelektualitas manusia tersebut dapat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra.
Inovasi atau hasil kreasi dari suatu pekerjaan dengan memakai kemampuan intelektualnya adalah
wajar bila penemu ataupun pencipta memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa materi atau
bukan materi seperti adanya rasa aman karena dilindungi, dan diakui atas hasil karyanya. Dengan
inovasi yang telah mendapat perlindungan hukum, penemu akan mendapatkan keuntungan apabila
dimanfaatkan. Keuntungan tersebut dapat berupa pembayaran royalti dan tehnical fee, dengan adanya
imbalan ataupun pengakuan atas kreasi, karya, karsa dan cipta manusia di dalam peraturan HKI,
diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan atau
inovasi baru yang berkelanjutan.
Manusia dalam memenuhi segala kebutuhan hidup untuk kelangsungan hidupnya yaitu
dengan menggunakan kemampuan intelektual, ilmu pengetahuan dan teknologi. Intelektual
merupakan hasil karya luhur manusia dalam mengadaptasikan dirinya dengan kehidupan nyata.
Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia mempunyai kemampuan intelektual yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam lingkup yang lebih besar, suatu bangsa mempunyai
derajat yang berbeda dalam hal kemampuan intelektual dengan bangsa lainnya.
Merujuk pada pengertian HKI, maka sifat dari Hak Kekayaan Intelektual adalah: (1)
mempunyai jangka waktu terbatas, artinya setelah habis masa perlindungan inovasinya, maka ada
yang dapat diperpanjang (hak merek), tetapi ada juga setelah habis masa perlindungannya menjadi
milik umum (Hak Paten), (2) bersifat eksklusif dan mutlak, maksudnya hak tersebut dapat
dipertahankan terhadap siapapun, dan si pemilik mempunyai hak monopoli yaitu penemu dapat
mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan ataupun
menggunakan teknologi yang dimilikinya, dan (3) bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan.
Kekayaan atau aset berupa karya-karya yang dihasilkan dari pemikiran atau kecerdasan
manusia mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan manusia sehingga dapat dianggap
juga sebagai aset komersial. Karya-karya yang dilahirkan atau dihasilkan atas kemampuan intelektual
manusia baik melalui curahan tenaga, pikiran dan daya cipta, rasa serta karsanya yang dapat berupa
1
ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra sudah sewajarnya diamankan dengan
menumbuhkembangkan sistem perlindungan hukum atas kekayaan tersebut yang dikenal sebagai
sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI). HKI merupakan cara melindungi kekayaan intelektual
dengan menggunakan instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan
Indikasi Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan
Perlindungan Varietas Tanaman.
Beberapa alasan mengapa HKI harus dilindungi. Pertama, Hak yang diberikan kepada
seorang pencipta ( di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, ataupun inventor di bidang tekhnologi
baru yang mengandung langkah inventif, merupakan wujud dari pemberian suatu penghargaan dan
pengakuan atas keberhasilan manusia dalam melahirkan karya-karya inovatifnya. Konsekuensi
hukumnya maka kepada penemu dan pencipta tersebut harus diberikan perlindungan hukum. Dengan
demikian, kepada mereka yang mekaukan kreativitas dengan mengerahkan segala kemampuan itu
seharusnya dianugerahi hak eksklusif untuk mengeksplorasi HAKI tersebut sebagai imbalan atas jerih
payahnya itu. Dengan adanya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual, maka ada jaminan
kepada masyarakat untuk menghargai hak inisiatif dan reaksi serta memberikan perlindungan akan
hasil karya ciptanya. Semakin tinggi penghargaan negara terhadap HKI, maka masa depan suatu
bangsa akan menjadi lebih baik.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
7. Mengetahui dasar hukum mengenai hak merek dagang
BAB II
PEMBAHASAN
Islam mengakui kebebasan pemilikan dan hak milik pribadi yang dijadikan sebagai landasan
pembangunan ekonomi. Apabila berpegang teguh pada kerangka yang dibolehkan dan sejalan pula
dengan ketentuan-ketentuan Allah, pemilikan itu harus diperoleh melalui jalan yang halal,
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam hukum Islam. Demikian pula mengembangkannya harus
dengan cara-cara yang dihalalkan dan disyariatkan. Islam mewajibkan atas kepemilikan ini sejumlah
perintah dan kewajiban yang bermacam-macam, seperti kewajiban zakat, memberikan nafkah kepada
kaum kerabat, menolong orang yang mendapatkan musibah dan yang membutuhkan, berpartisipasi
dalam menanggulangi berbagai persoalan masyarakat, seperti jihad dengan harta dan kerjasama
merealisasikan rasa sepenanggungan antara sesama anggota masyarakat (Qardhawi, 2001: 114-115).
Pengakuan akan kepemilikan adalah salah satu prasyarat untuk sahnya sebuah transaksi harta
benda. Menurut Al-Qur’an pemilik yang hakiki dari semua yang ada di dunia ini adalah Allah. Namun
Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi, dan Allah memberikan pada
mereka “kekuasaan” untuk mengontrol sumber-sumber alam semesta ini. Pada saat yang sama
manusia disebut sebagai “pemilik” dunia ini. Islam sendiri mengakui kepemilikan harta seseorang
yang telah berada di tangan dan dalam kekuasaannya. Pengakuan hak kepemilikan ini berlaku bagi
yang bersifat pribadi dan kekayaan publik. Dalam dua hal tersebut hendaknya dapat terus diingat
bahwasannya manusia mendapat mandat kekuasaan untuk memegang kepemilikan itu. Maka dia
harus menggunakan hak mandatnya dalam kekayaan miliknya itu sesuai dengan kehendak yang
memberi mandat (Ahmad, 2001: 55-56).
3
Menurut pengertian umum, hak ialah suatu ketentuan oleh syara’ untuk
menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum. Pengertian hak sama dengan
arti hukum dalam istilah ahli ushul fiqih, yaitu sekumpulan kaidah dan nash yang
mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia,
baik mengenai orang maupun mengenai harta. Adapun definisi hak yang lain yaitu
kekuasaan mengenai sesuatu atas sesuatu yang wajib dari seseorang kepada orang
lainnya. Sedangkan milik didefinisikan sebagai kekhususan (eksklusif) terhadap
pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan
mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i (Suhendi, 2007: 32-33)
.
2. Bentuk-Bentuk Hak Milik
Hak Milik Pribadi/individu (Private Property), yaitu hukum yang berlaku
bagi zat ataupun manfaat (utility) tertentu, yang memungkinkan siapa saja
mendapatkannya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi
baik karena barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain (seperti disewa) ataupun
karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut. Oleh
karena itu setipa orang bisa memiliki kekayaan dengan cara-cara kepemilikan tertentu
(Sholahuddin, 2007: 66).
Hak Milik Bersama/Hak Publik (alhaq al-‘am), yaitu hak Allah atas semua
manusia untuk mewujudkan kemaslahatan umum, seperti tidak berbuat kejahatan,
pelaksanaan hukuman zina, tuduhan palsu, pencurian, minuman keras, pelaksanaan
hukuman ta’zir atas berbagai pelanggaran umum seperti perilaku monopoli dalam
dagang, dan penjagaan barang-barang milik umum seperti sungai, jalan, masjid dan
lain sebagainya (Muhammad dan Alimin, 2004: 136).
4
4. Sebab-Sebab Kepemilikan
Harta berdasarkan sifatnya tersedia dan dapat dimiliki oleh manusia,
sehingga manusia dapat memiliki suatu benda. Sebab-sebab tamalluk (memiliki)
harta yang ditetapkan syara’ ada empat antara lain:
Ikhraj al-Mubahat, untuk harta yang mubah (belum dimiliki oleh
seseorang). Untuk memiliki bendabenda mubahat diperlukan dua
syarat yaitu; Pertama benda mubahat belum di ikhrajkan oleh orang
lain. Kedua, adanya niat (maksud) memiliki, ketika seseorang
memperoleh harta mubahat tanpa adanya niat maka tidak termasuk
ikraj (Suhendi, 2007: 38).
Al-Uqud (Akad), menurut istilah fuqoha ialah perikatan Ijab dengan
Kabul secara yang disyari’atkan agama nampak bekasannya pada
yang diakadkan itu. Masuk kedalam uqud, dari segi menjadi sebab
milkiyah atau malakiyah dibagi dua; Pertama, Uqud Jariyah yaitu
akadakad yang harus dilakukan berdasarkan keputusan hakim, seperti
menjual harta orang yang berhutang secara paksa. Kedua, Istimlak
untuk maslahat umum, seperti tanah yang berada disamping masjid,
kalau diperlukan untuk masjid, harus dapat dimiliki oleh masjid dan
pemilik harus menjualnya (Ash-Shiddieqy, 2001: 14).
Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru di
tempat yang lama yang telah hilang, pada berbagai macam rupa hak.
Khalafiyah ini ada dua macam: Pertama, khalafiyah syakhsy an
syakhsy dan itulah yang dikatakan irts (pewarisan). Kedua,
khalafiyah syai’ an syaiin dan ini yang disebut tadlmin atau ta’widl
(menjamin kerugian) (Suhendi, 2007: 39).
5
At-Tawalludu minal mamluk (timbulnya kepemilikan dari benda
yang dimiliki). Diantara sebab-sebab dan dasar-dasar yang telah
tetap, tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun ialah segala yang
terjadi dari benda yang dimiliki, menjadi hak bagi yang memiliki
benda itu (AshShiddieqy, 2001: 15).
B. HAKI (Hak Kekayaan Intelektual)
a. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Hak kekayaan intelektual atau HAKI adalah hak eksklusif yang di berikan suatu hukum
atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptaannya. Menurut
UU no Tahun bahwa haki adalah hah hak secara hukum yang berhubungan dengan
permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang artau beberapa orang yang
berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang
komersial(commercial reputatio) dan tindakan jasa dalam bidang komersial (goodwill).
Dengan demikian maka haki adalah karya,ciptaan, hasil buah pikiran dan intelektualita
manusia.
b. Klasifikasi HAKI
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual terbagi dalam dua kategori:
1. Hak cipta
Yaitu Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak
ciptaannya.Berdasarkan UU no 19/2002 pasal 1 ayat 1 mengenai hak cipta bahwa: hak cipta
adalah hak eksklusif bag pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan pembatasan menurut peraturan perundang undangan yang berlaku. Hak cipta
termasuk kedalam benda immateriil, yaitu hak milik yang obyek haknya adalah benda tidak
berwujud, sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di daftarkan hak
cipta, tetapi apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta. Dasar dasar hukum
yang mengatur hak cipta antara lain:
c. UU no 19 tahun 2002 tentang hak cipta
d. UU no 6 tahn 1982 tentang hak cipta(Lembaran Negara RI tahun 1982 No
15)
6
e. UU no 7 Tahun 1987 tentang perubahan atas UU no 6 tahun 1982 Tentang
hak cipta (Lembaran Negara RI TAHUN 1987 no 42)
f. UU no 12 tahun 1997 tentang perubahan atas UU no 6 tahun 1982
sebagaimana telah di ubah dengan UU no7 TAHUN 1987(Lembaran Negara
RI tahun 1997 nomor 29)
7
mengatur mengenai hak merek antara lain UU no 19 tahun 1992 tentang merek (Lembaran
Negara RI tahun 1992 no 81|); UU no 14 tahun 1997 tentang perubahan UU NO 19 TAHUN
1992 tentang merek(Lembaran Negara RI tahun 1997 nomoer 31); UU no 15 tahun 2001
tentang merek (Lembaran Negara RI tahun 2001 no 110).Dari uraian di ats dapat di
simpulkan bahwa HAKI adalah bagian penting dalam penghargaan dalam suatu karya dalam
ilmu pengetahuan, satra maupun seni dengan menghargai hasil karya pencipta inovasi inovasi
tersebut agar dapat di terima dan tidak di jadikan suatu hal untk menjatuhkan hasil karya
seseorang serta berguna dalam pembentukan citra dalam suatu perusahaaan atau industri
dalam melaksanakan kegiatan perekonomian.
C. Mengenal Paten
a. Definisi paten
Istilah Paten yang dipakai sekarang dalam peraturan Hukum Indonesia adalah berasal
dari bahasa Belanda octrooi , dan octrooi berasal dari bahasa Latin dari kata
auctor/auctorizare yang artinya dibuka. Maksudnya yaitu bahwa suatu penemuan
yang mendapatkan paten menjadi terbuka dan untuk diketahui umum. Paten dalam
bahasa Inggris disebut Patent. Menurut WIPO (World Intellectual Property
Organization) meberi defini paten:
“APatent is a legally enforceable right granted by by virtue of a law to person to exclude, for
limited time,other from certain acts in relation to describe new invention; the privilege is
granted y a government authority as a matter of right to the person who is entilted to apply for
it and who fulfils the prescribed condition”
Dari definisi diatas dapat kita lihat unsur penting dari paten yaitu bahwa Hak Paten adalah
hak yang diberikan pemerintah dan bersifat eksklusif. Hak eksklusif dari pemegang hak paten
adalah produksi dari barang yang dipatenkan (manucfacturing) penggunaan (using) dan
Penjualan (selling) dari barang tersebut dan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan
penjualan barang seperti mengimpor dan menyimpan (stocking). Untuk mendapatkan paten
suatu penemuan harus memilki syarat substantif tertentu yaitu : kebaharuan (novelty), bisa
dipraktekkan dan perindustrian (industrial applicability) mempunayi langkah Inventif
(inventif step) dan memenuhi syarat formal. Paten dalam pengertian hukum adalah hak
khusus yang diberikan berdasarka Undang-undang oleh pemerintah kepada orang atau badan
hukum yang mendapatkan suatu penemuan (invention) dibidang teknologi. Sehingga si
penemu untuk jangka waktu tertentu dapat melaksankan sendiri penemuannya ataupun
melarang pihak lain menggunakan suatu cara mengerjakan atau memuat barang tersbut
(method, proces ) Paten tersebut diberikan atas dasar permintaan.Paten adalah orang yang
berhakmemperoleh Paten,yakni penemu atau yang menerima lebih lanjut hak penemu itu.
b. Subyek paten
8
Yang berhak memperoleh Paten adalah penemu atau yang menerima lebih lanjut hak penemu
itu. Hal ini memberi penegasan bahwa hanya penemu atau yan menerima lebih lanjut hak
penemu yang yang berhak memperoleh paten atas penemuannya. Dalam kondisi tertentu
suatu penemuan itu bisa lahir , misal karena pekerjaan Kedinasan, kontrak kerja dan
sebagainya. Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten pasal 11 sampai
dengan pasal 15 diatur sebagai berikut :.
Apabila penemuan dihasilakan oleh beberapa orang secara bersama-sama maka yang
menerima lebih lanjut hak mereka secara bersama-sama berhak atas penemuan
tersebut.
Dalam suatu perjanjian kerja maka yang berhak memperoleh Paten suatu penemuan
yang dihasilkan adalah orang-orang yang memberi pekerjaan, kecuali di perjanjian
lain.
c. Jenis-jenis paten
1. Paten yang berdiri sendiri tidak bergantung pada paten lain (independent Patent);
2. Paten yang terkait dengan paten yang lainnya (dependent Patent) Keterkaitan bisa terjadi
bila ada hubungan lisensi biasa maupun lisensi wajib dengan paten yang lainnya dan kedua
paten itu dalam bidang yang berlainan;
3. Paten Tambahan (patent of addition) atau paten perbaikan (Patent of improvement); 4.
Paten import (Patent importation) atau paten konfirmasi atau paten revalidasi (Patent
Revalidation), Paten ini bersifat khusus karena paten tersebut telah dikenal diluar negeri dan
negara yang memberikan paten. Di Indonesia menurut ketentuan Undang-undang Nomer 14
Tahun 2001 tentang paten , dibagi menjadi dua bentuk yaitu :
1. Paten biasa
2. Paten Sederhana
Suatu penemuan dapat dikelompokkan menjadi paten sederhana karena penemuan tersebut
tidak melalui proses penelitian dan pengembangan (research and development) yangn
mendalam. Paten sederhana hanya mempunyai hak untuk 1 (satu ) klaim , pemeriksaan
substantif langsung dilakukan tanpa permintaan dari pihak penemu. Hal ini berbeda dengan
paten biasa yangn melalui proses penelitian dan pengembangan (research and development)
yang mendalam dan bisa memiliki banyak hak untuk mengklaim. Tidak setiap penemuan
mendapatkan fasilitas perlindungan paten. Ada beberapa pengecualian –pengecualian baik
yang bersifat mutlak dan terbatas. Pengecualian yang bersifat mutlak mempunyai kriteria
yang pasti diantaranya :
9
1. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban
umum atau kesusilaan
2. Penemuan tentang teori dan methode bidang Ilmu Pengetahuan dan
Matematika
3. Penemuan metode pemerikasaan , perawatan,pengobatan,dan atau
pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan atau hewan;
4. Penemuan tentang makhluk hidup kecuali jasad renik;
5. Penemuan tentang proses biologis yang esensial untuk memproduksi
tanaman atau hewan kecuali proses nonbiologis atau mikrobiologis.
Pengecualian paten terbatas yaitu pemberian paten misalnya ditangguhkan
karena untuk kepentinagn umum, ketentuan ini pada hakikatnya penundaan
pemberian paten, artinya bila suatu penemuan dinilai penting bagi rakyat
atau bagi kelancaran pelaksanaan program pembangunan tertentu,
pemerintah dapat menunda pemberian paten untuk jangka waktu tertentu,
di Indonesia paling lama 5 tahun sejak ditetapkannya keputusan
pemerintah.
10
f. Apakah penemuan tersebut bertentangan denga peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum serta kesusilaan. Sebuah penemuan dapat dikatakan Patentable bila memenuhi ketiga
syarat substantif tersebut yaitu novelty, inventive step dan industrial aplicability.
1. Novelty
Syarat kebaruan (novelity), yaitu bahwa penemuan yang dimintakan Patennya tidak boleh di
ketahui lebih dahuludi mana pun dan denga cara apapun. Mengenai syarat kebaruan, bisa
bersifat mutlak atau relatif. Bersifat mutlak atau di kenal World wide novelty. Dipihak lain
karena kepentingan negara berkembang ada bentuk novelty lokal atau natinal novelty yang
bersifat relatif. Model hukum Paten bagi negara berkembang yang di keluarkan oleh Bivieaux
International Reunis pour la Protection de la Propriete Intectuelle(BIRPI)(1964) menganut
syarat kebaruan secara mutlak. Indonesia dalam sistem kebaharuan menganut word wide
novelty sesuai dengan pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten bahwa
suatu penemuan tidak diangga baru jika pada saat pengajuan permintaaan paten penemuan
tersebut diumumkan di Indonesia dan luar Indonesia dalam tulisan tau peragaan atau dengan
cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelum
tanggal penerimaan atau tanggal prioritas.
2. Langkah inventif
Bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak diduga sebelumnya hal ini diatur dalam pasal
2 (3) Undang-undang omor 14 Tahun 2001 tentang paten permohonan pertama memperoleh
hak prioritas.
3. Penerapan bidang Industri
Suatu penemuan untuk mendapatkan paten harus memenuhi syarat penemuan tersebut dapat
diterapkan dalam industri. Kriteria penerapan bahwa paten yg berhubungan dengan produk
maka dapat dibuat secara berulang-ulang dengan kualitas sama dan paten proses maka proses
tersebut harus mampun dijalankan dan digunakan dalam praktek.
4. Syarat Formal
Syarat formal adalah syarat bersifat administratif yang meliputi dokumen permohonan paten.
Persyaratan terpenuhi apabila surat aplikasi sudah lengkap dan diserati lampiran-lampiran
mengenai penjelasan teknis, gambar teknis, dari penemuan yang dimintakan paten. Hal ini
bisa dilihat dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang paten.
11
Perubahan persepsi masyarakat mengenai cakupan kekayaan yang lebih luas dapat
dijadikan sebagai dasar dalam menentukan hukum. Hal ini berdasarkan beberapa alasan
berikut:
Syari’at Islam datang bukan untuk mengekang urusan hidup umat manusia.
Akan tetapi Islam datang untuk mengarahkan aktifitas dan tradisi mereka,
yang menguntungkan dipertahankan dan disempurnakan, sedang yang
merugikan dijauhkan. Karena itu, setiap perintah agama pasti manfaatnya
lebih besar dari kerugiannya dan sebaliknya, setiap larangan agama, pasti
kerugiannya melebihi manfaatnya.
Harta atau kekayaan (wealth) dalam bahasa arab disebut dengan al maal
(harta) atau jamaknya al-amwal sebagaimana ditegaskan oleh Imam As
Syafii- adalah: “Setiap hal yang memiliki nilai ekonomis sehingga dapat
diperjual-belikan, dan bila dirusak oleh orang lain, maka ia wajib membayar
nilainya, walaupun nominasi nilainya kecil”. Atau: “Segala sesuatu yang
bermanfaat atau dapat dimanfaatkan, baik berupa benda atau kegunaan
benda”, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Az Zarkasyi. Atau: “Segala
sesuatu yang kegunaannya halal walau tidak dalam keadaan darurat”,
sebagaimana diungkapkan oleh para ulama’ mazhab Hambali (Muhammad
dan Alimin, 2004: 145).
12
mengembangkannya dengan jalan yang halal dan disyariatkannya pula. Islam mengharamkan
pemilik harta menggunakannya untuk membuat kerusakan di muka bumi dan membahayakan
manusia, karena tatanan Islam mengajarkan prinsip laa dharara wa laa dhirara (tidak
membahayakan diri dan tidak membahayakan orang lain). Islam juga melarang umatnya
menginvestasikan uang pada sektor yang menyebabkan kerusakan moral. Dan Islam melarang
semua penjualan jenis benda yang merusak kesehatan manusia, baik kesehatan akal, agama,
ataupun etika, seperti membuat patung, mengusahakan minuman keras, beternak babi dan
berdagang narkotik. Akhirnya, akhirnya Islam melarang manusia memakan harta dengan cara
yang bathil (Qardhawi, 2001: 86).
Perlindungan hak merek dagang dalam Islam didasarkan pada penjelasan mengenai
konsep harta kekayaan dalam Islam, khususnya dalam segi perlindungan hukumnya yang
mana dipaparkan melalui penjelasan berikut ini bahwa harta atau kekayaan (wealth) dalam
istilah para ahli fiqih (jumhur ulama) adalah sesuatu yang mempunyai nilai-value, perusaknya
dikenakan ganti rugi walaupun sedikit, dan segala sesuatu yang tidak dibuang manusia.
Definisi jumhur ulama dengan menyatakan “sesuatu yang mempunyai nilai value
menunjukkan bahwa jasa juga termasuk harta. Maka dari sini dapat difahami bahwa setiap
segala sesuatu yang mempunyai nilai dapat dikategorikan ke dalam harta. Para ahli fiqih juga
membagi jenis harta berdasarkan segi perlindungannya sebagai berikut: Pertama, al-mal
mutaqawwim (bernilai), yaitu harta yang dibolehkan pemanfaatannya oleh syari’at dan
memliki sifat eksklusifitas menurut syara’, seperti rumah, makanan, ternak, kendaraan, dan
pakaian. Harta semacam ini dilindungi secara hukum dan tindakan perusakan atau
melenyapkannya dikenakan saknsi ganti rugi. Kedua, al-mal ghair mutaqawwim (tidak
bernilai), yaitu harta yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dalam keadaan terpaksa
(dharurah) seperti arak dan babi, dan harta yang belum memiliki sifat eksklusifitas (al-mubah)
seperti ikan dalam sungai, burung di udara, emas dalam bumi dan harta-harta al-mubah
lainnya. Harta seperti ini tidak ada perlindungan hukumnya dimana perusakannya tidak
dikenakan ganti rugi. Namun apabila harta yang tidak bernilai tersebut dalam penguasaan
seorang muslim, maka ia adalah harta yang dilindungi karena umat diperintahkan menghargai
apa-apa yang mereka percayai.
13
Berikut ini dasar hukum perlindungan hak merek dagang, sebagaimana dalam Al-
Qur’an Allah s.w.t ber-firman yang artimya :
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu
menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang
lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” QS. Al-Baqoroh: 188)”.
Ayat lain yang juga merupakan larangan merugikan harta ataupun hak orang lain,
sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (QS. Asy- Syu’ara’: 183).”
Ayat tentang hukuman atau sanksi berat yang diberikan kepada orang yang merampas
hak orang lain, yaitu sebagai berikut:
“Adapun laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana” (QS. Al-Maidah: 38).”
Adapun Dasar Hukum perlindungan hak merek dagang tersirat dalam hadits
Rasulullah s.a.w sebagai berikut:
“Dari Amr bin Auf radhialahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Umat Islam berkewajiban untuk senantiasa memenuhi persyaratan
mereka, kecuali persyaratan yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang
haram” (Riwayat Tirmidzi dan dinyatakan sebagai hadits shahih di dalam Sunan At-Tirmidzi
III, 1352) (Bulughul Marom, 2009: 423)”
14
BAB III
PENUTUP
15
DAFTAR PUSTAKA
Mastur, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTI Vol. 6 No. 1 Januari 2012
Miftahul Huda, SALIMIYA: Jurnal Studi Ilmu Keagamaan Islam, Volume 1, Number 1,
Maret 2020
Nurul Huda, SUHUF: Perlindungan Hak Merek Dagang Menurut Hukum Islam, Vol. 24, No.
1, Mei 2012: 1 – 13
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PERLINDUNGAN HaKI DAN LIBERALISASI
PERDAGANGAN JASA PROFESI DI BIDANG HUKUM, DIREKTORAT JENDERAL
INDUSTRI KECIL MENENGAH DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN, Jakarta : 2007
Khoirul Hidayah, S.H., M.H. “HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL”, Setara Pres
2017
16