Anda di halaman 1dari 9

GRAND DESIGN

NEW REFORM NEW LEADER


Senat Mahasiswa Universitas

Dasar Pemikiran

“Sudah kita ketahui bersama bahwa realitas terus berkembang, maka proses interpretasi
atas realitas tersebut juga akan terus berkelanjutan entah itu berupa untuk menghancurkan atau
menyempurnakan. Maka tahap analisis hingga produksi gagasaan juga harus selalu berdasarkan
keadaan dan kebutuhan”.

Tak dapat dipungkiri, pasca dan dari abad modern hingga perkembangannya sampai
sekarang. Kita memang mendapatkan segala kemudahan dalam proses pemenuhan dan
ketersediaan kebutuhan, bahkan untuk cita-cita dan harapan mengenai apa yang diinginkanpun
seolah-olah mendapatkan tambahan “imajinasi” jika dibandingkan periode-periode sebelumnya.
Karena dengan perkembangan pengetahuan teknologi dan permbangunan yang semakin cepat, kita
seperti semakin berlomba-lomba supaya segala sesuatu yang “ada” di dunia bisa diubah menjadi
sebuah “harga” atau bahkan “surga”. Meskipun situasi tersebut banyak mendapat kritikan,
khususnya kritik terhadap bahaya modernitas itu sendiri. Dengan alasan bahwa kemajuan tersebut
mengakibatkan kesenjangan, kerusakan alam dan eksploitasi manusia atas manusia lain. Tetapi
kita tidak bisa menutup fakta, bahwa apa yang telah dan masih terjadi hingga saat ini adalah sebuah
kemajuan atau penemuan paling berhasil sepanjang sejarah peradaban umat manusia.

Dalam sejarah perkembangan masyarakat, kita tahu bahwa dunia telah mengalami fase
perbudakan dan feodalisme. Bahwa ketika fase itu, hak atas kebebasan, atas kepemilikan dan atas
hidup seseorang benar-benar dirampas oleh segelintir orang atau penguasa. Namun dengan
perjuangan panjang kelas borjuasi saat itu, akhirnya hak tersebut berhasil didapatkan. Hingga
akhirnya meskipun tidak berhasil menyelesaikan pertentangan, tetapi pertentangan tersebut
didamaikan secara legal dan institusional melalui dibentuknya negara, demokrasi dan hukum.
Apalagi jika berbicara ke tingkat tarap hidup manusia yang semakin meningkat, kematian yang
semakin menurun dan tingkat kemiskinan absolut yang semakin berhasil ditekan ke tingkat yang
paling kecil dari setiap periode. Sepertinya kita harus mengucapkan terimakasih kepada fase ini,
khususnya kepada sistem kapitalisme!
Jika ditarik sedikit ke genealogi kapitalisme sendiri, bahwa dari awal sistem ini memang
menawarkan sebuah solusi dan harapan yang baik atas ketertindasan manusia pada fase feodalisme
saat itu. Dengan prinsip invisible hand yang dibawanya, bahwa semua umat manusia akan
mendapatkan kesejahteraan yang merata jika semua orang berlomba-lomba untuk memenuhi
kepentingan diri nya sendiri, maka secara tak langsung setiap individu akan mendapatkan
kesejahteraan secara tak langsung dari kompetisi tersebut. Dan hal tersebut setidaknya dapat
dibuktikan dengan kenyataan-kenyaatan diatas.

Sistem ekonomi kapitalisme, ketika awalnya terorientasi untuk kebebasan individu,


khususnya mengenai kepemilikan. Tapi ternyata ujung-ujungnya malah saling bekerja sama dalam
bentuk korporasi guna melancarkan proses monopoli, baik untuk persaingan antar kelompok
maupun negara. Ketika pada fase itulah kapitalisme sampai pada fase puncaknya, yaitu
imprealisme. Dalam posisi inilah dunia kembali lagi ke lingkaran atau siklus yang sama, dimana
dunia atau khususnya alat produksi dimiliki lagi kembali oleh beberapa gelintir orang yang
menumpang atas nama negara. Maka cita-cita kesejahteraan untuk semua hanya angan-angan lagi,
sebab yang yang benar-benar terjadi hanyalah sebuah kesenjangan.

Dalam hal penempatan manusia sebagai subjek perubahan dunia, justru ternyata
menempatkan manusia malah tergusur oleh perkembangan itu sendiri. Bagaimana hari ini atas
pengaruh dari relasi kuasa ke segala sektor, mulai dari agama, media, pendidikan, sistem politik,
regulasi hukum dan lain-lain. Atas pengaruh dari aparatur negara tersebut, tingkat kesadaran setiap
individu digiring untuk menyesuaikan sesuai apa yang diharapkan oleh sistem ini sendiri menjadi
masyarakat yang konsumtif, hilangnya nalar kritis, dan disintegrasi sosial. Melalui
kecanggihannya tersebut, bentuk penindasan baru di dunia menjadi muncul. Dahulu hanya terjadi
penindasan manusia atas manusia, tapi kini muncul penindasan negara atas negara.

Negara-negara yang menguasi sektor ekonomi dalam persaingan ekonomi pasar mampu
menjadikan diri nya menjadi adikuasa adidaya atas urusan negara lain (read: negara berkembang).
Melalui skema dan taktiknya dengan menggunakan media-media perangkap seperti, IMF, WB dan
lain-lain mampu masuk atau merusak kedaulatan negara lain. Ini memang adalah sebuah
imperiaslime gaya baru yag dibangun atas dua logika dasar, yaitu logika territorial dan logika
kapitalistik. Tujuannya ialah untuk meletakkan suatu sifat dari relasi antar negara dan arus
kekuasaan di dalam suatu sistem akumulasi kapital yang bersifat global. Dari sudut pandang
akumulasi kapital, politik imperialistik melahirkan setidaknya usaha untuk melanggengkan dan
mengeksploitasi keuntungan-keuntungan ketersediaan sumber daya alam dan keuntungan-
keuntungan asimetris apapun yang bisa dikumpulkan oleh kekuasaan negara.

Dewasa ini, globalisasi adalah fakta dengan dampaknya yang tak terbantahkan. Semua
negara sulit untuk membantah bahwa dirinya harus mengikuti arus globalisasi dengan cara
menjadikan negara nya menjadi negara liberal dengan turut serta mengikuti sistem ekonomi pasar
kapitalisme. Maka tak heran jika seandainya negara dengan menggunakan aparatur ideologis dan
aparatur refresifnya meorientasikan segalanya demi kelancaran tersebut. Hal ini berdampak pada
segala aspek, mulai dari regulasi hukum, iklim politik, kebijakan publik, lembaga negara hingga
ke media.

Tak bisa dilupakan juga mengenai bonus demografi yang akan memuncak pada tahun
2025. Bonus Demografi merupakan kondisi dimana suatu wilayah atau negara memiliki jumlah
penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan denganusia non-produktif
(usia 65+), dan menghadapi tantangan ideologi transnasional. Dikatakan sebagai "bonus" karena
kondisi ini tidak terjadi secara terus menerus melainkan hanya terjadi sekali dan tidak bertahan
lama. Pembentukan manusia-manusia unggul tentunya harus dipersiapkan, apalagi jika mengingat
bahwa persaingan global yang semakin kompetitif, hal tersebut jika tidak ingin kita akan semakin
terasingkan dan menjadi sasaran objek dari dinamika pertentangan ekonomi global.

Dalam kondisi global hari ini, untuk langkah gerakan percepatan perubahan memang harus
diperjuangkan secara matang sesuai kondisi objektif yang ada. Pemahaman akan pertentangan
yang berkembang, dari mulai siapa saja aktor yang terlibat, dimana arena pertarungan itu terjadi
hingga instrument apa yang menjadi pendukung. Harus dijadikan batu pijakan analisa hingga
kemudian kita mampu menentukan keberpihakan, siapa lawan dan siapa kawan.

Untuk menghadapi semua dinamika tersebut, maka tak lain semua komponen harus
menyadari bahwa dirinya adalah subjek dari segala perubahan dengan ditopang dengan semangat
untuk pembangunan kualitas (capacity building). Supaya untuk menghadapi tantangan kedepan,
kita tidak kebingungan dalam menghadapi fenomena-fenomena yang semakin hari semakin
mengasingkan kita dari diri kita sendiri. Maka jika kesadaran tersebut ada, kita tidak akan berdiam
diri dalam menghadapi keadaan apapun. Proses analisis sosisal, kritik dan otokritik akan
pengejewantahkan realitas akan diteruskan menjadi sebuah kesadaran yang akan
ditransformasikan hingga kemudian menjadi kesadaran bersama guna selanjutnya dibangun
menjadi sebuah gerakan kolektif.

Selanjutnya, bagaimanapun kondisi seperti diatas telah ada dalam posisi yang sangat
mapan. Hal ini dangat erat kaitannya dari kemampuan sistem kapitalisme yang terus mereformasi
dirinya sendiri untuk bisa terus bertahan lewat penciptaan perluasan ruang (production of space)
dari berbagai goncangan-goncangan, dari mulai krisis yang dialaminya sendiri, maupun usaha-
usaha peruntuhan dari rivalnya secara ideologi. Maka akan sulit kiranya jika arah gerak perubahan
tersebut dapat sukses jika dibawa ke arah perubahan yang struktural dan sistemik. Terlihat dari
berapa banyaknya gerakan massa yang gagal atau setidaknya diserobot oleh para elit politik
ditengah jalan. Meskipun disisi lain, pembahasan-pembahasan diskursus untuk mencari solusi
alternatif dari segala sesuatu yang sekarang ada dan berjalan tengah hangat menjadi bahan
perbincangan. Namun kita tak bisa sepenuhnya mempersiapkan masa depan jika hari ini kita diam
untuk masalah-masalah faktual dalam skala terkecil.

Disamping itu, gerakan-gerakan yang sudah dilakukan memang mendapatkan kritikan.


Kritik ini bermuara pada bahwa gerakan yang dibangun tidak berdasarkan planned change
(perubahan yang direncanakan) dan tidak sustainable (berkelanjutan), Maka kecenderungan yang
muncul adalah heroeisme karena pengaruh historis masa lampau sehingga hanya terjebak dalam
gerakan-gerakan populis sesaat dan semata. Hal ini memunculkan kecenderungan baru, jika dahulu
gerakan-gerakan dibangun atas dasar analisis kontradiksi kelas dan kecenderungan keberpihakan
terhadap salah satu ideologi berdasar politic compass yang jelas. Tetapi hari ini, gerakan seolah-
olah tersublimasi atas nama “rakyat” dalam gerakan pupulisme. Dipandang dari sisi ideal, memang
hal tersebut berdampak pada melemahnya gerakan, Namun bukan berarti harus menjatuhkan
semangat perjuangan dan menciptakan polarisasi-polirasi dalam gerakan. Hal yang seharusnya kita
lakukan adalah transformasi gagasan secara merata pada setiap individu hingga kemudian
dibangun dalam gerakan kolektif..

Satu hal lagi yang pasti, bahwa untuk kondisi sekarang hal apapun merupakan hasil dari
sebuah kebijakan. Bahkan, untuk hal yang sangat privat sekalipun semakin tidak bisa dihindari.
Maka infrastruktur kekuasaan tersebut sebenarnya adalah ruang yang strategis yang bisa
dimanfaatkan untuk sementara jika kita tidak bisa membangun gerakan massa yang besar. Supaya
gagasan bisa termanifestasikan jika ditopang dengan kewenangan. Dalam kata lain, bahwa akan
sulitn kiranya jika perubahan tanpa ditopang oleh kekuasaan, Dengan catatan kekuasaan yang
dilandaskan akan gagasan yang penuh dengan nilai-nilai keberpihakan, maka proses
machtvorming mutlak dilakukan. Usaha-usaha ini tentunya harus dimulai dari skala yang paling
terkecil hingga terhubung ke skala yang besar. Dengan harapan, bisa memunculkan iklim politik
yang baru dan menggeser lama. Kesimpulan, kita harus kuat secara kultur dan mampu merebut
sektor struktur!

SENAT MAHASISWA POSISI DAN FUNGSINYA

Organisasi kemahasiswaan di suatu kampus diselenggarakan berdasarkan prinsip sebagai


wahana proses pendidikan kepada mahasiswa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, terutama Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Organisasi pada perguruan tinggi keagamaan isam yang ada dibawah naungan kemenag
berlandaskan pada Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4961 Tahun 2016
Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.

Organisasi kemahasiswaan di tingkat PTKI dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu:

a. Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai lembaga normative atau legislatif ditingat Universitas
dan Fakutas

b. Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) sebagai lembaga eksekutif ditingat Universitas dan
Fakutas

c. Unit Kegiatan Mahasiswa/Uni Kegiatan Khusus (UKM/UKK) hanya berada di tingkat


Universitas/Institut/Sekolah Tinggi

d. Himpunan Mahasiswa Jurusan/Prodi (HMJ/HM-PS).

SEMA adalah lembaga dalam struktur organisasi kemahasiswaan yang memegang fungsi
kontrol terhadap pelaksanaan Garis Besar Haluan Program (GBHP) lembaga kemahasiswaan
PTKI. SEMA sekaligus sebagai lembaga normatif atau legislatif dan perwakilan tertinggi di
lingkungan mahasiswa PTKI, yang memiliki fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi
mahasiswa, dan memiliki peran legislasi sebagai subsistem kelembagaan non-struktural di
tingkat PTKI. Sistem kerjanya adalah “kolektif-kolegial”. Kolektif berarti bahwa dalam
mengambil ketetapan dan keputusan yang mengatasnamakan SEMA harus dilakukan melalui
sebuah persidangan yang melibatkan anggota-anggotanya. Sedangkan yang dimaksud dengan
kolegal adalah tidak adanya stratifikasi antar anggota, tidak ada perbedaan hak dan kewajiban,
kecuali pada tanggung jawab fungsional administratif yang telah disepakati.

SEMA memiliki tugas:


a. Sebagai mitra kerja DEMA dalam melaksanakan kebijakan organisasi kemahasiswaan
PTKI.

b. Menyerap dan mengakomodir aspirasi mahasiswa dan menyalurkannya pada pihak-pihak


yang terkait.

c. Memperjuangkan hak-hak akademik dan kemahasiswaan.

d. Merumuskan norma-norma dan aturan-aturan dalam pelaksanakan kegiatan


kemahasiswaan yang tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

e. Merumuskan AD/ART organisasi mahasiswa PTKI dengan tetap berdasarkan pada


peraturan dan perundangan yang berlaku.

f. Menetapkan garis-garis besar program kerja SEMA.

Wewenang SEMA ialah:

a. Melakukan koordinasi dengan Senat Mahasiswa Fakultas (SEMA-F)di tingkat


universitas /institut.

b. Menyelenggarakan musyawarah sebagai wujud kedaulatan tertinggi organisasi


mahasiswa.

c. Meminta progress report DEMA atas pelaksanaan program kerjanya.

Pertanggungjawaban SEMA:

a. Sebagai badan normatif dan perwakilan tertinggi lembaga mahasiswa, SEMA wajib
menyampaikan pertanggungjawaban kepada mahasiswa dalam sidang paripurna.

b. Mekanisme sidang paripurna diatur lebih lanjut oleh mahasiswa dan disetujui melalui
keputusan Rektor/Ketua.

c. Sebagai subsistem kelembagaan non-struktural tingkat Perguruan Tinggi, SEMA


bertanggungjawab kepada Rektor/Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan atau
Ketua/Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan. SEMA Fakultasbertanggungjawab kepada
Dekan/Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

Belandaskan pada Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4961 Tahun 2016
Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
yang kemudian dituangakan pada Konstitusi Keluarga Mahasiswa (KKM) tentang sistem
pemerintahan Organisasi Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati dengan bentuk Parlementer.
Konstruksi ketata organisasian dengan sistem tersebut memposisikan Senat Mahasiswa (SEMA)
selaku legislatif sebagai posisi yang lebih tinggi dari pada Dewan Mahasiswa (Dema) selaku
eksekutif.
IDENTIFIKASI MASALAH

Proses identifikasi masalah dilakukan untuk mengurai permasalahan dalam kerja-kerja Senat
Mahasiswa Universitas (SEMA-U) dalam melakukan kerja-kerja organisasi, guna dijadikan
bahan analisis. Dari hasil analisis tersebut kemudian dapat menghasilkan kritik dan gagasan
untuk dijadikan tolak ukur dalam upaya memperbaiki yang dirasa masih kurang baik dan
mengembangkan apa yang dianggap baik. Selain mengidentifikasi hal itu, menganalisis kondisi
iklim kultural yang berkembang juga dirasa sangat perlu, supaya jadi bahan pertimbangan untuk
organisasi dalam melaksanakan program dan kebijakan.

Hal tersebut berangkat dari uraian diatas (read:dasar pemikiran) yang berorientasi akhir pada,
bahwa Senat Mahasiswa Universitas dalam menjalankan roda organisasi, program, kebijakan dan
produk hukum dibuat akan sesuai dengan sifat policy demands atau kebijakan yang berangkat
dari permintaan/kebutuhan/klaim dari Mahasiswa secara umum.

1. Orientasi Program

Pada dasarnya program yang baik adalah program yang berangkat dari gagasan pemimpinnya
sendiri, tetapi tetap sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan. Proses metode analisis dari
mulai perencanan sampai pelaksanaannya, secara umum telah dikemukakan dalam bagian
“dasar pemikiran”. Sebelum merumuskan sebuah program kiranya seharusnya, SEMA-U
harus mempertegas dulu persoalan keberpihakan dan objek sasaran dari program tersebut.
karena jika dilihat dalam sejarah, hal inilah kiranya yang membedakan antara organisasi intra
kampus dulu dan sekarang.

Dahulu, organisasi intra ataupun ekstra selalu memposisikan diri dan mempertegas orientasi
geraknya ke dalam upaya perlawanan dan membela kepentingan mahasiswa ataupun rakyat.
Meskipun dalam satu sisi, hal tersebut mendapat kritikan karena ada anggapan bahwa
gerakan tersebut hanya memposisikan gerakan mahasiswa sebagai dari korban isu yang
dilontarkan oleh elit politik. Tapi setidaknya memposisikan SEMA-U untuk dijadikan
structural movement bukan persoalan yang tabu dan terkesan memaksakan. Hal ini sebagai
bentuk gradualisme dan pembagian peran fungsi dengan organisasi ekstra kampus yang
cenderung melakukan cultural strategic, organisasi yang melakukan social reform strategic
dan organisasi kampus dengan structural strategic-nya. Sehingga tidak memunculkan kesan
bahwa SEMA-U itu hanya sebagai infrastruktur politik kosong yang tak memiliki orientasi.

2. Konstruksi Regulasi

SEMA-U sebagai normative atau Legisator mempunyai kewenangan dalam pembentukan


suatu regulasi dan penyesuaian regulasi sesuai kebutuhan pada lokalitas mahasiswa. Ha ini
sebagaimana yang telah diinstruksikan oleh Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam
Nomor 4961 Tahun 2016 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Pada
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam dan juga pada Konstitusi Keluarga Mahasiswa (KKM).

Kesesuain hukum yang berlandaskan pada asas-asas dan teori-teori sudah menjadi suatu
keharusan dalam pembentukannya. Kesenjangan dalam hal interprestasi hukum
mengharuskan Judicial dalam setiap produk yang bermasalah. Dalam lingkup kampus
makaregulasi yang di sesuakan adalah regulasi yang sesuai dengan Hierarki yang telah
ditentukan oleh Undang-Undang SEMA-U No.1 Tahun 2018 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Dengan tata hierarki sebagai berikut :

a. Konstitusi Keluarga Mahasiwa (KKM) UIN SGD Bandung;

b. Ketetapan Permusyawaratan Mahasiswa;

c. Undang-Undang;

d. Ketetapan Senat Mahasiswa Universitas;

e. Peraturan Senat Mahasiswa

f. Ketetapan Mahasiswa Fakultas.

Berdasarkan asas hukum Lex superior derogat legi inferior maka aturan yang lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada diatasnya. Artinya, bahwa jika terjadi hal
tersebut maka aturan yang lebih tinggilah yang akan digunakan dan aturan yang melanggar akan
dikesampingkan. Arti dari ketidak sesuaian disini adalah kesesuaian baik secara formil maupun
materil.

Rencana Program

1. De-regulasi sebagai acuan penyesuaian kebutuhan dan terwujudnya kesesuaian hierarki


peraturan perundang-undangan

2. Membuat regulasi tentang;

a. UU tentang Pos Bantuan Mahasiswa (POSBAMA)

b. UU tentang kedudukan Badan semi otonom mahasiswa

c. UU tentang Komisariat Mahasiswa

d. UU tentang Partai Mahasiswa

e. UU tentang Kebebasan Berorganisasi

f. UU tentang Keterbukaan Informasi Publik


Penutup

Satu tahun kepengurusan adalah waktu yang singkat. Dengan gagasan yang menempatkan
mahasiswa secara umum sebagai subjek sekaligus objek kerja-kerja SEMA-U, maka dalam
upaya merealisasikan program-program dan menyelesaikan masalah-masalah yang berkembang
serta memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan yang harus disediakan. Maka, pemadatan agenda serta
pembuatan tabel perencanaan yang realistis adalah satu hal yang harus diprioritaskan. Terakhir,
semua itu memerlukan semangat seperti apa yang dikatakan Bung Karno- yaitu samen bundeling
van alle krachten van de natie alias pengikatan bersama seluruh kekuatan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai