Anda di halaman 1dari 3

Pasca jajak pendapat 30 Agustus 1999 dimana hasilnya lebih dari 70 % masyarakat Timor Timur

memilih untuk merdeka, lepas dari Indonesia, terjadi berbagai insiden kemanusiaan, seperti
pembunuhan, pembumihangusan, penganiayaan dan sebagainya. Merespon kejadian tersebut
berdasarkan Resolusi DK PBB Nomor 1272, akhirnya dibentuklah UNTAET sebagai pemerintah
transisi di Timor Timur, yang salah satu mandatnya adalah membentuk sistem peradilan terhadap
pelaku kejahatan berat terhadap kemanusiaan yang berbentuk hybrid tribunal

https://e-journal.fh.unmul.ac.id/index.php/risalah/article/view/212

1. dengan semakin meningkatnya insiden kemanusiaan yang terjadi di timor timur


pasca lepas dari Indonesia mengharuskan dibentuknya hybrid tribunal untuk pelaku
kejahatan berat terhadap kemanusiaan. Dari kutipan tersebut silahkan deskripsikan
apa itu hybrid tribunal ?

2. Setelah terbentuk bagaimana pelaksanaan Hybrid tribunal (The Special Court for
Sierra Leone) ?

3. Jelaskan dasar hokum terbentuknya hybrid tribunal ?

Jawab :

1. Hybrid tribunal berdasarkan kasus diatas adalah bentuk lembaga peradilan internasional
yang dipergunakan untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM yang berat (gross
violation of human rights) yang bersifat campuran, dalam artian campuran antara instrumen
internasional dengan instrumen nasional suatu negara, termasuk pula di dalamnya
campuran antara Jaksa dan Hakimnya.
Dibentuknya hybrid tribunal di timor leste di motivasi oleh pengadilan nasionalnya tidak
mampu menjalankan fungsi sebagaimana mestinya karena keruntuhan struktur dan
sistemnya. Dan juga Ketika terjadinya transisi antara pemerintahan yang baru dengan
pemerintahan lama Ketika masih dibawah naungan Indonesia

2. Pada 14 Agustus 2000, Dewan Keamanan menerbitkan Resolusi 1315/2000 yang meminta
Sekretaris Jenderal PBB untuk menjajagi kemungkinan diadakan persetujuan bersama antara
PBB dan pemerintah Sierra Leone untuk membentuk sebuah pengadilan pidana
internasional yang bersifat sui generis. Diharap Sekretaris Jenderal dapat merampungkan
tugasnya dalam jangka waktu 30 hari sejak ditetapkan Resolusi tersebut. Pada Januari 2002,
PBB dan pemerintah Sierra Leone menandatangani perjanjian bersama tentang
pembentukan pengadilan pidana internasional beserta Statunya.

Dalam naskah perjanjian dan naskah Statuta, pengadilan pidana campuran semacam itu
diberi sebutan “Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone” (Special Court for Sierra Leone).
Dalam perjanjian, di temukan bahwa PBB mempunyai kewenangan mengangkat sebagian
hakim, penuntut umum, dan panitera. Pemerintah Sierra Leone mempunyai kewenangan
untuk mengangkat sebagian hakim dari warga negara Sierra Leone.

Mengenai sumber dana untuk biaya operasional pengadilan, ditentukan akan berasal dari
terutama sumbangan sukarela masyarakat internasional. Bila sumbangan itu tidak
mencukupi, maka Sekretaris Jenderal dan Dewan Keamanan PBB akan mengupayakan jalan
lain agar biaya operasional dapat terpenuhi. Akhirnya berdasarkan perjanjian, Pengadilan
Pidana Internasional Campuran dibuka dengan resmi pada tanggal 12 April 2002.

Pengadilan pidana campuran seperti bersifat sui generis karena lahir dari perjanjian yang
bersifat sui generis pula dan tidak tunduk pada hukum administrasi internal PBB atau hukum
nasional. Yves Beigbeder “the special court is not anchored to any existing system, such as
the United Nation internal administrative law or national law of the seat of the court”

Tujuan utama pemerintah dan Sierra Leone dan PBB membentuk The Special Court for Sierra
Leone diantaranya:
 Untuk melindungi dan menjaga kejahatan yang telah terjadi terulang kembali.
 Untuk mencari kebenaran sejarah tentang kejahatan terhadap kemanusiaan selama
perang sipil.
 Memberikan keadilan bagi para korban kejahatan terhadap kemanusiaan selama
perang sipil.
 Sebagai salah satu model dari lembaga peradilan nasional Sierra Leone dan sebagai
bentuk kontribusi terhadap reformasi sistem peradilan nasional Sierra Leone

Pada tanggal 14 Agustus 2000 The special Court for Sierra Leone terbentuk dan memiliki yurisdiksi
pengadilan untuk mengadili kejahatan-kejahatan di bawah hukum humaniter internasional dan
hukum nasional Sierra Leone meliputi:

1) Kejahatan terhadap kemanusiaan

2) Pelanggaran terhadap pasal Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol Tambahan II

3) Pelanggaran terhadap pasal 4 Konvensi Jenewa, termasuk dengan sengaja menjadikan


penduduk sipil sebagai sasaran, horse de combat, penculikan dan pembunuhan terhadap
personil yang membawa misi perdamaian, dan memaksakan anak-anak dibawah umur 15
tahun untuk ikut berparisipasi secara aktif dalam perang.

Preventif dalam hal ini adalah SCSL tidak hanya mengadili kasus kejahatan kemanusiaan,
namun juga untuk menanggulangi kasus yang sama di masa depan. Kuratif yang
dimaksudkan adalah SCSL dibangun untuk memperbaiki apa yang kurang dalam sistem
peradilan nasional Sierra Leone. Selain kedua poin di atas peran organ tambahan yang ada
untuk membantu SCSL dalam pengadilan mereka merupakan poin penting lainnya. Peran
besar dari beberapa organ SCSL tersebut dapat berjalan secara maksimal jika sumber daya
manusia yang berpartisipasi didalamnya mempunyai kapasitas yang cukup untuk
melaksanakan tugas sesuai peraturan yang ada. Aturan-aturan hukum yang berada dalam
SCSL juga merupakan poin penting sebagai pedoman pelaksanaan persidangan baik berupa
hukum nasional Sierra Leone maupun aturan-aturan Hukum Pidana Internasional maupun
Hukum Humaniter Internasional. Patut dikemukakan bahwa kurangnya peduli masyarakat
Sierra Leone baik para korban maupun saksi dalam pelaksanaan peradilan di SCSL, membuat
beberapa kasus yang disidangkan mengalami berbagai hambatan.

3. Pengadilan campuran (hybrid tribunal) dalam perspektif hukum pidana internasional sangat
pantas diterapkan untuk menangani masalah kejahatan internasional karena pengadilan
campuran (hybrid tribunal) dapat mengisi celah antara hukum nasional suatu negara dan
hukum internasional dan pengadilan campuran (hybrid tribunal) dapat mengadili masalah
kejahatan internasional yang di terjadi di masa lampau yang tidak bisa dilakukan oleh
International Criminal Court karena terbatasnya ruang gerak International Criminal Court
yang hanya dapat mengadili masalah kejahatan internasional setelah berlakunya Statuta
Roma 1998 (Rome Statue 1998).

Pengadilan campuran bersifat ad hoc atau pembentukkannya hanya bersifat sementara


sehingga dalam pelaksanaannya tidak mematikan tugas dan fungsi dari Mahkamah Pidana
Internasional (International Criminal Court) dan urgensi pembentukan pengadilan campuran
(hybrid tribunal) adalah untuk mengatasi serta menjadi solusi permasalahan yang ada dalam
sistem hukum domestik yang dinilai masih tergolong lemah dalam menangani kasus
kejahatan internasional dan juga karena terkadang masih mempunyai budaya impunitas.

Hybrid tribunal dibentuk untuk mengadili pelaku tindak pidana yang dikategorikan sebagai
kejahatan internasional (international crimes) yang menjadi musuh bersama umat manusia
(hostis humanis generis).

Anda mungkin juga menyukai