Anda di halaman 1dari 2

Jawab :

Contoh ke 1

Ternyata berdasarkan KBBI kata kesalahan serta kekeliruan mempunyai makna yang sama
bahkan saling memaknai satu dengan lainnya, salah dimaknai keliru demikian juga keliru dimaknai
dengan salah. Jadi, kalau sama mengapa digunakan kedua kata tersebut tiak satu kata saja? Menurut
penulis memang salah serta keliru bisa dimaknai sama tetapi juga bisa berbeda tergantung konteks
kalimatnya. Pasal 16 UU KUP mengatur penggunaan kata salah atau kesalahan digunakan untuk
salah tulis atau salah hitung. Sedangkan kata keliru atau kekeliruan digunakan untuk penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan
dalam matrik sebagai berikut.

“Pasal 34 ayat (3) PPemerintah Nomor 74 Tahun 2011 mengatur bahwa dalam hal terdapat
kekeliruan pengkreditan Pajak Masukan Pajak Pertambahan Nilai pada surat keputusan atau
surat ketetapan, pembetulan atas kekeliruan tersebut hanya dapat dilakukan apabila
terdapat perbedaan besarnya Pajak Masukan yang menjadi kredit pajak dan Pajak Masukan
tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dan Wajib Pajak. “

Sebenarnya tidak terdapat masalah dalam ketentuan ini, tetapi dalam penjelasannya diberikan
contoh sebagai berikut: Telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan
Nilai atas nama PT A untuk Masa Pajak Februari 2012, dengan rincian sebagai berikut: - Pajak
Keluaran sebesar Rp100.000.000,00 - Pajak Masukan sebesar Rp75.000.000,00 Dari Pajak Masukan
tersebut terdapat 1 (satu) Faktur Pajak sebesar Rp7.500.000,00 yang telah terjadi kekeliruan dalam
penghitungan Pajak Masukan pada saat Pemeriksaan menjadi sebesar Rp5.700.000,00.

Dalam contoh ini terjadi kerancuan pemakaian kata yang seharusnya kesalahan tetapi digunakan
kata kekeliruan. Kata „kekeliruan dalam penghitungan seharusnya „kesalahan ‟ dalam penghitungan
karena penghitungan masuk dalam kategori kesalahan bukan kekeliruan. Jika sebenarnya besarnya
kredit pajak dalam Faktur Pajak Masukan tersebut sebesar Rp7.500.000,00 tetapi pada saat
pemeriksaan terjadi kesalahan tulis bukan salah hitung -dan tentu saja bukan kekeliruan- menjadi
sebesar Rp5.700.000,00. Pengunan kata kekeliruan dalam Pembetulan Pasal 16 UU KUP adalah
untuk kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan
Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena
Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam
pengkreditan pajak.

Kekeliruan yang mungkin terjadi dalam pembuatan faktur pajak misalnya keliru dalam menerapkan
tarif misalnya jumlah yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah Rp75.000.000,00 seharusnya
dikenakan PPN dengan tarif 10% sehingga jumlah PPN-nya sebesar Rp.7.500.000,00 tetapi dikenakan
tarif 7,6% sehingga jumlah PPN-nya sebesar Rp.5.700.000,00. Jika Faktur Pajak Masukan tersebut
dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak kemudian di koreksi oleh Pemeriksa Pajak maka upaya yang
dapat ditempuh oleh Pengusaha Kena Pajak bukan pembetulan tetapi keberatan. Setelah menelusuri
makna kata salah serta keliru dan penerapannya dalam ketentuan Pasal 16 UU KUP maka
penggunaan kata „kekeliruan dalam penghitungan dalam penjelasan Pasal ‟ 34 ayat (3) PP Nomor 74
Tahun 2011 dapat dikatakan menggunakan ungkapan atau istilah yang tidak konsisten atau
memberikan definisi atau batasan pengertian yang tidak cermat sebagaimana dimaksud dalam UU
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Contoh ke 2

"PENGUGAT, agama Islam, pekerjaan Wiraswasta, bertempat tinggal di kelurahan Pai, Kecamatan
Biring-kanaya, Kota Makassar; dalam hal ini memberikan kuasa kepada: A Mahyanto mazda, S.H.,
M.H.A. Makagiansar, S.H. Muhammad Bazra, S.H. masing-masing advokat, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus No. 052/SK/AMM-SS/I/2005 tanggal 8 Januari 2015, selanjutnya disebut sebagai Penggugat."

Berdasarkan contoh 2 di atas, dapat dikatakan mubazir dari segi pengunaan katanya. Hal itu dapat
terlihat pada kata pengugat yang berulang tanpa menyebut nama atau inisial pengugat. Kata
pengugat (pemberi kuasa) hanya disertai agama, pekerjaan, serta alamat, tanpa identitas lain.
Sebagai akibatnya kalimat pada data 1 menjadi rancu. Selain itu, kalimat di atas mengalami
kesalahan struktur yang disebabkan oleh penghilangan salah satu fungsi kalimat. Kesalahan yang
dimaksud yaitu kehilangan fungsi subjek (S).

Oleh karena itu, untuk mengindari terjadinya kesalahan struktur pada kalimat di atas, maka harus
dilengkapi dengan fungsi subjek (pelaku). Jadi, kalimat yang tepat dan tidak mengalami kesalahan
struktur berdasarkan kalimat di atas, yaitu: ”Si… beragama Islam, pekerjaan Wiraswasta, bertempat
tinggal di kelurahan Pai, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar; dalam hal ini memberikan kuasa
kepada: A Mahyanto mazda, S.H., M.H. A. Makagiansar, S.H. Muhammad Bazra, S.H. masingmasing
advokat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. 052/SK/AMM-SS/I/2005 tanggal 8 Januari 2015,
selanjutnya disebut sebagai Pengguggat

Anda mungkin juga menyukai