Nama Mahasiswa :HILAL HADI……..…………………………………………………………
Nomor Induk Mahasiswa/ NIM :048702311.....…………………………………………………………… Kode/Nama Mata Kuliah :HKUM4407/Hukum Pajak Dan Acara Perpajakan………. Masa Ujian :2023/2024 Genap (2024.1)……………………………………….. Kode/Nama UT Daerah :17/ JAMBI….……………………………………………………………..
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA SOAL: 1. Pertanyaan : Menurut analisis saudara apakah ada keterkaitan antara hal yang diusulkan oleh Suryo utomo tentang bantuan negara lain untuk menagih kewajiban wajib pajak (WP) di luar negeri dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) dengan kontribusi wajib pajak dalam mendukung kepatuhan wajib pajak. Berikan alasan yang mendukung pernyataan tersebut! Jawaban: Menurut pendapat saya, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta pemerintah daerah lebih kreatif dalam mencari sumber pendanaan untuk membangun infrastruktur. Hingga kini, pembangunan infrastruktur di daerah masih bergantung pada pendanaan dari pemerintah pusat. Tren pembiayaan alternatif untuk pembangunan infrastruktur di daerah masih sangat minim. Hal ini berkaca pada data 2015-2019. Ia menjabarkan, hanya terdapat tujuh daerah yang memanfaatkan pembiayaan infrastruktur melalui SMV Kementerian Keuangan yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp 478 miliar pada 2015. Kemudian, hanya satu daerah yang menggunakan skema KPBU senilai Rp 135 miliar dan tiga daerah melalui PT SMI sebesar Rp 373 miliar pada 2016. Tahun selanjutnya, hanya terdapat enam daerah yang menggunakan pembiayaan melalui BPD senilai Rp 755 miliar, 11 daerah lewat PT SMI sebesar Rp 2,09 triliun, dan satu daerah melalui perjanjian tingkat layanan atau Service Level Agreement (SLA) Rp 28,03 triliun. Pada 2018, hanya terdapat dua daerah yang menggunakan sekma KPBU dalam membiayain infrastruktur senilai Rp 3,35 triliun, 11 daerah melalui BPD Rp 1,55 triliun, dan 29 daerah lewat PT SMI sebesar Rp 6,07 triliun. Lalu, hanya terdapat 11 daerah yang menggunakan skema pembiayaan BPD sebesar 1,29 triliun dan enam daerah melalui PT SMI yakni Rp 265 miliar pada 2019. Sri Mulyani menegaskan, pemda tidak seharusnya mengandalkan pembangunan infrastruktur hanya memanfaatkan anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Pemda harus lebih kreatif dan inovatif dalam mencari pembiayaan alternatif. Ini karena APBN dan APBD hanya mampu menyediakan sekitar 30% dari kebutuhan pembiayaan infrastruktur yang mencapai Rp 6.421 triliun hingga 2024. Namun pengaturannya tetap harus akuntabel dan pruden. (Sumber berita : katadata.co.id). Soal 2. Pertanyaan : Jika dilihat dari uraian di atas, menurut saudara apakah ada kewajiban daerah untuk mencari sumber alokasi dana untuk pembangunan masing – masing daerah? Berikan analisis tersebut beserta kategorisasi pajak pusat dan pajak daerahberdasarkan teori dan filosofi pungutan? Jawab: Menurut pendapat saya, tentu ada kewajiban bagi setiap daerah dalam mencari sumber alokasi dana untuk pembangunan. Karena hingga saat ini pembangunan insfratruktur daerah masih bergantung kepada pendanaan pemerintah pusat. Oleh karena itu sangat penting bagi setiap daerah untuk mencari sumber dana alokasi dalam pembangunan daerah. Dimana sumber dana alokasi berdasarkan katagori pajak pusat dan daerah terdiri dari: 1.Pajak PPh Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan, baik perorangan maupun instansi dan badan usaha. Ternyata, jenis pajak penghasilan ini juga banyak, nggak cuma Pajak Penghasilan pribadi doang yang dilaporkan setiap Maret . Yang pertama tentunya ada PPh pasal 15 yang dimana pph tersebut mengatur pajak penghasilan pelayaran, maskapai, asuransi asing, pengeboran minyak, dan perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan infrastruktur negara. Kemudian dilanjutkan dengan PPh pasal 21. Nah pph ini umumnya mengatur mengatur pajak pribadi yang berupa gaji, upah, hadiah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dalam bentuk apa pun yang berkaitan dengan pekerjaan. Kemudian ada juga PPh pasal 22, pada pajak pph ini yang mesti ALovers ketahui adalah pph tersebut mengatur pajak perdagangan barang. Dan juga masih banyak pph lainnya yang dapat Alovers pelajari lebih lanjut pada halaman web perpajakan Indonesia yang dapat ALovers akses pada smartphone. 2.Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan yang dikelola oleh Dirjen Pajak pusat adalah pajak untuk perkebunan, Soal 3 Pertanyaan : 1. Berikan analisis susahnya mengukur kepatuhan wajib pajak dengan sistem selfassessment? 2. Berikan rincian satu persatu berkaitan dengan pajak menurut asas pemungutannya? Jawaban: a). Self assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk berinisiatif dalam mendaftarkan dirinya agar mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mengurus segala urusan perpajakannya secara mandiri. Pengertian Self Assessment Sesuai dengan pengertiannya, dalam sistem ini wajib pajak akan berinisiatif dalam kegiatan menghitung dan memungut pajaknya sendiri. Dalam hal ini, wajib pajak dianggap bisa menghitung pajak, mempunyai kejujuran yang tinggi dan menyadari pentingnya membayarkan pajak, serta memahami undang-undang perpajakan yang berlaku. Kelebihan dan Kekurangan Self Assessment Dalam penerapannya, sistem self assessment ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari sistem ini adalah pemungutan pajak akan berjalan lebih efektif karena wajib pajak melakukan penghitungan pajak secara mandiri. Dampak positif dari self assessment ini akhirnya dapat mendorong wajib pajak untuk lebih percaya akan mekanisme perpajakan di Indonesia, sehingga pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dengan baik oleh wajib pajak dan dapat dipertanggungjawabkan dalam pelaporan SPT-nya. Akan tetapi, dibalik kelebihan tentu ada kekurangannya, Bagi wajib pajak yang tidak memiliki pengetahuan tentang perpajakan, tentu akan sulit baginya dalam melakukan serangkaian prosedur penghitungan, penyetoran, hingga pelaporan pajak. Wajib pajak mungkin akan kesulitan dan bisa saja keliru dalam menghitung besaran pajak yang harus ditanggungnya. Dampak negatif dari self assessment ini adalah bisa saja menimbulkan tunggakan pajak. Oleh karena itu, dalam mengatasi masalah tersebut, maka dilaksanakan pula pemeriksaan dan penagihan pajak. Dasar Hukum Pemberlakuan self assessment menjadi corak dan khas dari sistem pemungutan pajak di Indonesia. Hal ini didasari oleh Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 6 Tahun 1983, yang telah disempurnakan pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2009. Selain itu sistem pembayaran pajak ini juga diatur dalam Pasal 12 ayat (1) UU KUP yang menyebutkan: “Setiap wajib pajak membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.” Artinya, sistem ini cenderung menitikberatkan peran aktif wajib pajak dalam pemungutan pajaknya. Sementara itu, peran pemerintah atau institusi yang memungut pajak hanya sebagai pengawas dan penegak hukum saja. Meski begitu, DJP memiliki kewenangan dalam menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) pada kasus-kasus tertentu. Misalnya, ketika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain wajib pajak tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Hal tersebut pun telah diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP, yang mana dalam jangka waktu 5 tahun setelah pajak terutang atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, DJP dapat menerbitkan SKPKB karena hal-hal berikut ini: 1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dikatakan bahwa pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. 2. Bila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan (Pasal 3 ayat (3) UU KUP) dan setelah mendapatkan teguran secara tertulis tidak disampaikan tepat waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. 3. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisi lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%. 4. Jika kewajiban pembukuan dan pencatatan (Pasal 28 atau Pasal 29 UU KUP) tidak dipenuhi sehingga tidak sempat diketahui besarnya pajak terutangnya. 5. Jika kepada wajib pajak diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan (Pasal 2 ayat (4a) UU KUP). Mengapa Indonesia Menerapkan Self Assessment System? Pajak merupakan sumber pendapatan yang penting bagi sebuah negara guna kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan maupun pembangunan negara. Oleh karena itu, dalam usaha agar wajib pajak memenuhi kewajiban membayar pajak, dibutuhkan sistem pemungutan pajak yang tepat. Hal tersebut agar mempermudah pemenuhan kewajiban wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya dengan baik, benar, dan jelas. Selain itu, agar segala langkah dan arusnya berjalan secara teratur dan terorganisir. Di Indonesia bahkan telah terjadi beberapa kali perubahan dalam sistem pemungutan pajaknya. Hal ini karena menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu. Dahulu, Indonesia menganut sistem pemungutan pajak official assessment, yakni sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada fiskus atau petugas administrasi pajak dalam menentukan besaran pajak terutang wajib pajak. Sistem ini berlangsung hingga Indonesia memasuki masa reformasi perpajakan yakni di tahun 1983. Sampai akhirnya, pada tahun tersebut Indonesia beralih dari sistem official assessment menjadi self assessment system yang berlangsung hingga kini. Mengapa? Karena pemerintah ingin memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam menentukan besarnya pajak terutang wajib pajak tersebut. Selain itu, dengan sistem ini diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban mereka kepada negara tanpa merasa terbebani. Meskipun, tetap saja menimbulkan adanya keterpaksaan secara tidak langsung bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela. Adapun contoh dari sistem self assessment ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Melakukan pelaporan dan penyetoran pajak kini juga semakin mudah dan efisien. Terlebih jika Anda melakukannya di OnlinePajak. Anda bisa melakukan bayar pajak hanya dalam 1 aplikasi terintegrasi. Prosesnya mudah, aman, dan efisien.
b). Asas Pemungutan Pajak
Secara umum institusi pemungut pajak harus memerhatikan beberapa faktur agar memenuhi unsur dasar pemungutan. Pemenuhan indikator itu disebut asaa pemungutan pajak yang menurut para ahli ekonomi seperti Adam Smith, W.J. Langen dan Adolf Wagner, terdiri dari beberapa hal seperti berikut: 1. Asas politik finansial Agar dapat membiayai dan mendorong kegiatan negara, pajak yang dipungut negara jumlahnya harus memadai. 2. Asas ekonomi Objek pajak yang ditentukan harus tepat dan sesuai, seperti pajak untuk barang-barang mewah dan pajak penghasilan. 3. Asas keadilan Perlakuan pemungutan pajak yang berlaku secara umum dan kondisi yang sama diberlakukan secara sama tanpa diskriminasi. 4. Asas administrasi Pemungutan pajak didasarkan pada: • Kepastian perpajakan, seperti kapan, di mana harus membayar pajak • Keluwesan penagihan, seperti bagaimana cara membayarnya • Besarnya biaya pajak. 5. Asas yuridis Undang-Undang harus menjadi dasar untuk melakukan segala pungutan pajak. 6. Asas daya pikul: Jumlah penghasilan menjadi dasar besar kecilnya pajak yang dipungut. Artinya, makin banyak penghasilan maka semakin banyak pula pajak yang dibebankan. 7. Asas manfaat Hasil dari pemungutan pajak harus digunakan untuk kegiatan bermanfaat dan kepentingan umum masyarakat. 8. Asas kesejahteraan Pemungutan pajak harus digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 9. Asas kesamaan Perlakuan atau jumlah pemungutan pajak harus sama antara wajib pajak satu dengan lainnya dalam hal kondisi yang sama pula. 10. Asas beban yang sekecil-kecilnya Agar tidak memberatkan wajib pajak, jumlah pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya dibandingkan dengan nilai obyek pajaknya. 11. Asas equality Negara sebagai pemungut pajak harus memungut sesuai dengan kemampuan penghasilan wajib pajak dan tidak melakukan deskriminatif. 12. Asas certainty Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang, sehingga ada payung hukum untuk menegakkan ketentuan apabila ada yang melanggar. 13. Asas convinience of payment Pemungutan pajak harus dilakukan pada waktu yang tepat, seperti saat menerima penghasilan atau mendapatkan hadiah. 14. Asas efficiency Proses pemungutan pajak diupayakan dengan biaya yang sehemat mungkin dan menghindari terjadinya biaya pemungutan pajak lebih besar dibanding hasil pemungutannya pejaknya. Soal 4 Pertanyaan : Jika dianalisis sesuai dengan ilustrasi di atas, siapakah yang memiliki hak untuk bisa mengajukan pengurangan angsuran tersebut? Berikan analisisnya. Jawaban: Yang berhak adalah mentri keuang, Kemenkeu juga menerbitkan PMK 23/2020 yang memberikan stimulus pajak untuk karyawan dan dunia usaha yaitu pajak penghasilan karyawan ditangung Pemerintah, pembebasan pajak penghasilan impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Disamping itu, pemberian insentif/fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang terdampak Covid-19. Presiden RI juga memberikan arahan agar Kementerian/Lembaga memprioritaskan pembelian produk UMKM, mendorong BUMN memberdayakan UMKM dan produk UMKM masuk e-catalog. Di bidang moneter, kebijakan moneter yang diambil harus selaras dengan kebijakan fiskal dalam meminimalisir dampak Covid-19 terhadap perekonomian nasional. Oleh sebab itu otoritas moneter harus dapat menjaga nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi dan memberikan stimulus moneter untuk dunia usaha. Diharapkan ada relaksasi pemberian kredit perbankan dan mengintensifkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Pengaruh Struktur Modal, Profitabilitas, Dan Aktivitas Persediaan Terhadap Beban Pajak Penghasilan Badan Pada Perusahaan Retail Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013.