Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PERPAJAKAN

KUP – KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN

Dosen Pengampu: Edi Wicaksono Abdurrosid, SE, M. SI.

Disusun Oleh:

Nama : Laylis Cahya Ningrum

Nim : 201812153

Kelas : 5D Perpajakan

Progdi : Akuntansi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ketentuan Umum
Perpajakan” ini tepat pada waktunya. Tak lupa sholawat serta salam kita haturkan kepada
baginda kita Nabi Muhammad SAW. yang kita nanti-nantikan syafaatnya diakhirat nanti.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak Edi
Wicaksono Abdurrosid, SE, M. SI selaku dosen mata kuliah perpajakan dan saya juga
mengucapkan terima kasih kepada beliau yang telah memberikan tugas ini sehingga saya
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi saya yang saya
tekuni.

Saya menyadari,makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu,kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Jepara,30  Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN..................................................................................................................... 4
1. Latar Belakang............................................................................................................ 4
2. Maksud dan Tujuan.....................................................................................................4
3. Kerangka Berfikir.........................................................................................................5
BAB I....................................................................................................................................... 6
Teori Perpajakan..................................................................................................................... 6
BAB II.................................................................................................................................... 11
Metode dalam Memperoleh Data,Informasi,Mengolah,dan Menyimpulkan...........................11
BAB III Isi.............................................................................................................................. 12
BAB IV Analisis..................................................................................................................... 26
KESIMPULAN....................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 32

3
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang

Pajak merupakah iuran resmi yang wajib dibayarkan oleh wajib pajak kepada Negara
untuk kepentingan Negara dan kesejahteraan masyarakat umum. Pembayaran pajak perlu
dilakukan adanya pemeriksaan yang selanjutnya jika ada hal-hal yang mencurigakan perlu
dilakukan penyidikan.Pengaturan tentang pemeriksaan pajak sebenarnya telah diatur dalam
UndangUndang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang
diubah menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 serta dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
82/PMK.03/2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Namun,
masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya
membayar pajak. Penegakan hukum dibidang perpajakan merupakan upaya terakhir yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penegakan
hukum, berupa pemeriksaan dan/atau penyidikan, apabila Wajib Pajak tidak menggunakan
kesempatan melakukan perbaikan. Berdasarkan upaya-upaya Pemerintah yang sangat keras
dalam menerapkan Undang-undang Perpajakan ini, maka pemeriksaan dan penyidikan pajak
terhadap wajib pajak sangat perlu dilakukan demi menambah devisa bagi keuangan negara
yang sangat berperan terutama dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Dalam Praktek perpajakan, sering sekali terjadi kesalahan maupun tindakan penyimpangan
yang dilakukan oleh pegawai instansi perpajakan maupun warga negara (Wajib Pajak) yang
masuk dalam ranah hukum administrasi dan hukum pidana. Dalam hal ini pelanggaran
terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak, sepanjang pelanggaran
tersebut masuk dalam tindakan administrasi perpajakan maka akan dikenakan sanksi berupa
administrasi, sedangkan apabila yang menyangkut tindak pidana maka sanksi pidana dapat
dijatuhkan.

2.Maksud dan Tujuan


Makalah ini dibuat guna memenuhi  tugas mata kuliah Perpajakan. Dengan adanya
penulisan makalah ini,diharapkan pembaca maupun penulis mampu menambah wawasan dan
pengetahuan tentang perpajakan diIndonesia serta menambah kesadaran bagi kita sebagai
warga Negara Indonesia akan kewajiban dalam membayar pajak.

4
3.Kerangka Berfikir

KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN

Kewajiban dan Hak Kewajiban


wajib pajak pembukuan/pencatatan

Pemeriksaan

Penyidikan

Apabila ada pelanggaran

Sanksi
Perpajakan

Sanksi Sanksi Pidana


Aminidtrasi

5
BAB 1
TEORI PERPAJAKAN
1.1 Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak)
untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat
di tunjukan secara langsung.

   Pengertian Pajak menurut para ahli dan UU :


Menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani
Pajak adalah iuran kepada Negara yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan, tidak
mendapatkan prestasi dan langsung dapat ditunjuk untuk pembiayaan pengeluaran
umum.
Menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kas ke sektor pemerintah
berdasarkan Undang-Undang) dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal
(tegen prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum.
Menurut UU KUP Pasal 1 ayat (1)
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

1.2 Unsur Pajak

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis
(pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian
secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang
unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga
UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat
ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan

6
bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar
pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam
rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak
memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran
Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan,
pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara
dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
1.3 Fungsi Pajak

Beberapa jenis fungsi pajak antara lain:


 Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-


pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak.
Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan
dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan
pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
 Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan


fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam
rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri,
pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
 Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan

7
antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
 Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka
kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
1.4 Asas Pemungutan Pajak
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang
mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The
Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
 Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):
pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan
dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap
wajib pajak.
 Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus berdasarkan
UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
 Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau
asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat
yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau
disaat wajib pajak menerima hadiah.
 Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih
besar dari hasil pemungutan pajak.
2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
 Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar
kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi
pajak yang dibebankan.
 Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-
kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
 Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.

8
 Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan
yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
 Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-
kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga
tidak memberatkan para wajib pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
 Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga
dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
 Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan,
pajak untuk barang-barang mewah
 Asas keadilan: pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk
kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
 Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana
harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan
besarnya biaya pajak.
 Asas yuridis: segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
1.5 Teori Pajak
Berikut ini landasan teoritik diselenggarakannya pemungutan pajak.
1.   Teori Asuransi
Negara melindungi jiwa, raga, harta dan hak – hak karenanya rakyat harus membayar
pajak yang diibaratkan premi asuransi atas jaminan perlindungan.
2.   Teori Kepentingan
Beban pajak berdasarkan pada kepentingan masing – masing inividu warga. Makin
besar kepentingannya, makin besar juga pajak yang harus dibayarkannya.
3.   Teori Daya Pikul
Beban pajak harus sama berat bagi semua individu sesuai daya pikulnya. Pendekatan
untuk mengukur daya pikul :
a.Unsur Objektif : Besarnya Penghasilan.
b.Unusur Subjektif : besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.
4.   Teori Bakti
Dalam teori ini dikatakan bahwa sebagai warga negara yang berbakti, maka rakyat
harus sadar bahwa pembayaran pajak adalah kewajiban setiap warga negara.

9
5.   Teori Asas Daya Beli
Menurut teori ini pajak adalah penarikan daya beli masyarakat, maka akibat dari
pemungutan pajak harus merupakan pemeliharaan kesejahteraan.

10
BAB 2
METODE DALAM MEMPEROLEH DATA,INFORMASI,MENGOLAH DAN
MENYIMPULKANNYA

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam


rangka mencapai tujuan penelitian.
Dalam pembuatan makalah ini , penulis mencari kemudian mengumpulkan data dari berbagai
sumber diantaranya internet dan e-book yang telah diberikan bapak dosen. Kemudian penulis
memahami kemudian menyimpulkannya

11
BAB 3
ISI
1.Daluwarsa Penagihan Pajak
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya
penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila:
a. diterbitkan Surat Paksa;
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung;
c. diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5), atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) UU KUP; atau
d. dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
2. Pemeriksaan
2.1 Pengertian Pemeriksaan
Pemeriksaan dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi:
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
2.2 Tujuan Pemeriksaan
Tujuan dilakukannya pemeriksaan wajib pajak dapat dikarenakan berbagai macam,
yaitu:
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan;
b. SPT lebih bayar;
c. SPT rugi;
d. SPT tidak atau terlambat disampaikan;
e. SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Dirjen Pajak untuk diperiksa;
f. Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf b;

Tujuan lain yaitu:


a. Pemberian NPWP (secara jabatan);

12
b. Penghapusan NPWP;
c. Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan pengukuhan
PKP;
d. Wajib pajak mengajukan keberatan atau banding;
e. Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
f. Penentuan wajib pajak berlokasi di tempat terpencil;
g. Penetuan satu atau lebih tempat terutang PPN;

2.3 Hak Wajib Pajak apabila dilakukan Pemeriksaan


Dalam Pasal 13 PMK No. 199/PMK.03/2007 stdtd. Menyebutkan hak-hak dari Wajib
Pajak saat dilakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan WP, dibagi menjadi 2, yaitu pada
saat pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor.
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak:
1. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal
Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;
2. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan surat pemberitahuan
pemeriksaan sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan;
3. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan
tujuan Pemeriksaan;
4. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat tugas apabila
susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
5. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
6. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan;
7. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan
yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
8. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh
Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.

Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban


perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak berhak:

13
1. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal
Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan;
2. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan
tujuan Pemeriksaan;
3. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat tugas apabila
susunan Pemeriksa Pajak mengalami pergantian;
4. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
5. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan;
6. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan, sehubungan dengan masih terdapat hasil Pemeriksaan
yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
7. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh
Pemeriksa Pajak melalui pengisian Kuesioner Pemeriksaan.

2.4 Wewenang Pemeriksaan Pajak


Dalam melakukan pemeriksaan pajak, pemeriksa pajak tidak boleh sembarangan dalam
melakukan pemeriksaan, berikut terdapat beberapa wewenang dalam hal pemeriksaan pajak:
1. melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau
objek yang terutang pajak;
2. mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
3. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan tidak bergerak
yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang
dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
4. meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan, antara lain berupa :
a) menyediakan tenaga dan peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam
mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan
keahlian khusus;

14
b) memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak
dan/atau tidak bergerak;
c) menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan
dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit
untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
d) melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak
dan/atau tidak bergerak;
e) meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak;dan
f) meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit
pelaksana Pemeriksaan.

3. Penyidikan

3.1 Pengertian Penyidikan

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang


dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu dapat
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta menemukan
tersangkanya.Tidak pidana di bidang perpajakn meliputi perbuatan:

1. Dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu
(pengurus);

2. Memenuhi rumusan undang-undang;

3. Diancam dengan sanksi pidana;

4. Melawan hukum;

5. Dilakukan di bidang perpajakan;

6. Dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara;

Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Dirjen Pajak yang
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan.

15
3.2 Wewenang Penyidik

Dalam melakukan penyidikan, petugas penyidik tidak boleh sembarangan melakukan


tugasnya. Terdapat beberapa wewenang yang diberikan penyidik yaitu diantaranya:

1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan


berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidanan di bidang perpajakan;
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
4. Memeriksa buku-buku, catatan-catatn, dan dokumen-dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap
bahan bukti tersebut;
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidan di bidang perpajakan;
7. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memerikasa identitas orang
dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada nomor 5;
8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
10. Menghentikan penyidikan;
11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan;

3.3 Sanksi Yang Berkenaan Dengan Penyidikan

Di bawah ini merupakan sanksi yang berkenaan dengan penyidikan, diantaranya:

1. Pihak ke-3 (Bank, Akuntan, Notaris, Konsultan Pajak, Kantor Administrasi dan
lainnya) yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau bukti yang diminta,

16
atau memberi keteranagan atau bukti yang tidak benar, maka diancam dengan
pidana penjara selama-lamnya 1 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah)
2. Siapa saja yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan, maka diancam dengan penjara pidana selama-
lamanya 3tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah)

3.4 Asas Hukum Penyidikan

Dalam asas hukum penyidikan ini dibagi dalam 3 bagian, yaitu diantaranya :

1. Asas praduga tak bersalah, adalah bahwa setiap orang yang disangka, dituntut, atau
dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan-kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Asas persamaan dimuka hukum, adalah bahwa setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dimuka hukum, tanpa perbedaan
3. Asas hak memperoleh bantuan/penasehat hukum, adalah bahwa setiap tersangka
perkara tindak pidana di bidang perpajakan wajib diberi kesempatan memperoleh
bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan
pembelaan atas dirinya sejak dilakukan pemeriksaan terhadapnya.

4.Kewajiban dan Hak Wajib Pajak

4.1 Kewajiban Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah :

a) Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif.
b) Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan
usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

17
c) Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah,
serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
d) Mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan
satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
e) Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunkan Surat Setoran
Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f) Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan
pajak.
g) Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan, dan melakukan
pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaa bebas.
h) 1.Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
2.memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
3.memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.

4.2 Hak-Hak Wajib Pajak


Hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah :
a. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan Masa.
b. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.
c. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak.
d. Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan
pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan
tindakan pemeriksaan.

18
e. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
f. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
3. Surat Ketatapan Pajak Nihil;
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
5. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
g. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
h. Memperoleh pengurangan atau peghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas
keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam hal Wajib Pajak
menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum
Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih
besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya
UU No. 28 Tahun 2007.

5.Kewajiban Pembukuan/Pencatatan
5.1 Pengertian Pembukuan dan Pencatatan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatn yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan, dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap
tahun pajak berakhir.

Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau
penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.

5.2 Ketentuan Umum Pembukuan dan Pencatatan


Menurut Ketentuan Pokok Pembukuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007,
yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:

19
1. Wajib Pajak (WP) Badan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun
kurang dari Rp1.800.000.000,-

Sedangkan yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan menurut pasal 28 ayat 2 UU


KUP adalah:

1. WP OP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas yang diperbolehkan


meghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan
neto.
2. WP OP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Adapun yang wajib meyelenggarakan pencatatan yaitu:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan atau usaha atau pekerjaan
bebas dan peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp1.800.000.000,-
dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak
jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
5.3 Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan
Adapun syarat-syarat untuk penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan adalah
sebagai berikut:

1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan


atau kegiatan usaha yang sebenarnya;
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan
mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing
yang diizinkan oleh Menteri Keuangan;
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stesel akrual atau stelsel
kas;
4. Pembukana dengan menggunakna bahasa asing dan mata uang selain rupiah
dapat diseleggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan;

20
5. Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak;
6. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan, dan biaya serta penjualan dan pembelian sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yang terutama;
7. Dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan serta dokumen
lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak
disimpan selama 10 tahun.
5.4 Pembukuan dalam Bahasa Asing dan Mata Uang Asing
Menurut Pasal 28 UU KUP dijelaskan bahwa pembukuan dengan bahasa asing dan
mata uang selain rupiah digunakan oleh Wajib Pajak yang dalam rangka:
1. Kontrak bagi hasil;
2. WP yang mempunyai afilisiasi dengan pengusaha di Luar Negeri;
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT);
4. Kontrak karya, yaitu WP yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan pemerintah
RI sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengatur
mengenai pertambangan;
5. Penanaman modal asing yaitu WP yang beroperasi berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang mengatur mengenai Penanaman Modal Asing;
6. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam denominasi
mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan
efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawasan Pasar Modal – Lembaga
Keuangan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Kemudian setelah mendapat izin dari Menteri Keungan, kecuali WP dalam rangka
Kontrak Karya/Kontrak Bagi Hasil, cukup dengan pemberitahuan.Selanjutnya pemberian
izin dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Pajak.

5.5 Prinsip Taat Asas


Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan
dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat
asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan :

1. Stelsel pengakuan penghasilan;


2. Tahun buku;

21
3. Metode penilaian persediaan;
4. Metode penyusutan dan amortisasi;

Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan biaya dalam arti
penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang.Jadi, tidak
tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai.Termasuk
dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode
persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai dalam bidang konstruksi
dan metode lain yang dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti Build Operate and
Transfer (BOT) dan real estate.

Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan
yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.Menurut stelsel kas, penghasilan baru
dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu
periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar
secara tunai dalam suatu periode tertentu.Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan
kecil orang pribadi atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang
tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung
lama.Dalam stelsel kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau ajasa ditetapkan pada
saat barang, jasa, dan biaya operasi dibayar.Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat
mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya
penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas dan
pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai
stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sebagai berikut:

1. Penghitungan jumlah penjulana dalam suatu periode harus meliputi seluruh


penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok
penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan
2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan
melalui penyusutan dan amortisasi;
3. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).

22
Dengan demikian, penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat juga
dinamakan stelsel campuran.

5.6 Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan


Penyelenggaraan pembukuan/pencatatan bertujuan untuk mempermudah:

1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasila Kena Pajak;
3. Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.

5.7 Perubahan Tahun Buku dan Metode Pembukuan


Pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama
dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan
penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, dan metode
penilaian persediaan. Namun, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan
syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku
yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat
yang mungkin timbul dari perubahan tersebut.
Perubahan metode pembukuan akan mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas
yang dapat meliputi perubahan metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan
penggunaan metode pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri, misalnya dalam
metode pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusunan aktiva tetap dengan
menggunakan metode penyusutan tertentu.

6.Sanksi Perpajakan

6.1Sanksi Administrasi 

a. Sanksi Administrasi Berupa Denda

Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan.
Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari     jumlah
tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.

23
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana.
Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau
disengaja.
b. Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan
utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari
suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima
dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang
paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga
berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga
majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Tetapi, dalam hal Wajib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga
yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut
dapat ditagih kembali dengan disertai bunga.
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan
perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan
dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian. Sanksi Administrasi Berupa
Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi
yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah
pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya
dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak
memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang.

6.2 Sanksi Pidana


Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam perpajakan
pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan
sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam
pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB
tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP

24
adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan.
Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan,
yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah
tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang
perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka
waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian
tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10
(sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan
yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh)
tahun.

25
Bab 4

ANALISIS

4.1 Sasaran Pemeriksaan


Menurut Mardiasmo (2009:51) yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyelidikan
adalah untuk mencari adanya :

1. Interpretasi undang-undang yang tidak benar;


2. Kesalahan hitung;
3. Penggelapan secara khusus dari penghasilan
4. Pemotongan dan pengurangan tidak susungguhnya, yang dilakukan wajib pajak
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Tax audit  yang dilakukan secara professional oleh aparat pajak dalam kerangka self
assessment system merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan. Dalam pelaksanaan
undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus pembinaan merupakan konsekuensi
dari pemberian kepercayaan kepada Wajib Pajak. Oleh karena itu selain fungsi pengawasan
dan pembinaan yang harus dijalankan oleh pemerintah perlu juga dibarengi dengan upaya
penegakan hukum (tax enforcement). Diwujudkan dalam pengenaan sanksi, tujuannya untuk
mencapai tingkat keadilan yang diharapkan dalam pemungutan pajak.

4.2 Jenis-Jenis Pemeriksaan

 Pemeriksaan Lapangan
peeriksaan yang dilakukan ditempat kedudukan, tempat usaha atau pekerjaan
bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak
 Pemeriksaan Kantor
pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak

4.3Jangka Waktu Pemeriksaan


1. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak

26
 Pemeriksaan Lapangan :  4 bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak atau wakil, kuasa, pegawai, atau
anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak, sampai dengan tanggal
Laporan Hasil Pemeriksaan. Dengan alasan tertentu dapat diperpanjang untuk
jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.
 Pemeriksaan Kantor : 3 bulan sejak tanggal Wajib Pajak atau wakil, kuasa,
pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang
memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai dengan
tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Dengan alasan tertentu jangka waktu
pemeriksaan kantor dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga)
bulan.
2. Pemeriksaan untuk tujuan lain ( Pasal 31 PMK No. 82/PMK.03/2011)
 Pemeriksaan lapangan : paling lama 4 bulan sejak tanggal Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak atau wakil,
kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak,
sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
 Pemeriksaan kantor : paling lama 14 hari sejak tanggal Wajib Pajak atau wakil,
kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak,
datang memenuhi surat panggilan dalam rangka pemeriksaan kantor sampai
dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
4.4 Sanksi Perpajakan

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang
melanggar peraturan. Peraturan atau Undang-undang merupakan rambu-rambu bagi
seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang
seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau Undang-undang tidak
dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan.

Menurut Tjahjono (2005), sanksi pajak adalah suatu tindakan yang diberikan kepada Wajib
Pajak ataupun pejabat yang berhubungan dengan pajak yang melakukan pelanggaran baik
secara sengaja maupun karena alpa. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan

27
peraturan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi. Dengan kata lain, sanksi perpajakan
merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.

Pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib Pajak memahami
sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan
ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang
perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-
jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya.

Sanksi pajak terdiri dari dua jenis yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.Sanksi
administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya berupa bunga dan
kenaikan. Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan dan merupakan suatu alat
terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Sanksi
pidana dalam perpajakan berupa penderitaan atau siksaan dalam hal pelanggaran pajak.
Pengenaan sanksi pidana tidak menghilangkan kewenangan untuk menagih pajak yang masih
terutang (Mardiasmo, 2006).

Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu Sanksi Administrasi dan
Sanksi Pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam
dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula
yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi pidana (Mardiasmo, 2011).

Masyarakat selama ini beranggapan bahwa akan dikenakan sanksi perpajakan bila tidak
membayar pajak. Padahal, dalam kenyataannya banyak hal yang membuat masyarakat atau
wajib pajak terkena sanksi perpajakan, baik itu berupa sanksi administrasi (bunga, denda, dan
kenaikan) maupun sanksi pidana. Secara konvensional, terdapat dua macam sanksi yaitu
sanksi positif dan sanksi negatif. Sanksi positif merupakan suatu imbalan, sedangkan sanksi
negatif merupakan suatu hukuman (Soekanto, 1988 dalam Ilyas dan Burton, 2010).

Namun pemberian imbalan apabila wajib pajak patuh dan telah memasukan Surat
Pemberitahuan tepat pada waktunya belum diperhatikan. Saat ini DJP masih berfokus pada
pemberian sanksi negatif dalam menuntut wajib pajak agar patuh terhadap peraturan
perpajakan. Apabila dikaitkan dengan UU Perpajakan yang berlaku, menurut Ilyas dan Burton
(2010) terdapat empat hal yang diharapkan atau dituntut dari para wajib pajak, yaitu:

1. Dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar pajak yang dilaksanakan
dengan kesadaran penuh.

28
2. Dituntut tanggung jawab (responsibility) wajib pajak dalam menyampaikan atau
memasukan Surat Pemberitahuan tepat waktu.
3. Dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat pemberitahuan sesuai
dengan keadaan sebenarnya.
4. Memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada wajib pajak yang tidak
taat pada ketentuan yang berlaku.
5. Dari keempat hal di atas, paling efektif menurut Ilyas dan Burton (2010) adalah dengan
menerapkan sanksi (law enforcement) tanpa pandang bulu dan dilaksanakan secara
konsekuen. Sekarang ini, wajib pajak yang tidak atau terlambat memasukan atau
menyampaikan SPT dikenakan dendan SPT ditambah Rp 100.000 atau Rp 500.000
atau Rp 1.000.000. Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan
wajib pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap
tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.

KESIMPULAN

29
1. Daluwarsa Penagihan Pajak : Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga,
denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali.
2. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
3. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu
dapat membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta
menemukan tersangkanya.
4. Hak Wajib Pajak :
a) Hak atas kelebihan pembayaran pajak
b) Hak dalam hal dilakukan pemeriksaan
c) Hak untuk mengajukan keberatan, banding atau gugatan, serta peninjauan kembali
d) Hak kerahasiaan WP
e) Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak
f) Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan
g) Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25
h) Hak untuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
i) Hak untuk pembebasan pajak
j) Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
k) Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah
l) Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan
5. Kewajiban Wajib Pajak :
a) Kewajiban Mendaftarkan Diri
b) Kewajiban pembayaran pajak
c) Kewajiban pemungutan/pemotongan pajak
d) Kewajiban pelaporan pajak
e) Kewajiban pembukuan/pencatatan

30
f) Kewajiban dalam hal diperiksa
g) Kewajiban memberi data
6. Pembukuan adalah suatu proses pencatatn yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan, dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa
yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
pada setiap tahun pajak berakhir.
7. Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau
penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang
termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang
bersifat final.
8. Sanksi pajak terdiri dari dua jenis yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.Sanksi
administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya berupa
bunga dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan dan
merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma
perpajakan dipatuhi. Sanksi pidana dalam perpajakan berupa penderitaan atau siksaan
dalam hal pelanggaran pajak. Pengenaan sanksi pidana tidak menghilangkan
kewenangan untuk menagih pajak yang masih terutang

31
DAFTAR PUSTAKA

https://elmaliawati.wordpress.com/2015/12/12/pemeriksaan-dan-penyidikan/
2016_BukuAjarPerpajakanlengkapWirmieEkaPutra-
Kamadie2016_BukuAjarPerpajakanlengkapWirmieEkaPutra-Kamadie
https://www.online-pajak.com/tentang-pajakpay/sanksi-pajak-di-indonesia
https://www.hestanto.web.id/sanksi-pajak/

32

Anda mungkin juga menyukai