Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHALUAN

1.1. Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi hak dan kewajiban

setiap warga negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah

satu kewajiban yang dimiliki rakyat Indonesia adalah membayar pajak. Perpajakan

sendiri ditempatkan negara sebagai perwujudan kewajiban kenegaraan dalam rangka

peran aktif masyarakat untuk membiayai pembangunan. Pajak sendiri menurut UU

Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pibadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat (Resmi, 2016:1).

Dilihat dari pengertian pajak itu sendiri, dapat disimpulkan bahwa kontribusi

penerimaan pajak sangatlah berpengaruh terhadap jalannya roda pemerintahan dan

perekonomian bangsa. Dana tersebut yang kemudian akan didistribusikan untuk

mendanai pembangunan demi terciptanya kemakmuran rakyat, mulai dari kesehatan,

pendidikan, sektor industri dan juga perbankan. Kontribusi penerimaan pajak sendiri

dapat ditingkatkan sejalan dengan peningkatan kepatuhan dari para wajib pajak itu

sendiri dalam membayarkan pajak mereka. Menurut Restu dalam (Susmita & Supadmi,

2016) kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai perilaku dari seorang wajib pajak

dalam melakukan semua kewajiban perpajakan dan menggunakan hak perpajakannya

dengan tetap berpatokan kepada peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

1
Salah satu perwujudan dari modernisasi perpajakan atau yang lebih dikenal

dengan sistem administrasi perpajakan modern adalah dibentuknya Account

representative (AR). Menurut KMK Nomor 98/KMK.01/2006 account representative

yaitu pegawai pajak yang diangkat pada sesi pengawasan dan konsultasi di Kantor

Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan organisasi modern. Account

Representative (AR) merupakan penghubung antara Dirjen Pajak dengan wajib pajak,

misalnya apabila usaha anda diperiksa oleh pemeriksa pajak maka AR dapat membantu

menyampaikan maksud dan tujuan dari pemeriksaan tersebut (Ketut & Jati, 2016).

Salah satu definisi penghindaran pajak (tax avoidance) adalah penataan

transaksi untuk mendapatkan keuntungan pajak, manfaat atau pengurangan dengan cara

yang dimaksudkan oleh hukum pajak (Brown, 2012) dalam (Ibnu Wijayav, 2014). Untuk

memperjelas, penghindaran pajak umumnya dapat dibedakan dari penggelapan pajak

(tax evasion), dimana penggelapan pajak terkait dengan penggunaan cara-cara yang

melanggar hukum untuk mengurangi atau menghilangkan beban pajak sedangkan

penghindaran pajak dilakukan secara “legal” dengan memanfaatkan celah (loopholes)

yang terdapat dalam peraturan perpajakan yang ada untuk menghindari pembayaran

pajak, atau melakukan transaksi yang tidak memiliki tujuan selain untuk menghindari

pajak. Penghindaran pajak sering dikaitkan dengan perencanaan pajak (tax planning),

dimana keduanya sama-sama menggunakan cara yang legal untuk mengurangi atau

bahkan menghilangkan kewajiban pajak. Akan tetapi, perencanaan pajak tidak

diperdebatkan mengenai keabsahannya, sedangkan penghindaran pajak merupakan

sesuatu yang secara umum dianggap sebagai tindakan yang tidak dapat diterima. Batas

antara penghindaran pajak dengan perencanaan pajak sering kali tidak jelas. Diskusi

terkait sejauh mana batas yang diperkenankan untuk membedakan praktik perencanaan

pajak yang dapat diterima dengan penghindaran pajak yang tidak dapat diterima
2
merupakan subjek debat yang berkepanjangan dan sering diselesaikan melalui proses

sampai ke tingkat pengadilan tertinggi.

Walaupun secara literal (tepat) tidak ada hukum yang dilanggar, semua pihak

sepakat bahwa penghindaran pajak merupakan sesuatu yang secara praktik tidak dapat

diterima. Hal ini dikarenakan penghindaran pajak secara langsung berdampak pada

tergerusnya basis pajak, yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak yang

dibutuhkan oleh negara. Dari sudut pandang kebijakan pajak, pembiaran terhadap praktik

penghindaran pajak dapat mengakibatkan ketidakadilan dan berkurangnya efisiensi dari

suatu sistem perpajakan. Penghindaran pajak umumnya dilakukan melalui skema-skema

transaksi yang kompleks yang dirancang secara sistematis dan umumnya hanya dapat

dilakukan oleh korporasi besar. Hal inilah yang menimbulkan persepsi ketidakadilan, di

mana korporasi besar tampaknya membayar pajak yang lebih sedikit. Hal ini pada

ujungnya dapat menimbulkan keengganan wajib pajak yang lain untuk membayar pajak

yang berakibat pada inefektifitas sistem perpajakan (Ibnu Wijaya, 2014).

Sektor yang menyumbang pendapatan terbesar di suatu negara adalah sektor

perpajakan, dimana sektor ini menyumbang lebih dari 50 % untuk menopang

pembangunan di Indonesia. Sejak pemerintah menerapkan sistem pemungutan pajak

dengan menggunakan self assessment yaitu sistem pemungutan pajak yang

memperbolehkan wajib pajak untuk turut aktif dalam melakukan kewajiban

perpajakannya, dimana memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung,

membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Sistem pemungutan sendiri

memungkinkan potensi adanya kewajiban wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya.

Hal ini sangat berpengaruh, salah satunya dapat terlihat pada tabel berikut tentang tingkat

penerimaan pajak KPP Pratama Ambon dari tahun 2015 -2018.

3
Tabel 1.1. Tingkat Penerimaan Pajak KPP Pratama Ambon Tahun 2015 -2018

Periode Rencana Penerimaan Realisasi Pencapaian

2015 2.003.673.840.419 1.779.522.290.060 88,81%

2016 2.392.559.676.316 1.729.915.774.504 72,30%

2017 2.178.849.080.548 1.538.496.506.522 70,61%

2018 1.938.834.475.000 1.628.492.559.151 83,99%

2019 1.934.543.537.000 1.670.541.303.808 86,35%


Sumber Data : KPP Pratama Ambon Tahun 2019

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa penerimaan pajak masih mengalami

fluktuasi yang mencerminkan masyarakat belum patuh terhadap peraturan perpajakan.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi masyarakat tidak patuh seperti tabel

tersebut, salah satunya kasus tentang peran account representative (AR) dan

penghindaran pajak. “Disini saksi (APJ) selaku Direktur Jendral Pajak menjelaskan,

setelah menerima dan meneliti pelaporan wajib pajak, pihaknya menemukan adanya

ketidakpatuhan yang dilakukan oleh wajib pajak di wilayah KPP Pratama Ambon”. (

Contohnya pada kasus Angin Timur dengan kepala Kantor Pajak Pratama

Ambon. Yaitu petugas pajak (Account Representative) bersama dengan Kepala kantor

pajak bekerja sama melakukan penghindaran pajak dengan cara mengurangkan beban

pajak milik Direktur CV. Angin Timur (AL) dari jumlah yang seharusnya dibayar. Ada

beberapa saksi yaitu (UW) dan (DS) turut dihadirkan dalam persidangan kasus ini karena

mereka merupakan mantan Account Representative pada KPP Pratama Ambon, yang

pernah melakukan pengawasan pajak terhadap Direktur CV Angin Timur (AL) (salah

satu 13 WP). Sedangkan saksi (LAF)(account representative) merupakan pemeriksa

pajak (AL).( Kompas.Ambon.com)

4
Yang menjadi perbincangan adalah bagaimana peran AR sebagai seorang yang

mengawasi, mengedukasi dan melakukan pendampingan untuk para wajib pajak, agar

para wajib pajak dapat patuh dan mengerti mengenai pajak yang harus dibayarkan untuk

negara. Tetapi peran dari AR masih belum mampu untuk melakukan hal tersebut, terlihat

dari kasus di atas dimana para AR belum mampu mengawasi, mengedukasi, dan

mendampingi 13 wajib pajak agar dapat patuh dalam pembayaran pajak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Dan juga memang ada niat dari wajib pajak sendiri untuk

melakukan penghindaran pembayaran pajak karena mungkin pajak yang begitu besar

akan mengurangkan pendapatan mereka.

Terdapat beberapa faktor kualitas pelayanan account representative yang telah

diteliti sebelumnya yaitu, kesopanan pelayanan, pengawasan, serta konsultasi yang

dilakukan account representative terhadap wajib pajak. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Amilin dan Anisah (2008) yang berjudul Pengaruh Pengawasan dan

Peran Account Representative terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitian ini

membuktikan bahwa pengawasan dan peran Account Representative tidak berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak. Hantoyo et al. (2016) juga melakukan penelitian yang

berjudul Pengaruh Penghindaran Pajak dan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak (studi pada wajib pajak di kantor pelayana pajak Pratama Tegal) hasil

penelitian ini menunjukan bahwa variable bebas penghindaran pajak dan sanski

perpajakan secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak.Adapun penelitian yang dilakukan oleh Danar Kiswara yang berjudul

Pengaruh Penerapan e-feeling dan Peran Account Representative Terhadap Pencitraan

Otoritas Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitian ini penerapan system e-

feeling dan peran Account Representative berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak.
5
Peneliatian ini merupakan pengembangan dari penelitian Febry Alfiansyah

(2015) yang berjudul Pengaruh Account Representative terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi. Dengan hasil penelitian Account Representative berpengaruh terhadap

wajib pajak orang pribadi. Pengembangan penelitian ini dapat dilihat juga dari penelitian

Shinung Sakti Hantoyo (2016) dengan judul Pengaruh Penghindaran Pajak dan Sanksi

Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitian ini secara simultan

variabel Penghindaran Pajak tidak berpengaruh signifikan dan varaibel Sanksi

Perpajakan berpengaruh signifikan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada

penelitian Febry Alfiansyah (2015) peneliti menambahkan satu variabel bebas yaitu

Penghindaran Pajak. Alasan peneliti menambahkan variabel penghindaran pajak yaitu

karena pada penelitian dari Shinung Sakti Hantoyo (2016) penghindaran pajak tidak

berpengaruh terhadap kepatuhaan wajib pajak jadi peneliti ingin tau apakah

penghindaran pajak di KPP Pratama Ambon berpengaruh atau tidak pada kepatuhan

wajib pajak di Ambon.

Jadi pada penelitian ini peneliti menggunakan dua variable bebas yaitu Account

Representative dan Penghindaran Pajak dan variable terikat yaitu Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh

Account Representative terhadap kepatuhan wajib pajak dan penghindaran pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak karena dari penelitian sebelumnya peran Account

Representative dan penghindaran pajak ada yang berpengaruh dan ada yag tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan

judul: “Pengaruh Peran Account Representative dan Penghindaran Pajak terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Ambon)
6
2.1. Rumusan Masalah

1. Apakah peran Account Representatice berpengaruh terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi?

2. Apakah penghindaran pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi?

3.1. Tujuan Masalah :

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji secara empiris pengaruh peran Account Representative (AR)

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

2. Untuk menguji secara empiris pengaruh penghindaran pajak terhadap kepatuhan

wajib pajak orang pribadi.

4.1. Manfaat Penelitian :

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang dibedakan menjadi

dua macam yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis :

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah dan meningkatkan wawasan,

informasi, serta pemikiran dan ilmu pengetahuan yang khususnya berkaitan

dengan pengaruh peran Account Representative dan Penghindaran Pajak

terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Diharapkan dapat berguna

dalam proses belajar mengajar di dalam kelas.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya


7
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian

sejenis guna melakukan penelitian selanjutnya

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Account Representative

Diharapkan lebih memperluas perumusan strategi terkait misi organisasi guna

memperluas peranannya dalam memberikan konsultasi dan bimbingan kepada

para wajib pajak orang pribadi tanpa terkecuali sehingga dapat meningkatkan

kesadaran dan partisipasi para wajib pajak dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan wawasan

peneliti, khususnya dalam sektor perpajakan, dengan cara membandingkan

teori yang diperoleh dengan kenyataan atau kondisi yang sebenarnya terjadi.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Planned Behaviour (TPB)

Theory Planned Behaviour (TPB) yang dikemukakan oleh Ajzen (1991)

menjelaskan mengenai faktor - faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pajak

seorang Wajib Pajak dilihat dari sisi psikologis. Model TPB menyebutkan bahwa niat

(intention) dapat mempengaruhi perilaku individu untuk menjadi patuh atau tidak patuh

terhadap aturan perpajakan. Planed Behaviour theory menjelaskan bahwa sikap terhadap

perilaku merupakan pokok penting yang sanggup memperkirakan suatu perbuatan ,

meskipupn demikian perlu di pertimbangkan sikap seseorang dalam menguji norma

subjektif serta mengukur control periliaku persepsian orang tersebut. Bila ada yang

positif , dukungan dari orang sekitar serta adanya persepsi kemudahan karena tidak ada

hambatan untuk berperilaku maka niat seseorang untuk berperilaku akan semakin

tinggi(Ajzen, 2005). Kaitan teori ini terdapat pada variable penghindaran pajak karena

berdasarkan dengan fenomena yang ada bahwa wajib pajak bekerja sama dengan petugas

pajak (AR) untuk menurunkan beban pajak seperti sudah dijelaskan diatas teori planned

behavior menyatakan bahwa niat dapat mempengaruhi sikap sesorang untuk menjadi

patuh atau tidak, jadi dari fenomena yang ada wajib pajak dan petugas pajak (AR) tidak

memiliki niat atau sikap yang baik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya

sebagai warga negara dan petugas yang baik dalam mentaati peraturan perpajakan.

2.1.2 Teori Atribusi (Attribution Theory)

Teori atribusi pertama kali dikembangkan oleh Fritz Heider (1958) dalam

Mindarti dkk. (2016) yang beragumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh
9
kombinasi antara kekuatan internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

seseorang seperti kemampuan atau usaha yang dilakukannya. Kekuatan eksternal yaitu

faktor-faktor yang berasal dari luar pribadi seseorang, seperti kesulitan dalam pekerjaan

atau keberuntungan.Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku

seseorang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh faktor internal misalnya sifat, karakter

dan sikap atau disebabkan oleh faktor eksternal situasi atau keadaan tertentu yang

memaksa seseorang melakukan perbuatan yang kurang baik. Dengan demikian atribusi

diartikan sebagai suatu proses bagaimana seseorang mencari kejelasan sebab-sebab dari

perilaku orang lain atau dari dalam dirinya sendiri. Berdasarkan teori atribusi, dinyatakan

bahwa pemahaman wajib pajak tentang peraturan perpajakan merupakan penyebab

internal yang dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak dalam membuat keputusan

perilaku kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan (Purnaditya

dan Rohman, 2015). Masyarakat yang paham tentang perpajakan berarti wajib pajak mau

membayar pajak karena merasa tidak adanya kerugian dalam pemungutan pajak yang

dilakukan dan tidak terdapat paksaan. Namun, pemahaman terhadap perpajakan

seringkali diartikan salah oleh masyarakat, karena masyarakat merasa terbebani dengan

adanya pengeluaran tambahan dalam hal membayar pajakPenelitian ini menggunakan

teori atribusi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak. Ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dapat

disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Berdasarkan hal tersebut,

peneliti beranggapan bahwa kinerja account representative, self assessment system, dan

sanksi pajak merupakan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak.

10
2.1.3 Pengertian Pajak

Definisi pajak ada beberapa pengertian dari pajak yang dikemukakan oleh para

ahli dibidang perpajakan. Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2013:1) “pajak adalah

iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditujukan, dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Beaulie dalam Judisseno

(2005:13) menyatakan bahwa “Pajak adalah kontribusi langsung maupun tidak langsung

yang pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh kekuasaan publik baik terhadap masyarakat

maupun atas barang untuk pembiayaan belanja negara”. Feldmann dalam Judisseno

(2005:13) menyatakan bahwa “Pajak adalah utang, prestasi kepada pemerintah yang

dapat dipaksakan berdasarkan norma-norma umum, tanpa adanya kontra prestasi, dan

yang digunakan untuk menutupi pengeluaran pemerintah”. Dari definisi tersebut, dapat

disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Iuran dari rakyat kepada negara.

2. Berdasarkan undang-undang.

3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung

dapat ditunjuk.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.4 Fungsi Pajak

Ada beberapa fungsi pajak, yaitu:

a. Fungsi anggaran (budgetair). Pajak berfungsi untuk menutup biaya yang harus

dikeluarkan pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya, oleh karenanya

pengenaan pajak dipandang dari sudut ekonomi harus diatur senetral-netralnya

11
dan sekali-kali tidak dibelokkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang

menyimpang. Fungsi budgetair merupakan fungsi utama pajak, yaitu suatu

fungsi fiskal masukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-

undang perpajakan yang berlaku.

b. Fungsi mengatur (regulerend). Fungsi regulerend disebut juga sebagai fungsi

mengatur, yaitu pajak merupakan alat kebijakan pemerintahan untuk mencapai

tujuan tertentu. Disamping usaha untuk memasukkan uang untuk kegunaan kas

negara, pajak juga sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal

mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan

dalam sektor swasta.

c. Fungsi stabilitas. Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk

menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga

inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan

mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak

yang efektif dan efisien.

d. Fungsi redistribusi pendapatan. Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan

digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk

membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang

pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

2.1.5 Jenis Pajak

Ada beberapa jenis pajak yang dipungut pemerintah dari masyarakat atau wajib

pajak, yang dapat digolongkan berdasarkan sifat, instansi pemungut, objek pajak serta

subjek pajak (Mardiasmo, 2013:5).

12
a. Jenis Pajak Berdasarkan Golongan. Berdasarkan golongannya, pajak

digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: pajak tidak langsung dan pajak langsung.

1) Pajak Langsung (direct Tax). Pajak langsung, yaitu pajak yang dipikul

sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan

kepada orang lain. Contohnya: pajak penghasilan.

2) Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax). Pajak tidak langsung, yaitu pajak

yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai.

b. Menurut sifat

1) Pajak subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh:

pajak penghasilan.

2) Pajak obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: pajak pertambahan nilai

dan pajak penjualan atas barang mewah.

c. Menurut pemungut dan pengelolaannya

1) Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: pajak

penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang

mewah, pajak bumi dan bangunan, dan bea materai.

2) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri

atas : a). Pajak provinsi, contoh: pajak kendaraan bermotor dan pajak

bahan bakar kendaraan bermotor, b). Pajak kabupaten/kota, contoh : pajak

hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan.


13
d. Asas Pemungutan Pajak Pemungutan pajak merupakan bentuk kewajiban dari

warga negara sebagai wajib pajak, serta menjadi bukti adanya peran aktif dari

masyarakat dalam membantu pembiayaan negara, yang pelaksanaannya

ditujukan bagi kesejahteraan bangsa dan negara serta diatur dalam undang-

undang dan peraturan pemerintah (Waluyo, 2008 dalam Rachdianti dkk, 2016).

Banyak pendapat yang mengemukakan tentang asas-asas perpajakan, salah

satunya adalah the four maxims yang dikemukan oleh Adam Adam Smith pada

abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal

dengan namaThe Four Maxims dalam bukunya Wealth of Nations. Asas

pemungutan pajak tersebut adalah sebagai berikut: a). Asas Equality (asas

keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang

dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib

pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak, b). Asas

Certainty (asas kepastian hukum) : semua pungutan pajak harus berdasarkan

UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hokum, c). Asas

Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas

kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pakak (saat

yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya

atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

e. Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak

diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak

lebih besar dari hasil pemungutan pajak.e.Wajib Pajak Pasal 1 UU No. 28 Tahun

2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan dalam Kaunang

(2016), menyatakan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi

pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
14
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. Wajib pajak dibagi menjadi 2, antrara lain: a).Wajib Pajak

Orang Pribadi, Adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas

pendapatan tidak kena pajka. b).Wajib Pajak Badan, Adalah setiap perusahaan

yang didirikan di Indonesia dan sudah memiliki Nomor pokok Wajib Pajak

(NPWP) serta mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam ketentuan

peraturan pajak yang berlaku di Indonesia. D.Kepatuhan Wajib Pajak Menurut

Murti dkk (2014) perpajkan kita dapat memberikan pengertian bahwa kepatuhan

perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan

ketentuan perpajakan. Sedangkan menurut Gustina (2012) kepatuhan berasal

dari katapatuh, yang menurut kamus umum bahasa Indonesia, patuh berarti suka

menuruti perintah, taat kepada perintah dan aturan, berdisiplin. Sedangkan

kepatuhan adalah sifat patuh, ketaatan, tunduk atau patuh pada ajaran atau

aturan. Jadi kepatuhan adalah sebuah sikap taat dan patuh yang berasal dari

dalam diri wajib pajak guna menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai wajib

pajak.

2.1.6 Account Representative

Pengertian Account Representative berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 98/PMK.01/2008 adalah petugas yang berada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

yang telah melaksanakan Sistem Administrasi Modern. Account Representative (AR)

berkewajiban melaksanakan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan,

melaksanakan bimbingan dan melaksanakan himbauan kepada Wajib Pajak (WP). Setiap

Account Representative (AR) mempunyai beberapa Wajib Pajak (WP) yang harus

diawasi. Penugasan pelayanan oleh Account Representative (AR) dilakukan berdasarkan

15
jenis usaha sehingga meningkatkan profesionalisme dan meningkatkan produktivitas

kerja karena pelaksanaan pekerjaan lebih terfokus. Account Representative adalah

penghubung antara KPP dan wajib pajak yang bertanggung jawab untuk menyampaikan

informasi perpajakan secara efektif dan profesional. Mereka dilatih untuk memberikan

respon yang efektif atas pertanyaan dan permasalahan yang diajukan oleh wajib pajak

setanggap mungkin.Account Representative juga bertanggung jawab agar wajib pajak

juga mendapatkan haknya secara transparan, Account Representative memiliki

pemahaman tentang bisnis serta kebutuhan wajib pajak dalam hubungannya dengan

kewajiban perpajakannya. Untuk itu Account Representative secara berkala mendapatkan

pelatihan dan pendidikan dari berbagai narasumber. Account Representative

dikembangkan untuk melayani secara prima wajib pajak dengan memenuhi kebutuhan

akan fasilitas yang diharapkan dan memberikan kenyamanan kepada wajib pajak

(Denziana, 2015). Berdasarkan ulasan dan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

fungsi Account Representative yang berhubungan langsung dengan wajib pajak secara

garis besar mencakup edukasi, pendampingan, dan pengawasan.

Fungsi Account Representative :

1. Edukasi

Pendidikan juga merupakan sebuah proses pengubahan sikap dan

tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, dan

perbuatan mendidik (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002:

263). Edukasi pajak menurut Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor

SE-94/PJ/2010 adalah upaya aktif yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak

melalui pelatihan mengenai peraturan perundang-undangan dan pengisian

SPT.
16
2. Pendampingan

Pendampingan mengacu pada hubungan diantara dua subjek yaitu

orang yang mendampingi dan orang yang didampingi. Proses

pendampingan yang dilakukan oleh Account Representative adalah melalui

konsultasi teknis. Konsultasi teknis adalah konsultasi mengenai hal-hal

yang bersifat teknis di bidang perpajakan. Seperti tata cara penghitungan

pajak terutang dan pengisian SPT. Sebenarnya, proses konsultasi teknis

hamper sama dengan kegiatan penyuluhan, hanya saja konsultasi teknis

dilakukan secara pribadi dari wajib pajak ke Account Representative yang

bertanggung jawab terhadap wajib pajak tersebut. Konsultasi teknis dapat

dilakukan melalui konsultasi langsung dan konsultasi melalui telepon.

3. Pengawasan

Pengawasan merupakan segala usaha dan kegiatan untuk mengetahui

dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau

kegiatan apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Fungsi

pengawasan yang dilakukan Account Representative yaitu mengawasi

tindakan wajib pajak dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya

apakah sesuai dengan Undang-Undang dan/atau peraturan yang berlaku.

Melalui cara mengawasi dan mengingatkan wajib pajak akan besarnya

pajak terutang yang menjadi tanggung jawabnya. Pengawasan merupakan

bentuk pengamatan dan perhatian Account Representative terhadap wajib

pajak. Fungsi pengawasan ini sangat penting karena wajib pajak akan terus

dimonitor dan dihimbau serta diingatkan mengenai kewajiban perpajakan.

17
2.1.7 Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak merupakan strategi perusahaan yang penting. Penghindaran

pajak (tax avoidance) adalah salah satu cara untuk menghindari pajak secara legal yang

tidak melanggar peraturan perpajakan (Suandy, 2008). Penghindaran pajak merupakan

bagian dari manajement pajak. Penghindaran pajak bukan merupakan kegiatan yang

melanggar hukum, tetapi terlihat seperti sesuatu yang negatif karena perusahaan mencoba

untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan. Penghindaran pajak berbeda

dengan penggelapan pajak (tax evasion) karena penghindaran pajak mencari celah-celah

peraturan perpajakan yang dapat digunakan untuk memperkecil beban pajak, sedangkan

penggelapan pajak merupakan mengurangi beban pajak dengan cara melanggar keentuan

perpajakan yang berlaku. Penghindaran pajak merupakan investasi yang beresiko untuk

manajemen. Pengukuran tax avoidance dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang

pertama dengan total accrual untuk memisahkan book-tax different yang disebabkan oleh

manajemen laba (Desai dan Dharmapala, 2006) dan dengan penggunaan Cash Effective

Tax Rate (Hanlon dan Heitzman, 2010).

2.1.7.1 Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

a. Menahan Diri

Yang dimaksud dengan menahan diri yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu

yang bisa dikenai pajak. Contoh:

 Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau

 Tidak menggunakan ikat pinggang dari kulit ular atau buaya agar terhindar dari

pajak atas pemakaian barang tersebut. Sebagai gantinya, menggunakan ikat

pinggang dari plastik.

18
b. Pindah Lokasi

Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi

ke lokasi yang tarif pajaknya rendah. Contoh: Di Indonesia, diberikan

keringanan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia Timur.

Namun, pindah lokasi tidak semudah itu dilakukan oleh wajib pajak. Mereka

harus memikirkan tentang transportasi, akomodasi, SDM, SDA, serta fasilitas-

fasilitas yang menunjang usaha mereka. Hal ini harus sesuai dengan keuntungan

yang akan mereka dapatkan dan keringanan pajak yang mereka peroleh.

Biasanya, hal ini jarang terjadi. Yang terjadi hanya pada pengusaha yang baru

membuka usaha, atau perusahaan yang akan membuka cabang baru. Mereka

membuka cabang baru di tempat yang tarif pajaknya lebih rendah.

c. Penghindaran Pajak Secara Yuridis

Perbuatan dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-perbuatan yang

dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan

kekosongan atau ketidakjelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan

dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis. Contoh: Di Belanda dan di

Indonesia pada zaman penjajahan Belanda, pemilik bioskop menyediakan

sederet kursi gratis di barisan terdepan khusus untuk wartawan. Dengan asumsi,

setelah menonton wartawan tersebut akan menulis review tentang film tersebut

dan memuat di koran/majalah mereka. Oleh pemerintah, ini dianggap iklan

gratis. Maka dari itu, diterapkanlah pajak untuk kursi gratis tersebut. Pemilik

bioskop menghindari pengenaan pajak ini dengan cara mengenakan tarif masuk

yang sangat murah khusus untuk wartawan perbedaannya dengan Indonesia


19
yaitu di Indonesia, untuk pegawai diberi tunjangan beras (in natura). Menurut

undang-undang yang berlaku, hal ini tidak boleh dibebankan sebagai biaya.

Penghindarannya dengan cara: perusahaan bekerjasama dengan yayasan dalam

penyaluran tunjangan ini. Perusahaan memberi uang kepada yayasan, dan

yayasan menyalurkannya ke pegawai dalam bentuk beras. Jadi, pegawai tetap

dapat beras dan hal itu dibebankan sebagai biaya sehingga pajaknya berkurang.

2.1.8 Kepatuhan Wajib Pajak

Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak Definisi Kepatuhan Wajib Pajak menurut

Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138)  adalah: “Kepatuhan Wajib Pajak

dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua

kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”Adapun menurut Machfud

Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:19), mengemukakan bahwa: “Kepatuhan

memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of complince) merupakan

tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib Pajak bertanggung jawab

menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu

membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.”

2.1.8.1 Jenis Kepatuhan Wajib Pajak

Adapun jenis-jenis kepatuhan Wajib Pajak dalam buku Siti Kurnia Rahayu

(2010:138) yaitu:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi

kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang

perpajakan. Misalnya menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut

20
sudah benar atau belum. Yang penting Surat Pemberitahuan (SPT) PPh sudah

disampaikan sebelum tanggal 31 Maret.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara

substantif/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu

sesuai isi dan jiwa undang-undang pajak kepatuhan material juga dapat meliputi

kepatuhan formal. Di sini Wajib Pajak yang bersangkutan, selain

memperhatikan kebenaran yang sesungguhnya dari isi dan hakekat Surat

Pemberitahuan (SPT) PPh tersebut.

2.1.8.2 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 74/PMK.03/2012, bahwa kriteria

kepatuhan wajib pajak adalah:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT;

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;

3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan

keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3

(tiga) tahun berturut-turut;

4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

2.1.8.3 Indikator Kepatuhan Pajak

Adapun indikator kepatuhan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:139)

yaitu:

21
1. Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap dan benar Surat

Pemberutahuan (SPT) sesuai ketentuan.

2. Menyampaikan SPT ke KPP sebelum batas waktu terakhir.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Pengaruh account representative dan penghindaran pajak

terhadap kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu (Tabel

2.1.). Beberapa penelitian ini menjelaskan bagaimana Pengaruh account representative

dan penghindaran pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.

Tabel 2.1. Penelitian tentang Pengaruh account representative dan penghindaran


pajak terhadap kepatuhan wajib pajak

No Peneliti Judul Hasil penelitian


1. Siti Aisyahyusanti(2016) Pengaruh penghindaran pajak Variabel bebas penghindaran pajak
dan sanksi perpajakan dan sanksi perpajakan secara
terhadap kepatuhan wajib bersama-sama memiliki pengaruh
pajak signifikan terhadap keputuhan
wajib pajak sebagai variable terikat
2. Danar Kiswara (2016) Pengaruh penerapan e-feling Penerapan system e-feling dan
dan peran account peran account representative
representative terhadap berpengaruh signifikan terhadap
pencitraan otoritas pajak dan pencitraan otoritas pajak dan
kepatuhan wajib pajak kepatuhan pajak

3. Febri Alfiansyah (2015) Penngaruh account Account represntative bepengaruh


representative terhadap terhadap kepatuhan wajib pajak
kepatuhan wajib pajak orang orang pribadi
pribadi
4. Fahreza Utama (2019) Pengaruh penghindaran pajak Penghindaran pajak berpengaruh
terhadap biaya hutang dan signifikan terhadap biaya hutang
kepemilikan institusional dan kepemilikan instisional tidak
sebagai pemoderasi dapat memoderasi hubungan antara
penghindaran pajak dan biaya
hutang
5. Yuliana Gunawan (2017) Pengaruh kualitas pelayanan Bahwa terdapat pengaruh yang
Account reprersentative dan signifikan kualitas pelayan AR
tax knowledge terhadap terhadap kepatuhan wajib pajak
kepatuhan wajib pajak namun tidak terdapat pengaruh
taxknowledge terhadap kepatuhan
wajib pajak

22
6 Suyanto (2017) Pengaruh kinerja AR, self Menunjukan bahwa kinerja AR,
assessment system, dan system penilaian mandiri, dan audit
pemeriksaan pajak terhadap pajak secara parsial dan simultan
tingkat kepatuhan wajib pajak berpengaruh postif terhadap
kepatuhan wajib pajak

7 Muhamad Gafur Kada Pengaruh sosialisasi Menunujukan sosialisasi


perpajakan dan Account perpajakan dan Account
Representative terhadap Representative tidak berpanguruh
kepatuhan wajib pajak orang signifikan terhadap kepatuhan
pribadi di KPP Pratama wajib pajak orang pribadi
Makasar Selatan
8 Shinung Sakti Hantoyo Pengaruh penghindaran pajak Secara simultan variabel
(2016) dan sanksi perpajakan penghindaran pajak tidak
terhadap kepatuhan wajib berpengaruh signifikan dan
pajak variabel sanksi perpajakan
berpengaruh signifikan

9 Ayu Tiara Kusuma Pengaruh peran Account Menunjukan bahwa hanya factor
(2018) Representative, sanksi pajak, peran Account Rerpresentative
persepsi kemudahan sanksi pajak dan penerapan system
penggunaan e-feling, dan e-feling berpengaruh positif
penerapan system e-feling terhadapn kepatuhan wajib pajak
terhadap kepatuhan wajib orang pribadi . Sedangkan variabel
pajak orang pribadi presepsi kemudahan penggunaan e-
feling tidak berpengaruh terhadap
kepatuhan wajib pajak orang
pribadi
10 VF Christianto (2014) Pengaruh Pemahaman tindak Smenunjuan bahwa pemahaman
pidana korupsi dan tindak pidana korupsi dan
pemahaman penghindaran penghindran pajak berpengaruh
pajak terhadap tingkat terhadap kepatuhan wajib pajak
kepatuhan wajib pajak

11 Davidya Febri (2018) Pengaruh Pengetahuan dan Pengetahuan dan pemahaman


Pemahaman Peraturan peraturan perpajakan memiliki
perpajakan, Penghindaran pengaruh positif. Sedangkan
pajak dan Sanksi perpajakan penghindaran pajak berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib negatif terhadap kepatuhan wajib
pajak pajak

12 Rifiah (2019) Pengaruh Penghindaran Pajak Penghindaran pajak dan sanki


dan sanksi perpajakan perpajakan berpengaruh positif
terhadap kepatuhan wajib terhadap kepatuhan wajib pajak
pajak

2.3 Pengembangan Hipotesis


23
2.3.1. Pengaruh Peran Account Representative terhadap kepatuhan wajib pajak

Teori atribusi merupakan teori yang berkaitan dengan variable Account

Representative. Teori Atribusi menjelaskan tentang perilaku seseorang. Apakah perilaku

itu disebabkan oleh faktor internal misalnya sifat, karakter, dan sikap atau disebabkan

oleh faktor eksternal yaitu situasi atau keadaan tertentu yang memaksa seseorang

melakukan perbuatan yang kurang baik. Jadi Agar wajib pajak patuh dalam menjalankan

tanggung jawabnya dengan baik maka Account Representative harus melakukan

pelayanan yang berkualitas, yaitu dimana Wajib Pajak merasa puas terhadap pelayanan

yang diberikan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat

dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus, sehingga timbul

kepercayaan yang nantinya akan meningkatkan kepatuhan wajib Pajak.

Account Representative hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Danar Kiswara (2016) Pengaruh penerapan e-feling dan peran account representative

terhadap pencitraan otoritas pajak dan kepatuhan wajib pajak yang melihat hasil

penelitian Penerapan system e-feling dan peran account representative berpengaruh

signifikan terhadap pencitraan otoritas pajak dan kepatuhan pajak. Dapat dilihat juga

penelitian dari Suyanto (2017) Pengaruh Kinerja AR, Self Assesment, dan Pemeriksaan

Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. dengan hasil penelitian menunjukan

bahwa kinerja AR, Sistem penilaian mandiri, dan audit pajak secara parsial dan simultan

berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Adapun penelitian Febri Alfiansyah

(2015) terhadap Pengaruh account representative terhadap kepatuhan wajib pajak orang

pribadi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Account represntative bepengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Berdasarkan uraian di atas, dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

24
H1 : Account Representative Berpengaruh Secara Signifikan Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak.

2.3.2. Pengaruh Penghindaran Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Teori Planned Behaviour merupakan teori yang berkaitan dengan variable

Penghindaran Pajak. Pengertian Teori Planned Behaviour yaitu niat (intention) dapat

mempengaruhi perilaku individu untuk menjadi patuh atau tidak patuh terhadap aturan

perpajakan. Kesadaran perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah

pengumpulan pajak dari masyarakat karena banyak yang melakukan penghindaran pajak,

maka Kesadaran wajib pajak atas perpajakan amatlah diperlukan guna meningkatkan

kepatuhan wajib pajak. Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi

kesadaran perpajakan wajib pajak maka makin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Siti Aisyahyusanti (2019)

yang melihat pengaruh Penghindaran Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Hasil

penelitian tersebut menunjukan bahwa Variabel bebas penghindaran pajak dan sanksi

perpajakan secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap keputuhan wajib

pajak sebagai variable terikat. Penelitian ini juga dilihat dari penelitian Fahreza Utama

(2019) dengan judul Pengaruh Penghindaran Pajak terhadap Biaya Hutang dan

Kepemilikan Instusional Sebagai Pemoderasi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa

Pengindaran Pajak berpengaruh signifikan terhadap biaya hutang dan kepemilikan

institusional tidak dapat memoderasi hubungan antra penghindaran pajak dan biaya

hutang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Penghindaran Pajak Berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

2.4 Model Penelitian


25
Model penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 variabel peneliti yang

digunakan untuk penelitian ini adalah variable independen, yaitu Account

Representative, penghindaran pajak, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini

adalah kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Model penelitian ini menggambarkan secara garis besar suatu rangkaian

pemikiran teoritis yang didasarkan pada daftar pustaka dan penelitian terdahulu yang

memiliki keterkaitan dengan kepatuhan wajib pajak.

Pengaruh Peran Account


Representative

X1 Kepatuhan Wajib Pajak

Y
Penghindaran Pajak

X2

Gambar 2.1. Model Penelitian

26
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menurut Sugiyono (2018:15)

metode kuantitatif adalah metode yang berdasar filsafat positivisme bertujuan

menggambarkan dan menguji hipotesis yang dibuat peneliti. Penelitian kuantitatif

memuat banyak angka-angka mulai dari pengumpulan, pengolahan, serta hasil yang

didominasi angka. Penelitian ini berlokasi pada KPP Pratama Ambon. Objek penelitian

adalah Wajib Pajak Orang Pribadi KPP Pratama Ambon.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi

Menurut Sugiyono (2018:131), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri

dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk diambil kesimpulannya. Adapun populasi dalam

penelitian ini adalah Semua wajib pajak orang pribadi yang terdaftar pada KPP Pratama

Ambon.

3.2.2. Sampel

Sampel menurut Sugiyono (2012: 62) merupakan bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah

Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Ambon. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel

dengan menentukan terlebih dahulu karakteristik yang akan dijadikan sampel (Sugiyono,

2013: 158). Sampel dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak yang berada di KPP Pratama

Kota Ambon dengan ketentuan bahwa responden yang bersangkutan minimal telah
27
menjadi Wajib pajak selama satu tahun. Perhitungan penentuan sampel pada penelitian

ini menggunakan Rumus Slovin dengan error balance 10%, yaitu :

N
n=
Ne 2  1

dimana :
N = jumlah populasi wajib pajak di Kota Ambon, yaitu sebanyak 14.098 orang
e  = margin of error = 10 % atau 0.01
14098
n= = 99,295 dibulatkan menjadi 100 orang
14098(0.01) 2  1

Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah sampel wajib pajak yang

digunakan dalam penelitian ini sebanyak 100 orang, dimana kuesioner disebarkan kepada

responden selama satu (satu) minggu.

3.3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam peneilitian ini adalah data primer. Menurut

Sugiyono (2018:213) data primer adalah data yang didapatkan langsung dari pengumpul

data. Data diperoleh dari kuisioner yang dibagikan kepada semua wajib pajak orang

pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Ambon. Responden akan menjawab pertanyaan

secara sistematis, dimana pilihan jawaban juga telah tersedia. Responden memilih

jawaban yang sesuai atau yang dianggap benar.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui metode survey dengan menggunakan kuesioner yang

telah disusun secara terstruktur dan mengacu pada variabel penelitian. Hal ini

dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau data yang akan digunakan untuk

menganalisis masalah. Kuesioner dikirimkan secara langsung ke instansi yang menjadi

objek penelitian.

28
3.5. Defenisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

3.5.1. Defenisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel penelitian disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Defenisi Operasional Variabel

Variabel Defenisi Variabel Indikator Skala

Variable independen: Peran Pegawai yang diangkat dan 1. Menguasi ketentuan Likert
Account Representative ditetapkan sebagai account perpajakan
X1 representative pada kantor 2. Mengawasi pemenuhan
pelayanan pajak. Account kewajiban perpajakan
Representative yang wajib pajak
menjalakan fungsi 3. Memberikan pelayanan
pengawasan dan penggalian prima
potensi wajib pajak. 4. Berkomunikasi dengan
baik dengan wajib pajak.
Variable independen: Hambatan-hambatan yang 1. Wajib pajak atau Likert
Penghindaran Pajak terjadi dalam pemungutan perusahan berusaha
X2 pajak sehingga membayar pajak lebih
mengakibatkan berkurang-nya sedikit atau kurang dari
penerimaan kas negara yang seharusnya
terutang dengan
memanfaatkan
kewajaran interpretasi
hokum pajak
2. Wajib pajak berupaya
melakukan penundaan
pembayaran pajak
3. Wajib pajak berusaha
agar pengenaan pajak
buakn atas keuntungan
sebenarnya yang
diperoleh
Variabel Dependen: Suatu keadaan dimana wajib 1. Kepatuhan wajib pajak Likert
Kepatuhan wajib pajak pajak memenuhi semua dalam mendaftarkan diri
Y kewajiban perpajakan dan 2. Kepatuhan wajib pajak
melaksanakan hak untuk menyetorkan
perpajakannya kembali SPT secara
tepat waktu
3. Kepatuhan wajib pajak
dalam perhitungan dan
pembayaran terutang
atas penghasilan yang
diperoleh
4. Kepatuhan wajib pajak
dalam pembayran
tunggakan pajak(SPT
atau SKP)sebelum jatuh
tempo.

29
3.5.2 Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini ditetapkan variabel penelitian, yaitu Account Representative,

Penghindaran pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak. Dengan menggunakan skala likert,

variabel dijabarkan menjadi indikator variabel dan dijadikan sebagai titik tolak untuk

menyusun item-item instrument dengan menghadapkan responden pada pertanyaan,

kemudian memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Skala likert

menggunakan lima tingkatan jawaban yang dapat berbentuk sebagai berikut :

No Pertanyaan Skor

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (S) 4

3 Ragu-Ragu (RR) 3

4 Tidak Setuju (TS) 2

5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

3.6. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis statistik dengan menggunakan SPSS 22.0. Metode analisis data yang digunakan

pada penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (Multiple Regression Analysis).

Analisis ini dimaksudkan untuk mengungkapkan pengaruh antara beberapa variabel

bebas dengan variabel terikat.

3.6.1. Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah dikumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud untuk

menarik kesimpulan yang berlaku secara generalisasi. Dalam statistik deskriptif, hasil

30
jawaban responden akan dideskripsikan menurut masing-masing variabel penelitian,

tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas (Sugiyono, 2010:21).

3.6.2. Uji Kualitas Data

Kualitas data penelitian suatu hipotesis sangat tergatung pada kualitas data yang

dipakai dalam penelitian tersebut. Kualitas dan penelitian ditentukan oleh instrument

yang digunakan untuk mengumpulkan data yang berlaku, adapun uji yang digunakan

untuk menguji kualitas data dalam penelitian ini adalah uji validitas dan uji reabilitas.

(Iskandar, 2010:68)

3.6.2.1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah/valid atau tidaknya suatu kuesioner

sebagai suatu instrumen penelitian. Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan dalam

kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut

(Sunyoto, 2011:72). Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode korelasi product

moment pearson yang kemudian dibandingkan dengan r tabel. Nilai r tabel diperoleh dari

degree of freedom = n-k, di mana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah

variabel. Apabila nilai korelasinya lebih besar dari r tabel, maka pernyataan tersebut

dianggap valid. Jika nilai korelasinya lebih kecil dari nilai r tabel, maka pernyataan

dianggap tidak valid dan harus dikeluarkan dari pengujian.

3.6.2.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan

indikator dari variabel yang diteliti (Sunyoto, 2011:67). Pertanyaan dalam kuesioner

dikatakan handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten. Uji

reliabilitas pengukuran dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cronbach`s

alpha dengan bantuan software SPSS 20.0. Koefisien cronbach`s alpha yang lebih dari

nilai r table disebut reliabel. Ada juga yang berpendapat reliabel jika cronbach alpha
31
>0,60 (Sunyoto, 2011:68). Nilai cronbach`s alpha yang semakin mendekati 1

menunjukkan semakin tinggi konsistensi internal reliabilitasnya.

3.6.3. Uji Asumsi Klasik

Model regresi harus memenuhi beberapa asumsi yang disebut asumsi klasik. Uji

asumsi klasik dimaksudkan untuk menghindari perolehan yang bias. Adapun uji asumsi

klasik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

3.6.3.1 Uji Normalitas

Uji asumsi ini akan menguji data variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y)

pada persamaan regresi yang dihasilkan, apakah berdistribusi normal atau berdistribusi

tidak normal (Sunyoto, 2011:84). Uji ini bertujuan untuk menguji apakah ada variabel

pengganggu atau variabel residual dalam model regresi.

Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan histogram standardized

residual dan PP plot standardized residual. Ghozali (2001) menyatakan bahwa uji

normalitas data dilihat dari kedua hal tersebut, apabila histogram standardized residual

membentuk kurva normal dan PP plot standardized residual mendekati garis diagonal

maka data terdistribusi normal.

3.6.3.2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat sama atau tidak varians dari

residual dari observasi yang satu dengan observasi yang lain. Jika residualnya

mempunyai varians yang sama, disebut terjadi homoskedastisitas dan jika variansnya

tidak sama terjadi heteroskedastisitas. Hasil yang diharapkan terjadi adalah

homoskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titiknya

mempunyai pola teratur, baik menyempit, melebar maupun bergelombang-gelombang.

Sementara homoskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titik hasil pengolahan data

32
menyebar di bawah maupun di atas titik orgin (angka nol) pada sumbu Y dan tidak

mempunyai pola yang teratur.

3.6.4.3. Uji Multikolinearitas

Uji asumsi klasik ini digunakan untuk analisis regresi berganda yang terdiri dari

minimal dua variabel bebas, di mana akan diukur tingkat asosiasi (keeratan) hubungan

atau pengaruh antarvariabel bebas tersebut melalui besaran koefisien korelasi (r). Dalam

menentukan terjadinya multikolinearitas dapat digunakan cara sebagai berikut :

1. Jika koefisien korelasi antar variabel bebas lebih besar dari 0.6.

2. Nilai tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistik.

3. Nilai variance inflation factor (VIF) adalah faktor inflasi penyimpangan baku

kuadrat.

Salah satu cara untuk menguji multikolinearitas adalah dengan melihat nilai

tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai tolerance harus di antara 0,0 – 1 atau

tidak kurang dari 0,1, sementara untuk VIF nilainya harus lebih rendah dari angka 10

(Sufren, 2013:110). Semakin tinggi nilai VIF maka semakin rendah tolerance.

3.6.5. Pengujian Hipotesis

3.6.5.1 Uji Parsial (Uji t)

Pengujian ini bertujuan untuk menguji bagaimana pengaruh secara parsial dari

variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu dengan membandingkan t-tabel dan t-

hitung. Masing-masing t hasil perhitungan ini kemudian dibandingkan dengan tabel yang

diperoleh dengan menggunakan taraf kesalahan 0,05. Berikut ini rumus uji t secara

parsial sebagai berikut:

33
(Sumber: Sugiyono, 2013:250)

Keterangan:

r : koefisien korelasi
n : jumlah data

Statistik uji t digunakan untuk menguji secara sendiri-sendiri hubungan antara

variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) (Sugiyono, 2013:235). Adapun langkah-

langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji t adalah sebagai berikut. Ho : β = 0

Account Representative dan Penghindaran pajak tidak berpengaruh secara parsial

terhadap kepatuhan wajib pajak Ha : β ≠ 0, Account Representative dan Penghindaran

pajak berpengaruh secara parsial terhadap kepatuhan wajib pajak.

Untuk mencari t tabel dihitung dengan df = n-k-1, di mana n adalah jumlah

responden dan k adalah jumlah variabel. Taraf nyata 5 % dapat dilihat dengan

menggunakan tabel statistik. Nilai t tabel dapat dilihat dengan menggunakan tabel t.

Dasar pengambilan keputusan adalah.

1. Jika t hitung > t tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak.

2. Jika t hitung < t tabel, maka Ha ditolak dan Ho diterima.

Keputusan statistik hitung dan statistik tabel dapat juga dilakukan berdasarkan

probabilitas.

1. Jika probabilitas > tingkat signifikan, maka Ha diterima dan Ho ditolak.

2. Jika probabilitas < tingkat signifikan, maka Ha ditolak dan Ho diterima.

34
3.6.5.2 Uji Persamaan Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linier berganda merupakan suatu teknik statistika yang digunakan

untuk mencari persamaan regresi yang bermanfaat untuk meramal nilai variabel

dependen berdasarkan nilai-nilai variabel independen dan mencari kemungkinan

kesalahan dan menganalisa hubungan antara satu variabel dependen dengan dua atau

lebih variabel independen baik secara simultan maupun parsial.

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji apakah variabel

independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependen baik secara simultan maupun

parsial. Analisis regresi linier berganda dapatdirumuskan sebagai berikut:

Sumber : Sugiyono, 2013:277

Keterangan:

Y = Kepatuhan wajib pajak

b0 = Bilangan Konstanta

b1,b2 = Koefisien regresi


X1 = Account Representative
X2 = Penghindaran Pajak
E = Epsilon (pengaruh faktor lain)

3.6.5.3 Uji Koefisien Determinasi ( R2 )

Koefisien determinasi (R2) pada intinya bermakna untuk memprediksi atau melihat

seberapa besar sumbangan/kontribusi pengaruh yang diberikan oleh variabel-variabel

bebas (X) secara simultan terhadap variabel dependen (Y). Nilai koefisien determinasi

adalah antara 0 dan 1. Nilai R 2 yang kecil menunjukkan kemampuan variabel-variabel


35
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Jika nilai R

mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

36
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak orang pribadi yang

terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ambon. Jumlah keseluruhan kuesioner yang

disebar kepada responden sebanyak 100 kuesioner dalam waktu satu minggu. Data

distribusi kuesioner yang disebar ke seluruh responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Kuesioner

No Uraian Jumlah Kuesioner Persentase

1 Kuesioner yang disebarkan 100 100,00

2 Kuesioner yang tidak kembali 2 6,67

3 Kuesioner yang tidak lengkap 0 0,00

4 Kuesioner yang kembali 98 93,33

5 Kuesioner yang dapat diolah 98 93,33

Sumber : Data Primer yang diolah

Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa dari sebanyak 100 kuesioner yang disebarkan

kepada responden ternyata ada 2 kuesioner (6,67%) yang tidak kembali dan sebanyak 98

kuesioner (93,33%) kuesioner yang kembali dan terisi jawaban dengan lengkap.

37
Seluruh responden dalam penelitian ini memiliki empat (4) karakteristik, yaitu

jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan. Jumlah responden didominasi oleh jenis

kelamin laki-laki sebanyak 62 responden (62,27%) dan sisanya berjenis kelamin

perempuan sebanyak 36 responden (36,73%), seperti terlihat pada Tabel 4.2. Jumlah

responden yang berumur 20-30 tahun sebanyak 36 orang (36,74%), responden yang

berumur 31-40 tahun sebanyak 33 orang (33,67%), responden yang berumur 41-50 tahun

sebanyak 17 orang (17,35%) dan responden yang berumur lebih dari 50 tahun sebanyak

12 orang (12,24%) seperti terlihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki Laki 62 63,27

2 Perempuan 36 36,73

Jumlah 98 100,00
Sumber : Data Primer yang diolah

Lampiran 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

No Umur Jumlah Persentase


1 20-30 Tahun 36 36,74
38
2 31-40 Tahun 33 33,67
3 41-50 Tahun 17 17,35
4 > 50 Tahun 12 12,24
Jumlah 98 100,00

4.1.2. Analisis Statistik Deskriptif

a. Analisis Deskriptif Variabel

Rekapitulasi jawaban responden untuk variabel peran account representative

(X1), variabel penghindaran pajak (X2) dan variabel kepatuhan wajib pajak (Y) dapat

dilihat pada Lampiran 2a, 2b dan 2c. Hasil analisis statistik deskriptif untuk variabel

peran account representative (X1), Variabel penghindaran pajak (X2) dan variabel

kepatuhan wajib pajak (Y) dengan menggunakan SPSS#22 dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Descriptive Statistics

Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance

Peran AR (X1) 98 22 30 26.00 1.969 3.876

Penghindaran Pajak (X2) 98 10 20 15.01 2.357 5.557

Kepatuhan Wajib Pajak (Y) 98 69 82 75.46 3.060 9.364

Valid N (listwise) 98

39
Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, variabel peran account representative (X1)

memiliki nilai minimum sebesar 22, nilai maksimum sebesar 30, nilai rata-rata sebesar

26,00, standar deviasi sebesar 1,969 dan keragaman sebesar 3,876. Variabel

penghindaran pajak (X2) memiliki nilai minimum sebesar 10, nilai maksimum sebesar

20, nilai rata-rata sebesar 15,01, standar deviasi sebesar 2,357 dan keragaman sebesar

5,557. Variabel kepatuhan wajib pajak (Y) memiliki nilai minimum sebesar 69, nilai

maksimum sebesar 82, nilai rata-rata sebesar 75,46, standar deviasi sebesar 3,060 dan

keragaman sebesar 9,364. Dari data di atas, maka variabel kepatuhan wajib pajak (Y)

memiliki standar deviasi dan keragaman yang lebih besar dibandingkan dengan variabel

peran account representative (X1) dan variabel penghindaran pajak (X2).

b. Analisis Rentang Skala Variabel

Untuk menentukan rentang skala variabel penelitian digunakan rumus sebagai

berikut :

5 1
C= = 0,8
5

Kisaran rentang skala variabel dibagi dalam 5 kategori seperti tertera pada Tabel

4.5.

Tabel 4.5. Rentang Skala Variabel

Rentang Peran Account Variabel Penghindaran Kepatuhan Wajib

40
Representative (X1) Pajak (X2). Pajak (Y)

1 ≤ X < 1,80 Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah

1,81 ≤ X < 2,60 Rendah Rendah Rendah

2,61 ≤ X < 3,40 Sedang Sedang Sedang

3,41 ≤ X < 4,20 Tinggi Tinggi Tinggi

4,21 ≤ X < 5 Sangat Tinggi Sangat Tinggi Sangat Tinggi

Variabel peran account representative (X1) yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri atas 6 pertanyaan. Hasil tabulasi data terkait frekuensi jawaban responden untuk

variabel peran account representative disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Untuk Variabel Peran


Account Representative

Frekuensi Jawaban Responden


Item Sum Mean
Pertanyaan STS TS RR S ST

AR-1 - - - 51 47 439 4,48

AR-2 - - 8 47 43 427 4,36

AR-3 - - 8 55 35 419 4,28

AR-4 - - 12 46 40 420 4,29

AR-5 - - 8 63 27 411 4,19

AR-6 - - - 43 55 447 4,56

Rata-rata Keseluruhan 4,36

Pada tabel di atas terlihat bahwa dari 98 responden, nilai rata-rata (mean) jawaban

pertanyaan untuk variabel peran account representative adalah 4,36 (rentang skala sangat

tinggi). Nilai ini mengandung makna bahwa persepsi responden terhadap peran account
41
representative sudah sangat baik dalam melaksanakan tugasnya untuk memberikan

edukasi, pendampingan dan pengawasan terkait peraturan perpajakan terbaru kepada

wajib pajak di KPP Pratama Ambon.

Variabel penghindaran pajak (X2) yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

atas 4 pertanyaan. Hasil tabulasi data terkait frekuensi jawaban responden untuk variabel

penghindaran pajak disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Untuk Variabel


Penghindaran Pajak

Item Frekuensi
Sum Mean
Pertanyaan STS TS RR S SS
PP-1 - 23 12 55 8 342 3,49
PP-2 - 19 24 36 19 349 3,56
PP-3 - 4 20 58 16 380 3,88
PP-4 - - 8 71 19 403 4,11
Rata-rata Keseluruhan 3,76

Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa nilai rata-rata jawaban pertanyaan responden

untuk variabel penghindaran pajak adalah 3,76 (rentang skala tinggi). Nilai ini

mengandung makna bahwa persepsi responden terhadap variabel penghindaran pajak

tergolong baik.

Variabel kepatuhan wajib Pajak (Y) yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

atas 19 pertanyaan. Hasil tabulasi data terkait frekuensi jawaban responden untuk

variabel kepatuhan wajib pajak disajikan pada Tabel 4.7. Pada Tabel 4.7 terlihatkan

42
bahwa nilai rata-rata jawaban pertanyaan responden untuk variabel kepatuhan wajib

pajak adalah 4,04 (rentang skala tinggi). Nilai ini menunjukkan bahwa kepatuhan wajib

pajak orang pribadi di Kota Ambon tergolong tinggi.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Untuk Variabel Kepatuhan


Wajib Pajak

Frekuensi
Item Sum Mean
Pertanyaan STS TS RR S ST

KWP-1 - - 12 62 24 404 4,12

KWP-2 - - 4 90 4 392 4,00

KWP-3 - -  - 74 24 416 4,24

KWP-4 - - - 90 8 400 4,08

KWP-5 - - 28 62 8 372 3,80

KWP-6 - - 8 83 7 391 3,99

KWP-7 - - - 94 4 396 4,04

KWP-8 - - - 87 11 403 4,11

KWP-9 - - - 90 8 400 4,08

KWP-10 - - 4 94 - 388 3,96

KWP-11 - - 28 66 4 368 3,76

KWP-12 - - 12 74 12 392 4,00

KWP-13 - - 8 82 8 392 4,00

43
KWP-14 - - 8 82 8 392 4,00

KWP-15 - - 4 90 4 392 4,00

KWP-16 - - - 83 15 407 4,15

KWP-17 - - - 86 12 404 4,12

KWP-18 - - 4 83 11 399 4,07

KWP-19 - - 4 58 36 424 4,33

Rata-rata Keseluruhan 4,04

4.1.3. Hasil Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas

Uji validitas adalah prosedur untuk memastikan apakah kuesioner yang akan

dipakai untuk mengukur variabel penelitian valid atau tidak valid. Kuesioner dikatakan

valid jika pernyataan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur

dengan kuesioner tersebut. Item pernyataan dinyatakan valid apabila pernyataan

mempunyai r-hitung lebih besar dari r-tabel, dan item pernyataan dinyatakan tidak valid

apabila pernyataan mempunyai r-hitung lebih kecil dari r-tabel. Dalam penelitian ini

jumlah sampel (n) sebanyak 98 responden dan besarnya df dapat dihitung 98-2 = 96 dan

alpa 0,05 didapat nilai r-tabel sebesar 0,199. Jadi, item pernyataan yang valid jika

mempunyai nilai r-hitung lebih besar dari 0,199.

Dasar pengambilan keputusan dalam uji validitas dapat pula dilakukan dengan

membandingkan nilai Sig. (2-tailled) terhadap nilai probabilitas 0,05, yaitu :

 Jika nilai Sig. (2-tailled) < 0.05 dan Pearson Correlation bernilai positif, maka item

soal angket tersebut Valid;

44
 Jika nilai Sig. (2-tailled) < 0.05 dan Pearson Correlation bernilai negatif, maka item

soal angket tersebut Tidak Valid;

 Jika nilai Sig. (2-tailled) > 0.05, maka item soal angket tersebut Tidak Valid.

Hasil uji validitas untuk variabel peran account representative (X1), variabel

penghindaran pajak (X2) dan variabel kepatuhan wajib pajak (Y) dengan SPSS#22 dapat

dilihat pada Lampiran 7a, 8a dan 9a. Rekapitulasi hasil uji varibel peran account

representative (X1), variabel penghindaran pajak (X2) dan variabel kepatuhan wajib

pajak (Y) disajikan pada Tabel 4.8. Berdasarkan hasil uji validitas, ternyata keenam item

pernyataan Peran Account Representative (X1) dinyatakan valid. Hasil uji validitas

terhadap keempat pernyataan pada variabel Penghindaran Pajak (X2) ternyata valid juga.

Adapun hasil uji validitas terhadap kesembilan belas pernyataan pada variabel kepatuhan

wajib pajak (Y), ternyata pernyataan nomor 2,4,7,9 dan 13 tidak valid. Oleh karena itu,

untuk kepentingan pengujian reliabilitas, maka pernyataan nomor 2,4,7,9 dan 13

dikeluarkan atau tidak digunakan untuk pengujian reliabilitas. Dengan demikian jumlah

item penyataan variabel kepatuhan wajib pajak yang dilakukan pengujian reliabilitas

berjumlah sebanyak 14 item pertanyaan/pernyataan.

Tabel 4.8. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Variabel Peran Account


Representative (X1), variabel Penghindaran Pajak (X2) dan variabel
Kepatuhan WajibPajak (Y)

45
No Variabel Item r-hitung Sig. (2-tailed) Keterangan

AR-1 0,426 0,000 Valid

AR-2 0,687 0,000 Valid


Peran Account AR-3 0,716 0,000 Valid
1 Representative
(X1) AR-4 0,678 0,000 Valid

AR-5 0,874 0,000 Valid

AR-6 0,254 0,012 Valid

PP-1 0,827 0,000 Valid


Penghindaran
PP-2 0,881 0,000 Valid
2 Pajak
PP-3 0,819 0,000 Valid
(X2)
PP-4 0,623 0,000 Valid

3 Kepatuhan KWP-1 0,518 0,000 Valid


Wajib Pajak
KWP-2 -0,158 0,120 Tidak Valid
(Y)
KWP-3 0,555 0,000 Valid

KWP-4 0,126 0,217 Tidak Valid

KWP-5 0,535 0,000 Valid

KWP-6 0,355 0,000 Valid

KWP-7 0,087 0,394 Tidak Valid

KWP-8 0,221 0,028 Valid

KWP-9 0,126 0,217 Tidak Valid

KWP-10 0,217 0,031 Valid

KWP-11 0,733 0,000 Valid

KWP-12 0,487 0,000 Valid

KWP-13 0,000 1,000 Tidak Valid

KWP-14 0,224 0,027 Valid

KWP-15 0,474 0,000 Valid

KWP-16 0,493 0,000 Valid

KWP-17 0,295 0,003 Valid


46
KWP-18 0,489 0,000 Valid

KWP-19 0,470 0,000 Valid

Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS#22

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan

indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban

seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu, Uji

reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, Suatu koesioner

dinyatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach’s alpha lebih besar dari 0,60.

Hasil uji reliabilitas variabel account representative (X1), variabel penghindaran

pajak (X2) dan variabel kepatuhan wajib pajak orang pribadi dengan menggunakan

SPSS#22 dapat dilihat pada Lampiran 7b. 8b dan 9b. Rekapitulasi hasil uji reliabilitas

untuk variabel peran account representative (X1), variabel penghindaran pajak (X2) dan

variabel kepatuhan wajib pajak (Y) disajikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas Variabel Peran Account


Representative (X1), variabel Penghindaran Pajak (X2) dan variabel
Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Cronbach’s Batas
No Variabel Keterangan
Alpha Reliabilitas

Account Representative
1 0,675  >0,60  Reliabel
(X1)

2 Penghindaran Pajak 0,794 >0,60  Reliabel

47
(X2)

Kepatuhan Wajib Pajak


3 0,697 >0,60  Reliabel
(Y)

Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS 22

Pada tabel 4.8 terlihat bahwa nilai Cronbach’s Alpha variabel peran account

representative (X1) sebesar 0,675 dan lebih besar dari 0,60, maka dapat disimpulkan

bahwa ke-6 item pertanyaan dalam kuesioner peran account representative (X1)

dinyatakan reliabel atau konsisten. Nilai Cronbach’s Alpha variabel penghindaran pajak

(X2) sebesar 0,794 dan lebih besar dari 0,60, maka dapat disimpulkan bahwa ke-4 item

pertanyaan dalam kuesioner penghindaran pajak (X2) dinyatakan reliabel atau

konsisten. Nilai Cronbach’s Alpha variabel kepatuhan wajib pajak (Y) sebesar 0,697 dan

lebih besar dari 0,60, maka dapat disimpulkan bahwa ke-14 item pertanyaan dalam

kuesioner kepatuhan wajib pajak (Y) dinyatakan reliabel atau konsisten.

4.1.4. Hasil Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Data variabel peran account representative (X1), variabel penghindaran pajak

(X2) dan variabel kepatuhan wajib pajak (Y) yang akan dilakukan uji normalitas data

disajikan pada Lampiran 10.

Uji normalitas merupakan salah satu bagian dari uji persyaratan analisis data atau

uji asumsi klasik. Dengan demikian, sebelum kita melakukan analisis statistik untuk uji

hipotesis, yakni analisis regresi berganda, maka data penelitian tersebut harus diuji

kenormalan distribusi data. Data yang baik adalah data yang berdistribusi normal.

48
Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan histogram standardized

residual dan PP plot standardized residual. Ghozali (2001) menyatakan bahwa uji

normalitas data dilihat dari kedua hal tersebut, apabila histogram standardized residual

membentuk kurva normal dan PP plot standardized residual mendekati garis diagonal,

maka data terdistribusi normal. Hasil uji normalitas data (Gambar 4.1 dan 4.2)

memperlihatkan bahwa histogram standardized residual membentuk kurva normal dan

PP plot standardized residual mendekati garis diagonal, maka data terdistribusi normal.

Gambar 4.1. Hasil Uji Normalitas Data Dengan Histogram Standardized Residual

49
Gambar 4.2. Hasil Uji Normalitas Data Dengan Normal P-P Plot

b. Uji Multikolinearitas

Tujuan dilakukan uji multikolinearitas dalam penelitian adalah untuk menguji

apakah model regresi ditemukan adanya korelasi (hubungan yang erat) antar variabel

bebas (X). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

bebas atau tidak terjadi gejala multikolinearitas. Dalam penelitian ini, uji

multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan nilai tolerance dan variance inflanting

factor (VIF). Dasar pengambilan keputusan adalah jika nilai tolerance lebih besar dari

0,01 dan nilai VIF lebih besar dari 10, maka tidak terjadi multikolinearitas dalam model

regresi, Hasil uji multikolinearitas data penelitian disajikan pada tabel 4.12.

50
Tabel 4.12. Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Bebas

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 42.059 3.978 10.572 .000

X1 .521 .124 .413 4.209 .000 .920 1.087

X2 .064 .103 .061 .617 .538 .920 1.087

a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan tabel 4.12 di atas, terlihat bahwa nilai tolerance variabel peran

account representative (X1) dan variabel penghindaran pajak (X2) sebesar 0,920 lebih

besar dari 0,01, sedangkan nilai VIF variabel peran account representative (X1) dan

variabel penghindaran pajak (X2) sebesar 1,087 dan lebih kecil dari 10. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi

ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji

Heteroskedastisitas dilakukan dengan memplotkan grafik antara SRESID dengan ZPRED

dimana gangguan heteroskedastisitas akan tampak dengan adanya pola tertentu pada

grafik. Apabila tidak terdapat pola yang teratur, maka model regresi tersebut bebas dari

masalah heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas dengan metode scatter

plot dapat dilihat pada Gambar 4.3.

51
Berdasarkan grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak baik

diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak

digunakan untuk memprediksi kepatuhan wajib pajak (Y) berdasarkan peran account

representative (X1) dan penghindaran pajak (X2).

Gambar 4.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot

4.1.5. Uji Hipotesis

a. Uji Parsial (Uji t)

Uji persial bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing

variabel indenpenden (peran account representative dan penghindaran pajak ) secara

individual (parsial) terhadap variabel dependen (kepatuhan wajib pajak). Hasil uji Parsial

dengan menggunakan program aplikasi SPSS#22 disajikan pada pada Tabel 4.13.
52
Tabel 4.13. Hasil Uji Parsial (Uji t) Varibel Independen

Coefficient

Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta

(Constant) 42.059 3.978 10.572 .000

1 X1 .521 .124 .413 4.209 .000

X2 .064 .103 .061 .617 .538

a. Dependent Variable: Y

Berdasarkan Tabel di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut :

 Hasil pengujian parsial (uji t) antara variabel peran account representative (X1)

terhadap variabel kepatuhan wajib pajak (Y) menunjukkan bahwa nilai Sig. (0,000)

lebih kecil dari 0,05, ini berarti variabel peran account representative (X1)

berpengaruh signifikan terhadap variabel kepatuhan wajib pajak (Y)

 Hasil pengujian parsial (uji T) antara variabel penghindaran pajak (X2) terhadap

variabel kepatuhan wajib pajak (Y) menunjukkan bahwa nilai Sig. (0,538) lebih besar

dari 0,05, ini berarti variabel penghindaran pajak (X2) tidak berpengaruh signifikan

terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Berdasarkan kepada nilai koefisien regresi yang diperoleh pada Tabel 4.13, maka

dapat dituliskan kembali persamaan regresi antara variabel kepatuhan wajib pajak (Y)

sebagai varibel terikat dengan variabel peran account representative (X1) dan variabel

penghindaran pajak (X2) sebagai variabel bebas sebagai berikut:

Y = 42,059 + 0,521 X1 + 0,064 X2 + e

53
Dari persamaan regresi linear berganda di atas dapat dijelaskan beberapa hal sebagai

berikut :

 Nilai konstanta (a) sebesar 42,059 memiliki arti bahwa jika variabel independen

peran account representative (X1) dan penghindaran pajak (X2) dinyatakan konstan

pada angka nol, maka kepatuhan wajib pajak akan terjadi sebesar 42,059.

 Koefisien regresi variabel peran account representative (X1) sebesar 0,521

mengindikasikan bahwa setiap kenaikan satu satuan variabel peran account

representative akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sebesar 0,521.

 Koefisien regresi variabel penghindaran pajak (X2) sebesar 0,064 mengindikasikan

bahwa setiap kenaikan satu satuan variabel penghindaran pajak akan meningkatkan

kepatuhann wajib pajak sebesar 0,064.

Dari hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa variabel peran account representative

(X1) dan variabel penghindaran pajak (X2) mempunyai tanda positif artinya kedua

variabel tersebut mempunyai hubungan searah dengan tingkat kepatuhan wajib pajak.

Artinya jika peran account representative dan penghindaran pajak meningkat maka

tingkat kepatuhan wajib pajak juga akan meningkat atau sebaliknya.

b. Uji Simultan ( F )

Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen (peran

account representative dan penghindaran pajak) secara simultan atau bersama-sama

terhadap variabel dependen (kepatuhan wajib pajak). Pengujian ini dilakukan dengan

membandingkan f-hitung dengan f-tabel atau nilai Sig. lebih kecil dari 0,05. Hasil

perhitungan Uji F dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14. Hasil Uji Simultan (Uji F)

54
ANOVAa

Sum of
Model df Mean Square F Sig.
Squares

1 Regression 115.462 2 57.731 9.039 .000b

Residual 606.742 95 6.387

Total 722.204 97

Berdasarkan hasil Uji F di atas terlihat bahwa nilai Sig. 0,000 lebih kecil dari nilai

alpa 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel independen

(peran account representative dan penghindaran pajak) secara simultan atau bersama-

sama memberikan pengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kepatuhan wajib

pajak). Dapat disimpulkan bahwa model regresi ini layak digunakan untuk penelitian ini.

Menurut Ghozali (2011:97), uji kelayakan model dilakukan untuk mengukur ketepatan

fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual secara statistik. Uji kelayakan model

dapat diukur dari nilai statistik F yang menunjukkan apakah semua variabel independen

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel dependen. Kriteria pengujian: jika P value < 0,05 menunjukkan bahwa uji model

ini layak untuk digunakan pada penelitian, dan jika P value > 0,05 menunjukkan bahwa

uji model ini layak untuk digunakan pada penelitian.

55
c. Uji Koefisien Determinasi ( R2 )

Koefisien determinasi (R2) pada intinya bermakna untuk memprediksi atau

melihat seberapa besar sumbangan/kontribusi pengaruh yang diberikan oleh variabel-

variabel bebas (X) secara simultan terhadap variabel dependen (Y). Nilai koefisien

determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai R2 yang kecil menunjukkan kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.

Jika nilai R mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen. Hasil uji

koefisien determinasi (R Square) disajikan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .400a .160 .142 2.527

a. Predictors: (Constant), X_2P, X_1P

Pada tabel 4.15 terlihat bahwa, nilai R- Square sebesar 0,160 atau 16,0 %. Angka

ini mengandung arti bahwa peran account representative (X1) dan penghindaran pajak

(X2) secara simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap variabel Y sebesar 16,0%,

sedangkan sisanya 84,0% dipengaruhi oleh variabel lain diluar persamaan regresi ini atau

variabel yang tidak diteliti.

56
4.2. Pembahasan

4.2.1. Pengaruh Variabel Peran Account Representative Terhadap Kepatuhan

Wajib Pajak

Berdasarkan hasil pengujian parsial (uji t) pada Tabel 4.13 antara variabel peran

account representative (X1) terhadap variabel kepatuhan wajib Pajak (Y) menunjukkan

bahwa nilai Sig. (0,000) lebih kecil dari 0,05, ini berarti variabel peran account

representative (X1) berpengaruh signifikan terhadap variabel kepatuhan wajib pajak

(Y) atau terima H1 tolak H0. Pada Tabel 4.13 terlihat juga variabel peran account

representative (X1) memiliki nilai koefisien regresi dengan tanda positif sebesar 0,521.

Hasil uji ini menunjukkan bahwa semakin baik peran account representative, maka para

wajib pajak lebih termotivasi untuk membayar pajak sehingga akan berdampak positif

pada tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang ada di KPP Pratama Kota

Ambon. Selain itu, dapat diartikan pula bahwa peran account representative di KPP

Pratama Kota Ambon sudah melakukan tugasnya dengan baik dalam membantu

menyelesaikan permasalahan dan memberikan pelayanan, pengawasan dan konsultasi

mengenai perpajakan kepada wajib pajak yang ingin membayar pajak di KPP Pratama

Kota Ambon.

Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap enam (6) pertanyaan pada

variabel peran account representative (Tabel 4.6) memperlihatkan bahwa nilai rata-rata

jawaban pertanyaan responden sebesar 4,36 yang artinya rentang skala sangat tinggi.

Hasil ini mengindikasikan bahwa fungsi atau peran account representative dalam

memberikan pelayanan, pengawasan, konsultasi, bimbingan, meyampaikan informasi dan

57
melakukan sosialisasi peraturan-peraturan pajak baru kepada wajib pajak orang pribadi di

KPP Pratama Kota Ambon rata-rata sudah sangat baik/tinggi.

Account representative adalah penghubung antara KPP dan wajib pajak yang

bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi perpajakan secara efektif dan

profesional. Selain itu, account representative merupakan petugas pajak yang melakukan

tugas pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, melayani

pemenuhan hak-hak wajib pajak, melayani wajib pajak dalam rangka konsultasi jika

wajib pajak memerlukan informasi atau hal lain yang terkait hak dan kewajiban

pemenuhan perpajakannya (Pandiangan, 2008).

Teori atribusi merupakan teori yang berkaitan dengan variable Account

Representative. Teori Atribusi menjelaskan tentang perilaku seseorang. Apakah perilaku

itu disebabkan oleh faktor internal misalnya sifat, karakter, dan sikap atau disebabkan

oleh faktor eksternal yaitu situasi atau keadaan tertentu yang memaksa seseorang

melakukan perbuatan yang kurang baik. Kaitannya dengan fenomena yang penulis pakai

yaitu Account Representative yang diharuskan memiliki integritas yang tinggi tetapi

tidak menjalanknnya dengan baik karena mudah terpengaruh dari factor luar yaitu berupa

tawaran yang diajukan dari wajib pajak dengan tujuan untuk bekerja sama dalam upaya

melakukan penurunan beban pajak miliknya. Sehingga petugas pajak (AR) bersedia

untuk melakukan penghindaran pajak.

Jadi Pelayanan yang dilakukan account representative menjadi kunci bagi

otoritas pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga target peneriman

pajak dapat tercapai. Menurut Supadmi (2009), pelayanan yang berkualitas adalah

pelayanan dimana Wajib Pajak merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan dan tetap

58
dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus

dilakukan secara terus-menerus, sehingga timbul kepercayaan yang nantinya akan

meningkatkan kepatuhan wajib Pajak. Hasil penelitian Danar Kiswara (2016) dan Febry

Alfiansyah (2015), melaporkan bahwa peran account representative dalam memberikan

pelayanan dan pengawasan secara berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib

pajak orang pribadi.

Seorang account representative harus memahami kondisi wajib pajak dan dapat

menemukan jalan keluar yang terbaik bagi wajib pajak sehingga dapat memberikan

kepuasan dan kenyaman bagi wagi wajib pajak. Pengawasan merupakan salah satu kunci

yang ditekankan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk meningkatkan kepatuhan wajib

pajak. Semakin tinggi fungsi pengawasan yang dilakukan oleh account representative

maka akan semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajak.

4.2.2. Pengaruh Variabel Penghindaran Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Hasil pengujian parsial (uji t) pada Tabel 4.13 antara variabel penghindaran pajak

(X2) terhadap variabel kepatuhan wajib pajak (Y) menunjukkan bahwa nilai Sig. (0,538)

lebih besar dari 0,05, ini berarti variabel penghindaran pajak (X2) tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel kepatuhan wajib pajak (Y) atau terima H0 tolak H2 alasan

Penghindaran Pajak tidak berpegaruh dalam penilitian ini karena penghindaran pajak

masih saja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang tidak patuh

dalam membayar pajak dan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkannya, karena

merasa penghindaran pajak wajar saja untuk dilakukan. Sebagai wajib pajak harus

mematuhi dan sadar akan pentingnya pajak. Dengan adanya pembayaran pajak yang

59
benar maka akan digunakan untuk membantu pembiayaan serta pembangunan yang ada

di indonesia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Shinung Sakti Hantoyo (2016), bahwa

secara simultan variabel penghindaran pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Siti Aisyahyusanti (2016) hasil penelitian penghindaran pajak berpengaruh

signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

Pada Tabel 4.13 terlihat juga variabel penghindaran pajak (X2) memiliki nilai

koefisien regresi dengan tanda positif sebesar 0,064. Hasil uji ini menunjukkan bahwa

pengaruh variabel penghindaran pajak terhadap variabel kepatuhan wajib pajak orang

pribadi adalah positif namun tidak berpengaruh signifikan. Koefisien regresi variabel

penghindaran pajak (X2) sebesar 0,064 mengindikasikan bahwa setiap kenaikan satu

satuan variabel penghindaran pajak akan meningkatkan kepatuhann wajib pajak sebesar

0,064.

Pada Tabel 4.6. terlihat bahwa distribusi frekuensi jawaban responden terhadap

pertanyaan penghindaran pajak (X2) memiliki nilai rata-rata sebesar 3,76 atau rentang

skala tinggi. Hasil ini mengindikasikan bahwa persepsi responden terhadap variabel

penghindaran pajak tergolong baik. Persepsi responden ini menggambarkan kesadaran

perpajakan atau mengerti perihal pajak. Suyatmin (2004) menyatakan bahwa penilaian

positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan

menggerakkan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak.

Membayar pajak merupakan sumbangan wajib pajak bagi terciptanya kesejahteraan

untuk diri mereka sendiri serta bangsa secara keseluruhan.

60
Teori Planned Behaviour merupakan teori yang berkaitan dengan variable

Penghindaran Pajak. Pengertian Teori Planned Behaviour yaitu niat (intention) dapat

mempengaruhi perilaku individu untuk menjadi patuh atau tidak patuh terhadap aturan

perpajakan. Teori Planned Behaviour berkaitan dengan Penghindaran pajak karena

berdasarkan dengan fenomena yang ada bahwa wajib pajak bekerja sama dengan petugas

pajak (AR) untuk menurunkan beban pajak seperti sudah dijelaskan diatas teori planned

behavior menyatakan bahwa niat dapat mempengaruhi sikap sesorang untuk menjadi

patuh atau tidak, jadi dari fenomena yang ada wajib pajak dan petugas pajak (AR) tidak

memiliki niat atau sikap yang baik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya

sebagai warga negara dan petugas yang baik dalam mentaati peraturan perpajakan.

Kepatuhan wajib pajak selain dipengaruhi oleh kesadaran perpajakan

kemungkinan disebabkan karena wajib pajak lebih mematuhi pembayaran pajak akibat

dari sanksi denda akan lebih banyak merugikannya. Semakin banyak sisa tunggakan

pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, maka akan semakin berat bagi wajib pajak

untuk melunasinya. Walaupun wajib pajak tidak mendapatkan penghargaan atas

kepatuhannya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan,

61
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Variabel peran account representative (X1) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Kota Ambon. Ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi peran account representative maka makin tinggi

pula kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

2. Variabel penghindaran pajak (X2) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Kota Ambon. Ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi penghindaran pajak maka tidak mempengaruhi

kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

3. Kontribusi persamaan regresi yang diperoleh untuk menjelaskan besarnya variasi

yang terjadi dalam variabel terikat adalah sebesar 16,0%, sementara 84,0%

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam persamaan regresi ini.

5.2. Keterbatasan Penelitian

62
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki beberapa kelemahan atau

keterbatasan, yaitu :

1. Penelitian ini hanya menggunakan variabel account representative dan penghindaran

pajak sebagai variabel bebas, sedangkan variabel terikat adalah kepatuhan wajib

pajak orang pribadi dengan jumlah sampel sebanyak 98 wajib pajak di Kantor Pajak

Pratama Kota Ambon.

2. Penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk semua wajib pajak secara umum

karena responden dalam penelitian ini hanya wajib pajak orang pribadi yang berada

di Kantor Pajak Pratama Kota Ambon.

5.3. Implikasi Penelitian

Penelitian ini masih belum sempurna, sehingga masih banyak yang harus

diperbaiki guna pengembangan penelitian khususnya terkait dengan kepatuhan wajib

pajak orang pribadi. Ada beberapa saran yang dikemukakan kepada peneliti selanjutnya,

yaitu:

1. Memperluas atau menambah variabel-variabel lain yang mempengaruhi kepatuhan

wajib pajak orang pribadi.

2. Bagi petugas pajak agar lebih mengoptimalkan perpajakan mengenai pengetahuan

perpajakan bagi wajib pajak dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi wajib

pajak sehingga timbul kesadaran untuk patuh dan taat terhadap kewajiban

perpajakan.

63

Anda mungkin juga menyukai