Anda di halaman 1dari 4

Kasus

1. Kasus PT KAI 2006


Komisaris PT. KAI memungkapkan bahwa ada memanipulasi laporan keuangan
dalam PT. KAI yang seharusnya perusahaan mengalami kerugian tetapi dilaporkan
mendapatkan keuntungan. Henikus Manao (salah satu komisaris PT KAI)
menyatakan bahwa sampai saat ini dirinya tidak mau menandatangani laporan
keuangan tersebut karena adanya ketidak benaran dalam laporan keuangan tersebut.
Karena tidak ada tanda tangan satu komisarin PT KAI, maka RUPS PT KAI harus
dipending yang seharusnya dilakukan pada awal Juli 2006.

Dalam kasus tersebut PT KAI melanggar kode etik akuntan professional yaitu
objektivitas, berarti suatu kewajiban untuk jujur dan berterus terang dalam hubungan
professional dan hubungan bisnisnya.

2. Kasus KAP Andersen dan Enron


Kasus KAP Andersen dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan
kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap,
terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi
dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan
Enron terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan,
dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas
kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode
pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih
sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar
$ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan yang didirikan oleh Enron.

Dalam kasus tersebut KAP Andersen dan Enron melanggar kode etik akuntan public
objektivitas karena KAP Andersen dan Enron melakukan kecurangan dengan
melakukan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas
kebangkutan Enron. Karna setiap auditor perlu menjaga objektivitasnya dan bebas
dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
3. Kasus Menkeu Bekukan Izin Pengaudit Electronic Solution (2008)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indawati membekukan izin Akuntan Publik Drs Oman
Pieters Arifin karena melanggar Standar Auditing (SA), dan Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP). Pelanggaran itu dilakukan dalam audit Laporan Keuangan
PT Electronic Solution Indonesia 2007.”Pencabutan izin tersebut tertuang dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KM.1/2008 tanggal 29 April 2008 dan
berlaku selama 9 bulan sejak tanggal ditetapkannya keputusan dimaksud,” ujar
Kepala Biro Depkeu Samsuar Said, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu
(24/5/2008).Selama masa pembekuan izin, Drs Oman Pieters Arifin juga dilarang
menjajakan jasa akuntan. Meliputi jasa atestasi yang termasuk audit umum atas
laporan keuangan, jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, jasa
pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma. “Seusai Pasal 2 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik,” kata
Samsuar.Selain itu, yang bersangkutan dilarang memberikan jasa audit lainnya serta
jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan,
dan konsultasi sesuai dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.Drs. Oman juga dilarang menjadi Pemimpin dan atau
Pemimpin Rekan dan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik, serta wajib
mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL), dan tetap bertanggung jawab atas
jasa-jasa yang telah diberikan

Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-
hati, auditor mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima
jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati auditor adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants,
badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

4. Kasus pelanggaran Standar Profesional Akuntan Publik kembali muncul, Menteri


Keuangan pun memberi sanksi pembekuan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
Indrawati membekukan izin Akuntan Publik (AP) Drs. Petrus Mitra Winata dari
Kantor Akuntan Publik (KAP), Drs. Mitra Winata dan Rekan selama dua tahun,
terhitung sejak 15 Maret 2007. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen
Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima hukum online, Selasa (27/3),
menjelaskan sanksi pembekuan izin diberikan karena akuntan publik tersebut
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Pelanggaran itu berkaitan dengan pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT
Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31Desember 2004 yang dilakukan oleh Petrus.
Selain itu, Petrus juga telah melakukan pelanggaran atas pembatasanpenugasan audit
umum dengan melakukan audit umum atas laporan keuangan PT Muzatek Jaya, PT
Luhur ArthaKencana dan Apartemen Nuansa Hijau sejak tahun buku 2001 sampai
dengan 2004.

Kasus tersebut berkaitan dengan pelanggaran kode etik akuntan public yaitu tanggung
jawab profesi, yang dimana dalam melaksanakan pekerjaan dan tanggung jawabnya
sebagai bidang yang ahli dalam bidangnya atau profesional, setiap auditor harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan
yang dilakukan seperti dalam mengaudit sampai penyampaian hasil laporan audit.

5. KPK Periksa Wawan atas Kasus Korupsi Alat Kesehatan

TEMPO.CO, Jakarta - Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten nonaktif
Atut Chosiyah, untuk pertama kalinya diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) di Jakarta, Jumat, 4 Juli 2014, sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat
kesehatan Tangerang Selatan. Menurut juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo,
sebelumnya periksaan Wawan tidak masuk dalam agenda pemeriksaan hari Jumat.
"Ada tambahan pemeriksaan atas nama TCW, diperiksa sebagai tersangka kasus
pengadaan alat kesehatan Tangerang Selatan," kata Johan.Wawan masuk ke gedung
KPK sekitar pukul 14.00 dan keluar pukul 18.30 WIB. Suami Wali Kota Tangerang
Selatan Airin Rachmi Diany ini saat ditanya wartawan setelah diperiksa tak mengucap
sepatah kata pun.Penasihat hukum Wawan, Maqdir Ismail, menuturkan kliennya
diperiksa atas kasus proyek pengadaan barang senilai sekitar Rp 20 miliar itu. "Dia
juga diminta konfirmasinya terkait dengan dokumen proyek itu," ujarnya.Menurut
dia, Wawan hanya tahu proses sesudah lelang. "Proses pengadaan barangnya, ia tidak
tahu," kata Maqdir. Dia menuturkan yang paling tahu soal pengadaan barangnya
adalah Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Dadang M. Epid. Pada
pertengahan Juni lalu, Dadang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan
Agung. (Baca juga: Atut dan Wawan Jadi Tersangka Korupsi Alkes Banten).Wawan
sudah divonis 5 tahun penjara atas kasus suap penanganan sengketa pemilu kepala
daerah Lebak dan Banten di Mahkamah Konstitusi. Dia juga diduga terlibat kasus
korupsi pengadaan alat kesehatan Tangerang Selatan dan Banten. Juga kasus
pencucian uang. Tiga kasus ini masih dalam proses penyidikan.

Artikel diatas menunjukan pelanggaran kode etika akuntansi yang dilakukan oleh
Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Pria ini merupakan adik kandung dari wanita
nomer satu di Banten yaitu Ratu Atut Chosiyah. Adik dari Atut melakukan
penggelapan uang pengadaan alat kesehatan kedokteran umum daerah Tanggerang
Selatan, kasus tersebut merupakan salah satu tindakan yang melanggar prinsip kode
etika akuntansi.

Anda mungkin juga menyukai