1. Penafsiran Historis
Penafsiran historis adalah penafsian atas suatu undang-undang dengan meihat pada
sejarah dibuatnya suatu undang-undang. Misalnya, dokumen rapat para pembuat UU,
dokumenrapat pembahasan antara pemerintah dengan DPR, dan dokumen surat-surat
yang dibuat secara resmi, baik oleh pemerintah maupun pemerintah dengan DPR.
2. Penafsiran Sosiologis
Penafsiran sosiologis adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang
yang disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Seprti diketahui
bahwa kehidupan suatu masyarakat selalu berkembang (bersifat dinamis), sedangkan
undang-undang yang bentuknya tertulis tidak bias selalu mengikutti kehidupan
masyarakat yang selalu lebih cepat perkembangannya. Oleh karena itu, perlu adanya
penyesuaian antara undang-undang dengan perkembangan kehidupan suatu
masyarakat.
3. Penafsiran Sistematis
Penafsiran Sitematis adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang undang
dengan mengaitkannya dengan ketentuan ( pasal pasal ) lain dari undang undang
dimaksud ( dalam satu undang undang ) atau dengan mengaitkannya dengan
ketentuan ( pasal pasal ) lain dari undang undang yang lainnya.
Karena suatu undang undang terdiri atas pasal pasal, maka ketentuan atas suatu
pasal yang tidak jelas dapat diketahui dengan melihat atau mengaitkannya dengan arti
atau maksud dari pasal pasal lainnya atas suatu undang undang yang lainnya,
sehingga membentuk suatu sistem yang saling berhubungan.
Salah satu contoh penafsiran ini adalah penafsiran dari pengertian memenuhi
persyaratan dalam pengajuan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25
ayat (4) UU KUP, haruslah dikaitkan pula dengan pengertian keterangan tertulis
yang wajib diberikan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal
26 ayat (6). Artinya apabila atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak
tidak memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan pajak, maka sebenarnya
tidak ada hak bagi Direktur Jenderal Pajak untuk menanyakan kelengkapan
persyaratan di dalam pengajuan keberatan.
4. Penafsiran Otentik
Penafsiran Otentik adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang undang
dengan melihat pada apa yang telah diijelaskan dalam undang undang tersebut.
Biasanya dalam suatu undang undang terdapat sebuah pasal mengenai ketentuan
umum yang isinya menjelaskan arti atau maksud dari ketentuan yang telah diatur.
Ketentuan umum demikian sering disebut dengan terminologi untuk menjelaskan hal
hal yang dianggap perlu. Terminologi inilah yang dimaksudkan dengan penafsiran
otentik. Sementara itu, penjelasan dari suatu pasal yang dimuat dalam Tambahan
Lembaran Negara ( TLN ) bukanlah merupakan penafsiran otentik, tetapi hanya suatu
penjelasan semata atas isi suatu pasal, yang sering kali pada penjelasannya masih
menimbulkan ketidakjelasan.
5. Penafsiran Tata Bahasa
Penafsiran tata bahasa adalah cara penafsiran berdasarkan bunyi kata-kata secara
keseluruhan, dengan berpedoman pada arti kata-kata yang berhubungan satu sama lain,
dalam kalimat-kalimat yang disusun oleh pembuat undang-undang. Penafsiran tata
bahasa merupakan penafsiran paling penting karena apabila kata-kata dalam kalimat
suatu pasal undang-undang telah jelas maksudnya, maka tidak boleh lagi dipergunakan
cara-cara penafsiran lainnya. Sehingga penting dalam menyusun undang-undang untuk
memilih kata-kata untuk kalimat yang menjadi aturan nantinya agar tidak
menimbulkan salah pengertian atau makna ganda
.
6. Penafsiran Analogis
Dalam pelaksanaan hukum, ada kalanya terjadi suatu kekosongan atau kevakuman
hukum. Kekosongan hukum ini dapat diisi oleh Hakim dengan penafsiran analogis
atau penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang dengan cara memberi
kiasan pada kata-kata yang tercantum dalam undang-undang. Penafsiran analogis sama
dengan penafsiran secara ekstensif yang maksudnya memperluas suatu aturan hingga
suatu peristiwa menjadi termasuk dalam aturan yang ada.
7. Penafsiran A Contrario
Penafsiran A Contrario adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-
undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dan
soal yang diatur dalam pasal undang. Dalam Hukum pajak, Penafsiran A Contrario
tidak diperbolehkan karena akan merugikan wajib pajak dan menimbulkan
ketidakpastian dalam hukum yang sudah mengaturnya.
KETETAPAN PAJAK
Macam Macam Ketetapan Pajak :
DALUWARSA PENETAPAN
1. Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya
penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahun terhitung sejak
penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali.
2. Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a) diterbitkan surat paksa
b) ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung
c) diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan
d) dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan