Anda di halaman 1dari 7

A.

Penafsiran historis
Merupakan penafsiran atas suatu undang-undang dengan melihat pada sejarah dibuatnya suatu
undang-undang. Untuk dapat memahami penafsiran historis tersebut, hanya dapat diketahui
dari dokumen- dokumen rapat pada waktu dibuatnya UU. Misalnya, dokumen rapat para
pembuat UU, dokumen rapat pembahasan antara pemerintah dengan DPR, dan dokumen surat-
surat lainnya yang dibuat secara resmi, baik oleh pemerintah maupun pemerintah dengan DPR.
Dengan menggunakan penafsiran historis dapat diketahui maksud dari pembuat UU atas isi dari
suatu undang- undang.

B. Penafsiran Sisiologis
Penafsiran sosiologis adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang yang
disesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat.Seperti diketahui bahwa kehidupan
suatu masyarakat selalu berkembang(bersifat dinamis), sedangkan undang-undang yang
bentuknya tertulis tidak bisa selalu mengikuti kehidupan masyarakat yang selalu lebih cepat
perkembangannya.Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian antara undang-undang yang
sifatnya tertulis dengan perkembangan (perubahan)kehidupansuatu masyarakat.
C. Penafsiran Sistematik
Penafsiran sistematik adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalamundang-undang dengan
mengaitkannya dengan ketentuan (pasal-pasal) lain dari undang-undang dimaksud (dalam satu
undang-undang) atau dengan mengaitkannya dengan ketentuan (pasal-pasal) lain dari undang-
undangyang lainnya.
Karena suatu undang-undang terdiri atas pasal-pasal, maka ketentuan atas suatu pasal yang
tidak jelas dapat diketahui dengan melihat/mengaitkannyadengan arti atau maksud dari pasal-
pasal lainnya atas suatu undang-undangyang lainnya,sehingga membentuk suatu sistem yang
saling berhubungan.
D. Penafsiran Autentik
Penafsiran autentik adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang- undang dengan
melihat pada apa yang telah dijelaskan dalam undang-undang tersebut.
Biasanya dalam suatu undang-undang terdapat sebuah pasal mengenai ketentuan
umum yang isinya menjelaskan arti atau maksud dari ketentuan yang telah diatur. Ketentuan
umum demikian sering disebut dengan terminologi untuk menjelaskan hal-hal yang dianggap
perlu. Terminologi inilah yang dimaksudkan dengan penafsiran autentik.Sementara itu,
penjelasan dari suatu pasal yang dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara (TLN) bukanlah
merupakanpenafsiran otentik, tetapi hanya suatu penjelasan semata atas isi suatu pasal, yang
sering kali pada penjelasannya masih menimbulkan ketidakjelasan.
E. Penafsiran Tata Bahasa
Penafsiran tata bahasa adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang
berdasarkan bunyi kata-kata secara keseluruhan dalam kalimat-kalimatyang disusun oleh
pembuat undang-undang. Dari semua penafsiran yang ada,penafsiran menurut tata bahasa
merupakan penafsiran yang paling penting dibandingkan dengan penafsiran-penafsiran lainnya,
sebab apabila kata-katadalam kalimat suatu pasal dalam undang-undang telah jelas maksudnya,
makatidak boleh lagi dipergunakan cara-cara penafsiran lainnya.Inilah pentingnya pembuat
undang-undang untuk memilih kata-kata dalam menyusun suatu kalimat menjadi suatu aturan
agar tidak menimbulkan salah pengertian bagi masyarakat yang membacanya.
F. Penafsiran analogis
adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undangdengan cara memberi
kiasan (ibarat analog) pada kata-kata yang tercantum dalamundang-undang,sehingga suatu
peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk dalamsuatu ketentuan jadi termasuk berdasarkan
analog yang dibuat.
Menurut Prof.Scholten,penafsiran analogis ini sama dengan penafsiran secara luas
(ekstensif)yang memperluas arti suatu ketentuan.
R.Santoso Brotodihardjo, S.H. dalam bukunya pengantar ilmu hukum pajak,memberikan
contoh penafsiran analogis dengan mengambil kata "penjualan"dijadikan menjadi “pemindahan
ke tangan lain” (dari peraturan yang ada ditarikke peraturan yang bersifat umum) selanjutnya
kata “pemindahan ke tangan lain"ditarik suatu kesimpulan yang juga termasuk hibah,pemasukan
harta (inbreng)dan wasiat.
Penafsiran analogis ini adalah sama dengan penafsiran secara ekstensif yang maksudnya
memperluas suatu aturan hingga suatu peristiwa menjadi termasukdalam aturan yang ada.
Penafsiran analogis ini tidak boleh dipakai dalam undang-undang pajakkarena dapat merugikan
Wajib Pajak (WP) dan tidak adanya kepastian hukumterhadap peristiwa yang terjadi.Aturan
umum yang tidak ditulis dalam undang.undang pajak (sebagai aturan yang bersifat khusus)
menjadi berlaku, padahalPasal 23 ayat(2) UUD 1945 menegaskan bahwa segala pemungutan
pajak harusberdasarkan undang-undang (tentunya undang-undang pajak yang bersifatkhusus).
G. Penafsiran A Contrario
Penafsiran A Contrario adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang yang
didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapidan soal yang diatur dalam
suatu pasal undang-undang. Berdasarkan perlawanan pengertian tersebut, ditarik suatu
kesimpulan bahwa soal yang dihadapi tidak diatur dalam pasal undang-undangnya atau dengan
kata lain soal yang dihadapiberada di luar ketentuan pasal suatu undang-undang.
Seperti halnya penafsiran analogis, penafsiran A Contrario di dalam bidanghukum pajak juga
tidak diperbolehkan karena akan merugikan Wajib Pajak danmenimbulkan ketidakpastian dalam
hukum yang sudah jelas mengaturnya.
H. Macam- macam ketetapan pajak
Dalam undang-undang perpajakan dikenal berbagai macam produk hukumadministrasi
perpajakan yang dapat diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yangdikenal dengan sebutan
surat ketetapan pajak. Ada 4(enam)jenis surat ketetapanpajak yang dapat diterbitkan, yaitu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);dan
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajakyang
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,jumlahkekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, danjumlah pajak yang masih
harus dibayar. Ketentuan mengenai SKPKB diaturdalam Pasal 13 UU No. 16 Tahun 1983
yang telah diubah dengan UUJ No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (UUKUP).SKPKB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
setelahsaat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak,bagian tahun
pajak,atautahun pajak, yaitu apabila:
a) berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutangtidak
atau kurang dibayar;
b) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktusebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat(3) dan setelah ditegur secaratertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalamsurat teguran;
c) berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai
PajakPertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyatatidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidakseharusnya dikenai
tarif 0% (nol persen);
d) kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidakdipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang;atau
e) Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkansebagai
Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2
ayat(4a).

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2%(dua persen) per bulan paling lama24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak
sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
Sedangkan jumlah pajak dalam SKPKB sebagaimana dimaksud Pasal 13ayat (1) huruf
b,huruf c,dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
1. 50% (lima puluh persen) dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalamsatu
tahun pajak;
2. 100% (seratus persen) dari PPh yang tidak atau kurang dipotong,tidak
ataukurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau
dipunguttetapi tidak atau kurang disetor;atau
3. 100%(seratus persen) dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurangdibayar.

Contoh: PT ABC mempunyai penghasilan kena pajak, tahun pajak 2006 sebesarRp100.000.000
dan menyampaikan Surat Pemberitahuan tepat waktu.Pada bulanApril 2009 diterbitkan SKPKB
berdasarkan hasil pemeriksaan.Maka,sanksi bunga dihitung sebagai :
Penghasilan kena Pajak = Rp 100.000.000
Pajak terhutang ( 28% x Rp100.000.000 ) = Rp 28.000.000
Kredit pajak = Rp 10.000.000 _
________________
Pajak kurang dibayar = Rp 18.000.000
Bunga 24 bulan ( 24 x 2% XRp20.000.000 ) = Rp 9.600.000
Jumlah pajak yang masih harus dibayar = Rp 27.600.000
b. Surat ketetapan pajak kurang bayar Tambahan
Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan. Ketentuan mengenai SKPKBT diatur dalam pasal 15 UU KUP.
SKPKBT sebenarnya merupakan koreksi atas surat ketetapan pajak sebelumnya.
Penerbitan SKPKBT harus diterbitkan berdasarkan pemeriksaan dengan syarat adanya
data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan adanya
pajak terhutang. Dalam hal masih ditemukan lagi data baru termasuk data yang semula
yang belum terungkap pada saat diterbitkannya SKPKBT atau data yang termasuk data
yang semula belum terungkap yang diketahui kemudian oleh direktur Jendral Pajak,
SKPKBT masih diterbitkan lagi. Yang termasuk kedalam data baru adalah data yang
semula belum terungkap, yaitu data yang :
A) Tidak diungkapkan wajib pajak dalam surat pemberitahuan serta
lampirannya ( termasuk laporan keuangan )
B) Pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula wajib pajak tidak
mengungkapkan data atau memberikan keterangan lain secara benar,
lengbkap dan rinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam
menghitung jumlah pajak yang terutang.

c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)


adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang. Ketentuan mengenai SKPLB diatur dalam Pasal 17 UU KUP. SKPLB
diterbitkan untuk:
A) Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang.
B) Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah
Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai tersebut; atau tertera.
C) Pajak Penjualan atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang.

SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang


disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang
tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. SKPLB
pun masih dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data
baru ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan
pembayaran pajak yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, SKPLB dapat diterbitkan
lebih dari satu kali sepanjang masih ada data baru yang belum dihitung dalam
menghitung kelebihan pembayaran pajak. Hal lain terkait dengan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak adalah dokumen dengan nama Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yang dapat diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. Penerbitan Surat Keputusan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu)
bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 17C UU KUP.

Ukuran menggolongkan memiliki kriteria tertentu adalah yang:

a) tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan


b) tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak;
c) laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3
(tiga) tahun berturut-turut; dan
d) tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Selanjutnya jenis Wajib Pajak yang akan digolongkan memiliki kriteria d. tertentu diatur
dalam Pasal 17D ayat (2) UU KUP, yaitu:

a) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
b) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu
c) Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu; atau
d) Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai
dengan jumlah tertentu.

Undang-undang tidak menjelaskan mengapa hanya Wajib Pajak-Wajib Pajak


seperti di atas yang bisa memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak. Padahal dalam rangka memenuhi prinsip kesamaan di depan hukum
(equality before the law) dan keadilan (justice) bagi semua Wajib Pajak, sebaiknya
undang-undang tidak perlu memilih dengan menggolongkan jenis Wajib Pajak yang bisa
memperoleh pengembalian pendahuluan. Semua Wajib Pajak seharusnya memiliki
kesempatan mendapatkan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
sepanjang memiliki criteria sebagaimana diatur dalam Pasal 17C seperti disebutkan di
atas. Dengan adanya pembatasan jenis Wajib Pajak yang bisa memperoleh fasilitas
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, secara tidak langsung menunjukkan
ketidakmampuan pemerintah memberikan fasilitas tersebut kepada seluruh Wajib Pajak.
Pembatasan demikian juga menunjukkan masih lemahnya kemampuan administrasi
pajak memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada Wajib Pajak Hal menarik terkait
penerbitan SKPKB adalah soal pemberian imbalan bunga yang menjadi hak Wajib Pajak
apabila Direktur Jenderal Pajak terlambat menerbitkan SKPKB. Artinya, kepada Wajib
Pajak akan diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan sejak
berakhirnya jangka waktu proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak sampai
dengan saat SKPKB.

d. Surat ketetapan pajak nihil


Surat Ketetapan Pajak Nihil Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Ketentuan mengenai SKPN dalam
Pasal 17A UU KUP. SKPN diterbitkan untuk:
a) Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang a. terutang
atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
b) Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang
terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak
yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang
dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut
oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau
c) Pajak Penjualan atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran
pajak.

I. Kadaluarsa penetapan
Kedaluwarsa penetapan merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan undang-undang untuk
dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas utang pajak Wajib Pajak, yang tujuannya tidak lain
agar Wajib Pajak memperoleh kepastian hukum atas utang pajaknya. Pasal 13 UU KUP No. 16
Tahun 2000 menetapkan kedaluwarsa penetapan adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Artinya,
Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) diberikan batas waktu sampai dengan 10 (sepuluh) tahun
sesudah saat terutangnya pajak untuk menerbitkan SKPKB. Apabila dalam waktu 10 (sepuluh)
tahun fiskus tidak menerbitkan SKPKB, maka penerbitan SKPKB setelah lewat batas kedaluwarsa
penetapan tidak dapat lagi dilakukan dan atas utang pajak WP menjadi kedaluwarsa. Namun
demikian, fiskus masih tetap dapat menerbitkan SKPKB sekalipun jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun telah lewat yaitu apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht van gewisjde). Akan tetapi, sejak
berlakunya UU No. 28 Tahun 2007 (mulai berlaku sejak 1 Januari 2008) sebagai perubahan atas
UU No. 16 Tahun 2000 ditegaskan bahwa masa kedaluwarsa penetapan menjadi 5 (lima) tahun.
Dengan demikian, untuk SKPKB yang terbit sejak 1 Januari 2008 akan kedaluwarsa dalam waktu
5 (lima) tahun, yaitu kedaluwarsa dalam tahun 2013. Namun demikian, walaupun jangka waktu 5
(lima) tahun telah lewat, SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi bunga
sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, bila Wajib Pajak setelah jangka
waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana perpajakan atau tindak pidana lainnya
yang dapat menimbulkan kerugian pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam undang-undang dijelaskan bahwa untuk mengetahui
kalau Wajib Pajak memang benar-benar telah melakukan tindak pidana perpajakan, tentu harus
dibuktikan melalui proses persidangan pengadilan yang bisa membutuhkan waktu lebih dari 5
(lima) tahun. Ada kemungkinan bisa terjadi bahwa terhadap Wajib Pajak yang telah disidik oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), tetapi oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan
sanksi pidana perpajakan. Misalnya saja, terhadap Wajib Pajak dijatuhi pidana oleh hakim karena
melakukan penyelundupan dan dalam putusan hakim menunjukkan adanya objek pajak yang
belum dikenai pajak. Dalam hal demikian, untuk memperoleh pajak terutang yang belum
dibayar, terhadap Wajib Pajak tersebut masih bisa diterbitkan SKPKB ditambah sanksi
administrasi bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar walaupun
jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat.

Anda mungkin juga menyukai