Anda di halaman 1dari 14

“Penafsiran dan Ketetapan Pajak”

Mata Kuliah Perpajakan 1

Kode Mata Kuliah EKU216A

Kelas A2

Pertemuan 4

Kelompok 4 :

1. Luh Sintya Resini (12)


2. Ni Luh Ayu Anggreni (14)
3. Ni Putu Pratiwi Ika Dharma Lestari (15)
4. Ni Putu Diah Pranaya Kusuma Putri (27)
5. Agung Mirah Prayoga (30)
6. I Gusti Ayu Sintya Dewi (31)

Prodi Sarjana Akuntansi 2022


DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................. i

Peta Konsep ............................................................................................ ii

Pembahasan

Penafsiran dan Ketetapan Pajak ............................................................ 1

4.1 Penafsiran Historis ......................................................... 1

4.2 Penafsiran Sosiologis ..................................................... 1

4.3 Penafsiran Sistematik ..................................................... 2

4.4 Penafsiran Otentik .......................................................... 2

4.5 Penafsiran Tata Bahasa ................................................... 2

4.6 Penafsiran Analogis ........................................................ 2

4.7 Penafsiran Acontrario ..................................................... 3

4.8 Macam-Macam Ketetapan Pajak .................................. 3

4.9 Kadaluarsa Penetapan ..................................................... 7

Kesimpulan ............................................................................................. 8

Daftar Pustaka ........................................................................................ 10

Lampiran ................................................................................................ 11

i
PETA KONSEP

Penafsiran dan Ketetapan


Pajak

Penafsiran Dalam Hukum Pajak


adalah mencari dan menetapkan pengertian Ketetapan Pajak
asas dalil-dalil yang tercantum dalam Undang- Direktur Jenderal Pajak sebagai
undang sesuai dengan yang dikehendaki serta pihak yang berwenang dalam penerbitan
ynag dimaksud oleh pembuat undang-undang. ketetapan pajak, membuat ketetapan pajak
dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah
catatan informasi yang berfungsi untuk
menagih kekurangan pajak, mengembalikan
Penafsiran Historis Penafsiran Sosiologi jika ada kelebihan membayar pajak,
Penafsiran yang disesuaikan menginformasikan jumlah pajak terutang,
Penafsiran dengan melihat
dengan perkembangan mengenakan sanksi administrasi perpajakan
pada sejarah dibuatnya suatu
kehidupan masyarakat. serta menagih pajak. Berdasarkan UU
undang-undang.
Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Nomor 15,
terdapat 5 jenis SKP yaitu:
1. Surat Tagihan Pajak
Penafsiran Otentik 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang
Penafsiran Sistematik
Penafsiran dengan melihat Bayar
Penafsiran yang mengaitkan apa yang telah diterangkan 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang
dengan pasal-pasal lain dari dalam undang – undang yang Pajak Tambahan
undang-undang yang lainnya. bersangkutan. 4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
5. Surat Ketetapan Pajak Nilai

Penafsiran Analogi Penafsiran Acontrario


Tafsiran hukum dengan Penafsiran undang-undang
mengibaratkan kata tersebut yang didasarkan atas
sesuai dengan hukumnya. pengingkaran Kadaluarsa Pajak
Suatu batasan waktu yang
ditentukan undang-undang untuk dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas
Penafsiran Tata Bahasa
utang pajak Wajib Pajak agar Wajib
Penafsiran kata secara keseluruhan Pajak memperoleh kepastian hukum
dalam kalimat yang disusun oleh atas utang pajaknya.
pembuat undang-undang. ii
PEMBAHASAN

Penafsiran Dalam Hukum Pajak

Suatu peraturan ada masanya tidak dapat dimengerti secara jelas maupun
tidak jelas sehingga diperlukan cara penafsiran untuk menerobos peraturan yang
dianggap kurang jelas tadi. Penafsiran atau interpretasi hukum peraturan undang-
undang adalah mencari dan menetapkan pengertian asas dalil-dalil yang tercantum
dalam Undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta ynag dimaksud oleh
pembuat Undang-undang. Dibawah ini dijelaskan berbagai penafsiran yang sering
digunakan dalam hukum pajak, yaitu :

4.1 Penafsiran Historis

Penafsiran historis ialah penafsiran atas suatu undang-undang dengan


melihat pada sejarah dibuatnya suatu undang-undang. Untuk bisa memahami
penafsiran historis yang demikian, tentu hanya bisa diketahui dari dokumen –
dokumen rapat pada waktu dibuatnya undang-undang. Seperti, dokumen rapat
para pembuat UU, dokumen rapat pembahasan antara pemerintah dengan DPR,
serta dokumen surat-surat lainnya yang dibuat secara resmi, baik oleh pemerintah
maupun pemerintah dengan DPR. Dengan menggunakan penafsiran historis dapat
diketahui maksud dari pembuat undang-undang atas isi dari suatu undang-undang.

4.2 Penafsiran Sosiologi

Penafsiran sosiologi adalah suatu penafsiran atas suatu ketentuan dalam


undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan dan dinamika kehidupan
masyarakat. Penafsiran sosiologis didasarkan pada maksud atau tujuan dibuatnya
undang-undang tersebut karena kebutuhan manusia semakin meningkat dan selalu
berubah menurut masanya sedangkan bunyi undang-undang tetap dan tidak
berubah. Contohnya di Indonesia masih banyak peraturan pajak yang berlaku dan
berasal dari masa kolonial sehingga untuk menjalankan peraturan tersebut, hakim
harus menyesuaikan dengan keadaan masyarakat pada saat ini.

1
4.3 Penafsiran Sistematik

Penafsiran sistematik merupakan penafsiran atas suatu ketentuan dalam


undang-undang dimaksud atau mengaitkan dengan pasal-pasal lain dari undang-
undang yang lainnya. Karena suatu undang-undang terdiri atas pasal-pasal, maka
ketentuan atas suatu pasal yang tidak jelas dapat diketahui dengan mengaitkannya
dengan arti atau maksud dari pasal-pasal lainnya atas suatu undang-undang yang
lainnya sehingga membentuk suatu sistem yang berhubungan.

4.4 Penafsiran Otentik

Penafsiran otentik adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang –


undang dengan melihat pada apa yang telah diterangkan dalam undang – undang
yang bersangkutan. Pada umum nya dalam suatu undang – undang terdapat pasal
tentang ketentuan umum yang isinya menjelaskan arti dari ketentuan yang telah
diatur. Demikian juga, tafsiran yang dilakukan oleh fiskus (pemerintah) ataupun
wajib pajak tidak dapat mengikat bagi pihak lainnya.

4.5 Penafsiran Tata Bahasa

Penafsiran tata bahasa ialah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang
undang berdasarkan bunyi kata-kata secara keseluruhan dalam kalimat-kalimat
yang disusun oleh pembuat undang-undang. Dengan kata lain, penafsiran tata
bahasa merupakan cara penafsiran yang paling sederhana untuk mengetahui
makna ketentuan Undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa,
susunan kata, atau bunyinya. Inilah pentingnya pembuat undang-undang untuk
memilih kata-kata di dalam menyusun suatu kalimat menjadi suatu aturan supaya
tidak menimbulkan salah pengertian bagi masyarakat yang membacanya.
Contohnya, KUH Pidana Pasal 372 kata “memiliki” dan “menggelapkan” dalam
pasal 372 tidak selalu mangandung sifat bermanfaat bagi diri pribadi. Perbuatan
terdakwa tidak merupakan penggelapan, tetapi suatu kasus perdata.

4.6 Penafsiran Analogi

Penafsiran analogis merupakan penafsiran yang memberikan tafsiran pada


peraturan hukum dengan mengibaratkan pada kata-kata tersebut sesuai dengan

2
hukumnya. Tafsiran analogis, yaitu penafsiran atas sesuatu peraturan dengan cara
memperluas cakupan peraturan tersebut ke permasalahan yang sejenis, setara, atau
analog yang tidak ada aturannya secara spesifik. Penafsiran cara ini akan bersifat
ekstensif karena akan memperluas arti suatu peraturan.

4.7 Penafsiran Acontrario

Penafsiran acontrario adalah penafsiran undang-undang yang didasarkan


atas pengingkaran, artiya berlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dengan
soal yang diatur dalam suatu pasal dalam undang-undang. Berdasarkan
pengingkaran ini ditarik kesimpulan bahwa masalah perkara yang dihadapi tidak
termasuk pasal yang dimaksud, masalahnya berada di luar peraturan perundang-
undangan.

4.8 Macam – Macam Ketetapan Pajak

Direktur Jenderal Pajak sebagai pihak yang berwenang dalam penerbitan


ketetapan pajak, membuat ketetapan pajak dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak
(SKP). Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah catatan informasi yang berfungsi
untuk menagih kekurangan pajak, mengembalikan jika ada kelebihan membayar
pajak, menginformasikan jumlah pajak terutang, mengenakan sanksi administrasi
perpajakan serta menagih pajak. Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1
Nomor 15, terdapat 5 jenis SKP yaitu:

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan surat yang diterbitkan untuk


melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga maupun
denda. Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2000 KUP, STP
diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.


b. Hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran
pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.
c. Terkena sanksi administrasi berupa denda atau bunga.

3
d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai dan perubahannya tidak melaporkan kegiatan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
membuat faktur pajak.
f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak
membuat atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap.

Apabila wajib pajak menerima surat tagihan dengan alasan pada point a
dan b, jumlah kekurangan pajak terutang yang tercantum dalam surat tersebut
ditambah dengan bunga sebesar 2% sebulan untuk maksimal 24 bulan. Waktu
terhitung sejak terutangnya pajak, atau bagian tahun pajak, atau sampai
terbitanya surat tagihan pajak. Namun, Apabila wajib pajak menerima surat
tagihan seperti pada point d,e,f akan dikenakan denda sebesar 2% dari dasar
pengenaan pajak.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Berdasarkan UU RI Nomor 16 Tahun 2009, SKPKB merupakan Surat


Ketetapan Pajak (STP) yang diterbitkan untuk menetapkan besaran nominal
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besaran sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus
dibayarkan. SKPKB diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Dalam pasal 13 ayat 1
Undang Undang Nomor 6 tahun 1983 dijelaskan sejumlah kondisi yang
menyebabkan Ditjen Pajak mengeluarka SKPKB. Kondisi ini meliputu :

a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang


tidak atau kurang dibayar.
b. Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis, tidak disampaikan juga seperti
ditentukan dalam surat teguran.

4
c. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas PPN dan PPnBM ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenakan tarif 0%.
d. Jika Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban pembukuan dan tidak
memenuhi permintaan dalam pemeriksaan pajak, sehingga tidak dapat
diketahui besarnya pajak yang terutang.
e. Apabila wajib pajak diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak secara Jabatan .

Biasanya penerbitan SKPKB akan diikuti dengan sanksi administrasi


dalam bentuk denda maupun kenaikan. Sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% dalam satu bulan akan dikenakan, jika berdasarkan hasil
pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar
besarnya pajak yang terutang.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Pajjak Tambahan (SKPKBT)

SKPKBT merupakan Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan dengan


tujuan untuk menetapkan tambahan atas besaran pajak yang akan ditetapkan.
Dalam Pasal 13 UU KUP mengatur SKPKBT yang diterbitkan dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Apabila SKPKBT yang ditetapkan ternyata lebih rendah dripada


perhitungan yang sebenarnya.
b. Terjadinya proses pengembalian pajak yang telah ditetapkan dalam
SKPLB yang seharusnya tidak dilakukan.
c. Terjadinya pajak terutang dalam surat ketetapan pajak nihil (SKPN) yang
ditetapkan ternyata lebih rendah.
d. Penerbitan SKPKBT dilakukan jika ditemukan data baru (novum) atau
data yang semula belum terungkap, sehingga dapat menyebabkan
penambahan pajak yang terutang.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

SKPLB merupakan STP yang menetapkan jumlah kelebihan pembayaran


pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau

5
tidak seharusnya terutang. Dalam Pasal 17 Undang-Undang KUP mengatur
tentang SKPLB yang diterbitkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Pada Pajak Penghasilan (PPh) jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah
pajak yang terutang, atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang.
b. Pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), jumlah kredit pajak lebih besar dari
jumlah pajak yang terutang atau sudah dilakukan pembayaran pajak yang
seharusnya tidak terutang.
c. Pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), jumlah pajak yang
dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau sudah dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.

Apabila wajib pajak setelah menerima STP lebih bayar dan menghendaki
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, maka wajib pajak dapat
mengajukan permohonan tertulis yang diatur dalam pasal 11 ayat (2).

5. Surat Ketetapan Pajak Nilai (SKPN)

Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) merupakan STP yang diterbitkan


dengan tujuan untuk menetapkan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Dalam Pasal 17A Undang-Undang KUP mengatur tentang SKPN dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Dithen Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan STP Nihil


apbilla jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada
krediit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
b. Tata cara penerbitan STP Nihil diatur dengan berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007, SKPN diterbitkan


untuk :

a. Dalam PPh, jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang, atau
pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

6
b. Dalam PPn, jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
c. Dalam PPnBM, jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak
yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

4.9 Kadaluarsa Penetapan

Kadaluwarsa penetapan adalah suatu batasan waktu yang ditentukan


undang-undang untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas utang pajak
Wajib Pajak agar Wajib Pajak memperoleh kepastian hukum atas utang pajaknya.
Pasal 13 UU KUP No. 16 Tahun 2000 menetapkan kadaluwarsa penetapan adalah
selama 10 tahun. Itu berarti bahwa Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) diberikan
batas waktu sampai dengan 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak untuk
menerbitkan SKPKB. Jika dalam waktu 10 tahun fiskus tidak menerbitkan
SKPKB, maka penerbitan SKPKB setelah lewat batas kadaluwarsa penetapan
tidak dapat lagi dilakukan dan atas utang pajak WP menjadi kadaluwarsa. Akan
tetapi, fiskus masih tetap dapat menerbitkan SKPKB biarpun jangka waktu 10
tahun telah lewat, yaitu jika Wajib Pajak setelah jangka waktu 10 tahun tersebut
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Sejak berlakunya UU No. 28 Tahun 2007 sebagai perubahan atas UU No.


16 Tahun 2000 ditegaskan bahwa masa kadaluwarsa penetapan menjadi 5 tahun.
Dengan demikian, untuk SKPKB yang terbit sejak 1 Januari 2008 akan
kadaluwarsa dalam waktu 5 tahun, yaitu kadaluwarsa dalam tahun 2013.
Walaupun jangka waktu 5 tahun telah lewat, SKPKB tetap dapat diterbitkan
ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak
atau kurang dibayar, bila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana
karena melakukan tindak pidana perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang
memiliki kekuatan hukum tetap. Ada kemungkinan dapat terjadi bahwa terhadap
Wajib Pajak yang sudah disidik oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS),
tetapi oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan sanksi pidana perpajakan.

7
KESIMPULAN

Suatu peraturan ada masanya tidak dapat dimengerti secara jelas maupun
tidak jelas sehingga diperlukan cara penafsiran untuk menerobos peraturan yang
dianggap kurang jelas tadi. Penafsiran atau interpretasi hukum peraturan undang-
undang adalah mencari dan menetapkan pengertian asas dalil-dalil yang tercantum
dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki serta ynag dimaksud oleh
pembuat undang-undang. Ada beberapa penafsiran yang digunakan dalam hukum
pajak, sebagai berikut.

Penafsiran historis ialah penafsiran atas suatu undang-undang dengan


melihat pada sejarah dibuatnya suatu undang-undang. Dengan menggunakan
penafsiran historis dapat diketahui maksud dari pembuat undang-undang atas isi
dari suatu undang-undang. Penafsiran sosiologi adalah suatu penafsiran atas suatu
ketentuan dalam undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan dan
dinamika kehidupan masyarakat. Penafsiran sosiologis didasarkan pada maksud
atau tujuan dibuatnya undang-undang tersebut karena kebutuhan manusia semakin
meningkat dan selalu berubah menurut masanya sedangkan bunyi undang-undang
tetap dan tidak berubah. Penafsiran sistematik merupakan penafsiran atas suatu
ketentuan dalam undang-undang dimaksud atau mengaitkan dengan pasal-pasal
lain dari undang-undang yang lainnya. Penafsiran otentik adalah penafsiran atas
suatu ketentuan dalam undang – undang dengan melihat pada apa yang telah
diterangkan dalam undang – undang yang bersangkutan. Pada umum nya dalam
suatu undang – undang terdapat pasal tentang ketentuan umum yang isinya
menjelaskan arti dari ketentuan yang telah diatur.

Penafsiran tata bahasa ialah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang
undang berdasarkan bunyi kata-kata secara keseluruhan dalam kalimat-kalimat
yang disusun oleh pembuat undang-undang. Dengan kata lain, penafsiran tata
bahasa merupakan cara penafsiran yang paling sederhana untuk mengetahui
makna ketentuan Undang-undang dengan menguraikannya menurut bahasa,
susunan kata, atau bunyinya. Penafsiran analogis merupakan penafsiran yang
memberikan tafsiran pada peraturan hukum dengan mengibaratkan pada kata-kata
tersebut sesuai dengan hukumnya. Penafsiran acontrario adalah penafsiran

8
undang-undang yang didasarkan atas pengingkaran, artiya berlawanan pengertian
antara soal yang dihadapi dengan soal yang diatur dalam suatu pasal dalam
undang-undang.

Direktur Jenderal Pajak sebagai pihak yang berwenang dalam penerbitan


ketetapan pajak, membuat ketetapan pajak dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak
(SKP). Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah catatan informasi yang berfungsi
untuk menagih kekurangan pajak, mengembalikan jika ada kelebihan membayar
pajak, menginformasikan jumlah pajak terutang, mengenakan sanksi administrasi
perpajakan serta menagih pajak. Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1
Nomor 15, terdapat 5 jenis SKP yaitu :

- Surat Tagihan Pajak (STP)


- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Pajak Tambahan (SKPKBT)
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
- Surat Ketetapan Pajak Nilai (SKPN)

Kadaluwarsa penetapan adalah suatu batasan waktu yang ditentukan


undang-undang untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas utang pajak
Wajib Pajak agar Wajib Pajak memperoleh kepastian hukum atas utang pajaknya.
Pasal 13 UU KUP No. 16 Tahun 2000 menetapkan kadaluwarsa penetapan adalah
selama 10 tahun. Itu berarti bahwa Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) diberikan
batas waktu sampai dengan 10 tahun sesudah saat terutangnya pajak untuk
menerbitkan SKPKB. Jika dalam waktu 10 tahun fiskus tidak menerbitkan
SKPKB, maka penerbitan SKPKB setelah lewat batas kadaluwarsa penetapan
tidak dapat lagi dilakukan dan atas utang pajak WP menjadi kadaluwarsa.

9
DAFTAR PUSTAKA

Aspirasipajak. Penafsiran Hukum Pajak. Diakses dari


http://aspirasipajak.blogspot.com/2017/06/penafsiran-hukum-pajak_54.html
Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton. 2013. Hukum Pajak: Teori, Analisis, dan
Perkembangannya Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat
Klikpajak. Jenis Ketetapan Pajak. Diakes dari https://klikpajak.id/blog/jenis-
ketetapan-pajak/
Prezi. Penafsiran Dalam Hukum Pajak. Diakses dari
https://prezi.com/sjhwtvjckubc/penafsiran-dalam-hukum-pajak/
Scribd. Macam-Macam Ketetapan Pajak. Diakses dari
https://www.scribd.com/document/539663993/Macam-macam-Ketetapan-Pajak

10
LAMPIRAN

KUH Pidana Pasal 372; UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 Nomor 15;
Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2000 KUP; UU RI Nomor 16 Tahun 2009;
Pasal 13 ayat 1 Undang Undang Nomor 6 tahun 1983; Pasal 13 UU KUP; Pasal
17 Undang-Undang KUP; pasal 11 ayat (2); Pasal 17A Undang-Undang KUP;
Pasal 13 UU KUP No. 16 Tahun 2000.

11

Anda mungkin juga menyukai