1
dalam kolom induk. Yaitu dalam kolom: Penghasilan yang dikenakan
PPh Final dan/atau bersifat Final. Sebagai konsekuensi kewajiban
perpajakan ada di suami sebagai kepala keluarga, otomatis kewajiban
ber-NPWP itu juga ada pada suami.
Mungkinkah suami istri melakukan kewajiban pajak terpisah, dan istri
memiliki NPWP sendiri? Dalam Pasal 8 ayat (2) UU PPh mengatur ada
tiga kondisi suami-istri dapat dikenakan pajak secara terpisah:
Pertama suami-istri telah berpisah (bercerai). Sudah sewajarnya
memang jika pajaknya dikenakan terpisah. Biasanya tanggungan anak
akan tergantung perjanjian, ikut suami atau istri.
Kedua berdasarkan perjanjian tertulis pisah harta oleh suami-istri.
Ketiga istri ingin melaksanakan hak dan kewajiban pajak terpisah dari
suami, meski tidak ada perjanjian tertulis pisah harta.
Kasus Rico termasuk dalam kategori ini. Dalam Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 jelas mengatur jika istri ingin
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari
suami harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib
Pajak. Untuk pertimbangan pribadi (misal: mengajukan pinjaman bank,
dll) istri dapat saja memiliki NPWP sendiri, terpisah dari suami karena
memang aturannya memungkinkan.
Namun bagaimana dengan implikasi hukum pajaknya?
Penghitungan Pajak Suami-Istri Beda NPWP Ketika istri dalam status
kawin memiliki NPWP sendiri karena alasan tertentu seperti halnya
perjanjian tertulis pisah harta, maka pengenaan pajaknya telah diatur
dalam Pasal 8 ayat (3) UU PPh, yaitu penghasilan neto suami-istri
digabung kemudian besaran masing-masing pajak suami-istri tersebut
dihitung sesuai perbandingan penghasilan neto mereka. Resikonya
pengenaan tarif pajak progresif atas penghasilan gabungan suami-istri
ini akan mengakibatkan pajak mereka jadi kurang bayar, seperti yang
dialami Rico di atas.
Kita bisa lihat ilustrasi perbandingan pajak yang dikenakan jika istri
punya NPWP sendiri atau jika ikut suami.
2
Kasus Rico dan Istri menikah, tetapi tidak memiliki anak. NPWP hanya
dimiliki Rico sebagai kepala keluarga. Rico bekerja di PT. Sumber
Makmur. Penghasilan netto tahun 2015 yang diperoleh Rico sebesar
Rp. 100.000.000,-. Sedangkan istrinya bekerja di PT. Maju Terus
dengan penghasilan netto setahun Rp. 50.000.000,-. Atas penghasilan
mereka sudah di potong pajak oleh pemberi kerja dengan perhitungan
sebagai berikut:
Suami
Penghasilan Netto 100.000.000
PTKP (K/0) 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak 73.675.000
PPh Terutang setahun
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 23.675.000 = 3.551.250
Jumlah 6.051.250
Istri
Penghasilan Netto 50.000.000
PTKP (TK/0) 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak 25.700.000
PPh Terutang setahun
5% x 25.700.000 1.285.000
Sementara jika istri Rico memiliki NPWP sendiri, maka penghitungan
PPh terutangnya akan digabung.
Penghasilan suami-istri digabung.
Penghasilan Netto Suami 100.000.000
Penghasilan Netto Istri 50.000.000
Total Penghasilan Netto 150.000.000
PTKP (K/I/0) 50.625.000
Total Penghasilan Kena Pajak 99.375.000
PPh Terutang Setahun
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 49.375.000 = 7.406.250
Jumlah 9.906.250
Perhitungan untuk SPT tahunan PPh suami PPh terutang
(100.000.000/150.000.000) x 9.906.250= 6.604.167
Kredit pajak PPh 21 6.051.250
3
PPh kurang bayar 552.917
Perhitungan untuk SPT tahunan Istri PPh terutang
(50.000.000/150.000.000) x 9.906.250 = 3.302.083
Kredit pajak PPh 21 1.285.000
PPh kurang bayar 2.017.083
Dari ilustrasi di atas dapat dilihat jika istri memiliki NPWP sendiri ada
kekurangan pajak sebesar Rp. 2.570.000,- yang harus dibayar Rico dan
istri. Sementara jika NPWP hanya dimiliki oleh Rico maka tidak ada
kekurangan pajak, karena telah dipotong perusahaan. Dengan
menyandingkan konsekuensi pengenaan pajak jika istri memiliki
NPWP sendiri terpisah dari suami, akan jadi pertimbangan Wajib Pajak
sebelum memutuskan apakah sebaiknya istri ber-NPWP sendiri atau
tidak. Sehingga kasus Rico tak perlu terulang. Karena banyaknya
permohonan penghapusan NPWP, berarti menambah beban kerja
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) juga.
Sumber : kompasiana / Dewi Damayanti (26 Januari 2016)
4
SE Nomor 8 Tahun 2015 - Sudah
siapkah ASN/TNI/POLRI dengan e-
Filing?
Senin 25 Jan 2016 20:38Administratordibaca 3742 kaliArtikel Pajak
Kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak sudah mengalami peningkatan yang
signifikan dari tahun ke tahun. Terlihat dari target penerimaan pajak maupun realisasi
penerimaan pajak dari tahun ke tahun yang semakin meningkat. Prestasi ini tak luput
dari peran serta warga negara Indonesia yang semakin sadar akan pentingnya pajak
bagi pembangunan negeri.
Penerbitan SE Nomor 8 Tahun 2015 ini akan sangat mendukung program Direktorat
Jenderal Pajak untuk tahun 2016 sebagai Tahun Penegakan Hukum Pajak. Namun,
apakah Wajib Pajak sudah benar-benar memahami dan menguasai e-Filling?
Bagaimana juga dengan hardware dan software pendukung sistem e-Filling?
Beberapa hal menjadikan wajib pajak kurang nyaman menggunakan e-filing dalam
pelaporan SPT Tahunan diantaranya :
1. Resiko akan
5
PP 23 Tahun 2018 - Penurunan
Tarif Pajak UMKM menjadi
0.5%
Kamis 19 Jul 2018 15:30Ridha Anantidibaca 22304 kaliArtikel Pajak
6
Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam PP 23
Tahun 2018 adalah :
1. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan
tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E
Undang-Undang Pajak Penghasilan;
2. Wajib Pajak Badan berbentuk Persekutuan Komanditer atau Firma
yang dibentuk oleh beberapa wajib pajak orang pribadi yang
memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas;
3. Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan
berdasarkan Undang – Undang Pajak Penghasilan Pasal 31A atau PP
Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena
Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan
beserta perubahannya;
4. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT).
7
Penurunan tarif pajak UMKM oleh pemerintah memang patut untuk
diapresiasi. Dengan diturunkannya tarif pajak menjadi 0,5% diharapkan
para pelaku usaha UMKM dapat mengembangkan usahanya dan
memberikan kontribusi lebih kepada negara tanpa menghilangkan nilai
kujujuran didalamnya mengingat pentingnya pajak bagi penerimaan
negara.
Sumber : PP No. 23 Tahun 2018
8
Sekilas Pengampunan Pajak
Kamis 21 Jul 2016 20:41Administratordibaca 4449 kaliPengampunan Pajak
(Foto : pajak.go.id)
9
Jenis pajak yang mendapatkan fasilitas Pengampunan Pajak
1. Pajak Penghasilan; dan
2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah
Cara Pengampunan Pajak
Wajib pajak menyampaikan Surat Pernyataan Pengampunan Pajak (“Surat
Pernyataan”) ke KPP terdaftar, paling sedikit memuat:
1. identitas Wajib Pajak,
2. Harta,
3. Utang,
4. nilai Harta bersih, dan
5. penghitungan Uang Tebusan
Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali.
10
Jangan Tertinggal Tax Amnesty di
Indonesia
Senin 10 Okt 2016 15:11Administratordibaca 7470 kaliArtikel Pajak
Belum tau amnesti pajak / Pengampunan pajak ? mari kita pelajari bersama mengenai
momentum yang luar biasa ini.
Dalam aspek pengampunan pajak ini terdapat tiga aspek pokok yang perlu terlebih
dulu perlu diketahui, karena tiga aspek tersebut akan berkaitan langsung dengan
penyelesaian amnesti pajak. Tiga aspek tersebut mengenai Harta, Hutang, dan
Tebusan. Penjelasan tiga aspek berikut dikutip langsung dari UU No.11 Tahun
2016 Tentang Pengampunan Pajak.
Harta
11
Utang
Utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan dengan
perolehan harta (Pasal 1 ayat 4).
Uang Tebusan
Uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas Negara untuk
mendapatkan Pengampunan Pajak. (Pasal 1 ayat 7)
Fasilitas
1. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai
sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan,
untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pojak,
sampai dengan akhir tahun pajak terakhir.
2. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk
kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pojak, sampai
dengan akhir tahun pajak terakhir.
3. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak,
bagian tahun pajak, dan tahun pojak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir.
4. Penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan, dalam hal wajib pajak sedang dilakukan pemeriksaan
pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan atas kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak terakhir.
Keamanan
Seperti yang diungkapakan oleh Bapak Ken Dwijugiasteadi pada laman liputan6.com
pemerintah menjamin keamanan data WP atau peserta tax amnesty. Dia menjelaskan,
formulir pengajuan permohonan tax amnesty maupun data lainnya
menggunakan barcode, tanpa nama si pemohon.
12
Hal ini mencegah kebocoran data maupun informasi peserta tax amnesty. Jika sampai
terjadi bobolnya data-data tersebut, pegawai DJP akan diganjar hukuman 5 tahun
penjara. "Pakai barcode ini tujuannya juga menjaga teman-teman DJP karena
sanksinya berat 5 tahun penjara,"
Perlu diketahui bahwa Tax Amnesty sifatnya mempunyai limit waktu yang telah
ditentukan dan memiliki sifat Voluntary Declaration yaitu wajib pajak diberikan
kewenangan untuk mendeklarasikan penghasilan kena pajaknya atau dengan kata lain
wajib pajak diberikan kewenangan membayar atas kewajiban pajak yang belum
terbayar. Fasilitas ini tidak hanya berlaku bagi perusahaan – perusahaan yang
besar/makro tetapi juga termasuk pengusaha mikro, menengah, dan orang pribadi.
Fasilitas Tarif
Wajib pajak juga dapat memanfaatkan fasilitas tarif yang telah ditentuakan sesuai
dengan masa periode. Bagi wajib pajak yang lebih awal mengikuti Tax Amnesty maka
akan mendapatkan tarif yang lebih kecil sehingga mendapatkan keuntungan lagi
dari Tax Amnesty.
1. Deklarasi Harta di wilayah NKRI dan atau Repatriasi Harta di Luar Wilayah NKRI
Tarif
Periode Repatriasi/Deklarasi Dalam
Deklarasi Luar Negeri
Negeri
1 Juli 2016 s/d 30 September
2% 4%
2016
1 Oktober 2016 s/d 31
3% 6%
Desember 2016
1 Januari 2017 s/d 31 Maret
5% 10%
2017
2. Deklarasi harta untuk UMKM
Total Harta Tarif
s.d Rp. 10M 0,5%
>Rp. 10M 2%
Pencapaian Tebusan Tax Amnesty
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Tempo.co tanggal 2 Oktober 2016, Menteri
Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa jumlah pencapaian program pengampunan
pajak periode pertama yang berskhir pada tanggal 30 September 2016 penerimaan
yang masuk dati Amnesti Pajak mencapai Rp. 97,15 Triliun.
13
Dari pencapaian periode Tax Amnesty yang pertama hampir mencapai 100 Triliun,
terlihat bahwa antusias masyarakat Wajib Pajak (Orang pribadi dan Badan) sangat
besar yang berarti bahwa tingkat kesadaran atas kewajiban perpajakannya sangat tinggi
pula. Sehingga diharapkan setelah adanya Tax Amnesty ini usai masyarakat tetap patuh
untuk membayar pajak. Dalam pencapaian program Tax Amnesty periode pertama
perlu di apresiasi bagi semua pihak khususnya bagi pihak Kementrian Keuangan,
Dirjen Pajak, dan Masyarakat Wajib Pajak, namun perlu kita ketahui bahwa
masyarakat Wajib Pajak yang mengikuti Tax Amnesty ini memiliki rasa kesadaran
yang tinggi atas kekeliruan, keterlambatan dan kekurangtransparannya dalam
membayar pajak, serta tinnginya tebusan dalam Tax Amnesty ini mencerminkan bahwa
potensi pengusaha Indonesia yang besar pula.
Tidak ada ruginya untuk mengikuti Tax Amnesty ini, selain mendapatkan beberapa
fasilitas bagi wajib pajak juga turut membangun perekonomian Negara, tentunya
dengan harapan lebih memajukan perekonomian bangsa dan mensejahterakan rakyat
Indonesia dengan taat membayar pajak.
Dari berbagai paparan diatas diharapkan bagi Wajib Pajak yang ingin mengikuti Tax
Amnesty periode kedua yang dimulai dari tanggal 1 Oktober sampai dengan 31
Desember JANGAN SAMPAI TERLAMBAT…..
Oktalista Putri
#PajakUntukKita
14
Perhitungan Uang Tebusan
Pengampunan Pajak
Kamis 21 Jul 2016 20:39Administratordibaca 14100 kaliPengampunan Pajak
(Foto: pajak.go.id)
Uang Tebusan
Uang Tebusan = Tarif X Dasar Pengenaan Uang Tebusan
Tarif
Tarif Pengampunan Pajak adalah sebagai berikut :
15
3. UMKM Omzet s.d Rp.4.8M
Total Harta Tarif
s.d Rp.10 Milyar 0,5%
> Rp.10 Milyar 2%
Dasar Pengenaan Uang Tebusan (DPUT)
1. adalah harta bersih, yaitu sebesar nilai Harta tambahan yang belum
atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir
sebagaimana dikurangi nilai Utang tambahan (yang berkaitan langsung
dengan Harta tambahan).
Harta Bersih = Harta – Utang
2. Utang
Maksimal Utang tambahan yang boleh dikurangkan terhadap Harta
tambahan:
Jenis Wajib Pajak Maksimal
WP Badan 75%
WP Orang Pribadi 50%
3. DPUT WP yang terdaftar s.d tahun pajak 2015:
DPUT = Harta Bersih menurut Surat Penyataan – Harta Bersih
menurut SPT Terakhir
4. DPUT WP yang terdaftar setelah tahun pajak 2015:
DPUT = Harta Bersih menurut Surat Penyataan
16
Mengajukan Keberatan atau Gugatan
Pajak? Mana yang Lebih Menguntungkan?
Senin 14 Mar 2016 18:43Administratordibaca 12477 kaliArtikel Pajak
17
ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak selain:
1) Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata
cara penerbitan;
2) Surat Keputusan Pembetulan;
3) Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau
tata cara penerbitan;
4) Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
5) Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
6) Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
7) Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan
8) Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, telah diajukan uji
materiil dan dinyatakan tidak sah serta tidak berlaku umum dalam Putusan MA.
Dengan putusan tersebut, atas SKP, yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur
atau tata cara penerbitan yang sebelumya tidak dapat diajukan Gugatan Pajak, saat ini
dapat langsung diajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak tanpa melalui Proses Keberatan.
Apabila kita berhitung waktu maka dapat dilihat sebagai berikut :
Penjelasan Ilustrasi 1:
1. Atas SKP yang diterima WP, paling lambat 3 bulan harus diajukan permohonan
keberatan, dimana dengan pengajuan ini, jumlah pajak yang tidak disetujui dalam SKP
belum menjadi hutang pajak, sehingga fungsi penagihan aktif belum berjalan;
2. Paling lambat, 1 tahun sejak permohonan diterima lengkap, DJP wajib
mengeluarkan SK Keberatan, apakah menyetujui seluruhnya, sebagian atau menolak
permohonan WP. Apabila terdapat pajak yang masih harus dibayar dan WP
menyetujui atau menolak tetapi tidak mengajukan banding, maka fungsi penagihan
aktif berjalan, dan WP dikenakan tambahan sanksi 50%;
3. Apabila WP mengajukan Banding, yang paling lambat permohonan dikirimkan ke
Pengadilan Pajak, 3 bulan sejak SK Keberatan diterima, maka fungsi penagihan aktif
belum berjalan
4. Apabila hasil Keputusan Pengadilan Pajak, terdapat pajak yang masih harus dibayar,
maka fungsi penagihan aktif akan berjalan dan WP dikenakan tambahan sanksi 100%.
18
Penjelasan Ilustrasi 2:
1. Atas SKP yang diterima WP, paling lambat 30 hari harus diajukan permohonan
gugatan, dimana dengan pengajuan ini, fungsi penagihan aktif telah berjalan;
2. Permohonan Gugatan, sesuai Pasal 43 UU No. 14 Pengadilan Pajak, WP dapat
memohon untuk dapat dilakukan penundaan penagihan aktif sampai dengan Putusan
Gugatan Pengadilan Pajak;
3. Apabila hasil Keputusan Pengadilan Pajak, terdapat pajak yang masih harus dibayar,
maka fungsi penagihan aktif akan berjalan dan WP tidak dikenakan tambahan sanksi
100% seperti apabila pengajuan Banding Sesuai dengan ilustrasi tersebut, manakah
yang lebih menguntungkan bagi WP, apakah tetap mengajukan proses Keberatan dan
Banding, atau langsung mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak atas SKP hasil
pemeriksaan Pajak. Tentunya itu pilihan, bagaimana Anda menyikapi dan menghitung
potensi dari Masalah yang ada.
Sumber : Kompasiana.com / Tommy Hendharto Oetomo (13 Maret 2016)
19
S-421/PJ.03/2018 - Pedoman
Pengajuan Surat Keterangan
Bebas (SKB) UMKM
Selasa 24 Jul 2018 09:34Ridha Anantidibaca 7879 kaliUpdate Aturan Pajak
S-421/PJ.03/2018 - Pedoman Pengajuan Surat Keterangan Bebas (SKB) UMKM
Setelah berlakunya PP No. 28 Tahun 2018, Direktorat Jenderal Pajak
mengeluarkan pedoman terkait surat keterangan bebas pemotongan dan/atau
pemungutan pajak penghasilan bagi wajib pajak yang dikenai PP No. 46 Tahun
2013 yang telah digantikan dengan PP No. 28 Tahun 2018. Berikut rincian
pedoman yang tertuang dalam S-421/PJ.03/2018 :
20