NIM 20170420361
Kelas Perpajakan 2 (B)
Pertemuan 10
Wajib pajak orang pribadi diwajibkan untuk mengisi status perpajakan suami istri
tersebut. Ketika wajib pajak memilih salah satu status perpajakan tersebut maka
penghitungan pajak terutangnya akan berbeda.
Pertama, dalam status KK, penghasilan dari seluruh anggota keluarga wajib pajak
digabungkan sebagai satu kesatuan, dan pemenuhan kewajiban pajaknya hanya pada
satu wajib pajak sebagai kepala keluarga.
Apabila suami dan istri masing-masing bekerja pada pemberi kerja maka istri tidak
perlu memiliki NPWP sendiri melainkan ikut pada NPWP suaminya. Dengan kata lain,
cukup suami yang memiliki NPWP dan yang membuat laporan SPT tahunan, sedangkan
penghasilan istri cukup dilaporkan dalam lampiran SPT suami.
Kedua, status HB dipilih ketika suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan
hakim atau bercerai. Dengan menyilang kotak HB maka status perpajakan suami atau
istri tersebut adalah Tidak Kawin (TK), sehingga dalam menghitung besaran
penghasilan tidak kena pajak (PTKP) juga harus TK.
Wajib pajak yang menyilang kotak HB harus melakukan perhituangan pajak terutang
secara sendiri-sendiri. Dengan kata lain, penghasilan suami dihitung pajak terutangnya
sendiri, begitu pun penghasilan istri. Suami istri tersebut harus melaporkan SPT
tahunannya masing-masing.
Ketiga, wajib pajak yang dapat memilih status PH adalah suami istri yang tidak bercerai
akan tetapi melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
Bila suami istri melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, maka istri harus
memiliki NPWP sendiri, dan penghitungan pajak terutangnya dihitung berdasarkan
penggabungan penghasilan neto suami dan istri yang kemudian dihitung secara
proporsional sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
Keempat, status MT dipilih oleh suami istri yang tidak bercerai akan tetapi istri
menghendaki atau memilih untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
secara terpisah.
Suami istri yang memilih MT, kondisi dan persyaratannya sama dengan status PH yaitu
istri harus memiliki NPWP sendiri dan penghitungan pajak terutangnya dihitung
berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami dan istri yang kemudian dihitung
secara proporsional sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
Perlu dicatat, untuk wajib pajak yang memilih status perpajakannya PH dan MT, ada
formulir tambahan yang harus diisi dalam lampiran SPT Tahunan baik Formulir 1770
maupun Formulir 1770S.
Ketika istri dalam status menikah memiliki NPWP sendiri maka pengenaan pajaknya
diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU PPh, yaitu penghasilan neto suami-istri digabung
kemudian besaran masing-masing pajak suami-istri tersebut dihitung sesuai
perbandingan penghasilan neto mereka. Berikut contoh perhitungannya :
Terdapat pasangan suami-istri yang tidak memiliki anak, dimana NPWP hanya dimiliki
oleh suami. Penghasilan netto tahun 2015 yang diperoleh suami sebesar Rp.
75.000.000,-. Sedangkan penghasilan netto istri dalam setahun sebesar Rp.
60.000.000,-. Besaran potongan pajak yang di potong oleh perusahaan dapat diketahui
sebagai berikut:
Suami
Penghasilan Netto 75.000.000
PTKP (K/0) 26.325.000
Penghasilan Kena Pajak 48.675.000
PPh terutang setahun 2.433.750
stri
Penghasilan Netto 60.000.000
PTKP (TK/0) 24.300.000
Penghasilan Kena Pajak 35.700.000
PPh terutang setahun 1.785.000
Karena NPWP istri berbeda dengan NPWP suami, maka penghitungan PPh terutangnya
digabung.