Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rizkika Ariestantya Sujana

NPM : 183112340340083

UJIAN BREVET PPH 21 OP

Senin, 22 Agustus 2022

1. Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan Badan antara lain terdiri dari :

Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur:

Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama
mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Menurut undang-undang, ada 3 golongan bukan subjek pajak:

1. kantor perwakilan negara asing;


2. pejabat diplomatik; dan
3. organisasi internasional.

Organisasi Internasional tidak termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan Badan apabila
memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota.
4. Unit tertentu dari badan pemerintah.
Unit tertentu dari badan pemerintah tidak termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan Badan
apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.


b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

Contoh Unit tertentu dari badan pemerintah yang tidak termasuk subjek pajak penghasilan badan
antara lain :
1) Bendahara atau Instansi Pemerintah Pusat. 

2) Bendahara atau Instansi Pemerintah Daerah.

3) Bendahara atau Instansi Pemerintah Desa.

4) BLU (Badan Layanan Umum).

5) BLUD (Badan Layanan Umum Daerah)


Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang PPh, bahwa sesuai dengan kelaziman internasional, kantor
perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat
lainnya, dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya. Pengecualian sebagai
subjek pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di
luar jabatannya atau mereka adalah Warga Negara Indonesia. Dengan demikian apabila pejabat
perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenai pajak atas penghasilan lain
tersebut.

2. Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) adalah norma yang digunakan oleh wajib pajak dalam
penghitungan penghasilan neto dalam satu tahun pajak sebagai dasar penghitungan PPh Pasal 25/29
terutang. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan penghitungan untuk mencari penghasilan neto.
Setelah mendapatkan besaran penghasilan neto, wajib pajak dapat menghitung besaran PPh terutang
untuk kebutuhan pembayaran dan pelaporan pajaknya.

3.

4. cara pengenaan pajak penghasilan yang diterima seorang suami dan istri. Status tersebut dibedakan
menjadi 4 (empat), yaitu:

 KK = Kepala Keluarga
 HB = Hidup Berpisah
 PH = Pisah Harta
 MT = Memilih Terpisah

KK atau kepanjangan dari Kepala Keluarga memiliki arti bahwa penghasilan dari seluruh anggota
keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan. Pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh satu orang
yang bertindak sebagai kepala keluarga. Artinya dalam satu keluarga suami dan istri hanya memiliki satu
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Pada status kewajiban perpajakan KK (Kepala Keluarga) NPWP istri sama dengan NPWP suami
meskipun keduanya sama-sama bekerja. Istri tidak perlu melaporkan SPT Tahunan sendiri. 
Bagi Wajib Pajak yang belum menikah atau masih single juga memilih status kewajiban perpajakan ini
pada saat pengisian SPT Tahunan.

HB atau kepanjangan dari Hidup Berpisah adalah suatu keadaan dimana suami dan istri telah berpisah
berdasarkan keputusan hakim (cerai). Dalam kondisi HB (Hidup Berpisah) suami dan istri
mempunyai NPWP tersendiri yang berbeda. Suami dan istri sama-sama melaporkan SPT Tahunan.

Status kewajiban perpajakan yang ketiga adalah PH atau Pisah Harta. Kondisi tersebut bisa diperoleh bila
dalam perkawinan suami dan istri mengadakan perjanjian pisah harta secara tertulis. Istri akan
mendapatkan NPWP yang beda dengan suami dan diperkenankan menjalankan kewajiban perpajakannya
sendiri.

Kondisi yang keempat adalah MT atau kepanjangan dari Memilih Terpisah. Istri dapat mengajukan status
MT (Memilih Terpisah) jika ingin memiliki NPWP sendiri beda dengan suami tanpa membuat perjanjian
pisah harta.

Pada status kewajiban perpajakan PH (Pisah Harta) dan MT (Memilih Terpisah) baik suami dan
istri wajib melaporkan SPT Tahunan.

5. Gaji 30.000.000 x 12 = 360.000.000


BPJS JKK 0,5% x 360.000.000 = 1.800.000
BPJS JKM 0.3% x 360.000.000 = 1.080.000
JHT 2% x 360.000.000 = 7.200.000
Penghasilan netto 1 tahun = 349.920.000
Dikurangi :
WP pribadi 54.000.000
K = 4.500.000
K1 = 4.500.000
K2 = 4.500.000
PTKP 67.500.000
PPh 21 terutang 282.420.000
Lapisan Kena Pajak :
50.000.000 x 5% = 2.500.000
232.420.000 x 15% = 34.863.000
Total PPh 21 terutang 37.363.000/12 = 3.113.583,33/bulan

6. Perhitungan pajak suami


Penghasilan netto 1 tahun 2.000.000.000
Dikurangi :
WP Pribadi 54.000.000
K1 4.500.000
Total PTKP 58.500.000
PPh 21 terutang 1.941.500.000
Lapisan kena pajak :
50.000.000 x 5% = 2.500.000
250.000.000 x 15% = 37.500.000
500.000.000 x 25% = 125.000.000
1.141.500.000 x 30% = 342.450.000
Total PPh 21 terutang 507.450.000/12 = 42.287.500/bulan

Perhitungan pajak istri


Penghasilan netto tgl 1/1/17 – 31/5/17 = 500.000.000
Dikurangi :
WP pribadi 54.000.000
K1 = 4.500.000
PTKP 58.500.000
PPh 21 terutang 441.500.000
Lapisan kena pajak :
50.000.000 x 5% = 2.500.000
250.000.000 x 15% = 37.500.000
141.500.000 x 25% = 35.375.000
Total PPh 21 terutang 75.375.000

Total PPh terutang suami istri sebelum pisah


507.450.000 + 75.375.000 = 582.825.000/12 = 48.568.750/bulan

Perhitungan pajak istri setelah pisah


Penghasilan netto tgl 1/6/17 – 31/12/17 = 600.000.000
Dikurangi :
WP Pribadi 54.000.000
K1 = 4.500.000
PTKP 58.500.000
PPh 21 terutang 541.500.000
Lapisan kena pajak :
50.000.000 x 5% = 2.500.000
250.000.000 x 15% = 37.500.000
241.500.000 x 25% = 60.375.000
Total PPh 21 terutang 100.375.000/12 = 8.364.583,33/bulan

7. Perhitungan pajak penghasilan gabungan suami istri


Penghasilan suami 20.000.000 x 12 = 240.000.000
Penghasilan istri 10.000.000 x 12 = 120.000.000
Dikurangi :
1.000.000 x 12 = 12.000.000
500.000 x 12 = 6.000.000
Total penghasilan netto suami istri = 342.000.000
PTKP :
WP pribadi 54.000.000
K = 4.500.000
K1 = 4.500.000
Total PTKP = 63.000.000
Total PPh 21 terutang = 279.000.000
Lapisan kena pajak :
50.000.000 x 5% = 2.500.000
229.000.000 x 15% = 34.350.000/12 = 2.862.500/bulan

Anda mungkin juga menyukai