yang dibentuk pada tanggal 17 Juli 1998, melalui pengesahan Statuta Roma 1998 oleh United
Nations Diplomatic Conference of Plenipotentiaries on the Establishment of an International
Criminal Court di Roma ( Italy ). Kemudian latar belakang didirikannya ICC ini tidak terlepas
dari fakta bahwa di berbagai belahan dunia telah terjadi tindakan kekejaman terhadap manusia
baik itu wanita dan anak-anak yang menjadi korban dari kebijakan penguasa. Perbuatan tersebut
di kategorikan sebagai most serius crime, yang menggoyahkan perasaan kemanusiaan.
Selain sifat dan akibat kejahatan yang bersifat serius dan mengancam perdamaian serta
keamanan internasional, maka terhadap para pelaku kejahatan tersebut dalam kenyataanya
mereka mempunyai kekebalan dalam hukum nasionalnya (impunity). Fakta inilah yang
mendorong didirikannya ICC, disamping itu pula pendirian ICC tersebut juga dimaksudkan
untuk mencegah terulangnya kekejaman manusia terhadap manusia lainnya .
B. An Appeals Division , ( Divisi Banding ) a Trial Division (Divisi peradilan) and PreTrial
Division (Divisi pra peradilan);
Lalu pembentukan dari ICC bukan maksud untuk menghalangi Yurisdiksi pengadilan nasional
dalam mengadili pelanggaran HAM berat, namun bertujuan untuk melengkapi Yurisdiksi dari
Hukum nasional itu. Hal ini lah yang dimaksudkan berlakunya asas complementary ( asas
pelengkap ). Dalam arti ICC dibentuk sebagai pelengkap dari pengadilan nasional. Kemudian
asas-asas bekerjanya ICC dalam ranah hukum pidana meliputi sebagai berikut :
Secara prinsipil pengadilan pelanggaran HAM yang berat di Indonesia dilakukan melalui 2 (dua)
cara yaitu :
a. Pembentukan pengadilan HAM ad hoc seperti pengadilan HAM Kasus Timor Timur ,
Pengadilan HAM ad hoc Kasus Tanjung Priok, yang dimaksudkan untuk mengadili pelaku
pelanggaran HAM berat sebelum berlakunya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM;
b. Pengadilan HAM di Makasar yang mengadili pelaku pelanggaran HAM berat kasus Abipura .
Pengadilan HAM ini tidak bersifat ad hoc karena kasus yang diadili adalah kasus yang terjadi
setelah berlakunya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000.
Di dalam Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM merupakan ketentuan payung bagi
pengaturan-pengaturan di bawahnya di bidang hak asasi manusia. Lebih lanjut pengertian
pelanggaran HAM yang berat menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pelanggaran
HAM adalah : Pelanggaran HAM yang berat menurut Pasal 7 Undang-Undang NO. 26 Tahun
2000 digolongkan dalam dua jenis kejahatan, yakni kejahatan Genocide dan kejahatan terhadap
kemanusiaan.
Kemudian asas-asas yang terdapat dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM adalah sebagai berikut :
a. Asas Retroaktif;
d. Asas kedaluwarsa.