Anda di halaman 1dari 55

HUKUM ACARA PENGADILAN

HAK ASASI MANUSIA

ROKI PANJAITAN

PENDIDIKAN KHUSUS PROFESI ADVOKAT ( PKPA) ANGKATAN XVIII


PENYELENGGARA DPC PERADI JAKARTA BARAT
5 MARET 2022
Berdasarkan Resolusi Komisi Tinggi Hak Asasi
Manusia PBB di tahun 1999, dibentuk International
KASUS HAM TIMOR TIMUR Commission of Inquiry on East Timor (ICIET), untuk
JAJAK PENDAPAT TAHUN 1999 melakukan penyelidikan adanya pelanggaran HAM
dan pelanggaran hukum humaniter internasional di
Timor Timur, pasca jajak pendapat.
1. Laporan komisi ini memperlihatkan ada bukti-bukti
pelanggaran atas hak-hak asasi dan hukum humaniter
internasional
PELANGGARAN HAM
TIMOR TIMUR 2. Merekomendasikan perlunya dibentuk mekanisme untuk
meminta pertanggungjawaban dari pelaku diantaranya
melalui pembentukan tim penyelidik independen oleh
PBB untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. ==>
SERTA PEMBENTUKAN TRIBUNAL DI TINGKAT
INTERNASIONAL.

Rekomendasi Komisi Tinggi HAM PBB, ===> Dewan


Keamanan PBB menerbitkan Resolusi DK No. 1264
Tahun 1999 dan meminta agar dilakukan
pertanggungjawaban atas para pelaku.
1. Indonesia memutuskan untuk
membentuk pengadilan nasional
sendiri untuk mengadili kejahatan yang
terjadi di Timor- Timur pra dan pasca
jajak pendapat pada tahun 1999;
2. Indonesia menolak pembentukan
pengadilan Internasional untuk kasus
Timor Timur.
TANGGAPAN INDONESIA ATAS 3. Indonesia memberikan alasan adanya
RESOLUSI DEWAN KEAMANANAN prinsip yang dikenal dalam hukum
PBB NO. 1264 TAHUN 1999 internasional yakni national remedies
yang dikemukakan secara resmi
oleh pemerintah Indonesia.

4. Akhinya PBB menyetujui pembentukan


Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk
kasus pelanggaran HAM Berat Timor
Timur
SEJARAH PEMBENTUKAN PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Pendirian Pengadilan HAM di Indonesia, karena adanya tekanan dan desakan


dari Komisi Tinggi HAM PBB tahun 1999 dan Resolusi DK PBB No. 1264
karena adanya dugaan Pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di Timor - 1
Timur selama proses jajak pendapat tahun 1999.

Presiden Habibie MENINDAKLANJUTI dengan menerbitkan


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 2
No. 1 Tahun 1999 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

 Perppu ini untuk menunjukkan respon Indonesia kepada tekanan dunia


internasional, bahwa Pemerintah RI bersedia membentuk Pengadilan HAM
untuk mengadili kasus pelanggaran HAM berat Timor Timur. 3
 Tetapi Perppu ini ditolak oleh DPR.
 Untuk mencegah para pejabat militer di adili di Pengadilan Internasional
Pemerintah menerbitkan UU N0. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM untuk
menggantikan Perppu tsb
LATAR BELAKANG DIBENTUKNYA
PENGADILAN HAM

TAP MPR TAHUN 1998 PENEGAKAN


TERHADAP HAM Mengembalikan Kepercayaan
Internasional

1. Untuk mengatasi keadaan yang tidak


Dalam Rangka menentu di Bidang Keamanan dan
Melaksanakan Tap MPR Ketertiban Umum, termasuk
No. XVII/MPR/1998 perekonomian nasional.
Tentang HAM Dan Tindak 2. Keberadaan Pengadilan HAM Ini
Lanjut Dari Pasal 104 Ayat diharapkan dapat mengembalikan
1 Undang-undang No. 39 kepercayaan Masyarakat Dan Dunia
Tahun 1999. Internasional terhadap penegakan
hukum dan adanya jaminan Kepastian
Hukum dalam menegakkan HAM Di
Indonesia.;
DPR MENGUSULKAN
DIBENTUKNYA PENGADILAN HAM
AD HOC

 Alasan adanya dugaan telah terjadinya pelanggaran hak


asasi manusia yang berat.

 Namun dibatasi pada locus dan tempos delicti tertentu


yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini.
Jadi berlaku surut ( Retroaktif ).
PEMBENTUKAN PENGADILAN HAM

Diatur dalam pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM, ayat 1.
Bahwa untuk mengadili pelanggaran HAM yang berat dibentuk 1
pengadilan HAM dilingkungan peradilan umum

Realisasi Pasal 2 UU No. 26/2000 : 2


 Memperhatikan perkembangan hukum, juga kepentingan
nasional maupun dari kepentingan internasional,
maka untuk menyelesaikan masalah pelanggaran hak
asasi manusia.   Perlu dibentuk Pengadilan Hak
Asasi Manusia yang merupakan pengadilan khusus bagi
pelanggaran hak asasi manusia yang berat
YURISDIKSI KEWENANGAN PENGADILAN HAM

Kejahatan-kejahatan yang merupakan yurisdiksi pengadilan HAM ini adalah


kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang keduanya 1
merupakan pelanggaran HAM yang berat

Pengadilan HAM ini juga mengatur :


 Penanganan terhadap kejahatan-kejahatan yang termasuk gross
violatioan of human rights dengan menggunakan norma-norma 2
yang ada dalam hukum internasional.
 Norma-norma yang diadopsi itu diantaranya adalah mengenai
prinsip tanggung jawab individual (Individual Criminal
Responsibility) yang dielaborasi dalam ketentuan dalam UU No.
26/2000 dalam pasal 1 ayat (4).
Penggunaan Asas Retroaktif :

Pasal 28 J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : Dengan


ungkapan lain asas retroaktif dapat diberlakukan dalam rangka
melindungi hak asasi manusia itu sendiri berdasarkan Pasal 28 j ayat (2) 1
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.

Secara umum Penjelasan UU No.26 Tahun 2000, telah menyatakan bahwa:


“ Mengenai pelanggaran hak asai manusia yang berat seperti genosida dan 2
kejahatan terhadap kemanusiaan yang berdasarkan hukum internasional
dapat digunakan asas retroaktif”.
Ketentuan mengenai pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc
menurut pasal 43 UU No. 26/2000 :

Pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum


diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM Ad Hoc.

Pengadilan HAM ad hoc sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia berdasarkan  peristiwa tertentu dengan Keputusan
Presiden
KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 96 TAHUN 2001
PEMBENTUKAN
PENGADILAN HAM AD HOC DI PENGADILAN
NEGERI JAKARTA PUSAT :

Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc memeriksa dan memutus


perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi di
Timor Timur dalam wilayah hukum Liquica, Dilli, dan Soae pada
bulan April 1999 dan bulan September 1999

Dalam Kesepakatan Perjanjian dengan PBB New York tanggal


5 Mei 1999 Indonesia menjamin ketertiban dan keamanan jajak
pendapat.   Ternyata terjadi kerusuhan, pembunuhan,
konflik bersenjata, persekusi, dsb. Situasi dan kondisi di Timor-
Timur, prasarana fisik yang hancur sekitar 70-80%
SISTEM PERADILAN DI INDONESIA
MAHKAMAH AGUNG
(UU NO.5 TAHUN 2004 JO. UU NO. 14 TAHUN 1985)

LINGKUNGAN PERADILAN LINGKUNGAN PERADILAN LINGKUNGAN PERADILAN LINGKUNGAN PERADILAN


UMUM TATA USAHA NEGARA AGAMA MILITER
(UU No.8 TAHUN 2004 (UU No 51/2009 Jo UU No.9/2004 (UU No.50/2009 Jo UU No.6/2003 (UU No.31/1997)
Jo.UU No.2 TAHUN 1986) Jo UU No.5/1986) Jo UU No.7/1989)

P E N G A D I L A N H A K  PENGADILAN
A S A S I M A N U S I A PAJAK
 PENGADILAN ANAK
 PENGADILAN NIAGA
 PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI
 PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
 PENGADILAN PERIKANAN
P E N G A D I L A N HAM

Pengadilan HAM (Permanen) yang dapat memeriksa dan mengadili perkara


pelanggaran HAM yang berat yang terjadi setelah diundangkannya UU No. 26 Tahun
2000.

DAERAH HUKUM PENGADILAN HAM :


I. Jakarta Pusat yang meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
Provinsi Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu,
Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah;
II. Surabaya yang meliputi Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah
IstimewaYogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur;
III. Makassar yang meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, dan Irian Jaya;
IV. Medan yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Daerah Istimewa Aceh, Riau,
Jambi, dan Sumatera Barat.
UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000
ADA 2 MACAM PENGADILAN HAM

PENGADILAN HAM PENGADILAN HAM AD HOC


PERMANEN

Berwenang Untuk Memeriksa


Dan Mengadili Suatu Peristiwa 1. Berwenang Untuk Memeriksa Dan Memutus
Yang Terjadi Setelah Perkara Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang
Berlakunya Undang-undang Terjadi Sebelum Diundangkannya Undang-
Nomor 26 Tahun 2000. undang Nomor 26 Tahun 2000 (Retroactive).
Berdasarkan Keputusan 2. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 53
Presiden Nomor 31 Tahun Tahun 2001 Tanggal 23 April 2001 Tentang
2001 Tanggal 12 Maret 2001 Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Para Terdakwa Kasus Timor Timur 18 Orang
diantaranya sbb :
Mayjen Adam Dimiri Gubernur Abilio Soares Brigjen Tono Suratman Kol Noer Muis

Erico Guterres--> Komandan Milisi


Brigjen Timbul Silaen

Letkol Sujarwo Bupati Herman Sedyono


MAJELIS HAKIM PENGADILAN HAM PN JAKARTA PUSAT
TAHUN 2002
TERDAKWA ABILIO SOARES GUBERNUR TIMOR TIMUR
TERDAKWA ABILIO SOARES GUBERNUR TIMOR TIMUR
TERDAKWA MAYJEND TNI ADAM DAMIRI
PANGDAM UDAYANA
TERDAKWA ERICO GUTTERES KOMANDAN MILISI PRO INTEGRASI
PELANGGARAN HAM BERAT MENERAPKAN ASAS RETROACTIVE

Dalam Sistem Hukum Di Indonesia Diatur Adanya Asas Lex


Specialist Derogat Lex Generalis;
Penjelasan Atas Pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia Menyebutkan “Hak Untuk Tidak
Dituntut Atas Dasar Hukum Yang Berlaku Surut Dapat
Dikecualikan dalam Hal Pelanggaran Berat Terhadap Hak Asasi
Manusia Yang Digolongkan Kedalam Kejahatan Terhadap
YURISDIKSI UNTUK Kemanusiaan”;
KASUS
RETROAKTIF :
Berdasarkan ketentuan UU No. 26 tahun 2000,
Pengadilan HAM mengatur tentang yurisdiksi
atas kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat
baik setelah disahkannya UU ini maupun kasus-
kasus pelanggaran HAM yang berat sebelum
disahkannya UU ini.
PENGADILAN HAM MENGADILI
P E L A N G G A R A N H A K A S A S I M A N U S I A B E R AT

DIATUR DALAM Pasal 104 Ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM
YANG DIMAKSUD DENGAN PELANGGARAN HAM
YANG BERAT :
 Pembunuhan Massal (Genocide);
 Pembunuhan Sewenang-wenang Atau Di Luar
Putusan Pengadilan (Arbitrary/Extra Judicial Killing);
 Penyiksaan;
 Penghilangan Orang Secara Paksa;
 Perbudakan; Atau
 Diskriminasi Yang Dilakukan Secara Sistematis
(Systematic Discrimination).
LINGKUP KEWENANGAN PENGADILAN
HAM

Pasal 4
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat
Pasal 5
Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia Yang berat yang dilakukan di luar batas
teritorial wilayah Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia
Pasal 6
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang Berat yang dilakukan oleh seseorang
yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan
dilakukan
PENGADILAN HAM
BERWENANG MENGADILI
DUA JENIS PELANGGARAN
HAM BERAT
PASAL 7 UU NO 26/ 2000

 KEJAHATAN GENOSIDA
 KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN
( pasal ini di adopsi dari pasal 6 dan pasal 7
”Rome Statute Of The International Criminal Court” )

STATUTA ROMA PASAL 5 :


Presiden Slobodan
Milosevic di dakwa 1. Kejahatan Genosida
sekaligus dengan 4 2. Kejahatan terhadap kemanusiaan;
(empat kejahatan) 3. Kejahatan Perang ( War Crime )
4. Kejahatan Agresi
KETENTUAN PIDANA

 Genosida: 10 (Min)-25 Tahun (Max), Seumur Hidup, Mati;

 Kejahatan Terhadap Kemanusiaan: 5 (Min) -15 (Max) Untuk


Perbudakan, Penyiksaan;

 Kejahatan Terhadap Kemanusiaan: 10-20 Tahun Untuk


Perkosaan Dan Kejahatan Sexual, Penganiayaan/ Persekusi,
Penghilangan Orang;

 Percobaan/ Pemufakatan/ Pembantuan: Sama.


Kejahatan genosida
Pasal 8

Kuburan korban
genosida di Setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
Kamboja 2 -3
juta tewas
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara:

a. membunuh anggota kelompok;


b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-
anggota kelompok;
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok; atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
DALAM KASUS KEJAHATAN TIMOR TIMUR DITEMUKAN KUBURAN MASSAL
PRIA DAN WANITA SERTA ANAK-ANAK DI PEKUBURAN MAUBARA LIQUISA

Direktur Forensik PBB


memimpin pembongakaran
kuburan massal, bersama
Tim Forensik dari RSCM
Tindak pidana dan unsur-unsur kejahatan terhadap
kemanusiaan Pasal 9 UU No. 26/2000

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:

a. pembunuhan; g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara


b. pemusnahan; paksa, pemaksaan, kehamilan, pemandulan atau sterilisasi
c. perbudakan; secara paksa atau bentuk-bentuk, kekerasan seksual lain
d. pengusiran atau pemindahan penduduk yang setara;
secara paksa; h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
e. perampasan kemerdekaan atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
perampasan kebebasan fisik lain kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau
secara sewenang-wenang yang alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
melanggar (asas-asas) ketentuan yang dilarang menurut hukum internasional;
pokok hukum internasional; i. penghilangan orang secara paksa; atau
f. penyiksaan; j. kejahatan apartheid.
PENGADILAN HAM MEMILIKI KEKHUSUSAN

KEKHUSUSAN PENGADILAN HAM

 Penyelidik Dengan Membentuk


Tim Ad Hoc, Penyidik Ad Hoc,
 Tenggang Waktu Tertentu Untuk
Penuntut Ad Hoc, Dan Hakim Ad
Hoc; Melakukan Penyidikan, Penuntutan, Dan
 Penyelidik Hanya Dilakukan Oleh Pemeriksaan di Pengadilan;
Komisi Nasional Hak Asasi
 Adanya Perlindungan Korban Dan Saksi;
Manusia Sedangkan Penyidik
 Tidak Ada Kedaluarsa Pelanggaran HAM
Tidak Berwenang Menerima
Laporan Atau Pengaduan Sebagai Yang Berat.
Mana Diatur Dalam KUHAP;
HUKUM ACARA PIDANA PENGADILAN HAM

PENYELIDIKAN, PENYIDIKAN, PENANGKAPAN DAN PENAHANAN,


PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN

Pasal 10 UU No. 26 Tahun 2000


Menyatakan Bahwa Hukum Hukum Acara Yang Akan Digunakan Untuk Proses
Acara Yang Digunakan Adalah Pemeriksaan Di Pengadilan Menggunakan Hukum
Hukum Acara Yang Berdasarkan Acara Dengan Mekanisme Sesuai Dengan Kitab
Hukum Acara Pidana Kecuali Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Ditentukan Lain Dalam
Undang-undang Ini;
PENYELIDIKAN  UU NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM

 Pasal 1 angka 5 : "Penyelidikan :


 Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran
hak asasi manusia yang berat;
 Untuk ditindaklanjuti dengan penyidikan;
 Pasal 18 :
 Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang
berat dilakukan oleh Komnas HAM.
 Komnas HAM dalam melakukan penyelidikan  dapat membentuk
tim ad hoc yang terdiri :
1. Komisi Nasional Hak asasi Manusia dan
2. Unsur masyarakat
POIN-POIN KEWENANGAN PENYELIDIKAN KOMNAS HAM

Pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat berdasarkan sifat dan
1
lingkupnya patut diduga ada pelanggaran HAM Berat.

2 Menerima Laporan Pengaduan tentang terjadinya pelanggaran HAM yang berat

3 Memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang diadukan untuk diminta dan didengar
keterangannya

4 Memanggil para saksi untuk dimintai keterannganya

5 Meninjau dan mengumpulkan keterangan ditempat kejadian

6 Memanggil pihak terkait.

Memeriksa surat, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan setempat, mendatangkan


7
ahli;

Menyerahkan hasil penyelidikan kepada Jaksa Agung


Penyelidikan dimulai bila
terdapat bukti permulaan
yang cukup

TUJUAN PENYELIDIKAN :
 Menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi
merupakan pelanggaran HAM;
 Siapa yang dapat dipertanggungjawabkan
terhadap pelanggaran HAM tersebut;
 Merupakan persiapan untuk ditindaklanjuti;
PENYIDIKAN

 Dilakukan Oleh Jaksa Agung;


 Jaksa Agung Dapat Membentuk Tim Ad
Hoc Untuk Penyidikan;
 Maksimum dalam waktu 90 Hari Dan
dapat Diperpanjang 90 Hari + 60 Hari.
PENANGKAPAN

Jaksa Agung sebagai penyidik


berwenang melakukan
Kewenangan untuk melakukan penangkapan
Penangkapan di Tingkat
Penyidikan dalam Pengadilan
 Tenggang Waktu Tertentu Untuk
HAM Ini Adalah Jaksa Agung
Melakukan Penyidikan,
Terhadap Seseorang yang
Penuntutan, Dan Pemeriksaan
diduga Keras Melakukan
Dipengadilan;
Pelanggaran HAM Berat
Berdasarkan Bukti Permulaan
 Adanya Perlindungan Korban Dan
Yang Cukup;
Saksi;
 Tidak Ada Kedaluarsa Pelanggaran
Ham Yang Berat.
PENANGKAPAN

 Pelaku Pelanggaran HAM Berat Yang Tertangkap Tangan,


Penangkapannya Dilakukan Tanpa Surat Perintah Tetapi Dengan
Segera Bahwa Orang Yang Menangkap Harus Segera
Menyerahkannya Kepada Penyidik.
 Lama Penangkapan Paling Lama 1 Hari Dan Masa Penangkapan Ini
Dapat Dikurangkan Dari Pidana Yang Dijatuhkan;

 Melakukan Tugas Penangkapan Adalah Jaksa Agung Sedangkan


Dalam KUHAP Yang Melakukan Penangkapan Adalah Petugas
Kepolisian Republik Indonesia
PROSEDUR PEMBUKTIAN:

1. Mekanisme Pembuktian Di Sidang Pengadilan HAM


Menggunakan Mekanisme Yang Diatur Dalam KUHAP;

2. Proses Pemeriksaan Saksi dapat Dilakukan Dengan


Tanpa Hadirnya Terdakwa. Ketentuan Ini Terdapat
Dalam PP No. 2 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Terhadap Korban Dan Saksi Pelanggaran HAM Yang
Berat;

3. Berkenaan Dengan Alat Bukti Yang Dapat Diterima


Juga Mengacu Pada Alat Bukti Yang Sesuai dalam
Pasal 184 KUHAP;
PENAHANAN

PENAHANAN
Tahap Penyidikan : 90 Hari + 90 Hari+ 60 Hari;
Tahap Penuntutan : 30 Hari + 20 Hari + 20 Hari

Pemeriksaan di Sidang :
 Pengadilan HAM : 90 Hari + 30 Hari;
 Pemeriksaan Tingkat Banding : 60 Hari + 30 Hari;
 Pemeriksaan Tingkat Kasasi : 60 Hari + 30 Hari;
PE NUNT UTAN

PE NUNT UTAN
 Penuntutan merupakan tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
berkas perkara pelanggaran HAM yang berat ke Pengadilan HAM
yang berwenang;

 Penuntutan wajib dilaksanakan dalam waktu 70 hari, terhitung sejak


tanggal hasil berkas penyidikan diterima;

 Kewenangan Penuntutan ada pada Jaksa Agung;

 Jaksa Agung dapat mengangkat Penuntut Umum Ad Hoc dari unsur


pemerintah dan atau masyarakat;
PEMERIKSAAN DALAM PERSIDANGAN

Hakim
 Majelis Hakim 5 Orang:
 2 Hakim Karir;
 3 Hakim Non-karir
 Diangkat Dan Diberhentikan Oleh Presiden Atas
Usulan Ketua Mahkamah Agung;
 Masa Jabatan 5 Tahun Dan Dapat Diangkat
Kembali.
ACARA PEMERIKSAAN PERSIDANGAN

 Maximum 180 Hari;


 Banding Di Pengadilan Tinggi 90
Hari Oleh Majelis Hakim 5 Orang
(2 Karir Dan 3 Non-karir);

 Kasasi Di Mahkamah Agung


90 Hari Majelis Hakim 5 Orang (2
Karir Dan 3 Non-karir)
PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI

 Korban Dan Saksi Berhak Atas Perlindungan Fisik


Dan Mental Dari Ancaman, Gangguan, Terror,
Kekerasan Dari Pihak Manapun;
 Oleh Aparat Penegak Hukum Dan Keamanan;

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang


Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban)
KOMPENSASI, RESTITUSI DAN REHABILITASI

 Korban/ Ahli Warisnya Berhak Atas Kompensasi, Restitusi


Dan Rehabilitasi;
 Dicantumkan Dalam Amar Putusan;
 Tata Cara: PP No.3/2002 Sekarang Uu No.31 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi;
 Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2011 Tentang
Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower)
Dan Saksi Pelaku Yang Bekerja Sama (Justice
Collaborators) Di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu;
KOMPENSASI DAN RESTITUSI
Teknis pemeriksaan permohonan Restitusi
(Ps 31(4) PP 7/2018)

 Restitusi - ganti kerugian yang diberikan oleh Pelaku Tindak


Pidana (atau Pihak Ketiga) pada Korban (atau keluarga/ahli
waris/pengampu)
 Kompensasi - ganti kerugian yang diberikan oleh Negara
karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian
sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya

Sebelum ada pengaturan  Gugatan perdata (Pasal 1365 KUHPerdata)


khusus mengenai Restitusi
dan Kompensasi,  Penggabungan gugatan perdata dalam proses pidana
mekanisme ganti rugi bagi (Ps 98-101 KUHAP)
korban sudah dikenal,
melalui
Perbedaan Pokok Kompensasi & Restitusi dalam UU & PP
Aspek Restitusi Kompensasi 1

Pelanggaran HAM Berat, Terorisme


Jenis Pidana TPPO, Pidana Anak (misal kekerasan, pornografi, Pelanggaran HAM Berat &
eksploitasi seks, penculikan), diskriminasi ras & Terorisme
etnis, pidana lain yg ditetapkan LPSK

• Korban dapat ajukan sendiri ke pengadilan


melalui Penyidik/Penuntut (TPPO & pidana
Siapa yang anak) atau wajib melalui LPSK (pidana lain) Korban wajib melalui LPSK
Mengajukan
• LPSK dapat ajukan tanpa permohonan korban
(terorisme)

• Sebelum Putusan BHT (digabung dng sidang • Sebelum Putusan BHT


pidana atas pelaku) –Putusan • Pengecualian (terorisme):
Kapan melalui Penetapan (diajukan
Permohonan • Sesudah Putusan BHT –Penetapan (mirip langsung ke pengadilan)- jika
Diajukan permohonan perdata) (Khusus Pelanggaran pelaku meninggal/tidak
HAM Berat tidak dapat diajukan sesudah ditemukan/WNI Korban
putusan BHT) terorisme LN)
Perbedaan Pokok Kompensasi & Restitusi dalam UU & PP
2
Aspek Restitusi Kompensasi

• HAM Berat: Pelaku “diputus bersalah”


(implisit)
Kapan Ganti Rugi
Pelaku diputus bersalah • Terorisme: Pelaku diputus bersalah/
Diberikan
bebas/tidak ditemukan/meninggal atau
WNI korban terorisme LN
Sebesar jumlah kerugian Negara menetapkan ukuran/plafon
Besar Ganti Rugi
(materiil dan immaterial) maksimum (implisit)
Pihak yang Bayar Pelaku (atau Pihak Ketiga yang Negara (jika pelaku tidak mampu) – melalui
Ganti Rugi sukarela menanggung) LPSK

Jika tidak dilaksanakan secara


Eksekutor Jika tidak dilaksanakan secara sukarela:
sukarela: Jaksa (jika diajukan
Putusan Pengadilan?
sebelum Putusan BHT?)
Proses Permohonan s/d Eksekusi Kompensasi (dalam UU & PP)
Sebelum Putusan BHT: HAM Berat & Terorisme Umum

Korban ajukan LPSK periksa dan Eksekusi


sampaikan ke JA/PU Pemeriksaan di
permohonan ke LPSK bayar ke Korban
untuk diajukan ke Sidang
pengadilan melalui (30 hari)
LPSK pengadilan Output: Putusan

Penetapan : Hanya Terorisme tertentu (Pelaku Tidak


Ditemukan/Meninggal/Korban Terorisme LN

Korban ajukan Eksekusi


permohonan ke Pendaftaran Perkara di Pemeriksaan di Sidang LPSK bayar ke Korban
pengadilan melalui Pengadilan (30 hari)
Output: Penetapan
LPSK (periksa berkas, dst)
Proses Permohonan s/d Eksekusi Restitusi (dalam UU & PP)
Sebelum Putusan BHT (semua jenis pidana)
Eksekusi
Pemeriksaan di 1. Pelaku sukarela bayar ke Korban (30
Korban ajukan LPSK periksa dan hari)
permohonan ke sampaikan ke Sidang (mirip
pengadilan melalui JA/PU untuk di gugatan 2. (jika tidak bayar), Korban lapor Jaksa;
LPSK/Penyidik/ ajukan ke contentiosa?) Jaksa Perintahkan Pembayaran (14 hari)
Penuntut pengadilan Output: Putusan 3. (jika tidak dilaksanakan): Jaksa Eksekusi
kekayaan dan bayar ke Korban;
4. (jika kurang): Penjatuhan pidana
pengganti

Setelah Putusan BHT (Penetapan) : kecuali HAM Berat

Eksekusi
Pendaftaran Pemeriksaan di Sidang 1. Pelaku sukarela bayar ke Korban (30 hari)
Korban ajukan Perkara di 2. (jika tidak bayar), Korban lapor LPSK dan
permohonan ke (mirip gugatan
Pengadilan contentiosa?) Pengadilan; Pengadilan perintahkan
pengadilan (periksa syarat pembayaran (14 hari)
melalui LPSK berkas, dst) Output: Penetapan
Pemulihan Efektif Bagi Para Korban dan Hak-hak Korban

Pemulihan (remedy) yang efektif terhadap hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat

 Melalui kewenangannya, KKR dapat melakukan


identifikasi dan investigasi para korban, lalu
Prinsip tanggung jawab negara : mempublikasikan hasil serta memberikan
Indonesia secara hukum wajib rekomendasi kepada pemerintah terkait model
melakukan pemulihan terhadap pemulihan berupa kompensasi, restitusi, dan
rehabilitasi bagi para korban.
para korban. Langkah pemulihan
dapat diawali dengan membentuk  Pemberian sejumlah uang, pengembalian hak,
Komisi Kebenaran dan kedudukan, pekerjaan dan pelayanan kesehatan
gratis adalah beberapa langkah konkretnya. Di
Rekonsiliasi. samping itu, negara harus melakukan proses
hukum terhadap para pelaku utama yang terkait.
KENDALA – KENDALA PERSIDANGAN

 Para saksi-saksi takut


bertemu dengan kelompok
prointegrasi, sehingga tidak
mau hadir dalam persidangan.
 Pemerintah Norwegia
membantu biaya
teleconference, pada waktu itu
sangat mahal;
 PU dan PH hadir di Dili;
 Sulitnya membayar uang
Restitusi dan Kompensasi;
K A S U S - K A S U S P E L A N G G A R A M H A M B E R AT

13 KASUS PELANGGARAN HAM 8. Kerusuhan Mei


BERAT YANG PROSES
1998;
PENYELIDIKANNYA TELAH
DISELESAIKAN KOMISI NASIONAL 9. Kasus Trisakti,
(KOMNAS) HAM ANTARA LAIN : 10. Kasus Semanggi I;
1. Kasus Paniai 2014; Semanggi II;
2. Kasus Rumah Geudong Aceh, 11. Talangsari 1989;
3. Jambo Keupok Simpang 2003; 12. Penembakan
4. Pembunuhan dukun santet; Misterius (Petrus)
5. Kasus Wasior 2001; 1982-1985;
6. Kasus Wamena 2003;
13. Peristiwa 1965-
7. Kasus Penghilangan paksa 1997-
1998; 1966;
KASUS PENEMBAKAN TRISAKTI DAN SEMANGGI

Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM, sejak


27 Agustus 2001, penyelidikan 3 ( tiga ) peristiwa :
1. Peristiwa Trisakti 12 Mei 1998,
2. Semanggi I 13-14 November 1998,
3. Semanggi II 23-24 September 1999,
 Penyelidikan telah selesai pada tahun 2002, sampai saat ini
Kejagung belum menindaklanjuti dengan penyidikan, dan terus
mengembalikan ke Komnas HAM dan Komnas HAM mengembalikan
lagi.
 Semua berkas tersebut, terus bolak-balik antara Komnas HAM dan
Kejaksaan Agung
K A S U S PA N I A I PA P U A

1. Komnas HAM menetapkan Peristiwa Paniai pada 7-8 Desember


2014 sebagai kasus pelanggaran HAM beratTerjadi peristiwa
Penembakan yang menewaskan sejumlah warga di Paniai. Sudah
ada 40 orang saksi, 18 orang saksi dari TNI, 16 saksi dari Polri dan
6 orang dari unsur sipil, 4 orang ahli yang terdiri dari ahli
laboratorium forensik dan ahli legal audit.
2. Peristiwa di Paniai ini sudah memenuhi unsur kejahatan
kemanusiaan
3. Penyelidikan Komnas HAM sejak Tahun 2015 /sd 2020
K A S U S PA N I A I PA P U A 2 0 1 4

 Terdapat unsur pembunuhan dan tindakan


penganiayaan, sistematis, meluas dan
ditujukan pada penduduk sipil Daerah Paniai.
Sehingga peristiwa tersebut dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran HAM
berat;
 Penyidikan Peristiwa Paniai mulai dilakukan
sejak awal Desember tahun 2021;
TERIMAKASIH

ROKI PANJAITAN

Anda mungkin juga menyukai