Anda di halaman 1dari 44

PELANGGARAN

HAK ASASI MANUSIA


Peran Pemerintah :

Pemerintah Berkewajiban dan Bertanggungjawab


dalam penghormatan, perlindungan, pemajuan,
penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia
DEFINISI
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia.
Kasus-kasus Pelanggaran HAM
Peristiwa Talangsari 1989
Tanjung Priok 1984
Kasus Orang Hilang 1997-1998
Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
Peristiwa Trisakti 1998
Peristiwa Semanggi 1998 (Semanggi I)
Semanggi 1999 (Semanggi II)
peristiwa Timor Timur 1999
peristiwa Abepura 2000
peristiwa Wasior 2001-2002
peristiwa Wamena 2003
Pengadilan HAM
Respon desakan internasional thd kasus Timor-Timur
• Commission on Human Rights resolution 1999/S-4/1 of 27
September: International Commission of Inquiry on East
Timor (ICIET)
• Resolusi Dewan Keamanan PBB No 1264 tgl 15 September
1999: dilakukan penuntutan dan pertanggungjawaban
pelanggaran HAM
Tuntutan Dalam Negeri
• Gerakan Reformasi dan Pro demokrasi
• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)
No. 1 Tahun 1999
• UU No. 26 tahun 2000
Pelanggaran HAM Berat

kejahatan genosida

kejahatan terhadap kemanusiaan


Kejahatan genosida
Pasal 8 UU No.26 Tahun 2000
setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama, dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok;
b. mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok;
c. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh
atau sebagiannya;
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
e. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusiaan
Pasal 9 UU No.26 Tahun 2000
salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya
bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil, berupa:
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan
fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar
(asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara
paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi
secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari persamaan paham politik,
ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin
atau alasan lain yang telah di,akui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.
KOMNAS HAM
Pasal 89 UU No.39 Tahun 1999
(1) Bidang pengkajian dan penelitian :

a. pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi


manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan
aksesi dan atau ratifikasi;

b. pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan


untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan
pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak
asasi manusia;

c. penerbitan hasil pengkajian dan penelitian;


d. studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain
mengenai hak asasi manusia;

e. pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan,


penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia;

f. kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau


pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional
dalam bidang hak asasi manusia.
(2) Bidang penyuluhan :

a. penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada


masyarakat Indonesia;

b. upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi


manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non-formal serta
berbagai kalangan lainnya;

c. kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik di


tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak
asasi manusia.
(3) Bidang pemantauan :

a. pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan


laporan hasil pengamatan tersebut;

b. penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul


dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut
diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;

c. pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak


yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;

d. pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan


kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;
e. peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;

f. pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara


tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya
dengan persetujuan Ketua Pengadilan;

g. pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan


tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan
persetujuan Ketua Pengadilan;

h. pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap


perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam
perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah
publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat
Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
(4) Bidang mediasi :

a. perdamaian kedua belah pihak;

b. penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi,


konsiliasi, dan penilaian ahli;

c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa


melalui pengadilan;

d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi


manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya;

e. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi


manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk
ditindaklanjuti.
PELANGGARAN HAM BERAT

TERJADI SEBELUM UU NO. 26 TH 2000


DIUNDANGKAN

LITIGASI NON
NON
LITIGASI
LITIGASI
LITIGASI

USULAN DPR RI
TERJADI
TERJADI DI DI LUAR
KEPPRES WILAYAH NKRI WILAYAH NKRI

1. PENETAPAN SEBAGAI PERISTIWA


PELANGGARAN HAM YANG BERAT PADA KOMISI KEBENARAN KOMISI KEBENARAN
MASA LALU. DAN REKONSILIASI DAN
2. PEMBENTUKAN PENGADILAN HAM AD HOC
3. PENYELIDIKAN PROYUSTISIA (UU NO. 27 TH. 2004) PERSAHABATAN
TERJADI SETELAH UU NO. 26 TH 2000 DIUNDANGKAN

LITIGASI
LITIGASI NON
NON
LITIGASI
LITIGASI

PENYELIDIKAN
MEDIATOR

PENYIDIKAN
PENYIDIKAN +
+
PENUNTUTAN
PENUNTUTAN

JP
JP ADHOC
ADHOC JP
JP ADHOC
ADHOC

KESEPAKATAN
PENGADILAN HAM TERTULIS
PENYELIDIKAN
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan
penyelidik untuk mencari dan menemukan ada
tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna
ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.
1. Dilakukan oleh KOMNAS HAM
2. Pasal 19 UU No.26 Tahun 2000
melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap
peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang
berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga
terdapat pelanggaran hak asasi manusia yang berat;
menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
atau kelompok orang tentang terjadinya pelanggaran
hak asasi manusia yang berat, serta mencari
keterangan dan barang bukti;
memanggil pihak pengadu, korban, atau pihak yang
diadukan untuk diminta dan didengar
keterangannya;
memanggil saksi untuk diminta dan didengar
kesaksiannya;
meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat
kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;
memanggil pihak terkait untuk memberikan
keterangan secara tertulis atau menyerahkan
dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya;
atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan
berupa:
pemeriksaan surat;
penggeledahan dan penyitaan;
pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan;
bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki
atau dimiliki pihak tertentu;
mendatangkan ahli dalam hubungan dengan
3. Mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyelidikan (SPDP) kepada Jaksa Agung selaku
Penyidik
4. Apabila terdapat cukup bukti telah terjadi
pelanggaran HAM Berat maka kesimpulan harus
disampaikan kepada Penyidik
5. Dalam waktu paling lambat 7 hari setelah
kesimpulan, KOMNAS HAM menyerahkan hasil
penyelidikan kepada Penyidik
6. Dalam hal kurang lengkap, Penyidik harus segera
mengembalikan hasil penyelidikan dengan disertai
petunjuk untuk dilengkapi DAN dalam waktu 30 hari
penyelidik harus melengkapi.

 Pra-Penyidikan
PENYIDIKAN
1. Dilakukan oleh Jaksa Agung

2. Dapat mengangkat JP Adhoc, syarat :


warga negara Republik Indonesia;
berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan paling
tinggi 65 (enam puluh lima) tahun;
berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai
keahlian di bidang hukumi;
sehat jasmani dan rohani;
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
setia kepada Pancasila dan undang-Undang Dasar 1945; dan
memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi manusia.
3. Penyidikan wajib diselesaikan paling lambat 90 hari
terhitung sejak tanggal hasil penyelidikan diterima
dan dinyatakan lengkap oleh penyidik.
- Jangka waktu tsb dapat diperpanjang untuk waktu
paling lama 90 hari oleh Ketua Pengadilan HAM
sesuai dengan daerah hukumnya.
- Dalam hal jangka waktu tsb habis dan penyidikan
belum dapat diselesaikan, penyidikan dapat
diperpanjang paling lama 60 hari oleh Ketua
Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya.
 Apabila dalam total jangka waktu dari hasil
penyidikan tidak diperoleh bukti yang cukup, maka
wajib dikeluarkan surat perintah penghentian
penyidikan oleh Jaksa Agung.

4. Setelah surat perintah penghentian penyidikan


dikeluarkan, penyidikan hanya dapat dibuka kembali
dan dilanjutkan apabila terdapat alasan dan bukti lain
yang melengkapi hasil penyidikan untuk dilakukan
penuntutan
- Dalam hal penghentian penyidikan tidak dapat
diterima oleh korban atau keluarganya, maka korban,
keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke
atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga,
berhak mengajukan praperadilan kepada Ketua
Pengadilan HAM sesuai dengan daerah hukumnya
dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Praperadilan
Pemohon
yang berwenang / berhak mengajukan adalah korban,
keluarga korban, sedarah, semenda, dalam garis lurus
ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga.
Alasan permohonan
tidak dapat diterimanya penghentian penyidikan
(dikeluarkannya surat perintah penghentian
penyidikan).

 Termohon
Jaksa Agung
PENUNTUTAN
1. dilakukan oleh Jaksa Agung

2. Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad


hoc yang terdiri atas unsur pemerintah dan atau
masyarakat
3. Syarat menjadi penuntut umum ad hoc :
Warga negara Republik Indonesia;
berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan
paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun;
berpendidikan sarjana hukum dan berpengalaman sebagai
penuntut umum;
sehat jasmani dan rohani;
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak asasi
manusia
4. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sewaktu-waktu
dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa
Agung mengenai perkembangan penyidikan dan
penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat.
PEMERIKSAAN SIDANG

1. Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat


diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM
2. Daerah hukum Pengadilan HAM pada Pengadilan
Negeri di:

Jakarta Pusat yang meliputi Daerah Khusus Ibukota Jakarta,


Provinsi Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, Lampung,
Bengkulu, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
Surabaya yang meliputi Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara
Timur.
Makassar yang meliputi Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku,
Maluku Utara, dan Irian Jaya.
Medan yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Daerah
Istimewa Aceh, Riau, Jambi, dan Sumatera Barat.
3. Pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang) dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM
yang berjumlah 5 (lima) orang, terdiri atas 2 (dua)
orang hakim pada Pengadilan HAM yang
bersangkutan dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc.

Majelis hakim diketuai oleh hakim dari Pengadilan


HAM yang bersangkutan.
4. Syarat menjadi Hakim ad hoc :
warga negara Republik Indonesia;
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
berumur sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima)
tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun;
berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain yang
mempunyai keahlian di bidang hukum;
sehat jasmani dan rohani;
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945; dan
memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang hak
asasi manusia.
5. Perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat,
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM dalam
waktu paling 180 (seratus delapan puluh) hari
terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan
HAM.
BANDING
Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat dimohonkan banding ke Pengadilan
Tinggi, maka perkara tersebut diperiksa dan
diputus dalam waktu paling lama 90 (sembilan
puluh) hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke
Pengadilan Tinggi.
Pemeriksaan perkara dilakukan oleh majelis hakim
berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri atas 2 (dua)
orang hakim Pengadilan Tinggi yang bersangkutan
dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc.
KASASI
Dalam hal perkara pelanggaran hak asasi manusia
yang berat dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung,
perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam waktu
paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak
perkara dilimpahkan ke Mahkamah Agung
Pemeriksaan perkara dilakukan oleh majelis hakim
yang berjumlah 5 (lima) orang terdiri atas 2 (dua)
orang Hakim Agung dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc
Perlindungan Saksi dan Korban
UU Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban
Pertama, rumusan hak-hak serta bentuk-bentuk perlindungan
yang diberikan kepada saksi dan korban;
Kedua, aspek kelembagaan Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK); dan
Ketiga, ketentuan mengenai pemberian perlindungan dan
bantuan yang menyangkut aspek mekanisme prosedural
bekerjanya LPSK.
PSK dalam Pelanggaran HAM Berat
Diatur dalam PP No. 2 tahun 2002

Korban adalah orang Perseorangan atau kelompok


orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
memerlukan perlindungan fisik dan mental dari
ancaman,gangguan,teror, dan kekerasan dari pihak
manapun.
Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi
Pasal 35 UU No. 26 Tahun 2000
1. Setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang
berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh
kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi;
2. Kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dicantumkan dalam amar
putusan Pengadilan HAM.
3. Ketentuan mengenai kompensasi, restitusi, dan
rehabilitasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
PP No 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, restitusi dan rehabilitasi
untuk para korban pelanggaram HAM yang berat.

Pasal 1 ayat 4 PP No.3 Tahun 2002


 KOMPENSASI : ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena
pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang
menjadi tanggung jawabnya .

• Pasal 1 ayat 5 PP No.3 Tahun 2002


 RESTITUSI : ganti kerugian yang diberikan kpd korban/keluarganya
oleh pelaku/pihak ketiga dapt berupa pengembalian harta milik,
pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan,
penggantian biaya untuk tindakan tertentu.

• Pasal 1 ayat 6 PP No.3 Tahun 2002


- REHABILITASI : pemulihan pada kedudukan semula, misal
kehormatan nama baik, jabatan, hak-hak yang lain.

Anda mungkin juga menyukai