Anda di halaman 1dari 47

Bismillairrahmanirrahim

Assalamualaikum Wr Wb
Salam Sejahtera Untuk Kita Semua

PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS


PENGETAHUAN LOKAL DALAM TEORI DAN
PRAKTEK PERENCANAAN

Oleh
SARASWATI
Logo
LANDASAN TEORITIS
Teori Communicative Rationality
Pada intinya mengantarkan pada pemahaman bahwa:
Masyarakat memiliki pengetahuan sendiri
Perencana tidak bisa lagi menganggap dirinya lebih mampu
memahami apa yang diinginkan oleh masyarakat tanpa
dilakukannya komunikasi yang efektif
Tida satu pihak pun (perencana atau masyarakat yang
menempatkan dirinya paling benar)
PARADIGMA PERENCANAAN

• Pertimbangan aspek kultural dalam pembangunan telah


memperlihatkan keberhasilan yang signifikan (Furze,
dkk, 1996).
• Tidak efektifnya komunikasi dalam perencanaan terjadi
karena para perencana umumnya menganggap dirinya
superior dibandingkan kliennya (Friedmann,1987)
• Teori Partisipasi (White, 1981), yaitu: (1) Consultation, (2)
A Financial Contribution by the community, (3) Self¬help
projects by groups or beneficiaries, (4) Self-help projects
involving the whole community, (5) Community specialised
workers, (6) Mass action, (7) Collective commitment to
behaviour change, (8) Endogenous development, (9)
LOGO dan (10) Approaches to
Autonomous community projects,
self-sufficiency.
Logo

CONTOH-CONTOH
KEARIFAN BUDAYA LOKAL
tidak kurang dari 654 komunitas lokal atau sub suku bangsa
dari 19 suku bangsa tersebar di Indonesia (Hidayah, 1997;
Koentjaraningrat, 2003).
1 TATA RUANG SUNDA

2 TATA RUANG KP NAGA

3 TATA RUANG BELITUNG

4 TATA RUANG BALI


KLASIFIKASI LAHAN
PROTO TATA RUANG SUNDA
 LAHAN 'BERISI' UNSUR MAGICO-RELIGIUS:
 sarongge; lemah sahar; sema.
 LAHAN 'KOSONG', SEMATA-MATA FORMASI
TOPOLOGIS:
 Teknis tidak mungkin dibangun: karena alasan tekno-
konstruksi:
 catang nonggeng; garenggengan; dangdang
wariyan; dan lemah laki.
 Alasan sanitasi:
 kebakan badak; Hunyur; pitunahan celeng;
kolomberan; jaryan.
 Teknis masih mungkin:
 sodong; cadas gantung; mungkal pategang; lebak;
rancak; catang nunggang; garunggungan; hunyur.
PROTO TATA RUANG SUNDA
KOTORAN BUMI, MALA NING LEMAH

1. Sodong = ceruk, lobang dangkal pada sisi bawah tebing karang atau tepi sungai,
juga menyatakan sebagai tempat untuk menguburkan mayat.
2. Sarongge = tempat angker dihuni roh jahat
3. Cadas Gantung = padas bergantung, karang bergantung sehingga di bawahnya
terbentuk naungan, juga karang yang tegak lurus sehingga berbentuk dinding
4. Mungkal Pategang = bungkah berkelompok tiga, (mungkin) sebidang lahan yang
dikelilingi bongkahan karang atau gundukan batuan di sekelilingnya.
5. Lebak = lurah, ngarai, lantai jurang atau tanah rendah, terlindung dari pandangan
dan sinar matahari.
6. Rancak = batu besar bercelah, lahan yang dikurung oleh batu-batu besar sulit
dihampiri
7. Kebakan badak = kubangan, atau kolam besar
8. Catang nunggang = batang kayu roboh dengan bongkot sebelah bawah, sepetak
tanah yang di tengahnya dipisahkan oleh suatu selokan/ ngarai namun
dihubungkan melalui suatu jembatan alami dari cadas atau karang
PROTO TATA RUANG SUNDA
KOTORAN BUMI, MALA NING LEMAH

9. Catang Nonggeng = Batang Kayu Roboh Dengan Bongkot Di Atas, Lahan Yang
Keletakannya Pada Lereng Yang Curam
10. Garunggungan = Tanah Membukit Kecil
11. Garengggengan = Tanah Yang Kering Permukaannya Tetapi Dibawahnya
Berlumpur
12. Lemah Sahar = Tanah Panas,sangar, Tempat Bekas Terjadinya Pembunuhan
Atau Pertumpahan Darah
13. Dangdang Wariyan = Dandang Berair, Kobakan, Lahan Yang Legok Di Tengah
Dan Kedap Air Sehingga Menggenang
14. Hunyur = Sarang Semut, Sarang Rayap, Atau Bukit Kecil
15. Lemah Laki = Tanah Tandus, Tanah Berbentuk Dinding Curam
16. Pitunahan Celeng = Tempat Babi Hutan
17. Kalomberan = Comberan, Genangan Air Yang Mandeg Di Pekarangan
18. Jaryan = Tempat Pembuangan Sampah
19. Sema = Kuburan.
KONSEP TATA RUANG BERAZASKAN KONSEP SANGHYANG /
MUPUSTI LEUWEUNG (MELINDUNGI HUTAN)

SANGHYANG SIRAH ( 9 %)

SASAKA
SANGHYANG LAWANG (HULU CAI 4 %
WARUGA
PUSAKA
SANGHYANG TARAJE (1 %) BUANA
( 40 % )
SANGHYANG DADA (15%)

LEUWEUNG TUTUPAN NETEP (10%)

LEUWEUNG BALADAHAN /LEUWEUNG


BUKAAN (30%)
Huma/Sawah 5 % (Leuit 1,5 %)
 Talun 2 %
Palawija 2 % SASAKA
Pangingonan 3 % (Cai-Darat 1,5 % WARUGA
Reuma 7,5 % PUSAKA
Jalan 3 % BUANA
LW TUTUPAN TEU NETEP ( 60% )
(WALUNGAN, SITU Jsb) (10%)

SANGHYANG UDEL (1%)

SANGHYANG DAMPAL (10% Darat – Laut 5%)

LEUWEUNG SAGARA BUKAAN (10%) :


( Lauk 7 %, Liana 3 % )

SAGARA JEUNG
NUSA LARANG

Sumber : Diproses Kembali dari KPLH BELANTARA, Bandung 2006


KONSEP TATA RUANG KAMPUNG NAGA
KABUPATEN TASIKMALAYA

• LOKASI TERTINGGI UTK TEMPAT SUCI: MAKAM KERAMAT


• LOKASI DI TENGAH: MASJID, BALE, FASOS DAN FASUM
• LOKASI SEKELILING: PAIMAHAN DG KANDANG JAGA
• LOKASI TERBAWAH: KAWASAN KOTO, TEPI SUNGAI
Konsep permukiman: Sejajar arah Terdapat 7 elemen ruang:
Barat-Timur (Orientasi Matahari), 1. Kawasan Suci & Hutan Lindung
Berhadap-hadapan (sistem sosial)
2. Wisma (Perumahan / Paimahan)
Konsep Struktur Ruang terdiri atas :
Pusat Kegiatan Masyarakat, berupa: 3. Karya (Pekerjaan / Mata Pencaharian)
Lapangan terbuka yang dipergunakan 4. Marga (Jaringan Jalan)
untuk acara-acara ritual yang selalu 5. Suka (Fasilitas Rekreasi dll)
diadakan oleh masyarakat kampung 6. Penyempurna (Pelengkap, Fasos,
adat (setara dengan alun-alun dalam Fasum)
skala kampung), dilengkapi dengan 7. Kawasan sakral Air (Cinyusu, Leuwi,
Mesjid (Masjid), Balai Pertemuan (Bale
Patemon), Pusat Pusaka (Bumi Walungan)
Ageung), Perumahan penduduk
(Paimahan), Kolam (Balong), Tempat Pengaturan Tempat
Pemijahan (Pamijahan Lauk), MCK
(Jamban / pancuran), dll. • Lokasi Tertinggi Utk Tempat Suci:
Setiap fungsi ruang dipisahkan secara
Bumi Ageung, Makam, Pasarean
tegas oleh pagar bambu yang disebut • Lokasi Pusat: Masjid, Bale
kandang jaga Patemon, Lapang OR, Ruang
Konsep Perumahan (paimahan) pada Terbuka.
dasarnya mengikuti konsep • Lokasi Berikutnya: Rumah Tinggal
makrokosmos alam yang terdiri atas (Paimahan, RTH, Ruang Bermain,
dunia atas, tengah, dan bawah yaitu Leuit, Lisung, dll)
terdiri atas (=Rumah Panggung): • Lokasi Terbawah: Tempat Kotoran,
– Dunia Atas (Langit) Tempat Sampah, MCK, Kolam, Tepi
– Dunia Tengah (Permukiman) Sungai
– Dunia Bawah (Bumi dan Tanah)
Sumber : Hasil Survey, 2007
• Kawasan Suci, terdiri atas :
– Leuweung Larangan, hutan yang penuh pantangan, makam leluhur,
pemakam umum masyarakat Sanaga. Leuweung Larangan adalah hutan
yang benar-benar dilindungi.
– Leuweung Tutupan; Leuweung Biuk merupakan hutan lainnya yang tetap
dilindungi akan tetapi tidak seketat aturan pada Leuweung Larangan.

• Kawasan Bersih, terdiri atas :


– Bumi Ageung, yaitu bangunan tempat menyimpan pusaka budaya sebagai
peninggalan Karuhun masyarakat Kampung Naga. Tidak semua orang bisa
masuk ke dalam Bumi Ageung ini, harus dengan ijin kuncen, dijaga,
dipelihara, dibersihkan dan ditunggui oleh patunggon yaitu orang yang
sangat dipercaya dan ditetapkan oleh Kuncen. Penunggunya adalah seorang
wanita dewasa yang sudah menopause (suci) dan merupakan orang yang
turun temurun menjadi penunggu Bumi Ageung ini.
– Kawasan lainnya terdiri atas : Perumahan penduduk (Paimahan), Leuit
(Lumbung Padi), Mesjid (Masjid), Balai Pertemuan (Bale Patemon), Pager
Jaga, lapangan OR, ruang terbuka, dll

• Kawasan Kotor, terdiri atas :


– Bangunan Penunjang Permukiman, seperti : MCK (Pancuran), Kandang
Ternak, Saung Lisung, Kolam ikan (balong)
– Kegiatan lainnya yang ada di sekitar Sungai Ciwulan
Sumber : Hasil Survey, 2007
PEMELIHARAAN LINGKUNGAN LOGO

• Pemeliharaan Lingkungan Tempat Sampah


– Mengetahui Aturan Tata Ruang bersifat turun
temurun dan disampaikan secara rutin dalam
perilaku sehari-hari dan dalam acara Upacara Hajat
Sasih dan Pedaran (sekitar 2 bulan 1 kali, 6 kali
dalam 1 tahun)
– Terdapat aturan pokok yang disebut Pamali sebagai
alat pengendali tata ruang lokal Leuwi
– Sikap kepatuhan dan keteraturan adalah mutlak
– Terdapat pengaturan ruang yang berbeda antara
Laki-2, Wanita dan Anak-2)

• Pengembangan Kawasan : Penjalaran


Kampung (Replikasi Kampung Naga) yang berkembang dan
mengikuti aturan serupa ke kampung sekitar:
– Kampung Nangka Bongkok Leuweung Larangan
– Kampung Nangtang
– Kampung Kawung Lancar
– Kampung Bantar Sari
– Kampung Sudi Mampir
– Kampung Jahiyang
Sumber : Hasil Survey, 2007
Keunikan Kampung Naga
Ketat dalam penggunaan ruang melalui
hukum adat dan pamali
Ketat dalam menjaga lingkungan (hutan
larangan, mata air, air terjun,
palung/leuwi, sungai, menjaga
kebersihan lingkungan, dll)
Menjaga kapasitas ruang, 111
bangunan (tritangtu di buana)
Permukiman teratur: sejajar arah Barat-
Timur (orientasi matahari), berhadap-
hadapan (sistem sosial) & taneuh bahe
ngetan (sumberdaya alam & lahan)
Setiap fungsi ruang dipisahkan secara
tegas oleh pagar bambu (kandang jaga)
Konsep perumahan: Makrokosmos
Alam terdiri atas dunia atas (langit); dunia
tengah (permukiman), dan dunia bawah
(bumi dan tanah): Rumah panggung
atap ijuk
Keunikan Kampung Naga (lanjutan)
Tata wilayah (2 orientasi utama):
Kulon-Wetan (arah matahari) sebagai Orientasi Lahir
(kamanusaan), seperti palemburan, pertanian, dll
Atas Bawah (tinggi-rendah), sebagai Orientasi Bathin, seperti
kegiatan agama, ritual adat, penghargaan dll
Memiliki nilai-nilai falsafah dalam pengaturan ruang dan pola
kehidupannya lainnya, seperti:
FALSAFAH Artinya:
PEMANFAATAN RUANG Gunung Tanami Kayu, Tebing
(Ketepatan Penempatan) Tanami Bambu, Mata Air Jaga dan
Lestarikan, Tegalan Jadikan
 Gunung Kaian,  Lebak Caian, Kebun, Bukit Tanami Buah,
 Gawir Awian,  Legok Balongan, Dataran Jadikan Sawah, Hilir Airi,
 Cinyusu Rumateun,  Situ Pulasaraeun, Cekungan Jadikan Kolam,
 Sampalan Kebonan,  Lembur Uruseun, Danau/Situ harus Dipelihara,
 Pasir Talunan,  Walungan Rawateun, Lembur/Kampung harus Diurus,
 Dataran Sawahan,  Basisir Jagaeun. Sungai harus Dirawat, Pesisir
harus Dijaga

Ulah Bogoh ku Ledokna, Ulah Kabita ku Datarna. Mun Makaya dina Luhur
Batu Disaeuran ku Taneuh Moal Luput Akaran, Legana Salakar Tapak
Munding, Sok Mun Eling Moal Luput Mahi (Tidak serakah dan arif thd alam)
FALSAFAH KESAHAJAAN FALSAFAH NILAI BAIK & SALAH
LOGO
Teu saba teu soba Bandung Parakan Mandala Cijulang,
Teu banda teu boga Ana saseda satapa
Teu weduk teu bedas Baeu tunggal seuweu putu
Teu gagah teu pinter Kulit kasasaban ruyung
Jeung teu bodo-bodo acan Keureut piceun bisi nyeri

FALSAFAH KEYAKINAN ADAT


Baturmah ngedok nopeng
Ngigel ronggeng siga monyet sombeng aya hargana
Keur sewu putu mah dipoyok diseungseurikeun
Dihina disapirakeun.. Tarimakeun..!
Cicing nyalindung dina sihung maung
Diteker nya mementeng ulah aya guam
Bisa tuliskeun teu bisa kanyahokeun
Sok mun eling moal luput salamet

FALSAFAH KEPATUHAN PADA KEPEMERINTAHAN


Pikeun Tatali kumawula ka Nagara jeung Agama aya tilu (3) hal nyaeta:
• Parentah gancang lakonan
• Panyaur gancang temonan
• Pamundut gancang caosan, Saupami teu aya pauduran Agama jeung
Daigama (sareng adat istiadat setempat)
Kawasan
Pembagian LOGO
Kawasan
Konservasi
Konservasi
Ruang Kampung
Kawasan Naga
Konservasi Kawasan
Terbangun
(Paimahan/
Lembur)

Pusat Kawasan
Fasos & Fasum
Kawasan
Terbangun
Kandang Jaga, Pagar
Pemisah antara
Kawasan Tidak
Permukiman dengan
Terbangun
fungsi ruang lainnya
Leuweung Larangan

Sungai Ciwulan yang


Kawasan
menjadi salah satu
Konservasi
kawasan yang dijaga &
dilindungi

Hamparan Permukiman
Sumber Peta : Diolah dariiTunggadewi, 2004
Struktur Tata Ruang Kampung Naga (Posisi asli) LOGO
Hutan Produksi
Pager Jaga, Pemisah dan Kebun
antara kaw
Perumahan dengan
kawasan lain

Batas
Kampung
Hutan Lindung/
Leuweung
Hutan Lindung, Larangan
Mata Air, Air
Terjun dan
Makam Keramat
Mata air
Air Terjun
Sungai Ciwulan

Sawah dan Ladang


Arah
kemiringan Sungai Ciwulan
lahan
Konsep Naturalis
Kawasan Konservasi Hutan Penataan Ruang LOGO
Lindung (leuweung pangsarean) Kampung Naga (Rotasi
dan kawasan suci makam 90º arah jarum jam)
Kawasan Budidaya keramat sebagai kepala/sirah
berupa Persawahan,
Ladang, Kebun, dan
Hutan produksi. Kawasan Budidaya
Sebagai tangan berupa Persawahan, KEPALA/sirah
kanan dan kiri Ladang, Kebun, dan
Hutan produksi. Sebagai
tangan kanan dan kiri

Kawasan terbangun BADAN/waruga


perumahan (paimahan
palemburan) sebagai
pusat permukiman &
Sungai fasilitas umum sebagai
Ciwulan badan/waruga

Sungai Ciwulan Kawasan Konservasi Hutan


Lindung (leuweung larangan)
dan kawasan basah / air,
sungai, leuwi, air terjun dan KAKI/dampal
kawasan makam keramat ,
sebagai kaki/ dampal
Bismillairrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr Wb
Salam Sejahtera Untuk Kita Semua

PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS


PENGETAHUAN LOKAL DALAM TEORI DAN
PRAKTEK PERENCANAAN

Oleh
SARASWATI
LOGO

Nilai-nilai kearifan budaya lokal terangkum dalam kata (pepatah/


pepeling), dan tersedimentasi dalam simbol, ukuran, tata cara dan
bentuk peninggalan masa lalu lainnya (artefak) yang tersembunyi di
balik berbagai intangible heritage yang relatif sulit diterjemahkan
(indescribable dan indefinable).
Nilai-nilai kearifan budaya lokal tidak mudah diartikan secara langsung
dan tidak mudah direplikasi namun trasferable
Nilai-nilai kearifan budaya lokal perlu diselidiki akan makna dan falsafah
yang melatar belakanginya sehingga dapat diterjemahkan ke dalam
kemasukakalan (plaushibility) dan keberalasannya (reasonableness),
agar dapat dijadikan pengetahuan umum atau explicit knowledge.
Kearifan budaya lokal merupakan pengetahuan tidak tersurat (tacit
knowledge) namun dapat diinternalisasi ke dalam knowledge of science
atau explicit knowledge.
Kearifan budaya lokal berbasis ilmu karuhun yang diturunkan secara
terus menerus dari generasi ke generasi dan ditaati tanpa
mempertanyakan kenapa dan apa sebabnya sehingga tidak mudah
diubah.
KONSEP TTR PULAU BELITUNG
BEBERAPA DI ANTARANYA
• Aturan adat dalam pelestarian alam dan lingkungan contohnya : Hutan Riding, Hutan Keleka’, dan
Hutan Landing
• Peran Dukun Kampong sebagai panutan masyarakat dalam berbagai kegiatan khususnya dalam
kehidupan sehari-hari, kegiatan ekonomi, pertanian, kesehatan, sosial, dan keagamaan .
• Keanekaragaman Hayati & Keanekaragaman Budaya)
• Antu Berasu
• Nirok Naggok, dll
• Atraksi budaya kesenian khas Belitung menurut Yan (1984), adalah :
• Beregong dan Beripat (Ilmu para pendekar); juga merupakan nama permainan alat musik (pukul dan
tiup) yang mengiringi permainan Beripat
• Beripat adalah atraksi pertarungan satu lawan satu dengan menggunakan rotan sebagai cambuk.
Pemain Beripat dipimpin oleh wasit, yang biasanya orang yang dituakan atau dukun kampong.
• Berinai, dan Begubang; Jika sebuah pesta memainkan Beregong, Beripat, dan Berinai secara
bersama maka pesta tersebut dianggap sebagai pesta paling meriah dan paling besar.
• Betiong, memiliki persamaan dengan Berinai, yaitu sama-sama menggunakan pantun, hanya pantun
yang digunakan saling berbalasan. Permainan ini dilakukan oleh lelaki dan tidak diiringi tarian.
• Lesong Panjang, kesenian Belitung yang jarang dipertunjukkan. Permainan ini dimainkan pada waktu Gawe
Ngemping, Maras Taun, atau pada masa panen padi ladang tiba, dengan alat Lesong Panjang dan Alu yang
dibuat dari kayu. istilah lainnya :
• Perang alu, dimainkan oleh 4 orang dengan 5 batang alu.
• Serai serumpun, dimainkan oleh 4 orang dan 8 batang alu.
• Selingkau, dimainkan oleh 4 orang dan 7 batang alu.
• Selumpak, dimainkan oleh 4 orang dengan 5 batang alu (mirip serai serumpun).
• Nelayan Turun, dimainkan oleh 4 orang dengan 5 batang alu (mirip perang alu).
• Surong Selat, dimainkan oleh 4 orang dengan 5 batang alu.
• Kacang Melilit, dimainkan oleh 4 orang dengan 5 batang alu.
• Nutok Kederap, dimainkan oleh 6 orang atau lebih dengan masing-masing 1 batang alu.
Sumber : Hasil Survey, 2007
UPAYA PERLINDUNGAN ALAM LOKAL
Hutan Riding, kawasan yang tidak boleh diubah,
dibiarkan apa adanya, dipercaya sebagai jalur perjalanan
makhluk halus. Secara vegetatif hutan riding merupakan
jenis hutan asli atau hutan primer.
Hutan Keleka’ adalah wilayah khusus yang dihutankan
kembali untuk ditanami jenis tanaman baqa atau
tanaman tahunan. Terdapat aturan adat untuk tidak
merusak dan mengambil kayu dari kawasan keleka’,
karena akan menyebabkan terputusnya siklus berbuah
tanaman.
Hutan Landing atau Tali Utan, adalah wilayah
hutan sepanjang aliran sungai yang juga dipercaya
sebagai jalur lintasan makhluk ghaib, tidak diperbolehkan
menebang pohon-pohon sepanjang lintasan sungai.

(=Zona Hutan terdiri atas zona inti, Zona Penyangga, dan


Zona Pemanfaatan). Sumber : Hasil Survey, 2007
Pelile’an / Kera Hantu / Belitung
Trasius / Tarcius Bancanus: Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa di
Belitung terdapat Tarsius Bancanus yang
merupakan sub jenis Tarsius Bancanus
Saltator yang hanya ada (endemik) di
Pulau Belitung
Monyet Ekor Panjang / Long Failed
Macaque / Macaca Fasciculariis,
kepadatan monyet di Gunung Tajam
paling tinggi, karena mempunyai habitat
Hutan Primer dan relatif masih
terlindung.
Lutung / Silvery Leaf - Monkey /
Trachypithecus Cristatus
UPAYA PERLINDUNGAN ALAM
Antu Berasu
Pengaturan kegiatan perburuan. Dukun kampong yang
menetapkan kapan boleh berburu pelanduk (pada saat
bulan purnama saja). memperhatikan kelangsungan dan
keberadaan sumberdaya alam pada rentang waktu tertentu
agar tdk over eksploitasi dan mencegahnya dari kepunahan.

Nirok Nanggok
Kegiatan menangkap ikan dengan mempergunakan tirok
dan tanggok. Tanggok adalah alat menangkap ikan
berbentuk kerucut dengan bagian atasnya diberi bingkai
dari rotan. Tirok berupa tombak yang matanya terbuat dari
besi runcing, untuk menangkap ikan. Nirok Nanggok
dilakukan pada musim kemarau yang agak lama. Kegiatan
ini berhubungan dengan kesepakatan adat yang dikenal
dengan ‘sumpah kelima bertangkup’, yaitu barang siapa
berani mengambil ikan sebelum tiba saat penangkapan ikan
bersama (waktu nirok naggok), ia akan mati tidak selamat.
Sumber : Hasil Survey, 2007
ETNOBOTANI
Etnobotani Masyarakat Belitung.
Etnobotani adalah aktivitas pemanfaatan bahan-bahan
tumbuhan secara umum dalam sebuah kultur/budaya
masyarakat tertentu (obat-obatan, hiasan, bahan dasar
kesenian adat, bahan kerajinan, serta syarat untuk
mengambil hasil hutan).

Tumbuhan dalam Proses Pengambilan Madu


Penggunaan tumbuhan tertentu antara lain memperak,
betor, pelawan untuk pembuatan asap dalam pengambilan
madu. Asap dari tumbuhan tersebut diyakini dapat
mengusir lebah dari sarangnya sekaligus menetralisir
penyakit dan racun yang dikandung oleh sarang lebah dan
madunya.

Tumbuhan Sebagai Obat


Penggunaan tumbuhan sebagai obat, Contohnya adalah
pasak bumi (Eurycoma longifolia) sebagai obat malaria.
Sumber : Hasil Survey, 2007
VEGETASI
a. Butun, memiliki nama latin yaitu Barrington asiatica, yang
pernah dicanagkan oleh mantan presiden Soeharto sebagai
pohon perdamaian. Buah butun dijadikan sebagai model hiasan
pelaminan saat diselenggarakan upacara pernikahan.
b. Bulian, dikenal dengan nama latin Eusideroxylon zwageri,
tumbuh dihutan tropis primer dengan kelembaban tanan yang
cukup. Merupakan kayu yang cocok untuk konstruksi berat
seperti tiang rumah, jembatan, tiang listrik, lantai rumah,
maupun bantalan rel kereta api.
c. Meranti, merupakan salah satu pohon dari suku
Dipterocarpaceae yang berasal dari marga shorea. Merupakan
kayu serbaguna yang agak rentan terhadap jamur dan serangga.
d. Nyato, memiliki nama latin Palaquium rostratum, merupakan
pohon yang tumbuh didataran rendah dan berniali ekonomi.
Digunakan sebagai konstruksi rumah atau perahu. Getahnya
untuk membuat bola golf dan minyaknya untuk memasak atau
penerangan.

Sumber : Hasil Survey, 2007


VEGETASI
e. Betor, digunakan sebagai bahan bangunan rumah,
mebel, papan, perahu, tiang, maupun alat-alat rumah
tangga. Getah betor mengandung racun untuk
membunuh tikus, bijinya menghasilkan minyak sebagai
penerangan, sabun dan pewarna batik. Salah satu
jenisnya adalah betor padi (calophyllum lanigerum) yang
mengandung bahan zat bio aktif sebagai obat anti AIDS
yang telah dipatenkan.
f. Keremuntingan, tumbuhan yang unik ini dapat dijumpai
di tepi hutan yang terbuka membentuk semak. Daerah
rumpang hutan yang terbuka dan padang kerangas
merupakan tempat yang ideal bagi jenis tersebut. Dikenal
dengan nama ilmiah Rhodomyrtus tomentosa.
g. Melawangan atau pasak bumi (Eurycoma
longifolia), memiliki potensi sebagai penghilang rasa
lelah dan akarnya sebagai bahan aphrodisiac.

Sumber : Hasil Survey, 2007


 Perencana kadang kala dikaitkan dengan politik. Bagaimana kita sebagai
perencana untuk menghadapi atau menyikapi apabila pemegang kekuasaaan
tetap “keukeuh” untuk memasukkan gagasan perencana yang kita buat?
 Di dalam perencanaan harus ada yang namanya partisipasi ataupun
keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan tersebut. Namun, yang kita
ketahui di Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan budaya. Dan apabila
terdapat suatu daerah yang masyarakatnya sangat menjunjung tinggi budaya
dan mereka tidak mau melakukan perubahan terhadap daerah mereka tetapi
dari kebijakan pemerintah setempat, harus dilakukan pembangunan di wilayah
tersebut. Menurut ibu, bagaimana menyikapi apabila ditemukan hal seperti
itu?
 Solusi apa saja untuk mengurangi masalah yang terjadi pada ketimpangan
wilayah?
 Bagaimana perencana mengambil sebuah keputusan diantara beberapa pilihan
yang saling kontradiksi. Bukan hanya diambil dari ahli geologi dan ahli sipil
namun dari berbagai dilema dalam perencanaan.
 Bagaimana tanggapan ibu, mengenai suatu perencanaan itu terhalangi oleh
kebijakan politik? Jadi, disini kebijakan politik itu dinomor satukan dan
kebijakan perencanaan dinomor duakan
1. Apkah intuisi atau sence of planner tidak menjadi salah satu teori perencanaan ?
2. Untuk kondisi seperti di negara Indonesia, lebih cocok menggunakan teori perencanaan
yang mana?
3. Jika Indonesia menganut teori Consensus Building, mengapa implementasinya tidak sesuai
teori yang berlaku?
4. Apakah implementasi perencanaan yang tidak sesuai dengan teori = masalah perencanaan
 Menurut ibu rencana Kota Bandung untuk lebih baik ke depannya apakah komprehensif
lebih baik ataukah incremental?
 Apa kunci utama dalam melakukan perencanaan berwawasan sosial budaya agar berhasil?
Dimana faktanya trend dan teknologi kian berkembang di kehidupan masyarakat
sedangkan banyak budaya yang harus dilestarikan.
1. Awal mula perencanaan tata ruang berkembang di eropa, secara kenyataan banyak teori
perencanaan yang diciptakan di daratan Eropa. Bagaimana kita dapat
mengimplementasikan teori tersebut dalam perencanaan di Indonesia? Sedangkan
didaratan Eropa dan Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda jika ditinjau dari
berbagai perspektif. Sejauhmana teori perencanaan itu diadopsi oleh Indonesia?
2. Adalah tokoh-tokoh Indonesia yang mengeluarkan teori perencanaan tata ruang?
1. Perencanaan yang baik itu menggunakan teori perencanaan, yang kita tahu di setiap
perencanaan daerah itu menggunakan teori perencanaan. Kenapa di setiap daerah output
dari perencanaan itu berbeda? Selain karakteristik wilayahnya.
1. Apakah perubahan sistem pemerintahan demokrasi berpengaruh terhadap perkembangan
teori perencanaan ?
Contoh Perencanaan Tata
Ruang di Propinsi Bali
Landasan Pokok Budaya Lokal
Terdapat 5 hal Landasan Budaya Bali:
1. Landasan Filosofis
2. Landasan Nilai
3. Landasan Struktur
4. Landasan Pelembagaan; dan
5. Landasan Penjiwaan terhadap Tata
Ruang dengan segala isinya
Sumber : RTRW Prov. Bali,
2005
LOGO
Landasan Filosofis
 Filosofis Kosmos
 Filosofi Kosmos: Ruang merupakan satu totalitas universe yang
maha besar, Makro Kosmos (Bhuana Agung) dengan sub-sub
sistemnya yang bertingkat makro sampai dengan Mikro Kosmos
(Bhuana Alit). Filosofi kosmos menurut kebudayaan Bali
ditekankan pada paham keseimbangan, keserasian, dan
keterpaduan yang bersifat dinamik

 Filosofis Natural
 Filosofi Natural memiliki doktrin, bahwa manusia sebagai bagian
dari alam dalam kehidupannya perlu dekat dan akrab dengan
alam, serta memelihara hubungan serasi dengan alam. Mereka
berinteraksi secara simbiosis mutualistis dengan alam, dalam
wujud saling memberi, menghormati, dan menguntungkan

 Filosofis Humanis
 Filosofi Humanis menempatkan kedudukan manusia dalam ruang
sebagai subjek dan objek secara proporsional. Manusia dihargai
eksistensinya dengan segala kualitas, harkat, dan martabatnya.

LOGO
Sumber : RTRW Prov. Bali, 2005
Landasan Nilai
 Nilai Dasar
◦ Nilai dasar kebudayaan Bali mencakup nilai religius, nilai estetis,
nilai solidaritas atau gotong royong, dan nilai keseimbangan.
Konfigurasi nilai-nilai dasar ini melandasi identitas budaya
masyarakat dan kebudayaan Bali. Sistem nilai ini lambat berubah
diharapkan bertransmisi secara utuh dan berkelanjutan
 Nilai Instrumental
◦ Nilai Instrumental mencakup seperangkat sistem nilai yang
mendukung dinamika adaptatif dan fleksibilitas sesuai dengan
adigium desa, kala, citra. Nilai-nilai instrumental mencakup nilai
ekonomis nilai IPTEK, etos kerja, partisipasi, keserasian.
Konfigurasi nilai-nilai instrumental ini melandasi keterbukaan dan
dinamika, mudah menerima dan beradaptasi dengan nilai-nilai lain
dalam komunikasi secara lintas budaya.
◦ Pengejawantahan dari sistem nilai ini terwujud dalam beragam
sistem simbolik, baik pada tingkat norma (normatif simbolik),
perilaku (perilaku simbolik), maupun budaya fisik (benda-benda
simbolik)

Sumber : RTRW Prov. Bali, 2005


Landasan Struktural
Landasan Struktural tata ruang, menekankan pada pola dan keteraturan terdiri atas:
 Tri Hita Karana
◦ Konsep Tri Hita Karana yaitu tiga unsur yang dapat mendatangkan kesejahteraan,
kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Ketiga unsur tersebut adalah: (1)
Parhayangan atau Tuhan, yaitu tempat umat manusia menghubungkan diri dengan Tuhan.
(2) unsur Pawongan atau Manusia, yaitu tempat untuk menghubungkan diri antara manusia
dengan manusia; dan (3) Palemahan atau Lingkungan, yaitu tempat umat manusia
menghubungkan diri dengan alam lingkungannya. Secara ideal diharapkan terbina satu pola
hubungan yang harmonis antar komponen tersebut, baik pada tingkat makro (daerah),
tingkat meso (desa), dan tingkat mikro (keluarga).
 Rwa Bhinneda
◦ Konsep Rwa Bhinneda, Tri Angga, sampai dengan Nawa Sanga yang menggambarkan
adanya pola struktur dan keterkaitan antar komponen struktur. Konsep Rwa Bhinneda
memberikan orientasi yang terdiri atas luan–teben–kaja–kelod, dan juga laxokeromi yang
terdiri atas sakral – profan – baik – buruk. Konsep Tri Angga memberikan penjenjangan dan
nilai terhadap struktur : nista, madya, utama. Konsep Nawa Sanga memberikan kekuatan
dan simbol terhadap struktur.
 Dinamika
◦ Konsep Dinamika, suatu struktur dalam kebudayaan Bali yang berkaitan dengan ruang,
diartikan selain memiliki pola dan keteraturan, juga memiliki sifat dinamik. Konsep Dinamika
ini merefleksikan adanya penerimaan terhadap perubahan perkembangan dan kemajuan,
namun tetap dalam batas keutuhan identitas menurut konsep Continuity in Changes.

Sumber : RTRW Prov. Bali, 2005


 Landasan pelembagaan ini memberikan penekanan pada
pengorganisasian terhadap sumberdaya yang meliputi
sumberdaya alam (tanah, tumbuh-tumbuhan, hewan) dan
sumberdaya manusia menurut satu tatanan awig-awig
tertentu.
 Lembaga-lembaga tradisional seperti : desa adat, banjar,
subak, dan sekeha.
 Lembaga-lembaga tradisional untuk turut mengarahkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan: program inovasi
(desa adat dengan LPD; banjar terhadap KB; subak
terhadap INMAS dan INSUS; sekeha terhadap pariwisata)
 Lembaga-lembaga tersebut tumbuh dan berkembang menuruti
konsep desa-kala-patra merefleksikan adanya kebhinekaan
dan ketunggal ikaan dalam kebudayaan Bali.

Sumber : RTRW Prov. Bali, 2005


 Dalam fungsi ini kebudayaan dilihat sebagai komponen yang terintegrasi dengan
agama, di mana agama (Hindu) menjiwai kebudayaan setempat (kebudayaan daerah
Bali). Fungsi penjiwaan yang berintikan Agama Hindu dan ajaran Panca Cradha.
 Kerangka dasar dari agama Hindu adalah Tattwa, tata susila, dan upacara.
 Tattwa memaparkan segi-segi filsafat yang mendalam, baik mengenai pokok-pokok
keyakinan maupun mengenai konsepsi ketuhanan.
 Ajaran Panca Cradha atau keyakinan terhadap lima hal menurut agama Hindu, yaitu:
◦ Widhi Cradha, yaitu mengenai keyakinan terhadap Hyang Widhi atau Tuhan
yang Maha Esa.
◦ Atma Cradha, yaitu mengenai keyakinan adanya atma (jiwa) setiap makhluk.
Atma yang telah memasuki badan manusia disebut Jiwatma yang bersumber
pada paramatma yang tidak lain adalah Hyang Widhi.
◦ Karmaphala Cradha, yaitu mengenai keyakinan terhadap hukum perbuatan atau
hukum sebab akibat. Segala sebab yang berupa perbuatan akan membawa
akibat berupa hasil dari perbuatan
◦ Punarbhawa Cradha, yaitu keyakinan terhadap adanya reinkarnasi atau
kelahiran sesudah mati
◦ Moksha Cradha, yaitu mengenai keyakinan adanya moksha, yaitu kebahagiaan
yang kekal abadi.

Sumber : RTRW Prov. Bali, 2005


 Arah orientasi ruang
 Bentuk dan Struktur
Perkampungan dan Permukiman
 Sistem Kemasyarakatan
 Sistem Pemerintahan
 Sistem Kelembagaan; serta
 Tempat Suci dan Kawasan Suci

Sumber : RTRW Prov. Bali, 2005


Arah orientasi ruang
Konsep arah orientasi ruang diwujudkan dalam dua sumbu yaitu
sumbu ritual kangin-kauh yang berorientasi ke arah terbit dan
terbenamnya matahari.
Orientasi kangin sebagai tempat dimana matahari terbit
tempatnya lebih utama dari kauh.
Sumbu yang kedua adalah konsep sumbu natural kaja-kelod
yang dikaitkan dengan arah orientasi kepada gunung dan
lautan, luan-teben, niskala-sekala, suci-tidak suci, dan
sebagainya. Segala sesuatu yang bersifat suci dan bernilai
sakral akan menempati letak di bagian kaja (utara) untuk Bali
Selatan, dan mengarah ke gunung, seperti letak Pura, Arah
sembahyang, arah tidur, dan sebagainya. Sebaliknya, segala
sesuatu yang dikategorikan bersifat suci dan bernilai profan
akan menempati letak di bagian kelod (selatan) untuk Bali
Selatan dan mengarah ke laut seperti: letak kuburan, letak
kandang, tempat pembuangan sampah/kotoran, dsb.

Sumber : RTRW Prov. Bali,


2005
LOGO
Pembagian Kawasan
Kawasan perlindungan :
 Kawasan Suci
 Kawasan Tempat Suci
 Kawasan Sempadan Pantai
 Kawasan Sempadan Sungai
 Kawasan Sempadan Jurang
 Kawasan sekitar danau / waduk; dan
 Kawasan sekitar mata air

Kawasan Suci :
 Kawasan Pegunungan
www.themegallery.com

 Kawasan Danau
 Kawasan Campuhan (ctt: Campuhan adalah daerah
pertemuan antara dua sungai)
 Kawasan pantai
 Kawasan laut; dan
 Kawasan sekitar mata air
Sumber : RTRW Prov. Bali, 2005
KESIMPULAN & REKOMENDASI

1 Indonesia Negara yang Kaya Keanekaragaman

2 Kearifan Budaya Lokal dlm TTR sangat Tepatguna

3 Perencana & Perencanaan belum dekat dg fakta lokal

4 Perenc Komunikatif Masih Wacana Teoritis

5 Obligasi Moral Perlu Dijadikan Landasan Edukasi Perenc


www.themegallery.com

6 Perenc Perlu Dilakukan Beberapa Perbaikan

7 Regulasi Dapat Diperkaya Dengan Regulasi Lokal

8 Teori Harus Dipraktekan


TUGAS PERORANGAN
 CARI KEARIFAN BUDAYA LOKAL
TERKAIT TATA RUANG DAN BUDAYA
LAINNYA, BERIKAN REFLEKSI ATAU
PEMAKNAAN:
 APA DASAR FILOSOFIS NYA
 ATURAN APA SAJA YANG
MELANDASINYA
 BERIKAN DESKRIPSI BAGAIMANA
www.themegallery.com

MENURUT PANDANGAN SDR (MASUK


DALAM TEORI APA?)
 DIKUMPULKAN MAKSIMAL DUA
MINGGU DARI SEKARANG
S A R A S WLOGO
www.themegallery.com
A T I 2017
LANDASAN TEORITIS
 Knowledge is not derived (only) from expertise but from experience and practice
(Friedmann, 1987; Healey, 1997).
 Theoretical planning models dominating an approach in which “the planner is ‘the
knower’, relying strictly on ‘his’ professional expertise to do what is best for an
undifferentiated public”. (Sandercock, 1998)
 Participation is a growing family of approaches, methods, attitudes and behaviors to
enable and empower people to share, analysis and enhance their knowledge of life
and conditions, and to plan, act, monitor, evaluate and reflect". (Chamber, 2004)
 Dalam perencanaan, diperlukan transactive sebagai jembatan penghubung, melalui
the life of dialogue (Friedmann, 1987)
 Pemahaman kerifan lokal sebagai bagian dari “practical reason dan indegenous
knowledge” untuk dikolaborasikan atau diinternalisasi dalam perencanaan sebagai
hasil “knowledge of science” merupakan salah satu jawaban terhadap Gap antara
teori perencanaan dengan prakteknya di masyarakat dan sebagai salah satu jawaban
atas instrumental rasionalitas yang dianggap tidak mampu mengakomodasi
keterlibatan tradisi dan kemampuan masyarakat lokal dalam perencanaan. (Kay
dan Alder, 1999)

LOGO
LANDASAN TEORITIS
Teori Komunikatif Habermas: Mengkonstruksi konsep
masyarakat dua-level, Integrasi dunia kehidupan dan
paradigma sistem (Jürgen Habermas, 1981)
The planner is ‘the knower’, relying strictly on ‘his’
professional expertise to do what is best for an
undifferentiated public”. (Sandercock, 1998)
Dalam perencanaan, diperlukan transactive sebagai jembatan
penghubung, melalui the life of dialogue (Friedmann, 1987)
Pemahaman kerifan lokal sebagai bagian dari “practical reason
dan indegenous knowledge” untuk dikolaborasikan dengan
perencanaan sebagai hasil “knowledge of science” merupakan
salah satu jawaban terhadap Gap antara Teori Perencanaan
dengan prakteknya di masyarakat dan sebagai salah satu
jawaban atas instrumental rasionalitas yang dianggap tidak
mampu mengakomodasi keterlibatan tradisi dan kemampuan
masyarakat lokal dalam perencanaan. (Kay dan Alder, 1999)
LOGO
Perencanaan seharusnya memperhatikan kebenaran yang
mendasar atau basic truth dan lebih memahami bagaimana
perencanaan itu didekati dan dipraktekan sesuai dengan
lingkungan dan masyarakat yang menerima dan melaksanakannya
(Melvile, 1983).
Batas-batas wilayah kehidupan manusia adalah produk budaya
sehingga bersifat tematik, kontekstual, dan relatif, di mana satuan
kehidupan penduduknya akan ditentukan oleh sense of space,
bukan hanya oleh sense of place (Golledge & Stimson, 1997: 190).
Hakekatnya perencanaan pembangunan harus melihat segi-segi
sosial serta peran serta masyarakat dalam pembangunan.
Diperlukan Proses belajar yang timbal balik (mutual learning)
antara klien dan perencana merupakan faktor yang mendasar.
Dalam proses ini perencana belajar dari pengalaman pribadi dari
klien, sedangkan klien belajar dari kepakaran teknis dari
perencana. (Davidoff, 1983) LOGO
LATAR KERANGKA FILOSOFIS & TEORITIS

BELAKANG
Rasionalisme Empirisme
(R. Descartes, 1596–1650) (John Locke, 1632–1704)
LANDASAN
FILOSOFIS
Positivisme ( August Post Positivisme
KRITIK DAN Compte , 1798–1857) ( Allmendinger, 2000-skr)
PERDEBATAN
DALAM FILSAFAT Modern Planning Post Modern PL ( Forester,
LANDASAN
ILMU & TEORI PLANNING ( Gidden,Branch,dkk) Healey, Allmendinger)
PERENCANAAN THEORY
Instrumental Rationality Communicative Rationality
(Catanese & Snyder ) ( Habermas, Forester)

LANDASAN
PLANNING Authoritative Participatory
PRACTICE Planning Planning

Mengantarkan
Perencana pada Perencanaan Dengan Indigenous Planning Kearifan
Regulasi & Norma /Penget. Masyarakat Budaya
Pelibatan Berbagai Fihak Lokal
Baku (Formal) (Informal)
dalam Perencanaan
PRAKTEK DALAM
PERENCANAAN • Rasional INTERNALISASI • Tradisional
TATA RUANG • Basis Diskursus • Basis Alami
• Aturan Formal • Informal

Perencanaan • Dipertimbangkan dalam Proses,


Perencanaan
Formal Produk & Konsep PerencanaaN
Informal
LOGO
CONTOH LEMBUR SUNDA DI CIKEUSIK BADUY LOGO
Sumber : Mintaredja & KADAMAS, 2005

Anda mungkin juga menyukai