Anda di halaman 1dari 6

PENGADILAN TERHADAP KEJAHATAN KEMANUSIAAN OLEH SPECIAL

COURT OF SIERRA LEONE

Pada Tahun 2002, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk Pengadilan Khusus


Bagi Sierra Leone ( The Special Court for Sierra Leone), selanjutnya disingkat SCSL, untuk
mengusut kejahatan terhadap kemanusiaan yang berlangsung di Sierra Leone. Tragedi
kemanusiaan tersebut berlangsung pada tahun 1991-2002. Atas hal ini dilakukan. The Special
Court for Sierra Leone mengusut kejahatan-kejahatan terhadap penjaga perdamaian, kejahatan
perekrutan anak sebagai tentara terhadap hukum local Sierra Leone. Pembentukan The Special
Court for Sierra Leone (SCSL), pembentukan ini merupakan suatu keinginan dari rakyat Sierra
Leone untuk mengadili para pihak yang bertanggungjawab.

Bentuk kejahatan yang diadili SCSL secara umum adalah kejahatan kemanusiaan.
Selain itu, pelanggaran dalam konvensi internasional juga diadili SCSL. Pelanggaran tersebut
diantaranya pelanggaran terhadap artikel ke-3 Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan II.
Artikel ke-3 konvensi Jenewa khususnya berkaitan dengan poin (a), yaitu tindakan kekerasan
atas jiwa dan raga terutama setiap macam pembunuhan, pengudungan, perlakuan kejam dan
penganiayaan. Sementara Protokol Tambahan II berkaitan dengan perlindungan korban-korban
sengketa-sengketa senjata bukan internasional.

Kejahatan ini dilakukan oleh tokoh-tokoh utama Civil Defence Forces (CDF), sebuah
angkatan sipil bersenjata yang mendukung pemerintahan Ahmed Tejan Kabbah. Tokoh-tokoh
utama tersebut diantaranya Sam Hinga Norman, Moinina Fofana, dan Allieu Kondewa. Sam
Hinga Norman didakwa dengan delapan dakwaan pada tanggal 7 Maret 2003, sedangkan
Moinina Fofana dan Allieu Kondewa didakwa pada tanggal 26 Juni 2003. Kemudian pada
tanggal 28 Februari 2004, sidang pengadilan memerintahkan agar ketiganya diadili bersama
dengan menggabungkan dakwaan. Persidangan di SCSL dilakukan berdasarkan Statuta Sierra
Leone.

Dalam teori hukum internasional, persidangan di SCSL berjenis persidangan campuran


(hybrid tribunal). Pengadilan campuran merupakan perkembangan baru dalam mengupayakan
pertanggungjawaban atas sejumlah kejahatan yang dilakukan pada masa lalu. Kata “campuran”
mendeskripsikan adanya perpaduan atau penggabungan antara unsur-unsur local/nasional dan
internasional yang terdapat di pengadilan ini, seperti jaksa, hakim, pengacara, sistem hukum
yang diterapkan, dan dana operasionalnya. Pengadilan campuran ini berujuan untuk menjawab
persoalan antara pengadilan nasional dan internasional.

A. Awal Mula Kejahatan

Kejahatan kemanusiaan di Sierra Leone terjadi akibat adanya perang bersaudara.


Pemicu dari perang saudara ini adalah ditemukanya tambang berlian. Pada tahun 1930
ditemukan sumber tambang berlian dengan jumlah yang besar di Sierra Leone, sumber daya
alam ini tentu mempengaruhi situasi politik di negara Sierra Leone. Hal ini menjadi salah satu
alasan terbesar terjadinya perebutan kekuasaan dalam perang sipil. Beralih pada tahun 1990,
Presiden Joseph Saidu Momoh membentuk komisi untuk mengkaji ulang konstitusi negara
dengan dibentuknya partai tunggal yang bertujuan untuk memperkuat fondasi demokrasi dan
struktut kebangsaan. Kemudian terjadi kudeta yang terjadi pada Presiden Joseph Saidu Momoh
pada tahun 1992 oleh Republic Sierra Leone Military Forces (RSLMF).

Pada tahun 1996 diadakan pemilihan umum yang menjadikan Ahmed Tejan Kabbah
terpilih sebagai presiden. Civil Defence Forces (CDF) atau Angkatan Bersenjata Sipil adalah
organisasi paramiliter yang mendukung pemerintah Ahmed Tejan Kabbah untuk melawan
kelompok pemberontak Revolutionary United Front (RUF) atau Front Persatuan Revolusi pada
perang saudara yang terjadi di Sierra Leone. Perang saudara ini diawali dengan kemerdekaan
Sierra Leone dari Inggris namun pada tahun-tahun berikutnya keadaan negara menjadi kacau
dengan adanya pemerintah Sierra Leone yang melakukan korupsi yang signifikan, pemilihan
umum yang penuh dengan kekerasan, dan sistem pendidikan yang hancur. Dengan keadaan
yang semakin rumit membuat Sierra Leone mengalami krisis ekonomi dan pada tahun 1991
menjadikan Sierra Leone salah satu negara paling miskin di dunia.

Dengan konflik yang berkepanjangan, begitu banyak orang yang putus asa, oleh karena
itu RUF terbentuk sebagai bentuk pemberontakan. Pada saat Presiden Ahmed Tejan Kabbah
memerintah, dibentuklah CDF sebagai pasukan untuk membantu melakukan perlawanan
kepada RUF. Akibat dari perang saudara ini banyak terjadi kejahatan perang, kejahatan
terhadap kemanusiaan, perekrutan anak dibawah umur 15 tahun kedalam Angkatan bersenjata
dan terjadi pelanggaran serius atas hukum humaniter internasional.

B. Masa Persidangan
Persidangan dilakukan dimulai pada tanggal 3 Juni 2004 dan berakhir pada tanggal 2
Agustus 2007. Namun pada tanggal 22 Februaru 2007, Sam Hinga Norman meninggal karena
serangan jantung dalam suatu operasi yang ia jalani sebelum putusan hakim dilakukan.
Sehingga pada 21 Mei 2007 pengadilan menghentikan proses hukum terhadap Sam Hinga
Norman. Mereka diadili di hadapan majelis ini atas delapan dakwaan yang menuduh mereka
melakukan pembunuhan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, kekerasan terhadap
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan fisik atau mental orang, khususnya pembunuhan,
tindakan tidak manusiawi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, kekerasan terhadap
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan fisik atau mental, khususnya perlakuan kejam,
penjarahan, tindakan terorisme, hukuman kolektif dan memasukkan anak-anak di bawah usia
15 tahun ke dalam angkatan bersenjata atau kelompok atau menggunakannya untuk
berpartisipasi secara aktif dalam pertempuran.

Majelis telah mempertimbangkan penjelasan tertulis dan lisan yang disampaikan


Fofana dan Kondewa selama persidangan berlangsung. Hal ini guna menentukan pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan, serta hal-hal lain yang dianggap relevan oleh majelis dalam
menentukan hukuman. Fofana dinyatakan bersalah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 6
ayat (3) Statuta Sierra Leone. Pasal 6 ayat (1) Statuta Sierra Leone berbunyi “ A person who
planed, instigated, ordered, committed, or otherwise aided and abetted in the planning,
preparation or execution of a crime reffered to in articles 2 to 4 of the present Stature shall be
individually responsible for the crime”. Sementara Pasal 6 ayat (3) berbunyi “The fact that any
of the acts referred to in articles 2 to 4 of the present Statue was committed by a subordinate
does not relieve his or her superior of criminal responsibility if he or she knew or had reason
to know that the subordinate was about to commit suc acts or had done so and the superior
had had failed to take the necessary and reasonable measures to prevent such acts or to punish
the perpetrators there of.”

Fofana dinyatakan bersalah karena ,membantu dan bersekongkol, sesuai dengan Pasal
6(1) untuk wilayah Tongo, gagal mencegah terjadinya kejahatan sesuai dengan Pasal 6(3)
untuk wilayah Koribondo, gagal mencegah terjadinya kejahatan sesuai dengan Pasal 6(3)
untuk wilayah Bo. Majelis mempertimbangkan tindakan seperti mutilasi dan pembunuhan yang
ditargetkan terhadap Warga Sipil Limba menjadi indikasi telah terjadi kebrutalan yang
dilakukan ia dan bawahnnya. selain itu terdapat pembunuhan yang mengerikan terjadi kepada
perempuan-perempuan di Koribondo.
Sementara kondewa juga dinyatakan bersalah atas Pasal 6(1) dan Pasal 6(3) karena
membantu dan bersekongkol, sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) angka 2, 4, dan 7 untuk wilayah
Tongo, gagal mencegah terjadinya kejahatan sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) angka 2,4, dan 5
untuk wilayah Koribondo, memerintahkan pembunuhan sesuai dengan pasal 6 ayat (1) angka
2 di wilayah Talia, serta memerintahkan perekrutan tentara anak dibawah umur sesuai dengan
Pasal 6 ayat (1) angka 8

Hal-hal yang memberatkan bagi Fofana adalah Fofana memiliki peran sentral di CDF.
Sebagai komandan perang di Base Zero Fofana menyusun strategi perang, memilih pasukan
yang terjun ke medan perang, dan menerima laporan langsung sebelum diteruskan pada
Norman. Majelis menemukan bahwa Fofana memiliki kekuasaan di Base Zero dan seorang
pemimpin seluruh pasukan. Sedangkan hal yang memberatkan bagi Kondewa adalah Kondewa
dianggap sebagai “imam besar” sehingga seluruh pasukan mengikuti segala arahnnya seperti
kemana dan kapan perang dilakukan serta tidak akan ada perang tanpa persetujuannya. Majelis
berpendapat bahwa banyak terjadi kekerasan dan kejahatan yang serius yang dilakukan oleh
Fofana dan Kondewa meskipun mereka berdalih untuk menegakkan demokrasi. mereka harus
mematuhi hukum perang dan hukuman yang ditetapkan oleh majelis.

Berikut merupakan dakwaan terhadap Moinina Fofana dan Allieu Kondewa :

a. Hukuman terhadap Moinina Fofana


1. untuk angka 2 : kekerasan terhadap kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan fisik dan mental manusia khususnya pembunuhan,
melanggar ketentuan Konvensi Genewa Pasal 3 dan Protokol Tambahal
II, diancam hukuman penjara 6 tahun
2. untuk angka 4 : kekerasan terhadap kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan fisik dan mental manusia khususnya perlakuan kejam,
melanggar ketentuan Konvensi Genewa Pasal 3 dan Protokol Tambahal
II, diancam hukuman penjara 6 tahun
3. untuk angka 5 : penjarahan, melanggar ketentuan Konvensi Genewa
Pasal 3 dan Protokol Tambahal II, diancam hukuman penjara 3 tahun
4. untuk angka 7 : hukuman gabungan, penjarahan, melanggar ketentuan
Konvensi Genewa Pasal 3 dan Protokol Tambahan II, diancam hukuman
penjara 4 tahun
b. hukuman terhadap Allieu Kondewa
1. untuk angka 2 : kekerasan terhadap kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan fisik dan mental manusia khususnya pembunuhan, melanggar ketentuan
Konvensi Genewa Pasal 3 dan Protokol Tambahan II, diancam hukuman penjara 8
tahun

2. untuk angka 4 : kekerasan terhadap kehidupan, kesehatan dan


kesejahteraan fisik dan mental manusia khususnya perlakuan kejam, melanggar
ketentuan Konvensi Genewa Pasal 3 dan Protokol Tambahal II, diancam hukuman
penjara 8 tahun

3. untuk angka 5 : penjarahan, melanggar ketentuan Konvensi Genewa


Pasal 3 dan Protokol Tambahal II diancam hukuman penjara 5 tahun

4. untuk angka 7 : hukuman gabungan, penjarahan, melanggar ketentuan


Konvensi Genewa Pasal 3 dan Protokol Tambahal II diancam hukuman penjara 6 tahun

5. untuk angka 8 : merekrut anak dibawah 15 tahun menjadi tentara dan


memaksanya untuk ikut dalam pertempuran, dan pelanggaran lainnya terkait hukum
humaniter internasional diancam hukuman penjara 7 tahun

Majelis memerintahkan untuk menjatuhi hukuman total kepada Allieu Kondewa 8 tahun
penjara dan mulai berlaku sejak ia ditangkap tanggal 29 Mei 2003. Majelis memerintahkan
untuk menjathui hukuman total kepada Moinina Fofana 6 tahun penjara dan mulai berlaku
sejak ia ditangkap tanggal 29 Mei 2003.

Dalam prosesnya, SCSL mengalami beberapa hambatan dan permasalahan. Menurut


Muhammad Ansyar dan Dimas Pranowo dalam penelitianya yang berjudul “Peradilan
Campuran dalam Hukum Pidana Internasional (Hybrid Tribunal)” permasalahan tersebut
diantaranya pertama, terkait dengan masalah kedaulatan dan yurisdiksi negara Sierra Leone.
Kedua, terkait dengan prinsip pertanggungjawaban negara (state responsibility), dimana
pemerintah Sierra Leone tidak mampu melindungi tidak hanya warga negara Sierra Leone,
namun justru menjadi pelaku kejahatan kemanusiaan.
Daftar Pustaka :

Statuta Sierra Leone

Konvensi Jenewa

Protokol Tambahan II Konvensi Jenewa

Natarajan, Mangai, Kejahatan dan Pengadilan Internasional, 2015, Jakarta : Nusa Media.

Muhammad Ansyar, Dimas Pranowo, “Peradilan Tribunal Dalam Hukum Pidana Internasional
(Hybrid Tribunal)”, Jurnal Syntax Literate, November 2021.

Alkhawi Noermatin .S, Hukum Humaniter Dalam Konflik Sierra Leone Yang Melibatkan
Tentara Anak ,
https://www.academia.edu/41552509/HUKUM_HUMANITER_DALAM_KONFLIK_SIER
RA_LEONE_YANG_MELIBATKAN_TENTARA_ANAK, diakses pada tanggal 4
November 2022.

Tanti Sridianti, “Perang Saudara Di Sierra Leone Dan Peran “Berlian Berdarah”
https://perbedaannya.com/perang-saudara-di-sierra-leone-dan-peran-berlian-
berdarah/index.html, diakses pada tanggal 3 November 2022.

Anda mungkin juga menyukai