Anda di halaman 1dari 4

Nama : Wahidatul Karomatil Khasanah

NIM : 190710101251

Kelas : Hukum HAM (E)

LEGAL OPINION
Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Oleh Aparat TNI Dan Polri Terhadap Warga Sipil Wamena
Peristiwa “Tragedi Berdarah Wamena 2003”

A. Posisi Kasus
1. Bahwa pada 4 April 2003 pukul 01.00 WIT. Sekelompok massa tidak dikenal
membobol gudang senjata milik Markas Kodim 1702 Wamena. Kelompok penyerang
diduga membawa lari sejumlah pujuk senjata dan amunisi.
2. Bahwa penyerangan ini menewaskan 2 orang anggota Kodim 1702 Wamena yaitu
Lettu TNI AD Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (Penjaga gudang senjata) dan satu
orang mengalami luka berat.
3. Bahwa dalam rangka pengejaran terhadap pelaku, aparat TNI dan Polri telah
melakukan penyisiran, penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa yang
akibatnya menimbulkan korban jiwa dan pengungsian penduduk secara paksa.
4. Bahwa tempat-tempat yang menjadi titik penyisiran yakni: Desa Wamena Kota, Desa
Sinakma, Billume Assologaima, Woma, Kampung Honai Lama, Napua, Walaik,
Moragame Pyamid, Ibele, Ilekma, Kwiyawage Tiom, Hilume Desa Okilik, Kikumo,
Walesi Kecamatan Assologaima, Luarem, Wupaga, Nanggeyagin, Gegeya, Mume dan
Timine.
5. Bahwa Komnas HAM mengeluarkan laporan penyelidikan Projusticia atas dugaan
adanya kejahatan terhadap kemanusiaan untuk kasus Wamena, 4 April 2003. Kasus
tersebut dilaporkan setelah terbunuhnya 9 orang, serta 38 orang luka berat dan cacat.
Terjadi pemindahan secara paksa terhadap penduduk 25 kampung. Pada pemindahan
paksa ini mengakibatkan 42 orang meninggal dunia karena kelaparan, serta 15 orang
korban perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang. Komnas HAM juga
menemukan pemaksaan penanda tanganan surat pernyataan, serta perusakan fasilitas
umum yakni gereja, poliklinik, dan gedung sekolah.

B. Dasar Hukum
1. Pasal 281 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
2. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3. Undang-Undang No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
4. Universal Declaration of Human Rights Pasal 3 dan Pasal 9
5. Kode Etik Profesi Tentara Nasional Indonesia
6. Peraturan Kepala Kepolisisan Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011
Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia

C. Kesimpulan
1. Bahwa kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Wamena pada 4 April Tahun 2003
oleh aparat TNI dan Polri dalam rangka mengejar pelaku pembobolan gudang
bersenjata dan sejumlah amunisi. Namun, dalam operasi tersebut dilakukan dengan
cara brutal dan melanggar Hak Asasi Manusia. Rakyat Wamena banyak yang menjadi
korban diantaranya mengalami luka-luka bahkan meninggal dunia akibat
penganiayaan dan kelaparan, pemindahan serta pengungsian secara paksa.
2. Dasar hukum yang pertama yaitu Pasal 281 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, ada beberapa syarat yang terpenuhi atau telah dilanggar oleh
aparat TNI dan Polri. Yaitu melanggar hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani.
3. Dasar hukum kedua yaitu Pasal 34 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia. Yaitu melanggar hak bahwa setiap orang tidak boleh ditangkap,
ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang
4. Dasar hukum ketiga yaitu Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan
Hak Asasi Manusia. Pasal 9 Undang-Undang No 26 Tahun 2000 (Unsur kejahatan
kemanusiaan). Unsur pelanggaran hak asasi manusia dalam pasal ini yaitu kejahatan
terhadap manusia ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
a).pembunuhan, b). pemusnahan, c).pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa, d).perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara
sewenang-wenang yang melanggar ( asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,
e).penyiksaan
5. Dasar hukum ke empat, yaitu Declaration of Human Rights terpenuhi karena TNI dan
Polri terbukti melakukan penangkapan serta pemindahan paksa penduduk Wamena
dan mengakibatkan kematian akibat kelaparan.
6. Dasar hukum ke lima yaitu Kode Etik Tentara Nasional Indonesia (TNI), terpenuhi
yaitu pelanggaran terhadap kode etik yang terdapat pada 8 wajib TNI. Atas putusan
pengadilan militer yang menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang
didakwakan maka selain dijatuhi pidana penjara, dapat sekaligus dijatuhi pidana
tambahan berupa pemecatan dari dinas militer.
7. Dasar hukum ke enam, yaitu Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2011 tentang kode etik profesi Kepolisisan Negara Republik
Indonesia, terpenuhi dan sanksi terhadap pelanggaran ini dapat diputuskan dalam
sidang Komisi Kode Etik Polri, yang dapat berupa pidana penjara, maupun sanksi
administratif.

D. Rekomendasi
1. Kurangnya kewenangan yang dimiliki Komnas HAM sebagaimana ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kewenangan
Komnas HAM dalam Undang-Undang tersebut perlu direvisi sehingga Komnas HAM
tidak hanya berwenang menyelidik tapi juga menyidik. Tidak adanya tugas dan fungsi
itulah membuat kasus HAM Wamena dan kasus serupa hanya bolak-balik antara
Komnas HAM dan Kejaksaan.
2. Kejaksaan Agung dan Komnas HAM segera melakukan koordinasi yang baik untuk
mendorong kemajuan bagi proses hukum kasus Wamena 2003 dan menghentikan
sandiwara lempar-melempar berkas kasus supaya kasus Wamena ini dapat segera
terselesaikan.
3. Rekomendasi kepada Komnas HAM Papua untuk mendorong kasus Wamena ke
Pengadilan HAM dan mengevaluasi seluruh kejahatan HAM yang terjadi di Papua.
Melakukan pertemuan dengan pihak terkait guna transparasi dan sharing terkait
permasalahan hukum yang dihadapi yakni terkait kelengkapan berkas yang diperlukan
serta merencanakan agenda advokasi bersama.
4. Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua untuk segera membuat Perda tentang
Hak Asasi Manusia dan Perlindungan bagi korban Kejahatan HAM di Provinsi Papua.

Anda mungkin juga menyukai