Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MENGANALISIS PENGATURAN HAK ASASI MANUSIA DALAM UUD 1945


SEBELUM PERUBAHAN, KONSTITUSI RIS 1949, UUDS 1950 DAN UUD 1945
SETELAH PERUBAHAN

(Tugas Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah
Hukum Hak Asasi Manusia )

Dosen Mata Kuliah :

Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H.

Nurul Laili Fadhilah, S.H.,M.H.

Disusun Oleh:

Nama : Wahidatul Karomatil Khasanah

NIM : 190710101251

Kelas : Hukum Hak Asasi Manusia ( Kelas E)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JEMBER

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga masih diberikan
kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas untuk memenuhi nilai ujian
tengah semester mata kuliah hukum hak asasi manusia dengan judul tugas makalah
“menganalisis pengaturan hak asasi manusia dalam UUD 1945 sebelum perubahan,
konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, dan UUD 1945 setelah perubahan” dengan lancar dan
dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah


Hukum Hak Asasi Manusia, Beliau Bapak Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H.,M.H dan Ibu
Nurul Laili Fadhilah yang telah mengajar dan membagikan ilmu nya sehingga
bertambah pengetahuan dan wawasan penulis berkaitan dengan Ilmu Hukum Hak Asasi
Manusia.

Harapan dari penulisan makalah ini disamping tujuan utama nya untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah, diharapkan juga
dapat memberikan manfaat ilmu dan wawasan berkaitan dengan pengaturan Hak Asasi
Manusia dalam Konstitusi Negara Indonesia kepada para pembaca.

Penulis memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kesalahan dan kekeliruan dan semoga kemampuan dan wawasan dalam kepenulisan
akan semakin bertambah dan semakin baik kedepanya.

Kebumen, 26 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
2.1 Pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam Konstitusi Indonesia..........................................3
2.2 Latar Belakang Konstitusi Indonesia mengatur Hak Asasi Manusia................................10
BAB III PENUTUP...................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................16
3.2 Saran.................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak Asasi Manusia merupakan suatu hak yang telah melekat pada diri manusia
yang keberadaanya diyakini sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia karena HAM pada hakikatnya telah ada ketika manusia terlahir di dunia
sebagai makhluk Tuhan. Munculnya istilah HAM pada mulanya merupakan
keinginan dan tekad manusia secara universal agar mengakui dan melindungi hak-
hak dasar manusia. Dapat dikatakan istilah tersebut berhubungan erat dengan realita
sosial dan politik yang berkembang. Hukum Hak Asasi Manusia dan konstitusi
negara merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan, secara konstitusional hak
asasi manusia diatur dalam konstitusi negara untuk menjamin hak asasi tiap-tiap
warga negara.
Kedudukan konstitusi merupakan elemen yang sangat penting dalam suatu
negara. Bukan saja karena konstitusi memberikan kejelasan tentang mekanisme
pengaturan ketatanegaraan, akan tetapi juga memberikan penegasan atas kedudukan
dan hubungan relasi antara masyarakat dengan pemerintah. Menurut Sri Soemantri,
pada umumnya materi konstitusi atau undang-undang mencakup tiga hal yang
fundamental, pertama adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga
negara, kedua, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental dan ketiga, adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
yang bersifat fundamental1). Dalam konteks jaminan atas hak asasi manusia
konstitusi memberikan arti penting tersendiri bagi terwujudnya sebuah paradigma
negara hukum sebagai proses berjalanya demokrasi yang telah berjalan dalam waktu
yang sangat panjang dalam lintasan sejarah peradaban manusia. Adanya jaminan
terhadap hak asasi manusia mengandung arti bahwa setiap penguasa negara tidak
boleh sewenang-wenang kepada warga negaranya bahkan ada jaminan hak-hak
dasar warga negara yang juga memiliki arti adanya keseimbangan dalam negara

1)
Candra Perbawati, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, (Lampung: Pusat kajian konstitusi dan
peraturan perundang-undangan. 2019), hlm. 75

1
yaitu keseimbangan antara kekuasaan dalam negara dan hak-hak dasar warga
negara.
Dalam perjalanan sejarah Negara Indonesia pernah menerapkan beberapa
konstitusi yaitu UUD 1945, konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945, dan
amandemen IV tahun 2002. Konstitusi RIS 1949 dan konstitusi sementara (UUDS
1950) memuat jaminan HAM secara komprehensif yang secara umum dapat
ditafsirkan sebagai adopsi dari pasal-pasal HAM yang tertuang dalam Universal
Declaration of Human Rights (1948)2).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konstitusi Indonesia mengatur Hak Asasi Manusia?
2. Apa yang melatar belakangi konstitusi tersebut mengatur Hak Asasi Manusia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam konstitusi Indonesia
2. Untuk mengetahui latar belakang konstitusi Indonesia mengatur Hak Asasi
Manusia

2)
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan
perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana 2005), hlm.9

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam Konstitusi Indonesia


A. Pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam UUD 1945 sebelum Amandemen
Hukum dasar tertulis sebagai dasar penyelenggaraan kenegaraan di
Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya mencakup
pembukaan dan batang tubuh Undang-undang dasar. Hak-hak asasi yang
tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen tidak
termuat dalam suatu piagam yang terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal
yaitu Pasal 27 sampai Pasal 343). Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
sejalan dengan implementasi nilai-nilai pancasila dalam pelaksanaan kehidupan
bernegara, hal ini karena pancasila merupakan nilai-nilai hak asasi manusia yang
tumbuh dan hidup dalam kepribadian bangsa. Jika diperhatikan antara
pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 mengakui hak asasi
individu, hak asasi individu tersebut diakuai substansinya tetapi dibatasi agar
jangan sampai melanggar hak individu lain atau hak asasi orang banyak atau
masyarakat. Menurut Kuntjoro, jaminan UUD 1945 terhadap Hak Asasi
Manusia bukanlah tidak ada melainkan dalam ketentuanya UUD 1945
mencantumkanya secara tidak sistematis, hanya beberapa pasal yang memuat
ketentuan-ketentuan hak asasi, bukan karena nilai-nilai hukum hak asasi kurang
mendapat perhatian, akan tetapi karena susunan pertama UUD 1945 itu berfokus
pada inti-inti dasar kenegaraaan yang dapat dirumuskan sebagai hasil
perundingan antara para pemimpin bangsa4). Hanya terdapat tiga pasal yang
menjamin Hak Asasi Manusia yaitu Pasal 27, 28, dan 29 yang berisikan: (1)
kemerdekaan berserikat dan berkumpul; (2) kemerdekaan pikiran; (3) hak
bekerja dan hidup; (4) kemerdekaan agama5).

3)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,. hlm.
137
4)
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai
dengan perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana 2005), hlm.90
5)
Ibid, hlm.91

3
UUD 1945 yang merupakan hukum dasar tertulis yang di dalamnya memuat
pengaturan hak-hak dasar manusia serta kewajiban dasar, seharusnya terkait Hak
Asasi Manusia dicantumkan secara tegas dalam UUD 1945, namun pada
prinsipnya pengaturan HAM di dalam UUD 1945 sebelum amandemen belum
diatur secara sistematis dan terperinci.
Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh hanya terdapat satu ketentuan
saja yang memang memberikan jaminan konstitusional atas HAM yaitu pasal 29
ayat (2) yang menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaan itu”6). Sedangkan ketentuan dalam pasal lain
termasuk bukan dalam rumusan HAM, melainkan hanya ketentuan mengenai
hak warga negara. Karena di dalam UUD 1945 tidak ditemukan sebuah
pengaturan yang tegas akibatnya muncul berbagai penjelasan terhadap kualitas
muatan dan jaminan hak asasi manusia di dalam UUD 1945. Namun patut
diapresiasi, bahwa dalam perumusan UUD 1945 ini para pendiri bangsa berhasil
menciptakan sebuah tatanan kehidupan nasional beserta pengaturan atas jaminan
hak asasi manusia, jauh sebelum masyarakat internasional merumuskan
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB, pada 10
Desember 1948. Akan tetapi, pada era tersebut UUD 1945 telah dapat
dikategorikan sebagai konstitusi modern yang di dalamnya mengatur jaminan
atas hak asasi manusia, meskipun UUD 1945 dalam tataran implementatif tidak
efektif berlaku akibat serangkaian kondisi sosial politik yang tidak kondusif.
Menurut Dahlan Thaib, harus diakui bahwa UUD 1945 merupakan hasil
pemikiran prima para pendiri bangsa Indonesia yang tergabung dalam BPUPKI
dan PPKI, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bukti historis bahwa
UUD 1945 disusun dan dirumuskan dalam jangka waktu yang sangat terbatas,
akibatnya dalam berbagai wacana yang muncul selalu berhadapan dengan
kenyataan kejaran waktu agar UUD 1945 dapat selesai dengan cepat sebagai

6)
Lihat UUD 1945 (Sebelum Amandemen), Pasal 29 ayat (2) Bab XI tentang Agama

4
syarat minimal berdirinya sebuah negara 7). Memang dalam UUD 1945 (sebelum
amandemen) pencantuman secara eksplisit pengaturan jaminan atas HAM tidak
menjamin tegaknya hukum dan HAM di Indonesia, namun patut dipahami
bahwa periode berlakunya UUD 1945 sejak 18 Agustus 1945 sampai 27
Desember 1945 sudah cukup menjamin hak-hak dasar warga negara.

B. Pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam Konstitusi RIS 1949


Konstitusi RIS 1949 yang ditetapkan pada tanggal 14 Desember 1945
memuat rumusan mengenai Hak Asasi Manusia yang cukup berbeda
dibandingkan dengan rumusan HAM di dalam UUD 1945 (sebelum
amandemen). Konstitusi RIS lebih memberikan penekanan yang siginifikan
terhadap pengaturan HAM. Penekanan yang signifikan tersebut diatur dalam
bagian tersendiri (Bab I, bagian 5 hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar
manusia) yang terdiri dari 27 pasal, konstitusi RIS juga mengatur kewajiban
asasi negara dalam hubunganya dengan upaya penegakan HAM (Bab 1, bagian 6
asas-asas dasar) yang terdiri dalam 8 pasal, berdasarkan hal ini maka secara
keseluruhan perihal HAM diatur dalam 2 bagian (Bab I, bagian 5 dan 6) dengan
jumlah 35 pasal8).
Jaminan HAM di dalam konstitusi RIS 1949 secara historis sangat
dipengaruhi dari keberadaan Universal Declaration of Human Rights (DUHAM)
yang dirumuskan oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Dalam konteks
negara-negara di dunia lahirnya DUHAM pada waktu itu sangat dirasakan
mempengaruhi konstitusi-konstitusi negara di dunia, termasuk konstitusi RIS
1949. Dalam konteks hak-hak dasar yaitu kebebasan berserikat dan berkumpul,
konstitusi RIS juga memuat pengaturan mengenai hal tersebut. Pengaturan itu
terdapat di dalam Pasal 20 yang berbunyi “Hak penduduk atas Pengaturan itu
terdapat di dalam Pasal 20 yang berbunyi “Hak penduduk atas kebebasan
berkumpul dan berapat secara damai diakui dan sekadar perlu dijamin dalam
peraturan undang-undang” 9).

7)
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai
dengan perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana 2005), hlm.92
8)
Ibid, hlm.93
9)
Lihat Konstitusi RIS Tahun 1949 Pasal 20

5
Berdasarkan pasal tersebut HAM mengenai kebebasan berserikat dan berkumpul
yang dilaksanakan secara damai diakui di dalam konstitusi RIS 1949. Serta
pengakuan atas pengaturan mengenai kedudukan penduduk terdapat di dalam
pasal 6 konstitusi RIS, yang menyatakan bahwa yang termasuk dalam istilah
penduduk adalah setiap orang yang berdiam di Indonesia menurut aturan-aturan
yang diterapkan oleh undang-undang federal10). Sedangkan pada masa konstitusi
RIS, undang-undang federal yang mengatur mengenai penduduk belum pernah
terwujud, hal tersebut menyebabkan ketidak jelasan mengenai siapa-siapa saja
selain warga negara RIS yang diakui dan dijamin kebebasan berserikat dan
berkumpulnya11). Tidak adanya produk hukum yang mengatur kedudukan
penduduk dan jaminan perlindungan hukum terkait kebebasan berserikat dan
berkumpul pada konstitusi RIS, merupakan sesuatu yang cukup beralasan karena
konstitusi RIS merupakan Undang-Undang Dasar yang bersifat hanya
sementara.
Ada tiga kalimat yang digunakan dalam konstitusi RIS yang menandakan
diaturnya HAM di dalamnya meskipun tidak terdapat kata Hak Asasi manusia di
dalam konstitusinya yaitu; setiap, segala, sekalian orang, siapa pun, tiada
seorang pun, setiap warga negara dan berbagai kata yang menunjukan adanya
kewajiban asasi manusia dan negara. Kata-kata tersebut dapat ditafsirkan dalam
berbagai makna dan pengertian HAM yang sesungguhnya. Lebih jelasnya
dimaksud bahwa manusia secara pribadi, kelompok, keluarga dan sebagai warga
negara benar-benar ditegaskan sebagai mereka yang mendapatkan jaminan
dalam konstitusi RIS 1949.
Contoh hak-hak yang diatur di dalam konstitusi RIS 1949 yaitu: Pertama,
hak-hak manusia sebagai pribadi atau individu dapat dilihat dari pasal-pasal di
dalam konstitusi RIS yaitu: Pasal 7 ayat (1): “Setiap orang diakui sebagai
manusia pribadi terhadap undang-undang” Hak diakui sebagai person oleh
undang-undang. Pasal 8: “Sekalian orang yang ada di daerah negara sama
berhak menuntut perlindungan untuk diri dan harta bendanya”.

10)
Candra Perbawati, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, (Lampung: Pusat kajian konstitusi dan
peraturan perundang-undangan. 2019), hlm. 78
11)
Ibid, hlm.78

6
Hak atas kemanan personal. Pasal 9 ayat (1): “Setiap orang berhak dengan bebas
bergerak dan tinggal dalam perbatasan negara”. Hak atas kebebasan bergerak12).
Kedua, hak-hak asasi manusia sebagai bagian dalam keluarga juga ditegaskan di
dalam konstitusi RIS 1949, sebagaimana terdapat di dalam pasal 37 yang
berbunyi, “Keluarga berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan negara” 13).
Keberadaan pasal tersebut menunjukan bahwa elemen keluarga sebagai unit
terkecil dalam negara dan patut untuk memperoleh jaminan konstitusi, sebagai
bagian keluarga manusia melakukan interaksi yang di dalamnya terkait dengan
akibat-akibat hukum yang ditimbulkanya, maka dengan demikian keluarga
mempunyai hak dan kebebasan yang dilindungi oleh negara 14). Ketiga, manusia
sebagai warga negara juga memiliki hak-hak dasar yang memperoleh jaminan
konstitusi RIS. Dalam hal ini status manusia sebagai warga negara tidak
menghilangkan statusnya sebagai seorang pribadi, individu atau keluarga.
Konstitusi RIS memberikan pembedaan yang tepat dari status tersebut 15).
Keempat, kewajiban asasi manusia dan negara. Perlu dipahami bahwa hak
sangat terkait dengan kebebasan dan kewajiban, maka sebagai individu manusia
memiliki kewajiban begitu pula dengan negara. Adanya kewajiban asasi
manusia sebagai pribadi dan warga negara sebenarnya merupakan bukti bahwa
manusia adalah entitas dalam sebuah negara, sehingga keikutsertaanya dalam
menjunjung tinggi kehormatan dan wibawa negara dipandang sebagai sesuatu
yang wajar dan mesti16).

C. Pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam UUDS 1950


Materi pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam UUDS 1950 terdiri dari 36
pasal yang terbagai dalam dua Bab, yaitu bagian V tentang hak-hak dan
kebebasan dasar manusia, yaitu dari pasal 7 sampai pasal 34 dan Bagian VI
tentang asas-asas dasar, yaitu Pasal 35 sampai Pasal 4317). Hak-hak dasar

12)
Candra Perbawati, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, (Lampung: Pusat kajian konstitusi dan
peraturan perundang-undangan. 2019), hlm. 78
13)
Lihat Pasal 37 Konstitusi RIS 1949 Bagian 6 tentang Asas-asas dasar
14)
Ibid, hlm.79
15)
Ibid, hlm.79
16)
Ibid, hlm.80
17)
Ibid, hlm.80

7
manusia di dalam UUDS 1950 tidak hanya mencakup hak asasi, akan tetapi
terdapat juga pengaturan terkait kewajiban asasi, serta di dalam UUDS terdapat
sejumlah larangan terhadap adanya pelanggaran HAM, dan diatur pula di
dalamnya terkait hak milik sebagai fungsi sosial atau ketentuan-ketentuan lain
yang bersifat sosial.
Pengaturan HAM di dalam UUDS 1950 yaitu: Pasal 7 ayat (1) “Setiap
orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang” ; Pasal 7 ayat
(2) “Sekalian orang berhak menuntut perlakuan dan perlindungan yang sama
oleh undang-undang” ; Pasal 7 ayat (3) “Sekalian orang berhak menuntut
perlindungan yang sama terhadap tiap-tiap pembelakangan dan terhadap tiap-
tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian” ; Pasal 7 ayat (4)
“Setiap orang berhak mendapat bantuan-bantuan yang sungguh dari hakim-
hakim yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatan-perbuatan yang
berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan kepadanya menurut
hukum”18). Pasal 8 “Sekalian orang yang ada di negara sama berhak menuntut
perlindungan untuk diri dan harta bendanya”. Pasal 9 ayat (1) “ Setiap orang
berhak dengan bebas bergerak dan tinggal dalam perbatasan negara” . Pasal 9
ayat (2)“ Setiap orang berhak meninggalkan negeri dan jika ia warga negara atau
penduduk kembali kesitu”. Pasal 10 “Tiada seorang pun boleh diperbudak,
diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan dan segala perbuatan
berupa apapun yang tujuanya kepada itu, dilarang”. Pasal 11 “Tiada seorang jua
pun akan disiksa ataupun diperlakukan atau dihukum secara ganas, tidak
19)
mengenal perikemanusiaan atau menghina” . Dan pasal-pasal lain yang
termuat dalam UUDS 1950.

D. Pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam UUD 1945 Setelah Perubahan


Hans Kelsen memformulasikan konsepsi negara hukum dalam kaitanya
dengan Hak Asasi Manusia dengan empat syarat rechtsstaat, yaitu; (1) Negara
yang kehidupanya sejalan dengan konstitusi dan undang-undang, yang proses
pembuatanya dilakukan oleh parlemen, anggota-anggota parlemen itu sendiri

18)
Lihat Pasal 7 UUDS 1950 Bagian V tentang Hak-hak dan kebebasan dasar manusia
19)
Lihat Pasal 8,9,10,11 UUDS 1950 Bagian V tentang Hak-hak dan kebebasan dasar manusia

8
dipilih langsung oleh rakyat, (2) Negara yang mengatur mekanisme pertanggung
jawaban atas setiap kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh elite negara, (3)
Negara yang menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan (4) Negara
yang melindungi hak-hak asasi manusia20).
Dengan adanya amandemen UUD 1945 memberikan suatu titik terang
bahwa konstitusi Indonesia semakin memperhatikan dan menjunjung tinggi
jaminan atas hak asasi manusia (HAM) yang selama dalam konstitusi
sebelumnya kurang memperoleh perhatian dari pemerintah. Amandemen yang
kedua bahkan telah memasukan satu Bab khusus yang mengatur Hak Asasi
Manusia. Apabila ditelaah dengan cara membandingan konstitusi yang berlaku
di Indonesia dengan negara lain, hal ini merupakan suatu prestasi dalam
perjuangan HAM di Indonesia, sebab tidak banyak negara di dunia yang
memasukan Bab khusus yang yang mengatur terkait HAM di dalam
konstitusinya. UUD 1945 pasca amandemen memberikan jaminan yang lebih
komprehensif dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum amandemen yang
hanya memuat pasal-pasal HAM hanya secara garis besar saja, sedangkan UUD
1945 pasca amandemen selain memuat pasal-pasal HAM secara garis besar juga
memberikan bab khusus yang mengakomodasi tentang aturan HAM yaitu pada
Bab XA yang memuat 10 Pasal mulai dari Pasal 28 A hingga pasal 28 J21).
Berdasarkan penafsiran sistematis, Hak Asasi Manusia yang diatur di dalam
Pasal 28 A sampai 28 I UUD 1945 tunduk pada pembahasan yang diatur di
dalam Pasal 28 J. Dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, terdapat sejumlah hak
yang secara harfiah “hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”,
termasuk di dalamnya hak untuk hidup dan hak untuk tidak dituntut berdasarkan
hukum yang berlaku surut22). Dalam konteks ini perlu ditafsirkan bahwa Pasal 28
I ayat (1) haruslah dibaca bersama-sama dengan Pasal 28 J ayat (2), sehingga
hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukum berlaku surut tidaklah bersifat

20)
Dr. Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen 1945,
(Jakarta: Kencana 2010), hlm.297
21)
Ibid, hlm.298
22)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,
2008, hlm.141

9
mutlak. Oleh karena hak-hak yang diatur di dalam Pasal 28 J ayat (1) UUD 1945
termasuk dalam rumusan “hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun” dapat dibatasi, maka secara prima facie berbagai ketentuan hak asasi
manusia di luar pasal-pasal tersebut, seperti kebebasan beragama (Pasal 28 E),
hak untuk berkomunikasi (Pasal 28 F), ataupun hak atas harta benda (Pasal 28
G) sudah pasti dapat dibatasi, dengan catatan sepanjang hal tersebut sesuai
dengan pembatasan-pembatasan yang telah ditetapkan oleh undang-undang23).
Ketentuan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 pasca amandemen, karena
letaknya dalam konstitusi maka ketentuan terkait HAM harus dihormati dan
dijamin pelaksananaanya oleh negara. Karena hal tersebut Pasal 28 I ayat (4)
UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara dan pemerintah 24).
Meskipun telah ada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tetang Hak Asasi
Manusia, namun dimasukanya pengaturan HAM di dalam konstitusi diharapkan
akan semakin memperkuat komitmen untuk pemajuan dan perlindungan HAM
di Indonesia. Dari segi substansinya sistematika pengaturan mengenai Hak Asasi
Manusia dalam UUD 1945 sejalan dengan sistematika pengaturan HAM di
dalam Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) yang juga
menempatkan pasal tentang pembatasan hak.

2.2 Latar Belakang Konstitusi Indonesia mengatur Hak Asasi Manusia


A. Latar Belakang UUD 1945 (Sebelum Perubahan) mengatur Hak Asasi Manusia
Sejak proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia dan Indonesia resmi
menjadi negara merdeka, para pendiri bangsa sepakat bahwa Negara Indonesia
berlandaskan pada hukum yang diartikan sebagai konstitusi dan hukum tertulis
yang mencerminan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. Dalam UUD
1945 ditegaskan bahwa sistem pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan atas

23)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,
2008, hlm.141
24)
Ibid, hlm. 141

10
hukum, tidak berdasar pada kekuasaan belaka. Dalam rentang waktu berdirinya
negara, Indonesia telah lebih dulu merumuskan HAM di dalam konstitusinya
dari Deklarasi Universal of Human Rights (DUHAM ) PBB, karena UUD 1945
diundangkan pada tanggal 17 Agustus 1945 sedangkan DUHAM baru di
deklarasikan pada tahun 1948. Hal tersebut merupakan bukti bahwa negara
Indonesia sebelum tercapainya deklarasi HAM sedunia oleh PBB, Negara
Indonesia telah mengangkat dan melindungi jaminan atas HAM dalam
kehidupan bernegara yang tertuang di dalam UUD Tahun 1945. Hal ini telah
ditekankan oleh para pendiri bangsa, misalnya pernyataan Moh.Hatta dalam
sidang BPUPKI yaitu: “ Walaupun yang dibentuk itu negara kekeluargaan,
tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak dari warga negara agar jangan
sampai timbul negara kekuasaan (Machstaat atau negara penindas)” 25).
Deklarasi Bangsa Indonesia termuat dalam naskah pembukaan UUD 1945
dan merupakan sumber hukum normatif bagi hukum positif Indonesia terutama
penjabaran dalam pasal-pasal UUD 1945. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea
kesatu dinyatakan bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala bangsa” Dalam
pernyataan tersebut terkandung pengakuan secara yuridis hak asasi manusia
tentang kemerdekaan sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 1 DUHAM
PBB26). Dasar filosofi pengaturan hak asasi manusia tersebut bukanlah
kebebasan individualis melainkan menempatkan manusia dalam hubunganya
dengan bangsa sehingga hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan
kewajiban asasi manusia. Berikutnya, terdapat dalam alinea ketiga pembukaan
UUD 1945 yang berbunyi “ Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
27)
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya” . UUD
1945 adalah hukum dasar tertulis yang didalamnya memuat pengaturan hak-hak
dasar manusia serta kewajiban dasar, seharusnya mengenai hak asasi manusia
dicantumkan secara tegas dalam UUD 1945. Hak-hak asasi yang dimuat terbatas

25)
Yeni Handayani, Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dan Konstitusi
Amerika Serikat, Jurnal RechtsVinding, 2014, hlm.2
26)
Ibid, hlm.2
27)
Lihat Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga

11
jumlahnya dan dirumuskan dalam jangka waktu yang singkat, karena naskah ini
disusun pada akhir masa pendudukan penjajah. Pada 16 Juli 1945 perdebatan
dalam sidang BPUPKI ini menghasilkan sebuah kompromi sehingga
diterimanya beberapa ketentuan dalam UUD 1945 dan pasca proklamasi
kemerdekaan Negara Indonesia, PPKI menggelar sidang pertamanya dan dalam
keputusanya mengesahkan UUD 1945 yang telah dirancang (RUUD) oleh
BPUPKI dengan beberapa perubahan dan tambahan.

B. Latar Belakang Konstitusi RIS 1949 mengatur Hak Asasi Manusia


Dalam perjalanan bernegara, Bangsa Indonesia pernah memberlakukan
Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) yang masa berlakunya dari tahun
1949-1950. Konstitusi RIS 1949 merupakan konstitusi federal sebagai salah satu
hasil dari konferensi meja bundar yang di dalamnya memuat ketentuan hak asasi
yang lebih rinci dibandingkan dalam konstitusi UUD 1945. Latar belakang
diaturnya hak asasi manusia di dalam konstitusi RIS karena adanya tuntutan
terkait kekhawatiran kekejian kemanusiaan ( tragedi kemanusiaan) seperti yang
terjadi menjelang dan selama perang dunia kedua. Rincian pengaturan hak asasi
manusia di dalam konstitusi RIS diadopsi dari Universal Declaration of Human
Rights yang dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi ini belum
ada pada masa penyusunan UUD 1945. Hal yang baru dalam deklarasi ini adalah
adanya pergeseran pendasaran Hak Asasi Manusia dari kodrat Tuhan kepada
pengakuan akan martabat manusia. Pada tahun 1945 sudah ada sumber-sumber
ketentuan yang populer terutama Magna Carta (Inggris, 1215), Declaration de
I’Homme et du Citoyen (Perancis, 1791), Bill Of Rights ( Inggris 1688),
Virginia Bill of Rights (1776), The ten amandements ( Bill of Rights
Amendments) UUD Amerika Serikat (1791)28).
Dengan berdirinya RIS (Republik Indonesia Serikat) dan berlakunya RIS,
maka Negara Republik Indonesia hanya berstatus sebagai salah satu negara
bagian saja di dalam Negara Republik Indonesia Serikat, seperti halnya negara-
negara bagian lainya, adapun kekuasaan wilayahnya adalah daerah yang negara

28)
Bagir Manan & Susi Dwi Harijanti, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia,Padjajaran Jurnal Ilmu
Hukum, Vol.3 No.3, 2016. Hlm.464

12
bagian lainya adapun kekuasaan wilayahnya adalah daerah yang disebutkan di
dalam perjanjian Renville29). Begitu juga dengan UUD 1945, dengan sendirinya
juga berstatus sebagai Undang-Undang Dasar Negara Bagian Republik
Indonesia. Secara anatomik, konstitusi RIS terdiri atas dua bagian yakni
pembukaan dan batang tubuh, berbeda dengan jumlah-jumlah pasal dalam UUD
1945, konstitusi RIS memuat lebih banyak pasal-pasal, yakni terdiri dari 6 Bab
dan 197 Pasal30). Meskipun demikian Konstitusi RIS 1949 hanya ditujukan untuk
periode yang sementara, meskipun dari namanya tidak dicantumkan tambahan
kata “sementara”.

C. Latar Belakang UUDS 1950 Mengatur Hak Asasi Manusia


UUDS 1950 secara hukum disebut sebagai perubahan dari konstitusi RIS
1949, bukan penggantian atau pembentukan UUD baru. Meskipun dalam
realitanya UUDS 1950 adalah Undang-Undang Dasar tentang susunan baru
Negara Republik Indonesia karena kembali kepada negara kesatuan. Prosedur
perubahan ini diketemukan berdasarkan mosi Integral Mohammad Natsir (Ketua
Fraksi Partai Masyumi di Dewan Perwakilan Rakyat RIS) 31). Ada dua prinsip
sebagai pedoman perubahan dari Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)
1949 menjadi UUDS 1950. Pertama, kesepakatan hanya meniadakan ketentuan
yang bersifat federalistik ketentuan-ketentuan hak asasi bukan yang bersifat
federalistik, karena itu tetap dipertahankan sebagai ketentuan UUDS 1950 32).
Kedua, kesepakatan yang dibuat antara pemerintah RIS dan pemerintah
Republik Indonesia Yogyakarta menyetujui dimasukannya prinsip-prinsip dasar
yang didapati dalam UUD 1945, seperti prinsip demokrasi, ekonomi33).
UUDS 1950 merupakan sebuah bukti historis kembalinya Negara Indonesia
kepada negara kesatuan. Hal tersebut tentunya tidak muncul dengan sendirinya.
Keinginan terbesar rakyat Indonesia merupakan “kata kunci” lahirnya Negara
29)
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai
dengan perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana 2005), hlm.68
30)
Ibid,hlm.68
31)
Bagir Manan & Susi Dwi Harijanti, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia,Padjajaran Jurnal Ilmu
Hukum, Vol.3 No.3, 2016. Hlm.464
32)
Ibid
33)
Ibid

13
Kesatuan Republik Indonesia yang secara formil merupakan sebuah perubahan
konstitusi sementara RIS. Perubahan konstitusi RIS 1949 memungkinkan
dilakukan guna melahirkan UUD yang baru34).

D. Latar Belakang UUD 1945 ( Setelah Perubahan) Mengatur Hak Asasi Manusia
Salah satu alasan perlu diubahnya UUD 1945 Negara Indonesia adalah
karena adanya kehendak dan keinginan untuk melengkapi ketentuan-ketentuan
terkait Hak Asasi Manusia. Sebagaimana periode berlakunya UUD 1945,
Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950 yang terbilang singkat yang mana sejak
berlakunya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950, maka melalui dekrit
presiden pada 15 Juli 1959, UUDS 1950 dinyatakan tidak efektif lagi untuk
digunakan dan beralih kembali kepada pemberlakuan UUD 1945 35). Hal ini
berimplikasi kepada materi muatan konstitusi itu sendiri. Apa yang pernah
dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan dinyatakan
berlaku kembali terhitung sejak tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan jatuhnya
pemerintahan Presiden Soeharto pada Mei Tahun 199836).
Berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan memiliki masa
berlaku yang relatif panjang dibandingkan dengan masa berlakunya Undang-
Undang Dasar 1945 sebelum perubahan. Berdasarkan hal tersebut dapat di
katakan bahwa secara pandangan historis perubahan atas Undang-Undang Dasar
1945 merupakan wacana yang sangat penting bahkan pada periode awal
kemerdekaan telah menjadi perdebatan yang intens oleh para pendiri Negara
Indonesia ini.
Rujukan yang melatarbelakangi untuk adanya perumusan Bab yang
mengatur terkait dengan Hak Asasi Manusia di dalam Undang-Undang Dasar
1945 adalah Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998. Ketetapan MPR tersebut
kemudian melahirkan sebuah Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia37).
34)
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai
dengan perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana 2005), hlm.69
35)
Ibid,hlm.71
36)
Ibid,hlm.72
37)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,
2008, hlm.139

14
Semangat keduanya baik dari Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998, maupun
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah sama yakni menganut pendirian
bahwa Hak Asasi Manusia bukan tanpa batas, dikatakan pula bahwa semangat
yang sama juga terdapat di dalam pengaturan terkait Hak Asasi Manusia pada
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu bahwa Hak Asasi Manusia bukanlah
sebebas-bebasnya melainkan memungkinkan untuk dibatasi sejauh pembatasan
itu ditetapkan dengan Undang-Undang38). Semangat inilah yang melahirkan
Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945. Pembatasan sebagaimana tertuang di
dalam Pasal 28 J tersebut mencakup Pasal-Pasal dari Pasal 28 A sampai dengan
Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 (setelah perubahan)39).

38)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,
2008, hlm.139
39)
Ibid

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengaturan hak asasi manusia di dalam UUD 1945 (sebelum perubahan)
memuat pengaturan mengenai jaminan hak asasi manusia namun belum diatur secara
sistematis, hanya beberapa pasal yang memuat ketentuan hak asasi manusia. Sedangkan
di dalam Konstitusi RIS 1949 memuat pengaturan hak asasi manusia yang cukup
berbeda dibandingkan dengan rumusan HAM di dalam UUD 1945 (sebelum
perubahan), Konstitusi RIS lebih memberikan penekanan yang siginifakan terhadap
pengaturan hak asasi manusia. Dan dalam UUDS 1950, hak-hak dasar manusia tidak
hanya mencakup pengaturan terkait hak asasi, akan tetapi terdapat juga pengaturan
terkait kewajiban asasi, serta di dalam UUDS 1950 terdapat sejumlah larangan terhadap
adanya pelanggaran atas hak asasi manusia. Dalam UUD 1945 (setelah perubahan),
pengaturan hak asasi manusia lebih komprehensif dibandingkan dengan UUD
1945(sebelum perubahan), Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, UUD 1945 (setelah
perubahan) memberikan Bab khusus yang mengakomodasi tentang aturan Hak Asasi
Manusia yaitu pada Bab XA yang memuat 10 Pasal mulai Pasal 28 A sampai Pasal 28 J.
Latar belakang diaturnya Hak Asasi Manusia di dalam UUD 1945 (sebelum
perubahan) adalah wujud tekad para pendiri bangsa yang sepakat bahwa Negara
Indonesia berlandaskan pada hukum yang diartikan sebagai konstitusi dan hukum
tertulis yang mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Latar belakang
diaturnya hak asasi manusia di dalam Konstitusi RIS 1949 adalah karena adanya
tuntutan terkait kekhawatiran kekejian kemanusiaan (tragedi kemanusiaan) seperti yang
terjadi menjelang dan selama perang dunia kedua. Latar belakang diaturnya hak asasi
manusia di dalam UUD 1945, salah satu alasanya karena adanya kehendak dan
keinginan untuk melengkapi ketentuan-ketentuan terkait hak asasi manusia.

3.2 Saran
Hak Asasi Manusia bukanlah hak yang absolut,tidak ada satupun Hak Asasi
Manusia di Indonesia yang sifatnya mutlak dan tanpa batas, hak asasi manusia dibatasi
oleh hak orang lain,moral, kemanan dan ketertiban. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
hak asasi diharapkan segenap elemen masyarakat hendaknya dapat menghormati hak
asasi orang lain.

16
DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

El-Muhtaj, Majda. 2005. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD
1945 Sampai Dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002, Jakarta: Kencana;

Triwulan Tutik, Titik. 2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen 1945, Jakarta: Kencana;

Candra Perbawati, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Lampung: Pusat Kajian
Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan, 2019

Bagir Manan & Susi Dwi Harijanti, Konstitusi dan Hak AsasI Manusia, Padjajaran
Jurnal Ilmu Hukum, Vo.3 No.3, 2016

Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang


Dasar 1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum
Universitas Jenderal Soedirman, Vol.8 No.2, 2008

Yeni Handayani, Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dan
Konstitusi Amerika Serikat, Jurnal RechtsVinding, 2014

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Sebelum Amandemen)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Setelah Amandemen)

Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949

Undang-Undang Republik Indonesia Serikat Nomor 7 Tahun 1950 Tentang Perubahan


Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat Menjadi Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

17

Anda mungkin juga menyukai