(Tugas Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah
Hukum Hak Asasi Manusia )
Disusun Oleh:
NIM : 190710101251
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2020
KATA PENGANTAR
Harapan dari penulisan makalah ini disamping tujuan utama nya untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah, diharapkan juga
dapat memberikan manfaat ilmu dan wawasan berkaitan dengan pengaturan Hak Asasi
Manusia dalam Konstitusi Negara Indonesia kepada para pembaca.
Penulis memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kesalahan dan kekeliruan dan semoga kemampuan dan wawasan dalam kepenulisan
akan semakin bertambah dan semakin baik kedepanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
2.1 Pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam Konstitusi Indonesia..........................................3
2.2 Latar Belakang Konstitusi Indonesia mengatur Hak Asasi Manusia................................10
BAB III PENUTUP...................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................16
3.2 Saran.................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1)
Candra Perbawati, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, (Lampung: Pusat kajian konstitusi dan
peraturan perundang-undangan. 2019), hlm. 75
1
yaitu keseimbangan antara kekuasaan dalam negara dan hak-hak dasar warga
negara.
Dalam perjalanan sejarah Negara Indonesia pernah menerapkan beberapa
konstitusi yaitu UUD 1945, konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945, dan
amandemen IV tahun 2002. Konstitusi RIS 1949 dan konstitusi sementara (UUDS
1950) memuat jaminan HAM secara komprehensif yang secara umum dapat
ditafsirkan sebagai adopsi dari pasal-pasal HAM yang tertuang dalam Universal
Declaration of Human Rights (1948)2).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaturan Hak Asasi Manusia di dalam konstitusi Indonesia
2. Untuk mengetahui latar belakang konstitusi Indonesia mengatur Hak Asasi
Manusia
2)
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan
perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana 2005), hlm.9
2
BAB II
PEMBAHASAN
3)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,. hlm.
137
4)
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai
dengan perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana 2005), hlm.90
5)
Ibid, hlm.91
3
UUD 1945 yang merupakan hukum dasar tertulis yang di dalamnya memuat
pengaturan hak-hak dasar manusia serta kewajiban dasar, seharusnya terkait Hak
Asasi Manusia dicantumkan secara tegas dalam UUD 1945, namun pada
prinsipnya pengaturan HAM di dalam UUD 1945 sebelum amandemen belum
diatur secara sistematis dan terperinci.
Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh hanya terdapat satu ketentuan
saja yang memang memberikan jaminan konstitusional atas HAM yaitu pasal 29
ayat (2) yang menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaan itu”6). Sedangkan ketentuan dalam pasal lain
termasuk bukan dalam rumusan HAM, melainkan hanya ketentuan mengenai
hak warga negara. Karena di dalam UUD 1945 tidak ditemukan sebuah
pengaturan yang tegas akibatnya muncul berbagai penjelasan terhadap kualitas
muatan dan jaminan hak asasi manusia di dalam UUD 1945. Namun patut
diapresiasi, bahwa dalam perumusan UUD 1945 ini para pendiri bangsa berhasil
menciptakan sebuah tatanan kehidupan nasional beserta pengaturan atas jaminan
hak asasi manusia, jauh sebelum masyarakat internasional merumuskan
Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB, pada 10
Desember 1948. Akan tetapi, pada era tersebut UUD 1945 telah dapat
dikategorikan sebagai konstitusi modern yang di dalamnya mengatur jaminan
atas hak asasi manusia, meskipun UUD 1945 dalam tataran implementatif tidak
efektif berlaku akibat serangkaian kondisi sosial politik yang tidak kondusif.
Menurut Dahlan Thaib, harus diakui bahwa UUD 1945 merupakan hasil
pemikiran prima para pendiri bangsa Indonesia yang tergabung dalam BPUPKI
dan PPKI, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bukti historis bahwa
UUD 1945 disusun dan dirumuskan dalam jangka waktu yang sangat terbatas,
akibatnya dalam berbagai wacana yang muncul selalu berhadapan dengan
kenyataan kejaran waktu agar UUD 1945 dapat selesai dengan cepat sebagai
6)
Lihat UUD 1945 (Sebelum Amandemen), Pasal 29 ayat (2) Bab XI tentang Agama
4
syarat minimal berdirinya sebuah negara 7). Memang dalam UUD 1945 (sebelum
amandemen) pencantuman secara eksplisit pengaturan jaminan atas HAM tidak
menjamin tegaknya hukum dan HAM di Indonesia, namun patut dipahami
bahwa periode berlakunya UUD 1945 sejak 18 Agustus 1945 sampai 27
Desember 1945 sudah cukup menjamin hak-hak dasar warga negara.
7)
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai
dengan perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana 2005), hlm.92
8)
Ibid, hlm.93
9)
Lihat Konstitusi RIS Tahun 1949 Pasal 20
5
Berdasarkan pasal tersebut HAM mengenai kebebasan berserikat dan berkumpul
yang dilaksanakan secara damai diakui di dalam konstitusi RIS 1949. Serta
pengakuan atas pengaturan mengenai kedudukan penduduk terdapat di dalam
pasal 6 konstitusi RIS, yang menyatakan bahwa yang termasuk dalam istilah
penduduk adalah setiap orang yang berdiam di Indonesia menurut aturan-aturan
yang diterapkan oleh undang-undang federal10). Sedangkan pada masa konstitusi
RIS, undang-undang federal yang mengatur mengenai penduduk belum pernah
terwujud, hal tersebut menyebabkan ketidak jelasan mengenai siapa-siapa saja
selain warga negara RIS yang diakui dan dijamin kebebasan berserikat dan
berkumpulnya11). Tidak adanya produk hukum yang mengatur kedudukan
penduduk dan jaminan perlindungan hukum terkait kebebasan berserikat dan
berkumpul pada konstitusi RIS, merupakan sesuatu yang cukup beralasan karena
konstitusi RIS merupakan Undang-Undang Dasar yang bersifat hanya
sementara.
Ada tiga kalimat yang digunakan dalam konstitusi RIS yang menandakan
diaturnya HAM di dalamnya meskipun tidak terdapat kata Hak Asasi manusia di
dalam konstitusinya yaitu; setiap, segala, sekalian orang, siapa pun, tiada
seorang pun, setiap warga negara dan berbagai kata yang menunjukan adanya
kewajiban asasi manusia dan negara. Kata-kata tersebut dapat ditafsirkan dalam
berbagai makna dan pengertian HAM yang sesungguhnya. Lebih jelasnya
dimaksud bahwa manusia secara pribadi, kelompok, keluarga dan sebagai warga
negara benar-benar ditegaskan sebagai mereka yang mendapatkan jaminan
dalam konstitusi RIS 1949.
Contoh hak-hak yang diatur di dalam konstitusi RIS 1949 yaitu: Pertama,
hak-hak manusia sebagai pribadi atau individu dapat dilihat dari pasal-pasal di
dalam konstitusi RIS yaitu: Pasal 7 ayat (1): “Setiap orang diakui sebagai
manusia pribadi terhadap undang-undang” Hak diakui sebagai person oleh
undang-undang. Pasal 8: “Sekalian orang yang ada di daerah negara sama
berhak menuntut perlindungan untuk diri dan harta bendanya”.
10)
Candra Perbawati, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, (Lampung: Pusat kajian konstitusi dan
peraturan perundang-undangan. 2019), hlm. 78
11)
Ibid, hlm.78
6
Hak atas kemanan personal. Pasal 9 ayat (1): “Setiap orang berhak dengan bebas
bergerak dan tinggal dalam perbatasan negara”. Hak atas kebebasan bergerak12).
Kedua, hak-hak asasi manusia sebagai bagian dalam keluarga juga ditegaskan di
dalam konstitusi RIS 1949, sebagaimana terdapat di dalam pasal 37 yang
berbunyi, “Keluarga berhak atas perlindungan oleh masyarakat dan negara” 13).
Keberadaan pasal tersebut menunjukan bahwa elemen keluarga sebagai unit
terkecil dalam negara dan patut untuk memperoleh jaminan konstitusi, sebagai
bagian keluarga manusia melakukan interaksi yang di dalamnya terkait dengan
akibat-akibat hukum yang ditimbulkanya, maka dengan demikian keluarga
mempunyai hak dan kebebasan yang dilindungi oleh negara 14). Ketiga, manusia
sebagai warga negara juga memiliki hak-hak dasar yang memperoleh jaminan
konstitusi RIS. Dalam hal ini status manusia sebagai warga negara tidak
menghilangkan statusnya sebagai seorang pribadi, individu atau keluarga.
Konstitusi RIS memberikan pembedaan yang tepat dari status tersebut 15).
Keempat, kewajiban asasi manusia dan negara. Perlu dipahami bahwa hak
sangat terkait dengan kebebasan dan kewajiban, maka sebagai individu manusia
memiliki kewajiban begitu pula dengan negara. Adanya kewajiban asasi
manusia sebagai pribadi dan warga negara sebenarnya merupakan bukti bahwa
manusia adalah entitas dalam sebuah negara, sehingga keikutsertaanya dalam
menjunjung tinggi kehormatan dan wibawa negara dipandang sebagai sesuatu
yang wajar dan mesti16).
12)
Candra Perbawati, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, (Lampung: Pusat kajian konstitusi dan
peraturan perundang-undangan. 2019), hlm. 78
13)
Lihat Pasal 37 Konstitusi RIS 1949 Bagian 6 tentang Asas-asas dasar
14)
Ibid, hlm.79
15)
Ibid, hlm.79
16)
Ibid, hlm.80
17)
Ibid, hlm.80
7
manusia di dalam UUDS 1950 tidak hanya mencakup hak asasi, akan tetapi
terdapat juga pengaturan terkait kewajiban asasi, serta di dalam UUDS terdapat
sejumlah larangan terhadap adanya pelanggaran HAM, dan diatur pula di
dalamnya terkait hak milik sebagai fungsi sosial atau ketentuan-ketentuan lain
yang bersifat sosial.
Pengaturan HAM di dalam UUDS 1950 yaitu: Pasal 7 ayat (1) “Setiap
orang diakui sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang” ; Pasal 7 ayat
(2) “Sekalian orang berhak menuntut perlakuan dan perlindungan yang sama
oleh undang-undang” ; Pasal 7 ayat (3) “Sekalian orang berhak menuntut
perlindungan yang sama terhadap tiap-tiap pembelakangan dan terhadap tiap-
tiap penghasutan untuk melakukan pembelakangan demikian” ; Pasal 7 ayat (4)
“Setiap orang berhak mendapat bantuan-bantuan yang sungguh dari hakim-
hakim yang ditentukan untuk itu, melawan perbuatan-perbuatan yang
berlawanan dengan hak-hak dasar yang diperkenankan kepadanya menurut
hukum”18). Pasal 8 “Sekalian orang yang ada di negara sama berhak menuntut
perlindungan untuk diri dan harta bendanya”. Pasal 9 ayat (1) “ Setiap orang
berhak dengan bebas bergerak dan tinggal dalam perbatasan negara” . Pasal 9
ayat (2)“ Setiap orang berhak meninggalkan negeri dan jika ia warga negara atau
penduduk kembali kesitu”. Pasal 10 “Tiada seorang pun boleh diperbudak,
diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan dan segala perbuatan
berupa apapun yang tujuanya kepada itu, dilarang”. Pasal 11 “Tiada seorang jua
pun akan disiksa ataupun diperlakukan atau dihukum secara ganas, tidak
19)
mengenal perikemanusiaan atau menghina” . Dan pasal-pasal lain yang
termuat dalam UUDS 1950.
18)
Lihat Pasal 7 UUDS 1950 Bagian V tentang Hak-hak dan kebebasan dasar manusia
19)
Lihat Pasal 8,9,10,11 UUDS 1950 Bagian V tentang Hak-hak dan kebebasan dasar manusia
8
dipilih langsung oleh rakyat, (2) Negara yang mengatur mekanisme pertanggung
jawaban atas setiap kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh elite negara, (3)
Negara yang menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan (4) Negara
yang melindungi hak-hak asasi manusia20).
Dengan adanya amandemen UUD 1945 memberikan suatu titik terang
bahwa konstitusi Indonesia semakin memperhatikan dan menjunjung tinggi
jaminan atas hak asasi manusia (HAM) yang selama dalam konstitusi
sebelumnya kurang memperoleh perhatian dari pemerintah. Amandemen yang
kedua bahkan telah memasukan satu Bab khusus yang mengatur Hak Asasi
Manusia. Apabila ditelaah dengan cara membandingan konstitusi yang berlaku
di Indonesia dengan negara lain, hal ini merupakan suatu prestasi dalam
perjuangan HAM di Indonesia, sebab tidak banyak negara di dunia yang
memasukan Bab khusus yang yang mengatur terkait HAM di dalam
konstitusinya. UUD 1945 pasca amandemen memberikan jaminan yang lebih
komprehensif dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum amandemen yang
hanya memuat pasal-pasal HAM hanya secara garis besar saja, sedangkan UUD
1945 pasca amandemen selain memuat pasal-pasal HAM secara garis besar juga
memberikan bab khusus yang mengakomodasi tentang aturan HAM yaitu pada
Bab XA yang memuat 10 Pasal mulai dari Pasal 28 A hingga pasal 28 J21).
Berdasarkan penafsiran sistematis, Hak Asasi Manusia yang diatur di dalam
Pasal 28 A sampai 28 I UUD 1945 tunduk pada pembahasan yang diatur di
dalam Pasal 28 J. Dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, terdapat sejumlah hak
yang secara harfiah “hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”,
termasuk di dalamnya hak untuk hidup dan hak untuk tidak dituntut berdasarkan
hukum yang berlaku surut22). Dalam konteks ini perlu ditafsirkan bahwa Pasal 28
I ayat (1) haruslah dibaca bersama-sama dengan Pasal 28 J ayat (2), sehingga
hak untuk tidak dituntut berdasarkan hukum berlaku surut tidaklah bersifat
20)
Dr. Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen 1945,
(Jakarta: Kencana 2010), hlm.297
21)
Ibid, hlm.298
22)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,
2008, hlm.141
9
mutlak. Oleh karena hak-hak yang diatur di dalam Pasal 28 J ayat (1) UUD 1945
termasuk dalam rumusan “hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun” dapat dibatasi, maka secara prima facie berbagai ketentuan hak asasi
manusia di luar pasal-pasal tersebut, seperti kebebasan beragama (Pasal 28 E),
hak untuk berkomunikasi (Pasal 28 F), ataupun hak atas harta benda (Pasal 28
G) sudah pasti dapat dibatasi, dengan catatan sepanjang hal tersebut sesuai
dengan pembatasan-pembatasan yang telah ditetapkan oleh undang-undang23).
Ketentuan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 pasca amandemen, karena
letaknya dalam konstitusi maka ketentuan terkait HAM harus dihormati dan
dijamin pelaksananaanya oleh negara. Karena hal tersebut Pasal 28 I ayat (4)
UUD 1945 menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara dan pemerintah 24).
Meskipun telah ada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tetang Hak Asasi
Manusia, namun dimasukanya pengaturan HAM di dalam konstitusi diharapkan
akan semakin memperkuat komitmen untuk pemajuan dan perlindungan HAM
di Indonesia. Dari segi substansinya sistematika pengaturan mengenai Hak Asasi
Manusia dalam UUD 1945 sejalan dengan sistematika pengaturan HAM di
dalam Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) yang juga
menempatkan pasal tentang pembatasan hak.
23)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,
2008, hlm.141
24)
Ibid, hlm. 141
10
hukum, tidak berdasar pada kekuasaan belaka. Dalam rentang waktu berdirinya
negara, Indonesia telah lebih dulu merumuskan HAM di dalam konstitusinya
dari Deklarasi Universal of Human Rights (DUHAM ) PBB, karena UUD 1945
diundangkan pada tanggal 17 Agustus 1945 sedangkan DUHAM baru di
deklarasikan pada tahun 1948. Hal tersebut merupakan bukti bahwa negara
Indonesia sebelum tercapainya deklarasi HAM sedunia oleh PBB, Negara
Indonesia telah mengangkat dan melindungi jaminan atas HAM dalam
kehidupan bernegara yang tertuang di dalam UUD Tahun 1945. Hal ini telah
ditekankan oleh para pendiri bangsa, misalnya pernyataan Moh.Hatta dalam
sidang BPUPKI yaitu: “ Walaupun yang dibentuk itu negara kekeluargaan,
tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak dari warga negara agar jangan
sampai timbul negara kekuasaan (Machstaat atau negara penindas)” 25).
Deklarasi Bangsa Indonesia termuat dalam naskah pembukaan UUD 1945
dan merupakan sumber hukum normatif bagi hukum positif Indonesia terutama
penjabaran dalam pasal-pasal UUD 1945. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea
kesatu dinyatakan bahwa “Kemerdekaan ialah hak segala bangsa” Dalam
pernyataan tersebut terkandung pengakuan secara yuridis hak asasi manusia
tentang kemerdekaan sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 1 DUHAM
PBB26). Dasar filosofi pengaturan hak asasi manusia tersebut bukanlah
kebebasan individualis melainkan menempatkan manusia dalam hubunganya
dengan bangsa sehingga hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan
kewajiban asasi manusia. Berikutnya, terdapat dalam alinea ketiga pembukaan
UUD 1945 yang berbunyi “ Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
27)
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya” . UUD
1945 adalah hukum dasar tertulis yang didalamnya memuat pengaturan hak-hak
dasar manusia serta kewajiban dasar, seharusnya mengenai hak asasi manusia
dicantumkan secara tegas dalam UUD 1945. Hak-hak asasi yang dimuat terbatas
25)
Yeni Handayani, Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dan Konstitusi
Amerika Serikat, Jurnal RechtsVinding, 2014, hlm.2
26)
Ibid, hlm.2
27)
Lihat Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga
11
jumlahnya dan dirumuskan dalam jangka waktu yang singkat, karena naskah ini
disusun pada akhir masa pendudukan penjajah. Pada 16 Juli 1945 perdebatan
dalam sidang BPUPKI ini menghasilkan sebuah kompromi sehingga
diterimanya beberapa ketentuan dalam UUD 1945 dan pasca proklamasi
kemerdekaan Negara Indonesia, PPKI menggelar sidang pertamanya dan dalam
keputusanya mengesahkan UUD 1945 yang telah dirancang (RUUD) oleh
BPUPKI dengan beberapa perubahan dan tambahan.
28)
Bagir Manan & Susi Dwi Harijanti, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia,Padjajaran Jurnal Ilmu
Hukum, Vol.3 No.3, 2016. Hlm.464
12
bagian lainya adapun kekuasaan wilayahnya adalah daerah yang disebutkan di
dalam perjanjian Renville29). Begitu juga dengan UUD 1945, dengan sendirinya
juga berstatus sebagai Undang-Undang Dasar Negara Bagian Republik
Indonesia. Secara anatomik, konstitusi RIS terdiri atas dua bagian yakni
pembukaan dan batang tubuh, berbeda dengan jumlah-jumlah pasal dalam UUD
1945, konstitusi RIS memuat lebih banyak pasal-pasal, yakni terdiri dari 6 Bab
dan 197 Pasal30). Meskipun demikian Konstitusi RIS 1949 hanya ditujukan untuk
periode yang sementara, meskipun dari namanya tidak dicantumkan tambahan
kata “sementara”.
13
Kesatuan Republik Indonesia yang secara formil merupakan sebuah perubahan
konstitusi sementara RIS. Perubahan konstitusi RIS 1949 memungkinkan
dilakukan guna melahirkan UUD yang baru34).
D. Latar Belakang UUD 1945 ( Setelah Perubahan) Mengatur Hak Asasi Manusia
Salah satu alasan perlu diubahnya UUD 1945 Negara Indonesia adalah
karena adanya kehendak dan keinginan untuk melengkapi ketentuan-ketentuan
terkait Hak Asasi Manusia. Sebagaimana periode berlakunya UUD 1945,
Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950 yang terbilang singkat yang mana sejak
berlakunya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950, maka melalui dekrit
presiden pada 15 Juli 1959, UUDS 1950 dinyatakan tidak efektif lagi untuk
digunakan dan beralih kembali kepada pemberlakuan UUD 1945 35). Hal ini
berimplikasi kepada materi muatan konstitusi itu sendiri. Apa yang pernah
dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan dinyatakan
berlaku kembali terhitung sejak tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan jatuhnya
pemerintahan Presiden Soeharto pada Mei Tahun 199836).
Berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan memiliki masa
berlaku yang relatif panjang dibandingkan dengan masa berlakunya Undang-
Undang Dasar 1945 sebelum perubahan. Berdasarkan hal tersebut dapat di
katakan bahwa secara pandangan historis perubahan atas Undang-Undang Dasar
1945 merupakan wacana yang sangat penting bahkan pada periode awal
kemerdekaan telah menjadi perdebatan yang intens oleh para pendiri Negara
Indonesia ini.
Rujukan yang melatarbelakangi untuk adanya perumusan Bab yang
mengatur terkait dengan Hak Asasi Manusia di dalam Undang-Undang Dasar
1945 adalah Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998. Ketetapan MPR tersebut
kemudian melahirkan sebuah Undang-Undang yaitu Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia37).
34)
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai
dengan perubahan UUD 1945 Tahun 2002, (Jakarta : Kencana 2005), hlm.69
35)
Ibid,hlm.71
36)
Ibid,hlm.72
37)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,
2008, hlm.139
14
Semangat keduanya baik dari Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998, maupun
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah sama yakni menganut pendirian
bahwa Hak Asasi Manusia bukan tanpa batas, dikatakan pula bahwa semangat
yang sama juga terdapat di dalam pengaturan terkait Hak Asasi Manusia pada
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu bahwa Hak Asasi Manusia bukanlah
sebebas-bebasnya melainkan memungkinkan untuk dibatasi sejauh pembatasan
itu ditetapkan dengan Undang-Undang38). Semangat inilah yang melahirkan
Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945. Pembatasan sebagaimana tertuang di
dalam Pasal 28 J tersebut mencakup Pasal-Pasal dari Pasal 28 A sampai dengan
Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 (setelah perubahan)39).
38)
Tenang Haryanto dkk, Pengaturan Hak Asasi Manusia Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 Sebelum dan Setelah Amandemen, Jurnal Dinamika Hukum UNSOED, Vol.8 No.2,
2008, hlm.139
39)
Ibid
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengaturan hak asasi manusia di dalam UUD 1945 (sebelum perubahan)
memuat pengaturan mengenai jaminan hak asasi manusia namun belum diatur secara
sistematis, hanya beberapa pasal yang memuat ketentuan hak asasi manusia. Sedangkan
di dalam Konstitusi RIS 1949 memuat pengaturan hak asasi manusia yang cukup
berbeda dibandingkan dengan rumusan HAM di dalam UUD 1945 (sebelum
perubahan), Konstitusi RIS lebih memberikan penekanan yang siginifakan terhadap
pengaturan hak asasi manusia. Dan dalam UUDS 1950, hak-hak dasar manusia tidak
hanya mencakup pengaturan terkait hak asasi, akan tetapi terdapat juga pengaturan
terkait kewajiban asasi, serta di dalam UUDS 1950 terdapat sejumlah larangan terhadap
adanya pelanggaran atas hak asasi manusia. Dalam UUD 1945 (setelah perubahan),
pengaturan hak asasi manusia lebih komprehensif dibandingkan dengan UUD
1945(sebelum perubahan), Konstitusi RIS 1949, dan UUDS 1950, UUD 1945 (setelah
perubahan) memberikan Bab khusus yang mengakomodasi tentang aturan Hak Asasi
Manusia yaitu pada Bab XA yang memuat 10 Pasal mulai Pasal 28 A sampai Pasal 28 J.
Latar belakang diaturnya Hak Asasi Manusia di dalam UUD 1945 (sebelum
perubahan) adalah wujud tekad para pendiri bangsa yang sepakat bahwa Negara
Indonesia berlandaskan pada hukum yang diartikan sebagai konstitusi dan hukum
tertulis yang mencerminkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Latar belakang
diaturnya hak asasi manusia di dalam Konstitusi RIS 1949 adalah karena adanya
tuntutan terkait kekhawatiran kekejian kemanusiaan (tragedi kemanusiaan) seperti yang
terjadi menjelang dan selama perang dunia kedua. Latar belakang diaturnya hak asasi
manusia di dalam UUD 1945, salah satu alasanya karena adanya kehendak dan
keinginan untuk melengkapi ketentuan-ketentuan terkait hak asasi manusia.
3.2 Saran
Hak Asasi Manusia bukanlah hak yang absolut,tidak ada satupun Hak Asasi
Manusia di Indonesia yang sifatnya mutlak dan tanpa batas, hak asasi manusia dibatasi
oleh hak orang lain,moral, kemanan dan ketertiban. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
hak asasi diharapkan segenap elemen masyarakat hendaknya dapat menghormati hak
asasi orang lain.
16
DAFTAR PUSTAKA
El-Muhtaj, Majda. 2005. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dari UUD
1945 Sampai Dengan Perubahan UUD 1945 Tahun 2002, Jakarta: Kencana;
Triwulan Tutik, Titik. 2010. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen 1945, Jakarta: Kencana;
Candra Perbawati, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Lampung: Pusat Kajian
Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan, 2019
Bagir Manan & Susi Dwi Harijanti, Konstitusi dan Hak AsasI Manusia, Padjajaran
Jurnal Ilmu Hukum, Vo.3 No.3, 2016
Yeni Handayani, Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia dan
Konstitusi Amerika Serikat, Jurnal RechtsVinding, 2014
Peraturan Perundang-undangan
17