Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

HUKUM DAN HAM


KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB
PEMERINTAH DALAM PENEGAKAN
HAM DI INDONESIA

Oleh:

Muh. Aspar

:
Muh. Aspar

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER
2015
Kewajiban dan tanggungjawab
pemerintah dalam penegakan ham
di indonesia

Makalah HUKUM DAN HAM i FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr Wb

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan Khadirat Allah SWT karena


rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
“HUKUM DAN HAM yang membahas tentang KEWAJIBAN DAN
TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DALAM PENEGAKAN HAM DI
INDONESIA“ tepat pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terimah
kasih kepada Dosen pembimbing kami yang telah memberikan tugas ini
sehingga kami lebih banyak mengetahui tentang Hal HUKUM DAN HAM

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat terutama pada kami sebagai
penyusun makalah dan pembaca. Namun dalam pembuatan makalah ini,
kami menyadari masih banyak kekurangan didalamnya. Kami
mengharapkan kritik dan saran yang bermanfaat. Terima kasih

Wassalam

Penulis

Makalah HUKUM DAN HAM ii FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. HAK ASASI MANUSIA DALAM UUD 1945 SEBELUM
AMANDEMEN ................................................................................. 3
a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ...................5
b. Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia....................................... 5
c. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1999 Tentang Hak Asasi
Manusia ...................................................................................... 6
d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia .......................................................................................7

B. HAK ASASI MANUSIA DALAM UUD 1945 SETELAH


AMANDEMEN ..................................................................................9
a. Pemahaman Legalistik ................................................................9
b. Moralistik atau filosofis ..............................................................10
C. KEWAJIBAN NEGARA DALAM PERLINDUNGAN DAN
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA ...........................................11
BAB III PENUTUP .................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 20

Makalah HUKUM DAN HAM iii FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
BAB I

PENDAHULUAN

Perjuangan dan kelahiran HAM di Indonesia memiliki sejarah


yang cukup panjang. Perkembangan pemikiran HAM, khususnya di
bidang sipil dan politik, dapat dikelompokkan ke dalam kurun waktu
1908-1945 dan 1945-sekarang.
Masa Pra-kemerdekaan Pendirian Boedi Oetomo dapat
dianggap sebagai titik awal timbulnya kesadaran untuk mendirikan
suatu negara kebangsaan yang terlepas dari cengkeraman kolonial.
Dalam konteks HAM, kesadaran tersebut dikenal sebagai perwujudan
dari the right of self determination (hak untuk menentukan nasib
sendiri). Namun, kehadiran Boedi Oetomo tidak pernah mendapat
dukungan massa karena kedudukannya secara politik dianggap
kurang begitu penting. Sumbangan yang paling penting dari Boedi
Oetomo adalah adanya benih semangat nasional yang pertama dan
karena itu ia dapat dipandang sebagai induk pergerakan nasional.
Meskipun setelah dan di samping Budi Utomo beberapa organisasi
perjuangan lain yang memiliki komitmen yang tinggi tentang
kebebasan dan menentukan nasib sendiri, misalnya Perhimpunan
Indonesia, Partai Syarikat Islam, Partai Nasional Indonesia dan
Pendidikan Nasional Indonesia.
Wujud nyata dari pemikiran HAM dalam perkembangan
berikutnya adalah dimasukkannya konsepsi HAM dalam Rancangan
Undang-Undang Dasar yang disusun oleh BPUPKI3 (Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan atau Dokuritsu Junbi
Coosakai) yang mengadakan sidang kedua pada tanggal 10-17 Juli
1945. Dalam sidang kedua yang diadakan pada tanggal 15 Juli 1945,

Makalah HUKUM DAN HAM 1 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
anggota Moh. Hatta mengajukan usul agar dalam undang-undang
dasar diatur hak untuk mengeluarkan suara dan hak untuk berkumpul
dan bersidang. Menurut Sri Soemantri, alasan Moh. Hatta untuk
memasukkan hak-hak tersebut dalam undang-undang dasar ialah
agar negara yang akan didirikan kelak tidak menjadi negara
kekuasaan.

Makalah HUKUM DAN HAM 2 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
BAB II

PEMBAHASAN

A. HAK ASASI MANUSIA DALAM UUD 1945 SEBELUM


AMANDEMEN

Tonggak sejarah yang sangat penting dalam perkembangan


dan pemikiran Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah dengan
disahkannya Rancangan UUD hasil BPUPKI pada tanggal 18 Agustus
1945. Di dalamnya, terdapat pengaturan hak dasar, baik yang
dikelompokkan ke dalam hak-hak yang bersifat klasik maupun hak-
hak dasar yang bersifat sosial. Adapun yang dikelompokkan ke dalam
hak-hak dasar klasik terdapat dalam Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29,
dan Pasal 30. Di lain pihak, hak-hak dasar sosial terdapat dalam
Pasal 27 dan Pasal 31. Pengaturan pasal-pasal tersebut menunjukkan
bahwa negara Indonesia lebih dahulu mengakui adanya sejumlah
hak-hak dasar dalam konstitusinya dibandingkan dengan Universal
Declaration of Human Rights. Meskipun Republik Indonesia (RI) lahir
sebelum proklamasinya Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia
(DUHAM). beberapa hak asasi dan kebebasan fundamental yang
sangat penting sudah diakui dalam konstitusinya, baik hak rakyat
(peoples’ rights) maupun hak individu (individual rights), yakni hak
semua bangsa untuk merdeka (alinea pertama pembukaan), hak atas
persamaan di hadapan hukum dan dalam pemerintahan (Pasal 27
ayat (1)), hak atas pekerjaan (Pasal27 ayat (2)), hak atas
penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat (2)), kebebasan berserikat
dan berkumpul (pasal 28), kebebasan mengeluarkan pendapat (pasal
28), kebebasan beragama (Pasal 29 ayat (2)), dan hak atas

Makalah HUKUM DAN HAM 3 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
pendidikan (Pasal 31 ayat (1)). Sudah tentu pelaksanaan hak-hak
individu di masa berlakunya UUD 1945 di masa revolusi kemerdekaan
(1945-1949) tidak berlangsungnya sebagaimana mestinya karena
bangsa Indonesia sedang berada dalam konflik bersenjata dengan
Belanda sebagaimana yang dikemukakan oleh Enny Soeprapto
sebagai berikut:
Di masa hidup Republik Indonesia Serikat (RIS) (27 Desember
1949-15 Agustus 1950) pengakuan dan penghormatan HAM,
setidak-tidaknya secara legal formal, sangat maju dengan
dicantumkannya tidak kurang dari 35 pasal dalam konstitusi RIS
(KRIS), 1950 (dari keseluruhan 197 pasal, atau sekitar 18 persen)
yang mengatur HAM. Singkatnya masa depan RIS (hanya sekitar
8.5 bukan) tidak memungkinkan dibuatnya penilaian umum
penegakan HAM waktu itu.
Kemajuan yang sama, secara konstitusional, juga berlangsung
sekembali Indonesia menjadi negara kesatuan dan berlakunya
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDSRI), 15
Agustus 1950-4 Juli 1959, dengan dicantumkannya 38 pasal dalam
UUDSRI 1950 (dari keseluruhan 146 pasal, atau sekitar 26 persen)
yang mengatur HAM.
Di masa berlakunya UUDSRI, 1950 dapatlah dikatakan cukup
baiknya penghormatan atas HAM. Patut diingat bahwa di masa itu
perhatian bangsa terhadap masalah HAM masih belum besar. Di
masa berlakunya UUDSRI, 1950 ini, sebagai tindak di tataran
internasional Indonesia menyatakan meneruskan berlakunya bagi
Indonesia beberapa konvensi ILO yang dibuat sebelum Perang Dunia
II dan dinyatakan berlaku bagi Hindia Belanda oleh Belanda dan
mengesahkan Konvensi Hak Politik Perempuan, 1952.
Kebijakan dan praktik pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
terus-menerus terjadi telah melahirkan banyak pencari keadilan dan
pembela Hak Asasi Manusia (human rights deffenders) serta

Makalah HUKUM DAN HAM 4 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
membangkitkan semangat dan bekerja konkrit untuk membela dan
melindungi warga negara dari kekuasaan otoriter dan pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang ditandai dengan:

a. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia


Dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) pada tanggal 7 Juni 1993 merupakan tonggak sejarah yang
penting untuk dicatat dalam perjuangan Hak Asasi di Indonesia.
Komnas HAM dibentuk berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993
tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada tanggal 7 Juni
1993. Pembentukan komisi itu dalam rangka mempersiapkan diri
dalam pembicaraan program aksi hak asasi manusia dalam
Konvensi Wina.12
Pada awalnya kehadiran KOMNAS HAM ini dihawatirkan
oleh banyak pihak karena tidak akan independen dari pengaruh
dan tekanan pemerintah. Namun demikian berkat sikap
independen dari para anggotanya saat itu, Komnas HAM menjadi
salah satu lembaga tempat rakyat mengadukan berbagai
pelangggaran hak yang terjadi, bahkan lembaga ini sering kali
berseberangan dengan sikap pemerintah.13 Selanjutnya pada
masa berikutnya menghapuskan keraguan bahwa pemerintah
masih bersikap mendua dalam pelaksanaan Hak Asasi Manusia.
Selain itu memberikan keyakinan kepada masyarakat
internasional bahwa Indonesia sungguh-sungguh dalam
pelaksanaan hak asasi.

b. Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia

Dalam rangka menyusun suatu piagam hak asasi manusia


yang khas Indonesia, Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional
(Wanhankamnas) telah menyusun sebuah rancangan deklarasi
hak asasi manusia. Pada tanggal 26-30 Agustus 1997, dalam

Makalah HUKUM DAN HAM 5 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
Rapat Koordinasi Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional
yang diselenggarakan di Yogyakarta, telah berhasil
disempurnakan Deklarasi Hak Asasi Manusia dari sudut Bangsa
Indonesia menjadi Piagam Hak Asasi Manusia Bangsa Indonesia”.
Piagam tersebut berisi 45 pasal, yang terbagi menjadi dua bagian,
yaitu sebanyak 33 pasal mengatur hak-hak dasar, dan sisanya 12
pasal mengatur kewajiban manusia dan warga negara.

c. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1999 Tentang Hak Asasi


Manusia

Kehadiran Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1999 Tentang


Hak Asasi Manusia16 pada waktu itu dianggap sebagai momentum
penting dalam pengaturan dan perlindungan Hak Asasi Manusia di
Indonesia. Pada saat itu, kedudukan Tap MPR sebagai salah satu
jenis peraturan perundang-undangan di bawah UUD diharapkan
dapat melengkapi materi muatan UUD 1945, khususnya berkaitan
dengan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya, materi muatan Tap MPR
tersebut diperintahkan untuk diatur lebih lanjut dalam sebuah
undang-undang. Atas dasar perintah Tap MPR tersebut, kemudian
dibentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
Pada intinya, Tap MPR itu menugaskan kepada Lembaga-
lembaga Tinggi Negara dan seluruh Aparatur Pemerintah untuk
menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman
mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat, serta
meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.
Selanjutnya, keberadaan Tap MPR tersebut dicabut oleh
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 Tentang Peninjauan
Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis

Makalah HUKUM DAN HAM 6 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai
dengan Tahun 2002. Adapun alasan pencabutan Tap MPR
tersebut adalah karena telah berakhir masa berlakunya atau
karena materi muatannya telah diatur dalam Undang-Undang
Dasar Negara RI Tahun 1945.

d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi


Manusia

Kehadiran Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang


Hak Asasi Manusia19 merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari
perintah Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1999 Tentang Hak Asasi
Manusia. Hal itu tampak dari konsideran menimbang huruf e yang
berbunyi:
”... dalam rangka melaksanakan Ketetapan MPR Nomor
XVII/MPR/1999 Tentang Hak Asasi Manusia, perlu membentuk
undang-undang tentang Hak Asasi Manusia”.
Undang-undang tersebut disahkan pada tanggal 23
September 1999 oleh Presiden BJ. Habibie. Dengan hadirnya
undang-undang tersebut, semakin menunjukkan perhatian dan
keseriusan Indonesia dalam melindungi dan menegakkan Hak
Asasi Manusia di Indonesia. Undang-undang tersebut dianggap
sebagai undang-undang ”payung” yang akan memayungi seluruh
peraturan perundang-undangan yang sudah ada, khususnya yang
berkaitan dengan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, kehadiran
undang-undang tersebut sangat penting di samping statusnya
sebagai undang-undang payung, tetapi juga karena materi
muatannya relatif lengkap. Di dalam undang-undang tersebut
terutama diatur mengenai hak-hak dasar dan kewajiban dasar
manusia.
Undang-undang ini secara rinci mengatur mengenai hak
untuk hidup dan hak untuk tidak dihilangkan paksa dan/atau tidak
dihilangkan nyawa, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan,

Makalah HUKUM DAN HAM 7 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas
kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan,
hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, hak anak, dan
hak atas kebebasan beragama. Selain mengatur hak asasi
manusia, diatur pula mengenai kewajiban dasar, serta tugas dan
tanggung jawab pemerintah dalam penegakan hak asasi manusia.

Makalah HUKUM DAN HAM 8 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
B. HAK ASASI MANUSIA DALAM UUD 1945 SETELAH AMANDEMEN

Peristiwa penting lainnya dalam tonggak pengaturan dan


perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia adalah terjadinya
Amandemen Kedua UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 2000.
Pada amandemen tersebut dimasukkan bab baru yang khusus
mengatur hak asasi manusia yang terdiri dari 10 (sepuluh) pasal,
mulai dari Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J. Dengan dilakukannya
amandemen tersebut, materi muatan UUD 1945 khususnya yang
mengatur Hak Asasi Manusia semakin lengkap dan rinci.
Namun dalam pelaksanaan Hak Asasi Manusia tidak selalu
dapat berjalan mulus sebagaimana yang diharapkan oleh semua
pihak. Dalam praktiknya masih sering terjadi penyimpangan bahkan
pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Hal tersebut bukan saja
telah menyebabkan terjadinya pengingkaran terhadap hakikat
keberadaan Hak Asasi Manusia, melainkan juga telah banyak
menimbulkan penderitaan bagi manusia. Kenyataan tersebut
kemudian melahirkan keinginan masyarakat untuk memberi hukuman
yang sepadan terhadap para pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia
tersebut. Namun demikian, di dalam praktiknya muncul pula
perbedaan pandangan tentang siapa yang pantas dianggap sebagai
pelaku pelanggaran dan jenis penghukuman yang pantas dijatuhkan
kepadanya.
Menurut Saafroedin Bahar, terdapat dua pandangan besar
dalam pemahaman visi Hak Asasi Manusia dan sikap terhadap para
pelanggarnya, yaitu kelompok dengan:
a. Pemahaman Legalistik
Saafroedin Bahar berpendapat bahwa paham legalistik
memiliki ciri yaitu teguh mengacu kepada norma-norma Hak Asasi
Manusia yang sudah mempunyai kekuatan hukum dan menolak
menangani masalah-masalah yang perdefinisi yang mereka anut

Makalah HUKUM DAN HAM 9 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
di luar Hak Asasi Manusia tersebut. Paham ini kemudian
membawa konseksuensi dengan munculnya pendirian di kalangan
tersebut bahwa konsep Hak Asasi Manusia hanya berkenaan
dengan hubungan antara individu dan negara. Oleh karena itu,
menurut pandangan tersebut, hanya negara beserta aparaturnya
yang dipandang dapat melakukan pelanggaran Hak Asasi
Manusia.

b. Moralistik atau filosofis


Paham filosofis atau moralistik lebih menitikberatkan
pengertian Hak Asasi Manusia dalam arti yang lebih luas.
Pandangan ini kemudian membawa konsekuensi bahwa
pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia tidak hanya dapat
dilakukan oleh negara, tetapi juga oleh orang-seorang, sebuah
perusahaan negara atau perusahaan swasta, atau suatu
organisasi.25 Dalam hal ini, siapa pun dapat menjadi pelaku
pelanggaran Hak Asasi Manusia. Untuk itu, tanggung jawab
pelaksanaan perlindungannya bersifat nasional, yang secara
praktis berada di atas pundak negara, antara lain melalui
kewenangannya dalam bidang legislatif, eksekutif, dan judikatif.
Keadaan di atas, sedikit banyak diakibatkan oleh
perbedaan persepsi tentang keberadaan Hak Asasi Manusia itu
sendiri, di mana di satu pihak lebih dititikberatkan kepada hak sipil
dan politik, di lain pihak hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Kenyataan tersebut membawa dampak yang berbeda pula dalam
perlindungan, pemajuan, pemenuhan, serta penghormatan hak
sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam
hal yang pertama, amat terasa suasana konfrontatif dengan
pemerintah dan negara, sehingga pemerintah dan negara
dipandang mempunyai potensi yang paling besar untuk
melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Ukuran untuk

Makalah HUKUM DAN HAM 10 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
mengadakan tuntutan terhadap pelanggaran yang terjadi adalah
masalah pelanggaran dan tekanan (violations and pressure).
Berbeda dengan yang pertama, untuk hak ekonomi, sosial,
dan budaya, konsep dasar atau ukuran untuk mengadakan
tuntutan bukan lagi masalah pelanggaran atau tekanan, tetapi
justeru memobilisasi sumber daya negara untuk memenuhi hak-
hak tersebut. Oleh karena itu, suasananya tidak lagi bersifat
konfrontatif, melainkan koordinatif dan akomodatif dengan
instansi-instansi pemerintah yang bersangkutan dengan titik
perhatian dinamika pemenuhan secara terencana dan berlanjut
(progressive realization) atas hak-hak tersebut.
Apabila ditelusuri, penyebab utama terjadinya pelanggaran
Hak Asasi Manusia paling tidak ada tiga hal, yaitu pembagian
kekuasaan yang tidak seimbang, masyarakat warga yang belum
berdaya, serta masih kuatnya budaya feodal dan paternalistik
dalam masyarakat kita. Kenyataan tersebut muncul karena di satu
pihak terdapat pemegang kekusaan yang dominan, sedangkan di
lain pihak terdapat pihak yang rentan dengan penyalahgunaan
kekusaan tersebut. Ketiga faktor tersebut, pada gilirannya,
memunculkan praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan seperti
oleh pihak militer, pemerintah, pengusaha, majikan, dan
masyarakat umum.
Oleh karena itu, pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia
tidak semata-mata dimonopoli oleh pihak pemerintah, melalui alat-
alatnya seperti tentara, polisi atau birokrasi, tetapi juga dapat
dilakukan oleh siapa saja. Hal itu dapat terjadi sesuai dengan
besarnya “kekuasaan” dan “kesempatan” yang dimiliki oleh
masing-masing pelaku. Secara logika, memang pemegang
kekuasaan yang lebih besar akan memiliki kemungkinan
melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang lebih besar.
Demikian pula halnya pelaku yang memiliki kesempatan untuk

Makalah HUKUM DAN HAM 11 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat bertindak
sesuai dengan kesempatan yang dimilikinya terlepas dari besar
atau kecilnya kekuasaan yang dimilikinya. Hal itu disebabkan
kecenderungan kekuasaan yang selalu bersalahguna atau
disalahgunakan oleh pemegangnya apabila tidak dijalankan
sebagaimana mestinya.

Makalah HUKUM DAN HAM 12 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
C. KEWAJIBAN NEGARA DALAM PERLINDUNGAN DAN
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA

Menurut Safroeddin Bahar, perlindungan, pemajuan,


pemenuhan serta penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, yang
menjadi concern seluruh dunia dewasa ini, merupakan konsep dunia
modern setelah Perang Dunia Kedua. Lebih lanjut, menurutnya
dengan mengutip pendapat James W. Nickel, secara historis konsep
Hak Asasi Manusia pada awalnya tumbuh sebagai koreksi mendasar
terhadap konsep negara nasional yang mengalami pemerosotan,
seperti terjadi pada negara fasis, nazi, dan militeristik sebelum dan
selama Perang Dunia Kedua. Keadaan tersebut kemudian mendorong
negara-negara untuk melakukan perlindungan dan sekaligus
penegakannya.
Secara konstitusional, tanggung jawab untuk melakukan
perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia berada pada
negara, terutama pemerintah. Hal itu diatur dalam Pasal 28I ayat (4)
UUD 194535 yang menyebutkan bahwa “Perlindungan, pemajuan,
penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung
jawab Negara, terutama pemerintah.)”. Selanjutnya, Pasal 28I ayat (5)
UUD 1945 menyebutkan bahwa “Untuk menegakkan dan melindungi
hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan”.
Sebelumnya, hal itu juga diatur dalam Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 menegaskan bahwa "Perlindungan, pemajuan,
penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi
tanggung jawab Pemerintah". Di dalam penjelasannya disebutkan
bahwa "Yang dimaksud dengan "perlindungan" adalah termasuk
pembelaannya". Dengan demikian, maka tugas utama perlindungan
dan penegakan Hak Asasi Manusia sebenarnya ada pada Pemerintah

Makalah HUKUM DAN HAM 13 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
termasuk tugas pemajuan dan pemenuhannya. Dalam hal ini,
pengertian pemerintah perlu diperluas bukan hanya pemerintah pusat,
tetapi juga pemerintah daerah.
Berkaitan dengan Pasal 8 tersebut, kemudian dalam Pasal 71
UU Nomor 39 Tahun 1999 diatur tentang kewajiban pemerintah untuk
menghormati, melindungi, menegakkan Hak Asasi Manusia harus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan maupun
ketentuan internasional. Pasal 71 berbunyi bahwa:
“Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,
melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia
yang diatur dalam dalam undang-undang ini, peraturan
perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang
hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik
Indonesia”.
Adapun ruang lingkup kegiatan tanggung jawab pemerintah
tersebut diatur dalam Pasal 72 UU Nomor 39 Tahun 1999 yang
menyatakan bahwa :“Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah
implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi,
budaya, pertahanan keamanan Negara, dan bidang lain.”
Perlindungan Hukum Hak Asasi Manusia adalah suatu tindakan
yang dilakukan dalam upaya menjaga dan mencegah agar tidak
terjadi pelanggaran. Bentuknya dapat berupa peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan masalah Hak Asasi Manusia,
membatasi keleluasan pihak-pihak tertentu maupun lembaga negara.
Di lain pihak, penegakan Hak Asasi Manusia adalah suatu tindakan
yang dilakukan dalam upaya mempertahankan Hak Asasi Manusia
dari pelanggaran dan mengembalikan ke keadaan semula sebelum
terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia jika terjadi pelanggaran.
Dengan kata lain, perlindungan Hak Asasi Manusia lebih berkaitan
dengan upaya pencegahan, sedangkan penegakan berkaitan dengan

Makalah HUKUM DAN HAM 14 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
tindakan pemulihan. Hubungan antara perlindungan di satu pihak
dengan penegakan di lain pihak adalah penegakan Hak Asasi
Manusia merupakan implementasi dari perlindungannya.
Perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia tidak terlepas
dari adanya asumsi bahwa akan terjadi atau akan ada pelanggaran.
Untuk menghindarkan terjadinya pelanggaran itulah maka perlu
adanya perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia. Lebih
lanjut, jika terlanjur terjadi pelanggaran, maka harus dihentikan dan
pelakunya mendapat sanksi yang setimpal atas pelanggaran yang
dilakukannya. Bagi pihak yang terkena pelanggaran, atau
keturunannya, harus mendapatkan kembali hak-haknya atau dapat
menikmati kembali hak-haknya seperti halnya belum terjadi
pelanggaran tersebut. Misalnya mendapatkan kompensasi atau
pengembalian hak-haknya yang dilanggar.
Adapun yang dimaksud dengan pelanggaran Hak Asasi
Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku. Dikarenakan adanya kekhawatiran terjadinya
pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia, maka harus diupayakan
agar hal itu tidak terjadi. Atau, seandainya terlanjur terjadi
pelanggaran Hak Asasi Manusia maka harus dihentikan agar tidak
berlangsung lama atau tidak terulang lagi. Salah satu upayanya
adalah dengan melakukan perlindungan dan penegakan tersebut.
Terjadinya pelanggaran tersebut bukanlah sesuatu yang terjadi
dengan sendirinya tetapi karena adanya faktor-faktor tersebut di atas.
Pelanggaran itu dapat saja terjadi pada berbagai tingkat dan

Makalah HUKUM DAN HAM 15 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
lingkungan kehidupan. Semakin tinggi kedudukan salah satu pihak
semakin besar peluang untuk melakukan pelanggaran Hak Asasi
Manusia terhadap pihak lainnya. Namun, bukan berarti bahwa yang
dapat melakukan pelanggaran hak adalah mereka yang memiliki
kekuasaan saja. Rakyat biasa pun dapat saja melakukan pelanggaran
Hak Asasi Manusia jika tindakannya nyata-nyata bertentangan
dengan harkat kemanusiaan. Memang diakui semakin luas kekuasaan
yang dimiliki salah satu pihak akan semakin terbuka lebar yang
bersangkutan melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Terlebih
lagi jika pihak yang dilanggar tidak memiliki posisi tawar yang
seimbang dengan pihak yang melakukan pelanggaran.
Dengan demikian tidaklah benar seluruhnya jika hanya
pemerintah atau penguasa saja yang dapat melakukan pelanggaran
Hak Asasi Manusia. Pada dasarnya setiap orang, pihak atau
kelompok dapat saja melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia
sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan sesuai dengan
kesempatan yang dimilikinya. Untuk itulah perlu adanya upaya
perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia agar pelanggaran
hak dapat ditekan seminimal mungkin bahkan kalau mungkin
dihilangkan sama sekali. Upaya untuk meminimalisasi adanya
pelanggaran itu merupakan tugas dan tanggung jawab semua pihak,
sekalipun peraturan perundang-undangan sudah menugaskan hal
tersebut kepada Pemerintah.
Namun demikian, keterlibatan semua pihak dalam perlindungan
dan penegakan Hak Asasi Manusia akan memberikan sumbangan
dalam upaya perlindungan dan penegakan yang dilakukan oleh
Pemerintah. Tidaklah mungkin jika salah satu pihak, dalam hal ini
Pemerintah, melakukan perlindungan dan penegakan Hak Asasi
Manusia tetapi di lain pihak ada pihak-pihak tertentu yang melakukan
pelanggaran, atau sebaliknya, pihak lainnya melakukan perlindungan
dan penegakan Hak Asasi Manusia tetapi pihak Pemerintah justeru

Makalah HUKUM DAN HAM 16 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
yang melakukan pelanggaran. Jika hal itu terjadi, maka upaya
perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia akan
menjadi sia-sia dan tidak akan menemukan hasil yang memuaskan.

Makalah HUKUM DAN HAM 17 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
BAB III

PENUTUP

Terdapat 10 Pasal HAM pada perubahan UUD 1945. Pencantuman


HAM dalam perubahan UUD 1945 dari Pasal 28A s/d Pasal 28J UUD
1945, tidak lepas dari situasi serta tuntutan perubahan yang terjadi pada
masa akhir pemerintahan Orde Baru, yaitu tuntutan untuk mewujudkan
kehidupan demokrasi, penegakkan supremasi hukum, pembatasan
kekuasaan negara serta jaminan dan penghormatan terhadap Hak Asasi
Manusia sebagai antitesa dari berbagai kebijakan pemerintahan Orde
Baru yang mengabaikan aspek-aspek tersebut.
Aspek dalam pembentukan perundang-undangan terkait dengan
implementasi HAM yang berkaitan dengan proses dan berkaitan dengan
substansi yang diatur peraturan perundang-undangan.
Proses pembentukan peraturan perundang-undangan harus
dilakukan dengan transparan dan melibatkan rakyat untuk memenuhi hak
asasi warga negara untuk memperoleh informasi dan hak warga negara
berpatisipasi dalam pemerintahan.
Substansi peraturan perundang-undangan, maka ada dua hal yang
harus diperhatikan oleh pembentuk peraturan perundang-undangan.
Pertama; pengaturan yang membatasi HAM hanya dapat dilakukan
dengan undang-undang dan terbatas yang diperkenankan sesuai
ketentuan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Karena itu Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden dan seterusnya pada tingkat bawah tidak
dapat membatasi HAM. Kedua; substansi peraturan perundang-undangan
harus selalu sesuai atau sejalan dengan ketentuan-ketentuan HAM yang
ada dalam UUD 1945. Pelanggaran terhadap salah satu saja dari kedua
aspek tersebut dapat menjadi alasan bagi seseorang, badan hukum atau

Makalah HUKUM DAN HAM 18 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
masyarakat hukum adat untuk menyampaikan permohonan pengujian
terhadap undang-undang tersebut kepada Mahkamah Konstitusi dan jika
bertentangan dengan UUD dapat saja undang-undang tersebut
sebahagian atau seluruh dinyatakan tidak berkekuatan mengikat.

Makalah HUKUM DAN HAM 19 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
DAFTAR PUSTAKA

Adnan Buyung Nasution,, Aspirasi pemerintah Konstitusional di Indonesia,


Pustaka Utama Grafiti, Jakarta 2001
Antonio Cassese, Hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah, (terjemahan
dari judul aslinya “Human Rights in a changing World”), Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta, 1994.
Arinanto, Satya, Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik: Upaya
Mencari Konsepsi Keadilan Transisional Di Indonesia Dalam Era
Reformasi, Disetasi, PPs.UI., Jakarta, 2003.
Bagir Manan, dkk, 2001, Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak
Asasi Manusia di Indonesia, PT. Alumni, Bandung.
Baharuddin Lopa, “Kinerja Komnas HAM 1993-1995” (makalah), 1995.
Boutros- Boutros Ghali, Hak Asasi Manusia: Bahasa Umum
Kemanusiaan, Deklarasi Viena Dan Program Aksi juni 1993,
Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia Jakarta Tahun 1997.
Candra Gautama dan B.N. Marbun, ed., 2000, Hak Asasi Manusia,
Penyelenggaraan Negara yang Baik, dan Masyarakat Warga,
Komisi Nasional HAM, Jakarta.
Dato’ Tan Srie Musa Bin Hitam, Hak Azasi Manusia Dan Pembangunan.
1995.
Davidson, Scott, Hak Asasi Manusia, Sejarah, Teori, Dan Praktek Dalam
Pergaulan Internadional, terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka,
Penerbit PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1994.
James W. Nickel, Hak Asasi Manusia, Refleksi filosofis Atas Deklarasi Hak
Asasi Manusia, Gramedi Pustaka Utama, Jakarta Tahun 1996.
Eko Prasetyo, ed, 2007, Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia,
PUSHAM UII, Yogyakarta.

Makalah HUKUM DAN HAM 20 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015
Freidmann, W., Teori dan Filsafat Hukum Telaah Kritis Asas Teori-teori
Hukum (Susunan I), PT Raja Grafindo, Jakarta, 1993.
Genugten, W.J.M. van, 1999, Human Rights Handbook, Netherlands
Ministry of Foreign Affairs, Human Rights, Good Governance and
Democratisation Department, cet. ke-2.
James W. Nickel, Hak Asasi Manusia, Refleksi filosofis Atas Deklarasi Hak
Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Tahun 1996.
Jimly Asshiddiqie, Reformasi Menuju Indonesia Baru: Agenda Restrurisasi
Organisasi Negara, Pembaruan Hukum, dan Keberadaan
Masyarakat Madani, Makalah, yang disajikan pada forum Kongres
Mahasiswa Indonesia Sedunia I, di Chicago, Amerika Serikat, 28
Oktober 2000.
Knut D. Asplund dkk, (penyunting) Hukum Hak Azasi Manusia, PUSHAM
UII, Jokyakarta, 2008.
KOMNAS HAM, Hak Azasi Manusia Dalam Perspektif budaya, PT.
Gramedia Pustaka utama, Jakarta, 1997.
Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata
Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
M. Solly Lubis, Hukum Tata Negara, CV. Mandar Maju, Bandung, 2002.
Muladi., Kedaulatan Rakyat, Hak Asasi Manusia dan Negara Hukum,
Gaya Media Utama, Jakarta 1996.
Muladi., Penegakan Hak asasi manusia dalam Hukum Positif di Indonesia,
(makalah) “Seminar Hak asasi manusia” oleh Komnas Ham, 1995.
Nurcholis madjid, Usaha Menegakkan Hak Asasi Manusia Dalam Wacana
Budaya dan Agama, Komnas HAM, 1997.
Rousseau, Jean Jaques, Du Contrac Social (Perjanjian Sosial), Cet. I,
Visimedia, jakarta, Agustus 2007.
Saafroedin Bahar, 2002, Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Makalah HUKUM DAN HAM 21 FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS NEGERI SEMBILAN BELAS NOVEMBER 2015

Anda mungkin juga menyukai