Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA DALAM BERKONTRIBUSI

SERTA PERAN UUD 1945

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

KEWARGANEGARAAN

Dosen Pengampu :

Imam Sukadi, SH., MH

Meisy Fajaranim.H.

Disusun oleh :

Muhammad Afrizal 210703110007


Alvina Aritanti Khoirun Nisa’ 210703110059
Carlyna Septi Aisya 210703110105
Audi Azmi 210703110119

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022
A. LATAR BELAKANG
Setiap bangsa memiliki sejarah perjuangan dari orang-orang terdahulu
yang memiliki nilai-nilai Nasionalis-patriotik dan sebagainya yang terpatri dalam
jiwa Semua warga negara, Nilai- Nilai tersebut semakin lama semakin hilang dari
diri seseorang dalam suatu bangsa. Oleh karna itu, penting nya suatupembelajaran
untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut, agar terus menyatu dalam setiap warga
Negara dan setiap warga Negara tau hak dan kewajiban dalam menjalankan
kehidupan berbangsa dan bernegara (Pratiwi, 2016).
Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengingatkan kita
akan pentingnya nilai-nilai hak dan kewajiban suatu warga Negara agar setiap hal
yang dikerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak menyimpang
dari apa yang diharapkan karena betapa penting nya nilai pendidikan ini sudah
diterapkan sejak usia dini di setiap jenjang pendidikan mulai dari yang paling dini
hingga diperguruan tinggi agar dapat menghasilkan penerus-penerus bangsa yang
berkompeten dan siap menjalankan hidup berbangsa dan bernegara (Pratiwi, 2016).
Negara Indonesia adalah Negara hukum. Dalam sebuah Negara hukum
maka tonggak pemerintahan Negara dipimpin oleh hukum. Beberapa ciri-ciri
Negara hukum diantaranya adalah, adanya jaminan terhadap hak waga negara yang
diatur di dalam hukum dasar sebuah Negara. Indonesia sebagai Negara hukum,
berpegang teguh pada hukum dasar kita yakni UUD Negara Reublik Indonesia
tahun 1945 dan phylosophie grondslag bangsa Indonesia yakni Pancasila. Baik
dalam dasar filosofi bangsa Indonesia maupun hukum dasar Negara Indonesia diatur
secara tegas hak-hak konstitusional warga Negara Indonesia. Bahkan hak-hak
konstusional warga Negara diwujudkan untuk mencapai tujuan keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia.( Sukriono 2016 )

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja pengertian Konstitusi?
2. Bagaimanakah UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia?
3. Mengapa sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi Konstitusi Republik
Indonesia?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian konstitusi.
2. Untuk mengetahui UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia.
3. Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai Konstitusi Republik
Indonesia.

D. ISI
1) UUD 1945 sebagai Konstitusi Indonesia

UUD 1945 pertama kali diundangkan pada tanggal 18 Agustus 1954, dan
teksnya diumumkan secara resmi dalam Berita Negara Republik Indonesia
tanggal 15 Februari 1946.
UUD 1945 terbentuk melalui sejarah yang sangat panjang, suka duka
kesuksesan nasional, masa penderitaan kolonial, dan masa perjuangan rakyat
Indonesia sampai mati untuk kemerdekaan. Oleh karena itu, UUD 1945 adalah
UUD Tertinggi, dan UU tersebut tidak dapat bertentangan dengan UUD 1945.
Undang-undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis yang
memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan Negara.UUD
1945 adalah produk hukum yang disusun oleh Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan kemudian ditetapkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Dalam sejarahnya, UUD 1945 telah mengalami empat kali amandemen
(pengubahan) yang dilakukan oleh MPR. Sistematika UUD 1945 terdiri dari
Pembukaan dan Batang Tubuh. Batang Tubuh terdiri dari 16 bab, 37 pasal
dengan 36 pasal tambahan, 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan
tambahan. Pasal-pasal dalam UUD 1945 memuat aturan-aturan pokok
bernegara dan dijabarkan kembali dengan peraturan lain yang lebih rendah.
UUD 1945 menempati kedudukan tertinggi sebagai hukum di Negara
Indonesia.
Namun secara pemahaman umum, UUD diartikan sebagai peraturan
dasar suatu negara. Pemahaman yang sederhana seperti ini dinilai sangat wajar
karena pada prinsipnya UUD tidaklah lahir dalam khasanah hukum sebagai
suatu wujud yang murni dan asali. UUD merupakan bentuk metamorfosa
konstitusi yang berdasar pada kebutuhan perkembangan zaman.
Kelahiran UUD 1945 pada puluhan tahun silam sesungguhnya
merupakan klimaks perjuangan bangsa Indonesia sekaligus sebagai karya agung
(magnus opus) dari para pendiri bangsa (the founding fathers and mothers).
Keistimewaan suatu konstitusi terdapat dari sifatnya yang sangat luhur dengan
mencakup konsensus-konsensus (toestemming) tentang prinsip-prinsip
(principles, beginselen) esensial dalam bernegara. Dengan demikian, maka
konstitusi dapat dikatakan sebagai sebuah dokumen nasional (a national
document) bersifat mulia yang notabene adalah dokumen hukum dan politik
(political and legal document).
Sebagai konstitusi di negara Indonesia, tentu UUD 1945 memiliki fungsi
kedudukan menurut ruang dan waktu keberadaannya. Ini artinya, fungsi dan
kedudukan suatu konstitusi berbeda-beda menurut keadaan negara yang
bersangkutan. Fungsi dan kedudukan UUD 1945 diantaranya adalah
1. Sebagai Sumber Kekuasaan

Max Webber menyatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk,


dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun
mengalami perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan itu. Berdasar
pada kemampuan untuk merealisasikan kemauan sendiri kepada orang
lain ini, maka secara tegas Miriam Budiardjo menyimpulkan esensi
kekuasaan adalah hak mengadakan sanksi atau hukuman." Memaknai
maksud tentang kekuasaan ini dapat kita renungkan terkait negara yang
dapat saja mengatur dan memberi sanksi terhadap pihak-pihak yang
dianggapnya melanggar peraturan yang dibuatnya. Itulah cara kerja suatu
kekuasaan. Jadi, kekuasaan itu tentu bernilai yaitu memiliki dampak dari
penggunaannya baik itu yang bersifat baik maupun buruk. Maka dari itu,
apabila suatu kekuasaan tidak dikontrol maka kesewenang-wenangan
adalah akibatnya.

Hal ini, setidaknya telah lama dipopularkan oleh Lord Acton


"power tends to corrupt, absolutly power corrupt absolutly" artinya
kekuasaan berpeluang untuk disalahgunakan, apalagi kekuasaan yang
mutlak tentu mutlak untuk disalahgunakan. Pada UUD 1945, dalam
penjelasannya dikemukakan bahwa kekuasaan negara yang tertinggi di
tangan MPR. Dalam hal ini, MPR dikultuskan sebagai pelaksana tunggal
prinsip kedaulatan rakyat atas dasar keberadaan MPR sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.

Terkait kekuasaan negara yang bersumber pada UUD 1945, perlu


kita sadari bahwa konsep kekuasaan yang diselenggarakan di Indonesia
tidak menganut Trias Politika sebagaimana dikemukakan oleh
Montesquieu. Tidak heran dalam UUD 1945 masih dibenarkan adanya
pemusatan kekuasaan pada lembaga negara yang dianggap vital seperti
MPR dalam kekuasaan negara dan Presiden dalam kekuasaan
penyelenggaraan negara dan pemerintahan.

2. Sebagai Asas Persatuan

UUD adalah suatu dokumen resmi tertinggi negara yang dibentuk


atas dasar kesepakatan-kesepakatan bersama bangsa melalui para pendiri
bangsa. Begitu pula UUD 1945 yang merupakan kesepakatan-
kesepakatan yang dihasilkan oleh para pendiri bangsa Indonesia yang
diwakili BPUPK. Kesepakatan-kesepakatan tersebut sudah barang tentu
sifatnya berbagai aspek entah ekonomi, sosiologis, politik, moral, hukum
dll. Dengan demikian, UUD 1945 mengakomodasi begitu banyak aspek
di dalam materi muatannya.

Terutama pula, secara hakikat bangsa Indonesia adalah bangsa


yang pluralistis yaitu beranekaragam secara suku, agama, adat maupun
ras sehingga dalam materi muatan UUD 1945 itu adalah suatu keharusan
untuk dapat mewakili semua keberagaman itu. Hal pengakuan terhadap
keberagaman ini pun sebenarnya tidak diakui secara eksplisit dalam
UUD 1945, tetapi landasan pemikiran yang dilatarbelakangi rasa senasib
dan sepenanggungan; rupanya menguatkan pengakuan sosial terhadap
keberagaman. Inilah alasan paling logis bagi saya untuk menyatakan
bahwa UUD 1945 memiliki fungsi dan kedudukan sebagai pemersatu
bangsa.

Adanya rasa persatuan dalam UUD 1945, menguatkan suatu


paradigma umum bahwa terbentuknya bangsa Indonesia pada dasarnya
oleh rasa yang sama sebagai masyarakat dan bangsa yang pernah
mengalami penindasan oleh bangsa-bangsa penjajah seperti Belanda dan
Jepang. Bahkan, jauh sebelum itu masyarakat dan bangsa Indonsia telah
mengenal peradaban yang diselenggarakan atas dasar kekeluargaan
bukan atas dasar agama, suku, adat dan ras. Atas dasar keberagaman
inilah, UUD 1945 itu terbentuk dan berlaku tanpa pengecualian bagi
masyarakat dan bangsa Indonesia.

3. Sebagai Peraturan Dasar Negara

Peraturan hukum keseluruhanya diturunkan dari norma dasar


yang berada dipuncak piramida dan semakin kebawah semakin ragam
dan menyebar. Norma dasar teratas adalah bersifat abstrak dan semakin
kebawah semakin konkret. Dalam proses itu, apa yang semula berupa
sesuatu yang "seharusnya", berubah menjadi sesuatu yang dapat
dilakukan.

Dalam bentuk piramida Kelsen menjelaskan urutan norma


abstrak sampai kepada yang konkret. Paling atas adalah grundnorm
(norma fundamental negara) dibawahnya adalah secondary norm
expresing primary norm (aturan dasar negara) mungkin maksudnya
adalah norma yang kemungkinan menjadi tindakan, kemudian secondary
norm expresing primary norm (undang-undang formal) urutan ini sudah
memasuki konkretisasi norma, dan yang paling bawah adalah particulary
primary norm (peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom) urutan
terakhir ini adalah norma-normal konkret dari norma dasar.

Menurut teori hirarkis norma Kelsen di atas, di sini harus


ditegaskan bahwa UUD 1945 bukanlah grundnorm atau aturan dasar.
Dalam keterkaitan UUD 1945 dengan sistem hirarkis perundang-
undangan, UUD 1945 dijadikan sebagai norma tertinggi yang tentu
sifatnya abstrak, mendasar dan umum sehingga masih membutuhkan
peraturan pelaksana yang sifatnya konkrit dan spesifik. Karena sifatnya
itu, UUD 1945 berada sebagai peraturan dasar sebagaimana telah
disinggung di atas dalam pembahasan fungsi dan kedudukan UUD dalam
suatu negara. Sebagai peraturan dasar, UUD 1945 berarti menjadi
sesuatu yang mendasari segala sesuatu peraturan.

4. Sebagai Dasar Dan Tujuan Negara

Tujuan negara Indonesia yang termaktub dalam Pembukaan UUD


1945 alinea ke empat tersebut sekaligus secara eksplisit menyatakan
bahwa Pancasila adalah tujuan negara Indonesia. Untuk mencapai tujuan
mulia dari bangsa Indonesia, maka terciptalah segala upaya yang berupa
peraturan dan sistem dalam segala bidang kehidupan. Keadilan dan
kesejahteraan bangsa dan negara menjadi prioritas hingga menjadi cita
luhur bangsa Indonesia. Tujuan sebuah negara sebenarnya sudah
terimplisit dalam keberadaan negara itu sendiri, tujuan negara hanyalah
upaya psikologis untuk memotivasi daya kreativitas warga negara untuk
bersama mewujudkan kemakmuran dan keamanan. Tujuan negara
merupakan pelita penunjuk arah ke mana sebuah negara itu harus
berjalan, sama seperti negara dalam keberadaannya tersebut, sudah
ditentukan secara gamblang.

Keempat fungsi dan kedudukan UUD 1945 di atas, menegaskan bahwa


UUD 1945 memiliki peranan penting bagi negara Indonesia baik dalam
keseharian hidup bernegara maupun secara ketatanegaraan. Selain itu, bagi
negara Indonesia keberadaan UUD 1945 sebagai suatu peraturan dasar tidak
hanya sebatas dalam pemahaman dan pemaknaan yuridis legal, melainkan juga
yuridis non-legal.
Hal ini dikarenakan dalam pembentukan dan keberlakuannya, UUD 1945
diikuti dan diterapkan tidak hanya terbatas pada dirinya sebagai peraturan
melainkan sekaligus sebagai alat pemersatu bangsa hingga menjadi dasar dan
tujuan negara Indonesia dalam menyelenggarakan kehidupan baik dalam
berekonomi, beragama, maupun bersosial masyarakat lainnya.
2) Dinamika dan Tantangan Konstitusi di Indonesia
a) Makna Konstitusi
Konstitusi ialah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas
pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan
pokok-pokoknya; cara kerja badan-badan tersebut (Santika, 2021). Menurut
Djokosoetono beberapa makna konstekstual pemahaman konstitusi yakni
sebagai berikut:
• Konstitusi dalam makna materil (constitutie in materiele zin), berpaut
dengan gekwalificeerde naar de inhoud, yaitu dititik beratkan pada isi
konstitusi yang memuat dasar (grondslagen) dari struktur (inrichting)
dan fungsi administrasi negara.
• Konstitusi dalam makna formal (constitutie in formele zin), berpaut
dengan gekwalificeerde naar de maker, yaitu dititik beratkan pada cara
dan prosedur tertentu dari pembuatannya.
• Konstitusi dalam makna UUD (grondwet) selaku pembuktian
(constitutie als bewijsbaar), agar menciptakan stabilitas (voor
stabiliteit) perlu dinaskahkan dalam wujud UUD atau Grondwet.
(Marzuki, 2010).
b) Dinamika dan Tantangan Konstitusi Indonesia
Dalam perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia, telah terjadi
dinamika ketatanegaraan seiring berubahnya konstitusi atau undangundang
dasar yang berlaku. Satu hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia,
UUD NRI 1945 mulai berlaku sebagai hukum dasar yang mengatur
kehidupan ketatanegaraan Indonesia dengan segala keterbatasannya.
Disebut keterbatasan karena sejak awal Bung Karno menyebut UUD NRI
1945 merupakan UUD kilat yang akan terus diperbaiki dan disempurnakan
dalam masa yang akan datang. Berikut tabel Dinamika konstitusi yang
terjadi di Indonesia.
Konstitusi Masa Berlaku
UUD NRI 1945 18 Agustus 1945 sampai Agustus
(Masa Kemerdekaan) 1950, dengan catatan pada 27
Desember 1949 hingga 17 Agustus
1950 hanya berlaku di wilayah RI
Proklamasi
Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 sampai 17
Agustus 1950
UUDS 1950 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli
1959
UUD NRI 1945 (Masa Orde 5 Juli 1959 sampai 1965
Lama)
UUD NRI 1945 (Masa Orde 1966 sampai 1998
Baru)

Mengenai dinamika dan tantangan konstitusi di Indonesia, UUD


1945 memiliki peranan yang sangat penting di Indonesia. Untuk
mengetahui keefektifan suatu konstitusi di negara, terdapat beberapa teori
yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman dan Soerjono Soekanto.

Teori Efektivitas dan Teori Sistem Hukum Lawrence M.


Friedman.

a) Teori Efektivitas

Teori efektivitas yang merupakan unsusr pokok untuk mencapai


tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi, kegiatan
ataupun program. Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective
yang berarti berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.
Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan
penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Robbins memberikan
definisi efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi dalam jangka
pendek dan jangka panjang. Efektivitas organisasi adalah konsep tentang
efektif dimana sebuah organisasi bertujuan untuk menghasilkan. Efektivitas
dapat didefinisikan dengan empat hal yang menggambarkan tentang
efektivitas, yaitu :

- Mengerjakan hal-hal yang benar, dimana sesuai dengan yang


seharusnya diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya.

- Mencapai tingkat diatas pesaing, dimana mampu menjadi yang


terbaik dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik.

- Membawa hasil, dimana apa yang telah dikerjakan mampu memberi


hasil yang bermanfaat.

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau
tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun


menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau


diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Secara Umum proses Amandemen sebagian besar Konstitusi


Modern dimaksudkan untuk melindungi satu atau lebih dari empat tujuan
berikut :1. Konstitusi hanya boleh diubah dengan pertimbangan yang
matang, dan bukan karena alasan sederhana atau secara serampangan ; 2.
Rakyat mesti diberi kesempatan mengemukakan pendapat mereka sebelum
dilakukan perubahan 3. Dalam sistem federal , kekuasaan unit-unit dan
pemerintah pusat tidak bisa diubah oleh satu pihak 4. Hak individu atau
masyarakat misalnya hak minoritas bahasa,agama,atau kebudayaan mesti
dilindungi.
Di Indonesia tercatat beberapa upaya dalam hal konstitusi
diantaranya: 1) Pembentukan Undang-Undang Dasar; 2) Penggantian
Undang-Undang Dasar; 3) Perubahan Undang-Undang Dasar dalam arti
pembaruan Undang- Undang Dasar. Indonesia mengalami pergantian
Undang-Undang Dasar sebanyak empat kali diantaranya: 1) Undang-
Undang Dasar 1945; 2) Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) 1949;
3) UndangUndang Dasar Sementara 1950; 4) Dengan dikeluarkannya
Dekrit Presiden tanggal
5 Juli 1959 maka konstitusi di Indonesia kembali lagi pada Undang-
Undang Dasar 1945 (Nurita, 2015).
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia modern belum pernah
dalam arti pembaharuan Undang-Undang Dasar, melainkan hanya
perubahan dalam arti pembentukan, penyusunan, dan penggantian Undang-
Undang Dasar. Perubahan dalam artian pembaharuan Undang-Undang
Dasar, terjadi setelah bangsa Indonesia memasuki era Reformasi pada
tahun 1998, yaitu setelah Presiden Soeharto berhenti dan digantikan oleh
Presiden B.J.Habibie, maka pada tahun 1999 dapat diadakan perubahan
terhadap Undang Undang Dasar 1945 sebagaimana mestinya (Nurita,
2015).
Berikut pergantian Undang-Undang Dasar sebanyak empat kali
diantaranya:
1) Undang-Undang Dasar 1945
Konstitusi pertama Republik Indonesia bermula dari “hukum
dasar” hasil karya BPUPKI (dokuritsu zyunbi tyoosakai) pada masa
pendudukan jepang. Pembentukan BPUPKI merupakan realisasi janji
kemerdekaan Indonesia oleh pemerintah Jepang kepada bangsa
Indonesia yang diucapkan di depan parlemen Jepang. Janji ini
diucapkan oleh Perdana Menteri Jepang Kuniako Koiso di depan
upacara istimewa “The Imperial Diet” pada 7 September 1944.
Pemerintah Jepang memiliki maksut terselubung dibalik janji
kemerdekaan tersebut. Jepang bermaksud agar bangsa Indonesia
membantu Jepang menghadapi sekutu yang dirasa kuat.
Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan dan disahkan oleh PPKI.
PPKI dibentuk oleh pemerintah Jepang, dengan nama Dokuritsu
Zyunbi Inkai, dan ketika pengesahan undang- undang dasar PPKI
bukan lagi bertindak atas nama pemerintah balatentara Jepang,
melainkan nama bangsa Indonesia sendiri, karena sejak tentara Jepang
menyerah kepada sekutu, maka pemerintah Jepang tidak mempunyai
kewenangan lagi untuk mengontrol kegiatan PPKI.
Hukum dasar hasil karya BPUPKI itu dalam sidang PPKI 18
Agustus 1945 dijadikan sebagai naskah Rancangan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia. Pembahasan dilakukan dalam waktu
yang sangat singkat, kurang lebih dua jam, hukum dasar tersebut
disahkan menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
dengan perubahan yang sangat mendasar.
2) Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) 1949
Empat tahun setelah negara dibawah Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang ditetapkan oleh PPKI tanggal 18
Agustus 1945, pemerintah Indonesia terpaksa melakukan perubahan
fundamental atas bentuk negara, sistem pemerintahan dan undang-
undang dasarnya. Kondisi yang dialami negara baru Indonesia
disebabkan oleh politik pemerintah Belanda yang ingin berkuasa
kembali di Indonesia setelah balatentara Jepang menyerah kepada
Sekutu.
Disamping usaha Belanda untuk menguasai kembali Indonesia,
maka terjadilah agresi I pada tahun 1947, dan agresi II pada tahun
1948. Kondisi demikian mengundang keprihatinan dunia, PBB
mendesak kepada pemerintah Belanda dan pemerintah Indonesia untuk
melakukan perundingan, yang kemudian dikenal dengan sebutan
“Konferensi Meja Bundar”. Konferensi ini menghasilkan tiga buah
persetujuan pokok, yakni:
1. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat;
2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat;
3. Pendirian Uni antara republik Indonesia Serikat dan Kerajaan
Belanda.

Persetujuan pemulihan kedaulatan terdiri dari tiga persetujuan induk.

1. Piagam peyerahan kedaulatan;


2. Status Uni;
3. Persetujuan Perpindahan
Selama berlangsungnya Konverensi Meja Bundar di Den Haag,
dibentuk panitia ketatanegaraan dan hukum tata negara, yang
membahas rancangan konstitusi sementara Republik Indonesia Serikat.
Panitia ini telah menyelesaikan pekerjaannnya, dan pada tanggal 20
Oktober 1949, antara wakil-wakil Republik Indonesia dan BFO,
negara-negara federal yang telah dibentuk Belanda, ditandatangani
Piagam Persetujuan tentang Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
Dengan berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat pada 27
Desember 1959, Konstitusi Republik Indonesia Serikat sebagai
undang-undang dasarnya, maka Undang-Undang Dasar 1945 hanya
berlaku untuk salah satu negara bagian, yakni Negara Republik
Indonesia (di Yogyakarta), sesuai persetujuan Renville. Sementara
bentuk negara berubah dari kesatuan menjadi federal, serta sistem
pemerintahannya dari presidensial versi UUD 1945 menjadi
parlementer.

3) Undang-Undang Dasar Sementara 1950


Unsur negara federal Republik Indonesia di bawah Konstitusi
Republik Indonesia Serikat tidak dapat bertahan lama. Bangsa
Indonesia memilih kembali ke bentuk negara kesatuan di bawah
konstitusi baru, yang diberi nama “UndangUndang Dasar Sementara
republik Indonesia”. Dengan Undang-Undang Federal Nomor 7 Tahun
1950, ditetapkanlah penggantian Konstitusi Republik Indonesia Serikat
menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.
Penggantian konstitusi RIS ke Undang-Undang Dasar Sementara
1950 mencakup perubahan mukaddimah dan bentuk negara, yakni dari
bentuk negara federal ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Meskipun terjadi perubahan bentuk negara dan sistem pemerintahan,
namun wilayah negara Republik Indonesia masih tetap utuh.

4) Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dan kembali ke UUD 1945


Undang-Undang Dasar Sementara bertahan lebih dari 8 tahun
(1950-1959). Sesuai dengan sifatnya yang sementara, maka di bagian
pasal-pasalnya terdapat ketentuan hukum yang mengatur lembaga
pembentuk undang-undang dasar tetap yang disebut dengan
“konstituante”. Namun, badan konstituante yang sudah terbentuk oleh
pemilihan umum yang demokratis pada tahun 1955 ternyata tidak
dapat bekerja hingga menghasilkan undang-undang dasar baru negara
Republik Indonesia.
Terdapat dua faktor yang menyebabkan gagalnya penetapan
undang-undang dasar baru, meliputi faktor Internal dan eksternal.
Faktor internal merupakan adanya perdebatan gagasan tentang dasar
negara yang sebenarnya pernah dibahas dalam sidang BPUPKI dan
PPKI ternyata muncul kembali menjadi bahan perdebatan, sehingga
muncul dua pandangan. Satu pihak menghendaki dasar negara
Pancasila yang terkait agama dengan syariat islam sebagaimana telah
dirumuskan dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan pihak lain
menghendaki “Pancasila” sebagai dasar negara tanpa adanya perkataan
syariat Islam. Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari
pihak pemerintah, yang ternyata ingin kembali ke Undang-Undang
Dasar 1945. Keinginan pemerintah ini didukung oleh Tentara Nasional
Indonesia.
Kondisi demikian mendasari lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, Undang-Undang Dasar 1945. Dekrit Presiden mencakup
pembukaan, pasal-pasal dalam batang tubuh, dan penjelasan. Berbeda
dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebelum dekrit presiden, karena
pada saat pengesahan undang-undang dasar pada tanggal 18 Agustus
1945, tidak termasuk penjelasan.
Menjelang Pemilu 1999, intensitas konflik politik makin
meningkat. Kondisi tersebut berlanjut sampai dengan pelaksanaan
proses amandemen pertama UUD RI 1945 pada sidang umum MPR
tanggal 1 sampai dengan 20 Oktober 1999. Berdasarkan hal tersebut
MPR hasil Pemilu 1999, sesuai dengan kewenangannya yang diatur
dalam Pasal 37 UUD NRI 1945 melakukan perubahan secara bertahap
dan sistematis dalam empat kali perubahan, yakni:
a. Perubahan Pertama, pada Sidang Umum MPR 1999.
b. Perubahan Kedua, pada Sidang Tahunan MPR 2000.
c. Perubahan Ketiga, pada Sidang Tahunan MPR 2001.
d. Perubahan Keempat, pada Sidang Tahunan MPR 2002.
Perubahan UUD NRI 1945 yang dilakukan oleh MPR, selain
merupakan perwujudan dari tuntutan reformasi, sebenarnya sejalan
dengan pemikiran pendiri bangsa (founding father) Indonesia. Ketua
panitia Penyusun UUD NRI 1945, yakni Ir. Sukarno dalam rapat
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 18 Agustus 1945, di
antaranya menyatakan sebagai berikut: “...bahwa ini adalah sekedar
Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar Kilat,
bahwa barang kali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet.
Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan
lengkap” Namun hingga saat ini pembahasan mengenai kebutuhan
amandemen terbaru masih terus bergulir karena dianggap konstitusi
yang ada belum dapat negatur segala kebutuhan masyarakat Republik
Indonesia saat ini.

3) Perilaku konstitusional Warga Negara


Faktor situasional adalah mencakup faktor lingkungan dimana manusia
berada atau bertempat tinggal, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
politik, dan sebagainya Sebaliknya, apabila didalam proses kegiatan faktor
situasional seseorang tidak mampu menjaga kesehatannya, maka yang terjadi
tujuan dalam proses kegiatan tersebut akan tertunda bahkan akan mengalami
kegagalan, “kesehatan merupakan isu krusial yang harus dihadapi setiap negara
karena berkorelasi langsung dengan pengembangan integritas pribadi “.
Konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan hal
yangpenting. Oleh karena itu, bangsa Indonesia sudah memiliki konstitusi sejak
kemerdekaan dari UUD 1945, konstitusi RIS, UUDS 1950, sampai UUD 1945
hasil amandemen. Konstitusi negara tidak hanya sekedar teks-teks yang
tertuang dalam suatu naskah. Konstitusi diharapkan bisa hidup dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. atau dengan kata lain,
konstitusi benar-benar harusdi taati dan di jalankan oleh segenap komponen
negara
Sebagai Warga negara yang baik adalah Warga negara yang memiliki
kesetiaan terhadap bangsa dan negara, yang meliputi kesetiaan terhadap
ideologi negara,kesetiaan terhadap konstitusi, kesetiaan terhadap peraturan
perundang-undangan,dan kesetiaan terhadap kebijakan pemerintah. Oleh sebab
itu, maka setiap Warga negara harus dan Wajib untuk memiliki prilaku positif
terhadap konstitusi, yang mempunyai makna berperilaku peduli atau
memperhatikan konstitusi (UUD)mempelajari isinya, mengkaji maknanya,
melaksanakan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, mengamalkan dalam
kehidupan, dan berani menegakkan jika konstitusi dilanggar.

4) Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Konstitusi RI


Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Dalam Konstitusi Menurut
Prof. Dr. Notonegoro, Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan
sesuatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak
dapat dilakukan oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat
dituntut secara paksa oleh Nya. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan
kewajiban tidak seimbang, bahwa setiap warga negara memiliki banyak warga
negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya.
Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak
mendahulukan hak daripada kewajiban jika keadaannya seperti ini maka tidak
ada keseimbangan antara hak dan kewajiban jika keseimbangan itu tidak ada
akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan untuk mencapai
keseimbangan hak yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri sebagai
orang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya sebagaimana telah
ditetapkan kan dalam UUD 1945 pada pasal 28 yang menetapkan bahwa hak
warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul mengeluarkan
pikiran dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya syarat-syarat akan diatur
dalam undang-undang pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat
demokrasi.
Konstitusi Negara Indonesia adalah UUD 1945 yang untuk pertama kali
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal
18 Agustus 1945. Dalam tatasusunan peraturan perundang-undangan Negara,
UUD 1945 menempati tempatan tertinggi.
Dasar keberadaan konstitusi adalah kesepakatan umum atau persetujuan
di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan oleh negara.
Konstitusi merupakan konsensus bersama atau general agreement seluruh warga
negara. Kepentingan yang mendasar dari setiap warga negara yaitu pelindungan
terhadap haknya sebagai manusia. Oleh karena itu, hak asasi manusia (HAM)
merupakan materi inti dari naskah undang-undang dasar modern.
Warga negara Indonesia harus mematuhi kewajiban yang berlaku karena
ada Peraturan telah diberlakukan untuk mengatur kewajiban membangun warga
Membentuk masyarakat yang aman, tertib dan bertanggung jawab. Selain itu,
peraturan telah dibuat untuk melindungi hak-hak warga negara. Aturan telah
ditetapkan untuk mengatur hubungan heterogen dalam kehidupan Masyarakat,
Negara, Politik (Wijayanti, 2017)
Dalam kasus bentukan negara, kontitusi memuat aturan dan prinsip-
prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk
menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-
prinsip dasar hukum termasuk dalam bentuk struktur, prosedur, wewenang dan
kewajiban pemerintahan negara pada umumnya.
Menurut Pasal 26 ayat (1) UUD 1945, ditegaskan bahwa yang menjadi
Warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undnag sebagai Waega Negara. Ketentuan
ini menegaskan bahwa untuk orang-orang bangsa Indonesia asli secara otomatis
merupakan Warga Negara, sedangkan bagi orang-orang bangsa lain untuk
menjadi Warga Negara Indonesia harus disahkan terlebih dahulu dengan
undang- undang. (Johan Yasin, 2012)
Setiap warga Indonesia memiliki hak dan kewajban yang sama,
diantaranya adalah :
a. Hak Warga Negara Indonesia:
1) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
(Pasal 27 ayat 2).
2) Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan : “setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”(Pasal 28A).
3) “Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah” (Pasal 28B ayat 1).
4) Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang”.
5) “Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahteraan hidup manusia.” (Pasal 28C ayat 1)
6) “Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.” (Pasal
28C ayat 2).
7) “Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.” (Pasal 28D ayat
1).
8) “Hak untuk mempunyai hak milik pribadi. Hak untuk hidup, hak untuk
tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun.” (Pasal 28I ayat 1).
b. Kewajiban Warga Negara Indonesia :
1) Wajib mentaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi :
“segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.”
2) Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan: “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara.”
3) Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1
mengatakan : “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain.”
4) Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
undangundang. Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan
hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
5) Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal
30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”

5) Hak dan Kewajiban dalam Al Qur’an dan Kaitannya dengan UUD 1945
Islam melindungi, menghormati, dan menjunjung tinggi hak dan
kewajiban setiap manusia. Islam menciptakan manusia sebagai makhluk
sosial dimana manusia tidak dapat hidup sendirian dan pastilah
memerlukan bantuan dari orang lain.
QS. Asy-Syura ayat 181.

ِ ‫ا ْو ف ُ و اَ ال ْ ك ي ْلَ و لَ ت ك ُ ْو ن ُ ْو اَ ِم نَ ال ْ مُ ْخ‬
َ‫س ِر ي ْن‬
Artinya :
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-
orang yang merugikan; (QS. Asy Syura:181) (Damanuri, 2021)
Dalam Al-Qur,an Surah Asy Syura dijelaskan bahwa manusia tidak
boleh mengurangi hak manusia lain, untuk menjadikan kehidupan yang rukun
dan damai. Dalam UUD 1945 hak terdapat dalam pasal 28I ayat 1 Hak untuk
mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (Pasal 28I ayat 1).
Selain itu, manusia juga memiliki kewajiban berupa tanggung jawab
yang besar sebagai makhluk sosial. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Az
Zariyat ayat 56 berikut:
QS. Az Zariyat Ayat 56

ْ ‫و م اَ خ ل ق ْ تَُ ال ْ ِج َنَ و‬
َ‫ال ِ ن ْ سَ ا َِلَ ل ِ ي ع ْ ب ُ د ُْو ِن‬
Artinya :
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku (QS. Az Zariyat:56).

Hak manusia untuk mendapatkan jaminan atas kepercayaan yang


dianutnya, dan kewajiban menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya
tercantum dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi,"Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".

Dari pasal tersebut, dapat diketahui bahwa setiap orang memiliki hak
yang sama dalam memeluk agama dan beribadah sesuai kepercayaan masing-
masing tanpa adanya paksaan atau campur tangan dari orang lain. Dan negara
memiliki kewajiban untuk mendukung dan memberi kebebasan warganya untuk
beragama sesuai keyakinan masing-masing serta memberikan rasa aman kepada
setiap warga negaranya untuk beribadah sesuai kepercayaan yang dianut. Selain
hak,kita juga memiliki kewajiban. Kewajiban itu adalah kewajiban untuk
menghormati dan menghargai orang lain beribadah sesuai agama dan
keyakinannya,menjalankan ibadah kita dengan sungguh-sungguh,serta
menjalankan setiap perintah dan menghindari larangan sesuai yang diajarkan
dalam agama.
Dalam pelaksanaan hak dan kewajiban, sebaiknya warga negara lebih
meningkatkan tentang pemahamannya tentang hak dan kewajiban itu sendiri
supaya dapat menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Selain itu, tanggung
jawab juga penting dilaksanakan oleh setiap warga negara, sehingga mereka
menyadari apa yang menjadi tanggung jawab mereka sebagai warga negara.
Untuk itu, marilah kita sama-sama memperbaiki diri, saling intropeksi diri,
mana yang harus dibenahi agar kita dapat melaksanakan hak dan kewajiban kita
dengan baik. Terciptanya sikap saling menghormati akan menjadikan negara
Indonesia tentram dan damai.

E. KESIMPULAN
Konstitusi nasional suatu negara pada hakikitnya merupakan hukum
dasar tertinggi, termasuk masalah-masalah penyelenggaraan negara. Konstitusi
mengandung banyak kepentingan yang berkaitan dengan struktur organisasi bangsa,
hak asasi manusia, konstitusi, dan sebagainya. Oleh karena itu, konstitusi perlu
lebih stabil dibandingkan produk sah lainnya. Selain itu, jika semangat dan
semangat penyelenggaraan ketatanegaraan juga diatur oleh UUD, perubahan
konstitusi dapat membawa perubahan yang signifikan terhadap sistem
ketatanegaraan. Amandemen konstitusi mungkin telah mengubah negara
demokratis menjadi negara otoriter.
F. DAFTAR PUSTAKA

Bo'a. (2018). MPR Dan Keniscayaan Amandemen: Terkait Kewenangan


Konstitutif MPR dan kebutuhan amandemen UUD 1945 (1 ed). Pustaka
Belajar.

Damanuri. (2021). Iktikad Baik dalam Berkontrak Upaya Mewujudkan Keadilan


Hukum dan Ekonomi dalam berakad. Pekalongan, Jawa Tengah: PT.
Nasya Expanding Management.

Dewi. (2021). Pemahaman Siswa Tentang Kewajiban dan Hak Warga Negara.
Jurnal Pendidikan Tambusai.

Marzuki. (2010, Agustus). Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jurnal Konstitusi,


Volume 7, 2-3.

Muhtaj. (2017). Hak asasi manusia dalam konstitusi Indonesia. Predanada


Media.

Nurita. (2015). DINAMIKA DAN PERKEMBANGAN KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA.


Jurnal Cakrawala Hukum, 208-213.

Pratiwi. (2016). PENGENALAN HAK-HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA DI


SEKOLAH. Jurnal Hukum.

Santika. (2021). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Studi Komparatif Konstitusi dengan


UUD 1945. 2021: Penerbit Lakeisha.

Saputra. (2018). SEJARAH UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA


TAHUN 1945 SEBAGAI KONSTITUSI DI INDONESIA.

Sulaiman. (2015). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: CV. Arfino


Raya.

Umardani. (2020). PENYULUHAN HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA DALAM


KONSTITUSI KEPADA ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH (OSIS) MADRASAH
ALIYAH NEGERI 3 JAKARTA. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat.

Yasin, J. (2012). Hak Azasi Manusia Dan Hak Serta Kewajiban Warga Negara Dalam
Hukum Positif Indonesia. Jurnal Syiah.

Anda mungkin juga menyukai