Anda di halaman 1dari 20

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

UUD 1945 SEBAGAI HUKUM DASAR PENYELENGGARAAN


KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

Dosen Pengampu :
Musrayani Usman, S.Sos., M.Si.

KELOMPOK 3:
Ratu Ayumi Zahwa
Ratih Tri Pratiwi
Tenri Abeng
Tirta Widyadari
Serafim Hadel Tangko
Jumiati Anisa
Andi Syahira Az Zahrah T
Rifhal Firnanda Arshandy

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................. 1


BAB I Pembahasan ........................................................................................ 2
A. Sejarah Undang-Undang Dasar ........................................................... 3
B. Fungsi Undang-Undang Dasar ............................................................. 4
C. Wilayah Negara Indonesia.................................................................... 5
D. Batas-Batas Wilayah Indonesia ........................................................... 5
E. Warga Negara dan Penduduk Negara .................................................. 6
F. Kedudukan UUD NRI Tahun 1945 Sebagai Hukum Tertulis.............. 9
BAB II Contoh Kasus dan Solusinya............................................................ 12
A. Perilindungan Hukum Bagi Anggota TNI Berdasarkan
Undang-Undang Hak Asasi Manusia Dari Gerakan Separatis
Organisasi Papua Merdeka (OPM) ...................................................... 12
B. Kasus Hak Asasi Manusia di Wamena, 4 April Tahun 2003 .............. 13
C. Kasus Pelanggaran HAM 1997-1998 .................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18

1
BAB I
ISI
Perkembangan pemikiran terkait pembentukan konstitusi di banyak negara
memiliki motivasi yang berbeda-beda dan didorong oleh berbagai faktor seperti
politik, sosial ekonomi, dan budaya. Sejarah konstitusi yang berlaku di Indonesia
saat ini tidak lepas dari faktor politik perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia,
untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Kemerdekaan pada mulanya
berarti bebas dari penjajahan bangsa asing, kemudian dapat menentukan
kehidupan berbangsa sendiri dan mencapai persamaan harkat dan martabat dengan
bangsa lain di dunia. Namun, aspek penting dari kemerdekaan, setelah suatu
negara merdeka dan memiliki pemerintahan sendiri, adalah upaya untuk mencapai
keseimbangan antara kepentingan sosial dan kekuasaan negara. Dalam kaitan ini,
pembahasan konstitusi dan konstitusionalisme suatu negara menjadi penting.
Sebab jika berbicara hakekatnya tentang Negara dan segala sesuatu yang
berkaitan dengannya, maka tidak dapat dipungkiri jika berbicara tentang
konstitusi sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagi penyelenggaraan negara modern yang menganut sistem demokrasi,
konstitusi berarti the supreme law of the land, yang mendasari semua bentuk
undang-undang atau undang-undang lainnya. Dimaknai juga sebagai konsep yang
evolusioner, artinya konstitusi tidak dapat dianggap sebagai dokumen mati atau
statis, melainkan dokumen yang hidup, tumbuh dan berkembang, yang menjadi
prinsip dasar penyelenggaraan negara.Selalu ikuti perkembangan dan
perkembangan. dinamisme masyarakat dan zamannya. Negara harus mewujudkan
konstitusi yang hidup, menjadi bagian dari kesadaran kolektif masyarakat, dan
pembentukannya harus bersifat bottom-up, bukan konstitusi elitis yang hanya
ditentukan oleh segelintir elit.
Konstitusi merupakan konsensus umum atau kesepakatan umum seluruh
warga negara mengenai persoalan-persoalan mendasar yang berkaitan dengan
asas-asas dasar kehidupan dan penyelenggaraan negara serta susunan organisasi
negara. Konstitusionalisme sendiri merupakan ideologi yang di satu sisi
membatasi kekuasaan negara dan di sisi lain menjamin hak-hak rakyat melalui
ketentuan konstitusi.
Hampir bersamaan dengan kemerdekaan yang diraih melalui perjuangan
yang dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus
1945, Bangsa Indonesia resmi mempunyai konstitusi, yaitu UUD 1945, yang
memuat rumusan dasar negara, Pancasila. Dasar negara adalah filsafat negara
(filsafat politik), yang menjadi sumber dari segala sumber hukum atau tatanan

2
hukum negara. Filsafat negara adalah pandangan hidup, visi hidup dan sistem
nilai. Sebagai dasar negara, Pancasila dimaksudkan sebagai pedoman dasar yang
mengatur kegiatan penyelenggaraan negara meliputi bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan internasional. Pancasila adalah teladan hidup, artinya
Pancasila adalah dasar/kerangka/landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keterkaitan Pancasila sebagai dasar negara dengan UUD 1945 sebagai
hukum dasar (UUD) sangat erat karena rumusan Pancasila tertuang dalam alinea
IV Pembukaan UUD 1945. Pasal ini mencerminkan perspektif perjalanan dan
hubungan antara dasar negara, Pancasila, dan konstitusi Indonesia, sejak awal
kemerdekaan hingga saat ini, dengan penekanan pada UUD 1945, serta ada dua
konstitusi lain yang pernah berlaku, yaitu konstitusi RIS Tahun 1949. dan UUD
Sementara Tahun 1950. UUD 1945 memegang peranan penting karena UUD
itulah yang paling banyak mewarnai kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Karena
rumusan Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, maka pembahasan
UUD terfokus pada Pembukaan yang dimaksud.
UUD 1945 memegang peranan yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan nasional di Indonesia. Perannya terlihat dari
konten yang dikandungnya. UUD 1945 memuat cita-cita dan nilai luhur bangsa
Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan terikat pada
pasal dan ayat yang dijelaskan dalam naskah pokok UUD 1945. UUD 1945
mengalami empat kali perubahan dalam perkembangannya. Perubahan yang
dilakukan dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD 1945 dengan memperjelas
undang-undang yang terkandung di dalamnya atau membentuk undang-undang
yang tidak dapat dijelaskan. Amandemen UUD 1945 diharapkan dapat memenuhi
syarat hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan nasional. Oleh karena itu,
tidak ada ruang bagi pelanggaran terhadapnya.
A. Sejarah Undang-Undang Dasar
Sebagai negara hukum, Indonesia tentu mempunyai konstitusi yang
dikenal di Indonesia dengan UUD 1945. Keberadaan UUD 1945 sebagai
konstitusi negara Indonesia mempunyai sejarah yang sangat panjang hingga
akhirnya diterima oleh seluruh rakyat sebagai landasan hukum terwujudnya
negara Indonesia.
UUD 1945 dirancang antara tanggal 29 Mei 1945 dan 16 Juni 1945 oleh
Badan Penelitian Kegiatan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), atau di
Jepang, Panitia Pembentukan Badan Administratif Independen yang
beranggotakan 21 orang. Diketahui bahwa Ir. Sukarno, Moh, dan Hatta akan
menjadi wakil ketua, dan panitia yang beranggotakan 19 orang itu akan terdiri dari
11 orang perwakilan dari Jawa, tiga orang dari Sumatera, dan masing-masing satu

3
orang dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda Kecil. Badan ini kemudian
membentuk tim khusus yang bertugas menyusun undang-undang dasar untuk
Indonesia merdeka, yang kemudian dikenal dengan Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945). Formulator antara lain Drs. Radjiman Wedyodiningrat, Ki Bagus
Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamijojo,
Soetaljo Kartohamijojo, Profesor Dr., Pak Soepomo, Abdul Kadir, Dr. Dr Yap
Chiang Bin. Mohammad Amir (Sumatera), Bpk. Abdul Abdul Abbas (Sumatera),
Dr. Ratulangi, Andy Pangeran, Pak Ratuharhari, Pak Puja, AH. Hamidan, Bpk.
R.P. Soeroso, Bpk. Abdul Wasid Hasyim, dan Bpk. Muhammad Hasan.
Latar belakang lahirnya Undang-Undang Dasar (UUD 1945) bermula dari
janji Jepang yang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia di
kemudian hari. Setelah memperoleh kemerdekaan, kebutuhan akan konstitusi
formal tampaknya tidak dapat dinegosiasikan dan perlu segera diberlakukan.
Sehingga Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus
1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) mengadakan rapat pertamanya dan mengambil beberapa
keputusan, antara lain:
1. Pengesahan dan pengesahan Pembukaan UUD 1945. Bahannya diambil
dari rancangan undang-undang yang disiapkan oleh Panitia Perancang
pada tanggal 22 Juni 1945.
2. Pengadopsian dan pengesahan UUD 1945. Isinya hampir seluruhnya
diambil dari RUU yang dibuat oleh Panitia Konstitusi pada 16 Juni 1945.
3. Memilih Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Presiden
Sukarno diangkat sebagai Presiden, dan Wakil Ketua Dr. Muhammad
Hatta diangkat sebagai Wakil Presiden. Pekerjaan kepresidenan untuk
sementara didukung oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang
kemudian menjadi Panitia Nasional.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Piagam Jakarta disahkan. Piagam ini menjadi
batang tubuh Pembukaan UUD 1945 setelah klausul tentang kewajiban
menegakkan syariat Islam bagi umat beriman dihapus. Rancangan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun pada sidang kedua
Badan Penyelidik Kegiatan Persiapan Mandiri (BPUPKI). Sidang kedua
berlangsung pada tanggal 10-17 Juli 1945, dan pada tanggal 18 Agustus PPKI
mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia.
B. Fungsi Undang-Undang dasar
UUD 1945 digambarkan sebagai hukum dasar tertulis yang mengikat
pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat, seluruh warga negara

4
Indonesia di mana pun, dan seluruh penduduk yang berada di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 memuat norma
dan aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh unsur di atas. UUD
1945 bukan sekedar undang-undang, melainkan undang-undang dasar, undang-
undang dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber
hukum tertulis.
Oleh karena itu, segala peraturan perundang-undangan seperti anggaran
dasar, peraturan pemerintah, peraturan presiden, bahkan tindakan dan kebijakan
pemerintah harus bersumber dari peraturan-peraturan yang lebih tinggi yang pada
akhirnya timbul dari peraturan perundang-undangan tersebut, dan ketentuan-
ketentuan UUD 1945 harus dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya. Dan
arahan ini adalah Pancasila sebagai sumber dari segala hukum negara. Dalam
kedudukannya ini, UUD 1945 menempati kedudukan tertinggi dalam tatanan
hukum atau hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam konteks
ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi kontrol dalam arti mengatur apakah
standar hukum yang lebih rendah harus dipatuhi dengan standar hukum yang lebih
tinggi. Konstitusi juga berfungsi mengatur susunan, pembagian, dan pelaksanaan
kekuasaan negara. Selain itu, UUD 1945 juga mengatur tentang hak dan
kewajiban negara, pegawai negeri, dan warga negara.
C. Wilayah Negara Indonesia
Mengenai Batasan wilayah dan bentuk negara kita ditegaskan dalam Pasal 25
A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
nusantara dengan wilayah yang batas- batas dan hak-haknya ditetapkan oleh
undang-undang. Wilayah sebagai tempat menetap rakyatnya dan tempat
menyelenggarakan pemerintahan. Syarat suatu Negara berdiri adalah ada tempat
menetap dalam menjalankan pemerintahan. Dalam wilayah itu dibangun berbagai
organisasi pemerintahan untuk mempermudah menyelenggarakan pemerintahan
sebagai upaya untuk mempertahankan kedaulatan dan meneruskan kehidupan
negara serta mensejahterakan rakyat.

D. Batas-Batas Wilayah Indonesia


Wilayah negara terdiri atas daratan, perairan, dan udara. Batas ketiga
wilayah tersebut dapat ditentukan secara alam, geografi, buatan, serta perjanjian.
Batas alam seperti sungai dan pegunungan. Secara geografis, negara Indonesia
terletak di antara dua benua serta dua samudera. Kedua benua tersebut, yaitu
Benua Asia serta Benua Australia. Negara Indonesia juga terletak pada antara dua
samudera yang terdiri dari Saudera Hindia dan juga Samudera Pasifik. sedangkan
Letak astronomi Negara Indonesia adalah Lintang Utara sampai 11° Lintang
Selatan dan 95° Bujur Timur sampai 141° Bujur Timur.

5
 Wilayah perairan atau wilayah lautan, wilayah laut yang berada dalam
wilayah suatu negara disebut dengan lautan teritorial. Semua hal mengenai
perairan Indonesia telah diatur dalam UU No. 6 Tahun 1996. Pada tanggal
10 desember 1982 diadakan perjanjian multilateral di Jamaika mengenai
laut teritorial. Dalam perjanjian ini dirumuskan:
1. Batas Teritorial merupakan sebuah garis khayal yang ditarik pada
pantai ketika air laut sedang mengalami surut, serta
menghubungkan berbagai titik yang ada pada ujung pulau.
Indonesia memiliki jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang
dikukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5.
2. Batas landas kontinen yang ada di negara Indonesia diatur di dalam
Konvensi Hukum Laut pada tahun 1982 pasal 78 hingga 85. Dalam
pasal 78l, Landas kontinen yang ada memungkinkan perairan yang
berada di bawahnya hingga jarak 350 mil laut dari tempat asal
garis pangkal dimana laut teritorial yang ada diukur dan jika tidak
melebihi 100 mil laut dari kedalaman laut yaitu 2500 meter.
3. Batas zona ekonomi eksklusif yang merupakan batas negara yang
ditarik 200 mil dari asal garis dasar ke arah laut lepas atau laut
bebas saat air laut surut. Diperairan itu negara yang bersangkutan
berhak mengambil manfaat ekonomi, sedangkan negara lain hanya
boleh mengarungi wilayah tersebut.

 Batas Wilayah daratan Indonesia


1. Batas daratan sebelah utara negara Indonesia terdiri dari Malaysia,
Filipina, Singapura, serta Laut Cina Selatan.
2. Batas daratan sebelah selatan negara Indonesia terdiri dari Timor
Leste, Australia, serta Samudera Hindia.
3. Batas daratan sebelah barat negara Indonesia terdiri dari Samudera
Hindia.
4. Batas daratan sebelah timur negara Indonesia terdiri dari Papua
Nugini serta Samudera Pasifik.

 Batas Wilayah Udara Indonesia


Batas wilayah udara Indonesia diatur dalam bab 4 mengenai kedaulatan
atas wilayah udara UU no.1 tahun 2019 tentang penerbangan Pengamanan
wilayah udara Indonesia yang diwujudkan melalui: a) penetapan status Wilayah
Udara dan kawasan udara; b) pengaturan mengenai bentuk pelanggaran wilayah
kedaulatan; c) pelaksanaan tindakan terhadap pesawat dan personel Pesawat
Udara; dan d) tata cara dan prosedur pelaksanaan pemaksaan oleh Pesawat Udara
Negara. Pesawat Udara Negara Asing yang terbang ke dan dari atau melalui
Wilayah Udara harus memiliki lzin Diplomatik (diplomatic clearance) dan Izin
Keamanan (security clearance).

6
E. Warga Negara dan Penduduk Negara
Seperti yang dijelaskan pada materi diatas, wilayah daratan merupakan
tempat menetapnya suatu komunitas dan dalam hal ini adlah rakyat. Warga
negara merupakan suatu peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan
kekuatan bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk kepentingan
bersama. Rakyat merupakan salah satu unsur terbentuknya suatu Negara.
Istilah lain bagi penghuni negara disamping rakyat adalah penduduk dan
warga negara. Namun, penduduk dan warga memiliki pengertian yang
berbeda.
 Penduduk adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing
yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia dan telah menetap/berniat
menetap selama minimal 1 tahun.
 Warga Negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara, sedangkan bukan warga Negara disebut orang asing atau
warga negara asing.
Sebagai Negara Demokrasi, Indonesia menyatakan Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar (Pasal 1 ayat (2)
UUD NRI tahun 1945). Oleh sebab itu rakyat sangat memegang peranan penting
dalam ketatanegaraan. Keberadaan rakyat yang menjadi penduduk maupun warga
negara, secara konstitusional tercantum dalam pasal 26 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: 1) Yang menjadi warga negara
ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. 2) Penduduk ialah warga
negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 3) Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Menurut pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2006, yang
dimaksud warga negara Indonesia adalah:
1) Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau
berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
sebelum UndangUndang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara
Indonesia;
2) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu
Warga Negara Indonesia;
3) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga
Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;
4) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga
negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;
5) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga
Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau

7
hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada
anak tersebut;
6) Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah
ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga
Negara Indonesia;
7) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga
Negara Indonesia;
8) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga
negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia
sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
9) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10) Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;
11) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah
dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya;
12) Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari
seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari
negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan
kepada anak yang bersangkutan;
13) Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Terkait asas kewarganegaraan ini, Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia atau UU
Kewarganegaraan memuat sejumlah asas-asas kewarganegaraan sebagai berikut.
a) Asas ius sanguinis atau (law of the blood) adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan
negara tempat kelahiran.
b) Asas ius soli atau (law of the soil) adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahiran. Di Indonesia,
asas ini diberlakukan secara terbatas bagi anak-anak yang kemudian
peraturannya diatur lebih rinci dalam undang-undang.
c) Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
d) Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak yang ketentuannya diatur lebih
rinci dalam undang-undang.

8
Menurut Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006, seorang warga
negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
1) memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri tidak menolak
atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain.
2) dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas kemauannya
sendiri, dengan ketentuan: telah berusia 18 tahun dan bertempat tinggal di
luar negeri.
3) masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa disertai izin dari Presiden.
4) masuk dalam dinas negara asing atas kemauan sendiri, yang mana jabatan
dalam dinas tersebut di Indonesia hanya dapat dijabat oleh warga negara
Indonesia.
5) mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau
bagian dari negara asing tersebut atas dasar kemauan sendiri.
6) turut serta dalam pemilihan seseuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk
suatu negara asing, meskipun tidak diwajibkan keikutsertaannya.
7) mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau
surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih
berlaku dari negara lain atas namanya.
8) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama lima
tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang
sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap
menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu lima tahun tersebut
berakhir, dan setiap lima tahun berikutnya yang bersangkutan tetap tidak
mengajukan pernyataan ingin menjadi warga negara Indonesia kepada
perwakilan Indonesia, meskipun telah diberi pemberitahuan secara tertulis.

F. Kedudukan UUD NRI Tahun 1945 Sebagai Hukum Tertulis


Hukum tertulis di Masyarakat Indonesia telah berlaku lama sesuai dengan
masanya hingga saat ini. UUD NRI Tahun 1945 merupakan hukum dasar tertulis
yang kedudukan dan fungsinya merupakan pengikat bagi pemerintah, suatu
lembaga negara maupun lembaga lainnya serta seluruh warga negara Republik
Indonesia yang di dalamnya mengatur norma-norma atau aturan-aturan yang harus
ditaati dan wajib dilaksanakan maka keberadaan UUD NRI Tahun 1945 jelas
sebagai hukum dasar yang tertulis yang merupakan acuan bagi pembentukan
berbagai peraturan. Mengenai masalah ini. Pembahasan pada bagian ini tidak akan
membahas secara utuh beberapa undang-undang dasar yang berlaku di Indonesia,
namun hanya terfokus pada kedudukan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sebagai hukum dasar tertulis negara. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan undang-undang dasar tertulis yang
kedudukan dan fungsinya mengikat pemerintah. Lembaga negara dan organisasi
lainnya serta setiap warga negara Republik Indonesia mempunyai standar atau
aturan yang harus dihormati dan dilaksanakan. Mengingat nomenklatur lain yang
dimasukkan mengacu pada UUD NRI 1945 yaitu hukum dasar tertulis, maka
keberadaan UUD NRI 1945 jelas merupakan hukum dasar dan bukan hukum

9
adat. Sebagai hukum dasar tertulis, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memuat sejumlah peraturan perundang-undangan yang
harus dipatuhi oleh seluruh pelaku negara, khususnya lembaga penyelenggara
negara. Sebagai hukum dasar tertulis, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber hukum tertulis. Jadi semua peraturan
perundang-undangan, baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan. mulai dari presiden hingga peraturan daerah, termasuk peraturan desa,
harus konsisten dan berlandaskan konstitusi sebagai undang-undang dasar.
Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa kedudukan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar tertulis
berarti bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menjadi acuan sekaligus acuan bagi pembentukan peraturan hukum di bawahnya.
Tidak ada ketentuan hukum yang dapat bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedudukan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai undang-undang dasar
tertulis juga dapat dibenarkan oleh hierarki peraturan perundang-undangan yang
berlaku saat ini. sampai sekarang. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, dapat disebutkan secara jelas jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan dalam negeri yang berlaku saat ini sebagai berikut:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b) Keputusan Badan Permusyawaratan Rakyat
c) Peraturan perundang-undangan Pemerintah pengganti undang-undang
tersebut
d) Peraturan Pemerintah
e) Peraturan Presiden
f) Peraturan Daerah; Dan
g) Peraturan daerah kabupaten dan kota.

Ayat (2) pasal yang sama menentukan “kekuatan hukum peraturan


perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)." Ketentuan di atas menunjukkan bagaimana posisi UUD NRI Tahun 1945
sebagai hukum dasar tertulis, dalam arti setiap peraturan perundang-undangan
yang ada wajib merujuk pada ketentuan yang terdapat dalam UUD NRI Tahun
1945, termasuk segala tindakan pemerintah dalam menjalankan roda
pemerintahan. Hal ini juga sesuai dengan prinsip utama teori Stufenbau yang
dikemukakan oleh Hans Kelsen yang secara fundamental menekankan bahwa
tatanan hukum merupakan suatu sistem normatif yang bersifat hierarkis atau
bertingkat.
Namun kedudukan UUD NRI 1945 dalam hierarki peraturan perundang-
undangan saat ini sama sekali tidak tepat. Hal ini justru dapat mereduksi peran
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum
dasar tertulis. Sekalipun tidak disebutkan dalam hierarki ketentuan hukum, namun
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sendiri menjadi

10
dasar dan acuan pembentukan ketentuan hukum. Kedudukan UUD NRI Tahun
1945 sebagai undang-undang dasar tertulis dengan sendirinya membawa akibat
hukum bahwa UUD NRI Tahun 1945 merupakan undang-undang dasar yang
wajib dijadikan landasan dan landasan utama pembentukan peraturan perundang-
undangan. Situasi ini perlu dikaji ulang untuk menjaga dan memperkuat status
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar.
Pada prinsipnya, kedudukan Undang-Undang Dasar yang tinggi berarti
harus disusun secara cermat dan dipersiapkan secara matang. Pasal-pasal dan ayat
tersebut dirumuskan pada tingkat abstraksi sesuai dengan hakikatnya sebagai
hukum dasar. Sedangkan untuk aturan yang lebih rinci, idealnya diatur sebagai
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
Makna Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai hukum dasar tertulis, selain sebagai sumber hukum tertulis, juga harus
dipahami sebagai alat yang mengendalikan segala ketentuan hukum yang timbul
darinya. Artinya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
juga mempunyai peranan besar dalam mengontrol keberadaan segala ketentuan
hukum yang timbul di dalamnya, terutama dalam mengendalikan segala tindakan
yang diambil oleh pemerintah. Sebagai sarana pengawasan terhadap keberadaan
suatu ketentuan hukum, setiap ketentuan hukum yang bertentangan atau berbeda
dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak berlaku. Begitu pula
dengan tindakan pemerintah, apabila tindakan tersebut ternyata tidak sesuai
dengan keinginan dan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 maka akan dilakukan tindakan tersebut. harus dinyatakan
inkonstitusional.

11
BAB II
CONTOH KASUS
A. Perlindungan Hukum Bagi Anggota Tni Berdasarkan Undang-
Undang Hak Asasi Manusia Dari Gerakan Separatis Organisasi
Papua Merdeka (OPM)
Hampir setiap hari masyarakat baik penduduk pribumi maupun pendapat
hidup dengan rasa cemas dan selalu waspada. Hal ini terjadi karena hampir setiap
hari masyarakat melihat anggota Tentara Nasional Indonesia dan Polisi Republik
Indonesia (TNI dan Polri) berada di sekeliling mereka yang berarti kondisi
sekitaran tersebut sedang tidak aman atau tidak kondusif.
Beberapa tuduhan yang ditujukan pada Indonesia dari beberapa Negara
Pasifik yaitu Negara Vanuatu, Salomon Island, Tonga, Nauru, Marshall Island,
Tuvaludan Palau yang tergabung dalam Koalisi Kepulauan Pasifik untuk
Papua/Pacific Coalition on West Papua (PCWP) yang menyatakan bahwa
Indonesia melakukan pelanggaran HAM tepatnya di Papua dan Papua Barat. Di
forum PBB, Negara-negara tersebut juga menyerukan bahwa Papua Barat bebas
untuk menentukan nasibnya sendiri. Tidak tinggal diam dengan isu tersebut pada
sebuah forum PBB yaitu Sidang Umum ke-71 PBB di markas PBB di New York
pada 20 hingga 26 September 2016 yang membahas tentang tujuan pembangunan
berkelanjutan dan respon global terhadap perubahan iklim, namun dalam forum
tersebut beberapa negara di Kepulauan Pasifik tersebut mengangkat isu
pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua. Saat itu pula Indonesia menyatakan
bahwa Negara-negara tersebut mendukung kelompok separatis di Papua dan
Papua Barat dalam menghasut kekacauan politik dan melakukan serangan teroris
bersenjata.
Diakui oleh TNI bahwa cukup sulit untuk membedakan masyarakat sipil
dengan anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah yang terbilang
rawan akan separatis di Papua khususnya di pegunungan. Banyak terjadi masalah
salah sasaran yang dilakukan oleh TNI yaitu melakukan penembakan pada
masyarakat sipil yang diduga anggota KKB. Anggota keluarga menuntut aparat
keamanan karena mengaku bahwa korban bukan merupakan anggota KKB,
padahal faktanya sejumlah KKB juga terus melakukan kekerasan kuat kepada
aparat baik TNI maupun Polri.
Contoh kasus salah sasaran terjadi pada dua orang Pria berusia 34 tahun di
Timika yang diduga menjadi korban salah sasaran anggota TNI Satgas YR 712
dan YR 900, pada hari Senin 13 April malam. Mereka tutup usia karena dibunuh.
Anggota TNI menduga bahwa mereka bagian dari pejuang kemerdekaan Papua
(Organisasi Papua Merdeka). Padahal, kedua remaja tersebut hanya sedang
mencari ikan dengan cara menyelam, dalam bahasa setempat disebut molo.
Mereka membawa alat tajam (tombak atau panah) yang ingin digunakan untuk
mencari buruannya. Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab,
Kapolda Papua Irjen Polisi Paulus Waterpauw, dan Kepala BIN Papua Brigjen
TNI Abdul Haris Napoleon mendatangi para korban di RSUD Mimika. Mereka

12
menemui keluarga korban salah tembak tersebut. Begitu tiba di depan kamar
jenazah RSUD Mimika, Asaribab dan Waterpauw dikerubungi kerabat korban
yang protes atas pembunuhan tersebut. Tidak bisa disangkal bahwa tentara juga
manusia yang dimana mereka selayaknya memiliki hak-hak mendasar, hak asasi
yang patut dihormati oleh setiap orang. Namun tidak semua lapisan masyarakat
melakukannya, terutama bagi mereka yang mengalami sejarah operasi militer.
Dalam konflik menyatakan bahwa tentara yang tertangkap pun tetap harus
mendapatkan perlindungan, akses makanan, kesehatan dan untuk dapat
menjalankan kegiatan keagamaan yang dianutnya. Di Papua, jumlah anggota TNI
mencapai 16.000 orang, 200 di antaranya intelijen, sementara kelompok separatis
diperkirakan mencapai 1.000 orang, 322 dari sudut pandang prinsip
proporsionalitas, secara jumlah jelas tidak berimbang (Muhtaj, 2007).
Salah satu defenisi dari pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan
seseorang atau sekelompok orang dalam hal ini termasuk aparat negara, baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang sifatnya melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh undang-Undang. Ada dua
poin yang perlu diperhatikan dalam defenisi HAM ini.
Pertama, siapa saja yang mencabut hak asasi manusia seseorang maupun
sekelompok orang, kedua adalah tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dari penjelasan ini,
pelanggaran HAM terjadi apabila seseorang yang telah melakukan kejahatan
merampas hak asasi seseorang dengan membunuh, mencuri, menyiksa, melakukan
perbuatan merugikan, mengklaim hak milik, dan perbuatan lainnya, tetapi sang
pelaku tidak diproses secara hukum yang berlaku untuk menerima sanksi sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan. Namun, pada kenyataannya masih banyak yang
melihat pelanggaran HAM sebagai sebuah kejahatan dari aparat keamanan atau
dilakukan oleh oknum aparat keamanan. Beberapa pihak menuntut pelanggaran
HAM yang dilakukan oleh militer di beberapa daerah konflik di Indonesia, seperti
di Papua, yang pernah dijadikan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) untuk
menumpas separatisme, karena tidak adanya aturan yang membolehkan kegiatan
separatisme. Kalaupun ada pemberian kewenangan untuk melakukan tindakan
kekerasan kepada aparat keamanan, namun halnya kewenangan tersebut hanya
dapat digunakan kepada para pelaku kejahatan yang menjadi ancaman bagi negara
dan dilakukan secara terukur dan proporsional. Walaupun begitu, kita tidak bisa
mengetahui secara pasti fakta di lapangan. Dalam beberapa kejadian, militer
dituntut untuk bertanggung jawab atas penembakan terhadap warga sipil.
Konvensi Jenewa melarang penembakan terhadap warga sipil pada masa perang
atau konflik bersenjata, baik oleh pihak militer maupun kelompok sipil bersenjata.

B. Kasus Hak Asasi Manusia di Wamena, 4 April tahun 2003


Tepat pada tanggal 4 April 2003, masyarakat sipil di Papua sedang
mengadakan Hari Raya Paskah. Namun, di tengah-tengah perayaan terjadi
penyisiran terhadap 25 kampung yang sempat menyejutkan masyarakat setempat.

13
Penyisiran terjadi karena adanya pembobolan gudang senjata Markas Kodim
1702/Wamena yang dilakukan oleh sekelompok massa yang tidak diketahui
identitasnya. Penyisiran dilakukan secara tiba-tiba untuk mengejar pelaku.
Kejadian ini memakan korban. Dua orang tewas di tempat yaitu Lettu TNI AD
Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata) dan satu orang luka
berat. Diduga sekelompok tak dikenal ini membawa lari sejumlah pujuk senjata
dan amunisi. Penyisiran terjadi di 25 kampung yaitu Desa Wamena Kota, Desa
Sinakma, Bilume-Assologaima, Woma, Kampung Honai lama, Napua, Walaik,
Moragame-Pyamid, Ibele, Ilekma, Kwiyawage- Tiom, Hilume desa Okilik,
Kikumo, Walesi Kecamatan Assologaima dan beberapa kampung di sebelah
Kwiyawage yaitu: Luarem, Wupaga, Nenggeyagin, Gegeya, Mume dan Timine.
Komnas HAM melaporkan dalam kasus ini tercatat 9 orang tewas, serta 38 orang
luka berat akibat penyisiran ini.
Selain itu, penyisiran ini juga mengharuskan warga dipindahkan secara
paksa tanpa memandang HAM. Akibatnya tercatat 42 orang meninggal dunia
akibat kelaparan, dan 15 orang korban perampasan. Penangkapan, penyiksaan,
perampasan secara paksa menimbulkan korban jiwa dan penduduk terpaksa harus
mengungsi.
Masalah HAM di wamena 2003 merupakan pelanggaran HAM berat,
diatur dalam undang-undang yakni pasal 9 UU No. 26 tahun 2000 (unsur
kejahatan kemanusiaan). Dan juga mengandung unsur pelanggaran hak asasi
manusia. Terkait kasus pelanggaran HAM Wamena tahun 2003, Maka Komnas
HAM telah mengeluarkan suatu keputusan Komnas HAM No.016/Komnas
HAM/IX/2003 tentang penyelidik Ad Hoc pelanggaran HAM Wamena dan telah
diserahkan kepada kejaksaaan Agung, Namun berkasnya telah dikembalikan oleh
Kejaksaan Agung RI kepada Komnas HAM RI pada awal Januari 2019.
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dari waktu ke waktu ada permintaan yang
belum dilengkapi selain itu ada hal baru yang masih harus dilengkapi antara lain:
1) Seperti dengan tuntutan KOMNAS HAM agar pemerintah segera
membentuk pengadilan ad hoc untuk menangani kasus tersebut,
pengadilan ini yang diharapakan akan membantu mengungkap pelaku-
pelaku pelanggaran sehingga mereka medapat hukuman yang setimpal
karena telah merampas hak manusia dengan melakukan pembunuhan,
penganiayaan, pemerkosaan dan perampasan Hak seseorang
2) Pemberian ganti rugi atas adanya kasus tersebut yang banyak memakan
korban karena pengusiran dari kampong halaman sehingga terserang
penyakit, kelaparan, dan kematian, pembunuhan, penyiksaan, dll.
Sehingga keluarga korban yang masih hidup atau keluarga korban
mendapat keadilan atas kasus yang dialaminya.
Peran dari UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
dalam penegakan peradilan hak asasi manusia, harus memiliki suatu keadilan
hukum yang kuat. Meningkatnya kekerasan pelanggaran HAM di Papua oleh
oknum militer baik TNI maupun Polri harus menjadi perhatian. Seharusnya

14
dengan adanya Undang-Undang tentang peradilan hak asasi manusia ini khusus
nya Papua masalah pelanggaran hak asasi manusia mengenai penyiksaan,
pembunuhan, pemerkosaan, penembakan misterius dapat diselesaikan dengan baik
dan dapat memberikan efek perlindungan bagi rakyat dan kesejahteraan umum
bagi masyarakat di Papua serta dengan adanya undang-undang ini mampu
memberikan efek jera bagi pelaku.
Komandan Militer dan atasan Polisi atau Sipil. Salah satu delik penting
dalam UU No. 26 Tahun 2000 adalah ketentuan mengenai tanggungjawab
komando atasan polisi dan sipil lainnya. Delik ini penting karena karakteristik
pelanggaran HAM yang berat dengan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap
kemanusiaan senantiasa dilakukan dengan cara yang sistematis dan dilakukan oleh
aparat negara. Dengan demikian pelaku kejahatan ini bukan hanya pelaku
lapangan tetapi juga pihak lain yang merencanakan, mendukung atau terlibat
dalam kejahatan tersebut. Seorang komandan yang memberikan perintah kepada
anak-anak buahnya juga merupakan pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dalam delik ini pula, seorang komandan atau atasan yang tidak melakukan
langkah-langkah atau membiarkan anak buahnya melakukan kejahatan dapat
dikenakan pidana bahkan dengan ancaman hukuman yang sama.

C. Kasus Pelanggaran HAM 1997-1998


Kasus seperti ini merupakan pelanggaran Hak Asasi Mansuia dengan
tingkat pelanggaran berat. Begitu ironis rasanya ketika mendengar gerakan
reformasi yang menghendaki perubahan dalam kehidupan politik, pemerintahan,
hukum, dan ekonomi, termasuk HAM, ke arah yang lebih baik justru dibarengi
dengan berbagai peristiwa yang justru melanggar HAM. Diantaranya yang terjadi
seperti tragedi Trisakti, Peristiwa Semanggi I dan II, penculikan dan penghilangan
paksa para aktivis, sampai pada kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi
pasca jajak pendapat di Timor Timur tahun 1999. Disimpulkan oleh beberapa
perwakilan komnas HAM bahwa pada tahun 1997-1998 telah terjadi
penghilangan paksa terhadap 24 aktivis.
Sejak memasuki akhir masa orde baru aksi demonstrasi semakin
meningkat dan gelombang demonstrasi tersebut semakin membesar hingga
menyebar ke kota-kota terbsesar di Indonesia. Nah isu-isu yang beredar pun mulai
memasuki isu politis seperti pertanggung jawaban pemeritas atas berbagai hal
terkait situasi sosial ekonomi rakyat, tuntutan reformasi hingga penolakan
Soeharto sebagai presiden priode berikutnya. Berdasarkan data yang tercatat pada
Komnas HAM menjelang pelaksanaan pemilu 1997 dan sidang MPR 1998 telah
terjadi penghilangan orang secara paksa priode 1997-1998 sedikitnya tercatat 13
orang telah menjadi korban yang sampai sekarang masih belum diketahui

15
nasibnya hingga sekarang. Sedangkan kemudian beberapa aktivis pro demokrasi
yang dilepaskan sedikitnya ada 10.
Adapun rangkuman dari berbagai solusi yang ditawarkan terkait
pelanggaran kasus-kasus yang disebut di atas berupa:
Dengan semua kasus yang terjadi di negara kita UUD 45 mengambil peranan
sentral dalam mewujudkan bangsa yang maju, terutama dalam pelanggaran HAM
lembaga-lembaga pemerintahan diharapkan bisa bekerja sama dan sepenuhnya
sadar akan hak asasi manusia dengan melibatkan prinsip UUD 45 serta melibatkan
kesadaran masyarakat Indonesia sendiri terkait hak-haknya pun tentu akan banyak
solusi juga bisa saja ditawarkan untuk menangani permasalahan yang ada, Berikut
adalah pengantisipasian yang dapat dilakukan:
1. Eksistensi pengadilan konstitusi: Hukum Dasar adalah bagian dari Konstitusi.
Konstitusi atau hukum Hukum dasar mempunyai cakupan penerapan yang lebih
luas dibandingkan dengan hukum dasar karena hukum dasar hanya merupakan
bagian dari konstitusi atau hukum dasar. Dalam kaitan ini, pasal ini cenderung
menggunakan istilah hukum dasar ditulis dalam bahasa lain Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang Dasar merupakan
landasan utama mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan sebagai
sebuah negara, berangkat dari pemahaman konstitusionalisme, khususnya
pemahaman tentang keterbatasan kekuasaan dan menjamin hak-hak rakyat
melalui konstitusi. Pembahasan terkait tentang konstitusi lembaga ini memegang
kunci untuk menyelesaikan masalah mengenai hak asasi, siapapun orang atau
kelompok yang merasa dirugikan atas hak asasi yang dilanggar bisa
menajukannya ke pengadilan konstitusi dimana amanah konstitusi tersebut sudah
termasuk bagian dari fungsi yudikatif. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia yang membahas tentang pengadilan Hak Asasi
Manusia di Indonesia terdapat dalam pasal 104 yang berbunyi:
a) Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di bentuk
pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan pengadilan umum.
b) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan
Undang-undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.
c) Sebelum terbentuk pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di adili oleh pengadilan yang
berwenang.
2. Memperkuat sistem hukum dan memastikan penegakan hukum yang adil dan
transparan, pemerintah bisa lebih melek lagi terhadap peningkatan kualitas
peradilan yang ada di Indonesia lebih menegaskan mandat kepada apparat

16
penegak hukum sehingga mereka bisa bekerja secara efektif dan tidak terpengaruh
oleh kepentingan-kepentingan politik maupun kepentingan kelompok tertentu.
Serta dengan pengadaan keadilan yang transparansi sehingga masyarakat dapat
ikut terlibat serta ikut melakukan pengawasan dan memberikan masukan dengan
ini tidak ada yang bisa ditutupi dan berpotensi kasus HAM bisa ditangani dengan
adil.
Adapun upaya penegakan hukum melalui pengadilan HAM ada beberapa
mekanisme yaitu:
a) Proses penangkapan
b) Proses penahanan
c) Proses penyelidikan
d) Proses penyidikan
e) Proses penuntutan
f) Penjatuhan hukuman terhadap pelaku pelanggaran HAM.
3. Peran aktif masyarakat dalam mengungkapkan kasus pelanggaran HAM dan
memperjuangkan hak-hak mereka. Masyarakat pun dapat berperan aktif dalam
menegakkan ataupun menyuarakan keadilan pada pelanggaran HAM yang terjadi,
memperjuangkan hak-hak mereka yang tidak dapat bersuara sendiri melalui aksi-
aksi sosial dan Gerakan protes yang damai menuntut perlakuan yang setara
kepada pemerintah dengan ini masyarakat memberikan dukungan moral pada
korban pelanggaran HAM serta mendukung mereka dalam peradilan.

4. Peran media, dampak yang diberikan media terhadap beberapa kasus memiliki
impact yang besar dan di era digital ini kita bisa lebih memahami mengenai hak
asasi manusia dan bagaimana hal itu dapat terjadi melalui media karena peran
utamanya sebagai wadah informasi yang bisa diandalkan untuk mengungkap
kasus-kasus yang terjadi dalam masyarakat, menginformasikan kepada publik dan
membangkitkan kesadaran kita terkait isu HAM, selain itu media bisa juga
menjadi tempat korban pelanggaran HAM menyuarakan pengalaman mereka. Dan
dengan media juga publik dapat mengkritisi pengambilan keputusan pemerintah
dalam tindakan lanjut penegakan hukum pelanggaran hak asasi manusia.
Kengambil pengalaman dari kondisi media digital sekarang apapun jika menarik
perhatian halayak bisa viral , lebih memudahkan kita untuk dilirik oleh
pemerintah apalagi telah banyak terjadi kasus yang ketika sudah viral apparat baru
bisa bergerak kemudian menindak lanjuti serius kasus mereka.
5. Peranan Komnas HAM
Komnas HAM merupakan suatu lembaga yang mana tugasnya mencakup dalam
mengkaji, meneliti, penyuluhan, mediasi, dan pemantauan terhadap Hak Asasi

17
Manusia yang tujuannya untuk menciptakan kondisi yang kondusif dari
terciptanya suatu penegakan terhadap Hak-hak asasi manusia terhadap masyarakat
Indoneisa tentunya tak luput dari pandangan nilai-nilai pancasila, UUD 1945,
Piagam PBB, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Komnas HAM
diharapkan dapat menjadi tameng untuk membendung laju pelanggaran HAM
yang ada di tanah air seiring dengan melakukan berbagai upaya seperti melakukan
sosialisasi mengenai pentingnya pemahaman tentang Hak Asasi Manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Udiyo., 2019. Dasar Negara dan Hukum Dasar: Suatu Telaahan Yuridis
atas Relasi Pancasila dan UUD 1945. Jurnal Kajian Ilmu Hukum.
8(1): 22-24
Anggraeni, Ricca., 2019. Memaknakan Fungsi Undang-Undang Dasar Secara
Ideal dalam Pembentukan Undang-Undang. Jurnal Masalah-Masalah
Hukum. 48(3):283-293
Suwanli, Ratna., 2021. Ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Cilacap: SMK Boudi Utomo
Agustina, S., Kurniawan, I., & Elvandari, S. Kajian Yuridis Terhadap Kasus
Penghilangan Paksa Aktivis Tahun 1998 Dari Prespektif Hukum Pidana
International. E-Journal Undip, 178-188.
Edon, S. F., & Hidayat, N. A. (2021). Kewajiban Pemerintah Indonesia Terhadap
Pelanggaran HAM Yang Dilakukan Oleh Kelompok Kriminal Bersenjata
(KKB) Di Papua. Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 9 No. 3,
854-869.
Kumarajati, S. (2018). Analisis Pasal 43 Undang-Undang NO. 26 Tahun 2000
Tentang Pengadilan HAM: Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa
1997/1998. University Of Jember, 146-157.
Simamora, J. (2018). Mengkaji Substansi UUD NRI Tahun 1945 Dalam
Hakikatnya Sebagai Hukum Dasar Tertulis. e-journal peraturan, 1-22.

18
19

Anda mungkin juga menyukai