Anda di halaman 1dari 20

UUD 1945 dan Dinamika Amandemennya

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah


“Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan”
Dosen Pengampu : Dra. Sutarti, SE, MM

Kelompok 7
Kelas 1B Manajemen
Disusun Oleh :
1. Zumrotus Sa’adah (202011080)
2. Distia Ayu Winalda (202011081)
3. Nur Afiani Muna (202011082)
4. Fathin Fauziyah (202011083)
5. Zuliyani Irmawati Fristiyani (202011084)

UNIVERSITAS MURIA KUDUS


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pancasila tidak ditulis
secara resmi, tetapi merupakan nilai - nilai luhur yang terkandung dalam jiwa
bangsa Indonesia sejak jaman dahulu. Nilai-nilai luhur bangsa itu tumbuh dan
berkembang dalam pola budaya dan peradaban bangsa Indonesia. Pancasila secara
tertulis resmi dalam kehidupan bangsa dan negara, disusun dan disepakati pada
saat menjelang proklamasi dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
diumumkan.
Riwayat singkat perumusan dan kesepakatan Pancasila adalah bersamaan
dengan perumusan naskah Proklamasi dan Undang-Undang Dasar yang
dilakukan oleh para tokoh pejuang kemerdekaan dan pendiri negara Republik
Indonesia yang tergabung dalam BPUPKI dan PPKI dari tanggal 29 Mei 1945
sampai dengan 18 Agustus 1945. Sehari sebelum diproklamasikan Kemerdekaan
RI, yaitu pada tanggal 16 Agustus 1945 merupakan saat-saat sibuk dan
menegangkan. Hal ini karena perbedaan pendapat antara beberapa tokoh pejuang
kemerdekaan.
Golongan yang dipimpin Soekarno dan Moh. Hatta dengan golongan
pemuda di bawah pimpinan Sukarni, Chaerul Saleh, Adam Malik, Wikana, Dr.
Muwardi Surajiyo, Agus Wiyanto yang tergabung dalam Angkatan Pemuda
Indonesia (API), golongan mahasiswa di bawah Dr. Tadjaluddin dan golongan St.
Sjahrir. Golongan pemuda tersebut menghendaki Proklamasi Kemerdekaan
dilakukan oleh Ir. Soekarno sebagai pemimpin rakyat Indonesia tanpa melibatkan
PPKI yang mereka anggap lembaga buatan Jepang. Sedangkan golongan Ir.
Soekarno tidak dapat begitu saja meninggalkan PPKI yang telah banyak berperan
ke arah pencapaian kemerdekaan. (H. Ali Emran dan Encep Syarief Nurdin,
1994).
Puncak dari perbedaan pendapat itu dilanjutkan dengan dilarikannya Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Peristiwa itu tidak
berlangsung lama, karena Mr. A. Soebarjo segera menjemput Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta untuk dibawa kembali ke Jakarta guna menyelesaikan masalah
tersebut. Hal ini yang turut menentukan lahirnya Kemerdekaan RI adalah
pertemuan anggota PPKI dan beberapa pemimpin pemuda di rumah Admiral
Mayeda, seorang opsir Jepang yang bersimpati terhadap perjuangan bangsa
Indonesia guna memperoleh kemerdekaan. Dalam pertemuan tersebut dibahas
mengenai naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang akan dibacakan pada
tanggal 17 Agustus 1945.
Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun oleh Ir. Soekarno
sebagai penulis naskah. Mr. Achmad Soebarjo sebagai pengusul kalimat pertama,
dan Moh. Hatta pengusul kalimat kedua. (H. Ali Emran dan Encep Syarief
Nurdin, 1994). Penyusunan naskah proklamasi itu dilakukan karena naskah resmi
yang dibuat tanggal 22 Juni 1945 tidak dimiliki oleh tokoh-tokoh tersebut. Namun
demikian, naskah proklamasi yang disusun itu merupakan jiwa atau intisari dari
naskah Proklamasi yang disusun sebelumnya yang merupakan uraian singkat dari
Mukadimah UUD 1945 yang setelah disahkan menjadi Pembukaan UUD 1945.
Sedangkan Pembukaan UUD 1945 itu sendiri merupakan penjabaran dari pokok-
pokok pikiran yang terkandung dalam nilai - nilai Pancasila.
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum,
oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
diatur dalam suatu sistem peraturan perundang – undangan. Bagi bangsa
Indonesia setelah melakukan reformasi terutama dalam bidang hukum Undang –
Undang Dasar bagi Negara Republik Indonesia disebut sebagai Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam UUD tersebut terkandung
di dalamnya Pasal – pasal yaitu sejumlah 37 Pasal serta Aturan Peralihan
berjumlah 3 Pasal dan Aturan Tambahan berjumlah 2 Pasal.
Oleh karena itu, dalam pembahasan ini tidak dapat dilepaskan dengan
eksistensi Pembukaan UUD 1945, yang merupakan deklarasi bangsa dan negara
Indonesia, yang memuat Pancasila sebagai dasar negara, tujuan negara serta
bentuk negara Republik Indonesia.
Dengan latar belakang tersebut maka bisa diidentifikasi masalahnya, yaitu :
1. Bagaimana hubungan antara Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan
Pembukaan UUD 1945?
2. Bagaimana kedudukan Pancasila pada Pembukaan UUD 1945?
3. Amandemen UUD 1945.

B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui kaitan Proklamasi dengan
Pembukaan UUD 1945, mengetahui kedudukan Pancasila pada UUD 1945, serta
Amandemen UUD 1945.
BAB II
Landasan Teori

1. Kaitan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945

1) Arti Proklamasi Kemerdekaan


Proklamasi Kemerdekaan adalah pernyataan yang memberitahukan kepada
diri kita sendiri dan dunia luar bahwa pada saat itu kita telah merdeka, berdiri
sebagai bangsa yang merdeka lepas dari penjajahan seperti yang telah dialami
sebelumnya. Kepada bangsa lain kita beritahukan bahwa kemerdekaan kita tidak
boleh diganggu gugat dan dihalang-halangi, tetapi harus dihormati sebagaimana
mestinya. Pemberitahuan kepada diri kita sendiri mengandung konsekuensi bahwa
mulai saat itu kita telah siap untuk mempertahankan negara kita dan siap pula
mengisi kemerdekaan tersebut dengan hal-hal yang bermakna.
Muhammad Yamin dalam bukunya Naskah Persiapan UUD 1945 antara lain
mengatakan Proklamasi Kemerdekaan ialah suatu alat hukum internasional untuk
menyatakan kepada seluruh rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia
mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak
kemerdekaan yang meliputi bangsa, tanah air, pemerintahan dan kebahagiaan
rakyat. Proklamasi ialah maha sumber dari sumber hukum nasional, yang
menjadi dasar peraturan negara Republik Indonesia yang merdeka berdaulat.
Munurut M. Mardojo SH (1985) Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bila
ditinjau lebih lanjut, ternyata mengandung beberapa aspek, yaitu :
1. Dari sudut ilmu hukum, proklamasi atau pernyataan yang berisikan keputusan
bangsa Indonesia di atas telah menghapuskan tata hukum kolonial untuk pada
saat itu juga diganti dengan suatu tata hukum nasional (Indonesia).
2. Dari sudut politis-ideologis, proklamasi berarti bahwa bangsa Indonesia telah
berhasil melepaskan diri dari segala belenggu penjajahan dan sekaligus
membangun perumahan baru, yaitu pertumahan negara Proklamasi Republik
Indonesia yang bebas merdeka dan berdaulat. (Darji Darmodiharjo, 1985). Jadi
Proklamasi 17 Agustus 1945 bukan sekedar peristiwa sejarah saja melainkan
juga merupakan sumber semangat dan kekuatan bagi bangsa Indonesia.
Semangat yang tinggi dengan dilandasi rasa bagi bangsa Indonesia. Semangat
yang tinggi dengan dilandasi rasa keberanian untuk mengambil keputusan dan
membela kebenaran.
2) Kedudukan dan Fungsi Pembukaan UUD 1945
Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 bersama – sama dengan pasal
pasal Undang – Undang Dasar 1945, disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945, dan diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7.
Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 dalam ilmu hukum mempunyai
kedudukan di atas pasal – pasal Undang – Undang Dasar 1945. Konsekuensinya
keduanya memiliki hubungan kesatuan yang kausal dan organis.
Oleh karena itu Pembukaan UUD 1945 dalam konteks ketatanegaraan
Republik Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting karena merupakan
suatu staasfundamentalnorm dan berada pada hierarki tertib hukum tertinggi di
Negara Indonesia.

3) Kaitan Proklamasi dengan Pembukaan UUD 1945


Pada hakikatnya, proklamasi 17 Agustus 1945 bukanlah merupakan tujuan
semata-mata, melainkan merupakan suatu sarana , isi, arti yang pada pokoknya
memuat dua hal, sebagai berikut :
a. Pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, baik pada dirinya sendiri
maupun terhadap dunia luar;
b. Tindakan-tindakan yang segera harus diselenggarakan berhubung dengan
pernyataan kemerdekaan itu (Kaelan, 1993:62).
Sebagaimana yang pernah ditentukan dalam ketetapan MPRS/MPR,
bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan satu kesatuan dengan Proklamasi 17
Agustus 1945, oleh karena itu antara Pembukaan dan Proklamasi 17 Agustus 1945
tidak dapat dipisahkan. Kebersatuan antara Proklamasi dengan Pembukaan UUD
1945 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
 Disebutkannya kembali pernyataan Proklamasi Kemerdekaan dalam alinea
ketiga Pembukaan menunjukkan bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan
merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
 Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-
sama dengan ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan
realisasi tindak lanjut dari Proklamasi.
 Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya adalah merupakan suatu pernyataan
kemerdekaan, yang lebih terinci dari adanya cita-cita luhur yang menjadi
semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan, dalam bentuk Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan
berdasarkan asas kerohanian Pancasila.
 Dengan demikian, sifat hubungan antara Pembukaan dan Proklamasi. Yaitu:
memberikan penjelasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada 17 Agustus
1945, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17
Agustus 1945, dan memberikan pertanggungjawaban terhadap
dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945 (Kaelan , 1993:62-64).

Berdasarkan sifat kesatuan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi


Kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka sifat hubungan antara Pembukaan dengan
Proklamasi adalah sebagai berikut :

Pertama, memberikan penjelasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada


tanggal 17 Agustus 1945, yaitu menegakkan hak kodrat dan hak moraldari setiap
bangsa akan kemerdekaan, dan demi inilah maka Bangsa Indonesia berjuang terus
menerus sampai bangsa Indonesia mencapai pintu gerbang kemerdekaan (Bagian
pertama dan kedua Pembukaan).
Kedua, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus
1945, yaitu bahwa perjuangan gigih bangsa Indonesia dalam menegakkan hak
kodrat dan hak moral itu adalah sebagai gugatan di hadapan bangsa-bangsa di
dunia terhadap adanya penjajahan atas bangsa Indonesia, ysng tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Bahwa perjuangan Indonesia itu telah diridhoi
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kemudian bangsa Indonesia memproklamikan
kemerdekaannya (Bagian ketiga Pembukaan).
Ketiga,memberikan pertanggung jawaban terhadap dilaksanakan Proklamasi 17
Agustus 1945, yaitu bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh
melalui perjuangan luhur, disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Repblik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan dengan berdasar kepada: Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradap, Persatuan Indonesi, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
(Bagian keempat Pembukaan 1945).
Penyusunan UUD ini untuk dasar-dasar pembentukan pemerintahan
Negara Indonesia dalam melaksanakan tujuan negara, yaitu melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (tujuan ke dalam). Ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan social (tujuan
ke luar atau tujuan internasional).
Proklamasi pada hakikatnya bukanlah merupakan tujuan, melainkan
prasyarat untuk tercapainya tujuan bangsa dan negara, maka proklamasi memiliki
dua macam makna sebagai berikut:
(1) Pernyataan bangsa Indonesia baik kepada diri sendiri, maupun kepada dunia
luar, bahwa bahwa bangsa Indonesia telah merdeka.

(2) Tindakan-tindakan yang segera harus dilaksanakan berhubungan dengan


pernyataan kemerdekaan tersebut.

Seluruh makna Proklamasi tersebut dirinci dan mendapat pertanggungjawaban


dalam Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut :

1. Bagian pertama Proklamasi, mendapatkan penegasan dan penjelasan pada


bagianpertama sampaidengan ketiga Pembukaan UUD 1945.
2. Bagian kedua Proklamasi, yaitu suatu pembukaan negara Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 alinea IV. Adapun prinsip - prinsip negara yang terkandung dalam
Pembukaan tersebut meliputi empat hal, pertama: tujuan negara yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah negara, kedua : ketentuan diadakannya UUD
negara, sebagailandasan konstitusional pembentukan pemerintahan negara,
3. Bagian ketiga : bentuk negara Republik yang berkedaulatan rakyat, dan
4. Bagian keempat : asas kerohanian atau dasar filsafat negara Pancasila.
Berpegang pada sifat hubungan antara Proklamasi 17 Agustus dengan Pembukaan
UUD 1945 yang tidak hanya menjelaskan dan menegaskan akan tetapi juga
mempertanggungjawabkan Proklamasi, maka hubungan itu tidak hanya bersifat
fungsional korelatif, melainkan juga bersifat kausal organis.
Hal ini menunjukkan hubungan antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan
suatu kesatuan yang utuh, dan apa yang terkandung dalam Pembukaan adalah
merupakan amanat dan seluruh Rakyat Indonesia tatkala mendirikan negara dan
untuk mewujudkan tujuan bersama. Oleh karena itu merupakan suatu tanggung
jawab moral bagi seluruh bangsa untuk memelihara dan merealisasikannya
(Darmodiharjo, 1979:232,233).

1. Hubungan Antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila

Pembukaan UUD 1945 bersama-sama dengan Undang-Undang Dasar 1945


diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No.7, ditetapkan oleh
PPKI tanggal 18 agustus 1945. Inti dari Pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya
terdapat dalam alinea IV. Sebab segala aspek penyelenggarakaan pemerintahan
Negara yang berdasarkan Pancasila terdapat dalam alinea IV.
Oleh karena itu justru dalam pembukaan itulah secara formal yuridis pancasila
ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia. Maka hubungan
antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut :

 Hubungan secara formal

Dengan dicantumkannya pancasila secara formal didalam pembukaan UUD


1945, maka Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum
positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada
asas-asas sosial, ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan
keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kulfural,
religious dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam pancasila. Jadi
berdasarkan tempat terdapatnya pancasila secara formal dapat disimpulkan
sebagai berikut:

1) Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah


seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
2) Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan
pokok kaidah Negara yang fundamental dan terhadap tertib hokum Indonesia
mempunyai dua macam kedudukan yaitu:
a. Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang
memberikanan faktor-faktor mutlak bagi adannya tertib hukum Indonesia.
b. Memasukkan dirinnya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib
hukum tertinggi.
3) Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan
berfungsi, selain sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksitensi
sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya.
Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinnya adalah Pancasila adalah tidak
tergantung pada Batang Tubuh (pasal-pasal) UUD 1945, bahkan sebagai
sumbernya.

4) Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat,


sifat, kedudukan dan fungsi Pokok Kaidah Negara yang fundamental, yang
menjemalkan dirinnya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik
Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.

5) Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian


mempunyai kedudukan yang kuat tetap tidak dapat diubah dan terlekat pada
kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia. Dengan demikian
kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan dan mendapatkan kedudukan
formal yuridis dalam pembukaan, sehingga baik rumusan maupun
yurisdiksinya sebagai dasar Negara adalah sebagaimana terdapat dalam
pembukaan UUD 194. Maka perumusan yang menyimpang dari Pembukaan
tersebut adalah sama halnya dengan mengubah secara tidak sah Pembukaan
UUD 1945, bahkan berdasarkan hukum positif sekalipun dan hal ini dalam
sejarah Indonesia telah ditentukan dalam ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966.

 Hubungan Secara Material

Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang


bersifat formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material
sebagai berikut. Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945, maka secara kronologis, materi yang dibahas oleh
BPUPKI membicarakan dasar filsafat Negara Pancasila berikutnya tersusunlah
Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9, sebagai wujud bentuk pertama
Pembukaan UUD 1945.

Jadi berdasarkan urut - urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD


1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia
bersumberkan pada Pancasila, atau dengan lain perkataan Pancasila sebagai
sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti secara material tertib hukum
Indonesia dijabarkan dari nilai - nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila
sebagai sumber tertib hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi,
sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan
UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental, maka sebenarnya
secara material, yang merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah negara
yang Fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila (Notonegoro, tanpa tahun :
40).
Notonagoro (1982:24-26)menegaskan bahwa Undang-Undang Dasar tidak
merupakan peraturan hukum yang tertinggi. Di atasnya, masih ada dasar-dasar
pokok bagi Undang-Undang Dasar, yang dinamakan pokok kaidah Negara yang
fundamental(staatsfundamentalnorm). Lebih lanjut, notonagoro menjelaskan
bahwa secara ilmiah kaidah Negara yang fundamental mengandung beberapa
unsur mutlak, yang dapat dilihat dari dua segi. Pandangan Notonagoro tentang
unsur mutlak tersebut secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut:

Unsur Mutlak Staatsfundamental

Dari Segi Terjadinya

 Ditentukan oleh pembentuk Negara


 Terjelma dalam bentuk pernyataan lahir sebagai kehendak pembentuk
Megara mengenai dasar-dasar Negara yang dibentuk

Dari segi isinya memuat dasar-dasar Negara yang dibentuk

 Asas kerohanian negara


 Asas politik negara
 Tujuan negara
 Memuat ketentuan diadakannya UUD Negara

Berdasarkan pradigma berpikir tersebut, maka Pembukaan UUD 1945 memenuhi


syarat unsur mutlak staatsfundamental, yang tergambar dalam skema berikut ini:

Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat sebagai Staats Fundamental Norm

Dari Segi Terjadinya

 Ditentukan oleh PPKI sbg bentuk Negara


 Dalam alenia 3, dinyatakan “ … maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekannya ”

Dari segi isinya menurut dasar-dasar Negara yang dibentuk Asas kerohanian
Negara yaitu Pancasila pada alenia 4, “ … dengan berdasar kepada Ketuhanan ”

 Asas politik Negara, yaitu kedaulatan rakyat, alenia 2 dan 4


 Tujuan Negara pada alenia 4
 Ketentuan diadakannya UUD, alenia 4” … dalam suatu UUD Negara
Indonesia, … ’’

Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan


Pancasila dengan Pembukan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:

1) Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak sebagai


staatsfundamentalnorm. Oleh karena itu, kedudukan Pembukaan merupakan
peraturan hukum yang tertinggi di atas Undang-Undang Dasar. Implikasinya,
semua peraturan perundang-undangan dimulai dari pasal-pasal dalam UUD 1945
sampai dengan Peraturan Daerah harus sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.

2) Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai


staatsfundamentalnorm. Secara ilmiah-akademis, Pembukaan UUD 1945 sebagai
staatsfundamentalnorm mempunyai hakikat kedudukan yang tetap, kuat, dan tak
berubah bagi negara yang dibentuk, dengan perkataan lain, jalan hukum tidak lagi
dapat diubah (Notonegoro, 1982 : 25).

Dalam kaitan itu, silahkan disimak ketentuan Pasal 37 ayat (1) sampai ayat
(5) UUD 1945 pasca amandemen ke-4, dalam Pasal 37 tersebut hanya memuat
ketentuan perubahan pasal-pasal dalam UUD 1945, tidak memuat ketentuan untuk
mengubah Pembukaan UUD 1945. Hal ini dapat dipahami karena wakil-wakil
bangsa Indonesia yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat
memahami kaidah ilmiah, terkait kedudukan Pembukaan UUD 1945 yang sifatnya
permanen sehingga mereka mengartikulasikan kehendak rakyat yang tidak
berkehendak mengubah Pembukaan UUD 1945.

 Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD NRI 1945

Benarkah pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia itu berhubungan dengan Pancasila? Mari cermati bahasan
berikut!

Dapat diketahui bahwa setelah Amandemen atau Perubahan ke-4 (dalam


2002), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas
Pembukaan dan Pasal-pasal (lihat Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945). Hal ini
berarti bahwa Penjelasan UUD 1945 sudah tidak lagi menjadi bagian dari
ketentuan dalam UUD 1945.

Sudah bukan merupakan hukum positif, tetapi penjelasan yang bersifat


normatif sudah dimuat dalam pasal-pasal UUD 1945. Selain itu, dalam tataran
tertentu penjelasan UUD 1945 dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan bernegara
bagi warga negara.
Terkait dengan penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD 1945, simak bunyi
penjelasan UUD 1945, sebagai berikut.
“Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana dari Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum
(rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
(Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang
Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.”
Pola pemikiran dalam pokok-pokok pikiran Penjelasan UUD 1945 tersebut,
merupakan penjelmaan dari Pembukaan UUD 1945, Pancasila merupakan asas
kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm. Apabila
diserdahanakan, maka pola pemikiran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai
staatsfundamentalnorm.

2. Pembukaan UUD 1945 dikristalisasikan dalam wujud Pokok-pokok


pemikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.

3. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 terjelma


dalam pasal-pasal UUD 1945.

Dalam kaitannya dengan penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD 1945,


perlu diingat kembali uraian terdahulu yang mengemukakan prinsip bahwa
Pancasila merupkan nilai dasar yang sifatnya permanen dalam arti secara ilmiah-
akademis, terutama menurut ilmu hukum, tidk dapat diubah karena merupakan
asas kerohanian atau nilai inti dari Pembukaan UUD 1945 sebagai kaidah negara
yang fundamental. Untuk mengimplementasikan nilai-nilai dasar Pancasila dalam
kehidupan praksis bernegara, diperlukan nilai-nilai instrumental yang berfungsi
sebagai alat untuk mewujudkan nilai dasar.
Adapun nilai instrumental dari Pancasila sebagai nilai dasar adalah pasal-
pasal dalam UUD 1945. Oleh karena itu, kedudukan pasal-pasal berbeda dengan
kedudukan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Implikasinya pasal-pasal dalam
UUD 1945 tidak bersifat permanen, artinya dapat diubah berdasarkan ketentuan
dalam pasal 37 ayat (1) sampai dengan ayat (5) UUD 1945.
Perlu juga dipahami bahwa setiap pasal dalam UUD 1945 tidak sepenuhnya
mengejawantahkan nilai dari suatu sila dalam Pancasila secara utuh. Di sisi lain,
suatu pasal dalam UUD 1945 dapat mencerminkan sebagian nilai yang terkait
dengan beberapa sila dalam Pancasila. Hal tersebut dapat dipahami karena pasal
pasal UUD 1945 sebagai nilai instrumental dapat terkait dengan satu bidang
kehidupan atau terkait dengan beberapa bidang kehidupan bangsa secara integral.
Di sisi lain, nilai-nilai Pancasila antara nilai sila 1 dengan nilai sila lainnya
tidak terpisah - pisah, melainkan merupakan suatu kesatuan yang utuh dan
harmonis.
Beberapa contoh penjabaran Pancasila dalam pasal - pasal UUD 2945 dapat
digambarkan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1.1 Penjabaran Pancasila dalam Pasal – Pasal UUD 1945

No. Nilai Dasar Nilai Instrumental


(Pancasila)
(Pasal - Pasal dalam UUD 1945)
1. Nilai Sila 1 Pasal 28E ayat (1), Pasal 29, dan pasal lain
2. Nilai Sila 2 Pasal 1 ayat (3), Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2)
Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28A, 28B,
28C, 28D, 28F, 28J, dan pasal lain
3. Nilai Sila 3 Pasal 25A, Pasal 27 ayat (3), Pasal 30 ayat (1)
sampai dengan ayat (5) , dan pasal lain.
4. Nilai Sila 4 Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 2, Pasal 3, Pasal
4, Pasal 7, Pasal 19, Pasal 22C, Pasal 22 E, dan
pasal lain
5. Nilai Sila 5 Pasal 23, Pasal 28H, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33,
Pasal 34, dan pasal kainnya.

3.Amandemen UUD

Dalam proses reformasi hukum dewasa ini, berbagai kajian ilmiah tentang
UUD 1945, banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandemenya
terhadap UUD 1945. Memang amandemen tidak dimaksud untuk mengganti sama
sekali UUD 1945, akan tetapi merupakan suatu prosedur penyempurnaan
terhadap UUD 1945 tanpa harus langsung mengubah UUD-nya itu sendiri,
amandemen lebih merupakan pelengkapan dan rincian yang dijadikan lampiran
otentik bagi UUD tersebut(Mahfud, 1999: 64). Dengan sendirinya amandemen
dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan pada pasal-pasal maupun
memberikan tambahan-tambahan.

Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 tersebut didasarkan pada


suatu kenyataan sejarah selama masa orde lama dan orde baru, bahwa penerapan
terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat “multi interpretable” atau dengan kata
lain berwayuh arti atau memiliki makna ganda, sehingga mengakibatkan adanya
sentralisasi kekuasaan terutama kepada Presiden. Karena latar belakang politik
inilah maka orde baru berupaya untuk melestarikan UUD 1945 seakan-akan
bersifat keramat yang tidak dapat diganggu gugat.

Suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945
adalah tidak adanya system kekuasaan dengan “checks and balances” terutama
terhadap kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia proses
reformasi terhadap UUD 1945 adalah merupakan suatu keharusan, karena hal itu
akan mengantarkan bangsa Indonesia kearah tahapan baru melakukan penataan
terhadap ketatanegaraan.

Amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak


tahun 1999, dimana amandemen pertama dilakukan dengan memberikan
tambahan dan perubahan terhadap 9 pasal UUD 1945. Kemudian amandemen
kedua dilakukan pada tahun 2000, amandemen ketiga dilakukan pada tahun 2001,
dan Amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2002 dan disahkan tanggal 10
Agustus 2002.

Isi dan Perubahan Amandemen UUD 1945 pertama antara lain :

PASAL 5
(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Diubah menjadi:
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
PASAL 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali.
Diubah menjadi:
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali
masa jabatan. "

PASAL 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa."
Janji Presiden (Wakil Presiden):
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan
segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa". "
Diubah menjadi:
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden):


"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan
segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa".

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak
dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.

Seri Amandemen UUD 1945:


Isi Perubahan Amandemen UUD 1945 Pertama Tahun 1999
Isi Perubahan Amandemen UUD 1945 Kedua Tahun 2000
Isi Perubahan Amandemen UUD 1945 Ketiga Tahun 2001
Isi Perubahan Amandemen UUD 1945 Keempat Tahun 2002
PASAL 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Presiden menerima duta negara lain.
Diubah menjadi:
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

PASAL 14
Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.
Diubah menjadi:
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung.
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat.

PASAL 15
Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.
Diubah menjadi:
Presiden memberi gelar tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur
dengan undang-undang.

PASAL 17
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.

Diubah menjadi:
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

PASAL 20
(1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan rakyat.
(2) Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan rakyat masa itu.

Diubah menjadi:
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,
rancangan undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
(3) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi undang-undang.

PASAL 21
(1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan rakyat berhak memajukan rancangan
undang-undang.
(2) Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan rakyat, tidak
disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Diubah menjadi:
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-
undang.

BAB 3
KESIMPULAN

1) UUD 1945, telah empat kali mengalami perubahan, namun sejumlah pakar
mencatat dan mengidentifikasi masih banyak titik lemahnya dan ini masih
diperlukan perjuangan yang berat agar tujuan perubahan UUD 1945 itu
dapat memenuhi tuntutan masyarakat, sehingga penyelenggaraan
kekuasaan negara dapat mewujudkan kedaulatan rakyat yang dicita-
citakan.
2) Tentang Sistim perwakilan di parlemen, masih jauh dari harapan. Karena
kelahiran lembaga DPD yang diperjuangkan agar lembaga legislasi bisa
menganut dua kamar atau bicameral, ternyata tidak mudah untuk dicapai,
karena masih banyak kendalanya. Kewenangan sangat sidkit, dan
kedudukan DPD sangat lemah berhadapan dengan DPR. Demikian juga
dengan kewenagan MPR masih kabur, tetang keberadaannya sebagai
lembaga perwakilan, tapi anggota adalah kebanyakan anggota DPR dan
DPD;
3) Tentang Sistim pemerintahan presidensiil dalam situasi banyak partai
politik, menyebabkan akan menjadikan pemerintah kurang efektif dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsinya, apalagi kalau Presidennya tetap
berstatus sebagai anggota atau petugas partai.
4) Dalam tugas-tugas Yudikatif pasti ada tugas dan fungsi yang duplikasi dan
tumpang tindih, karena ada tiga lembaga yang berperan dalam bidang
yudikatif yakni MA, MK dan KY. Secara substansi memang ada
perbedaan tugas dan fungsinya, tapi nomenklaturnya satu yaitu Yudikatif.
Antara MK dan KY atau MA, jika ditelusuri banyak pertentangan dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Sebagai contoh : Apakah KY bisa
mengawasai Hakim Agung yang ada di MK atau MA. Hal sempat ramai
dibicarkan publik.
5) Sistim desentralisasi yang dominan melahirkan sikap feodalime
dikalangan pejabat di daerah, Sistim otonomi daerah sering terjadi tarik
ulur antara pemerintah Pusat dengan pemerintah daerah. Sebagai dampak
negatifnya Tugas-tugas pemerintah pusat menjadi tidak efektif, karena
daerah minta kewenagan yang lebih, sementara pemrintah Provinsi
seringkali dilangkahi oleh pemerintah Kabupaten/ Kota, karena ia merasa
bahwa otonomi itu ada di Kabupaten dan Kota.
Daftar Pustaka

M.S, Kaelan. 2016. Pendidikan Pancasila. Paradigma : Yogyakarta.

Nurwandi, Paristiyanti, dkk. 2016. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi.


Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan : Jakarta.

Surajiyo, Agus Wiyanto. 2006. Hubungan Proklamasi Dengan Pancasila Dan


Pembukaan UndangUndang Dasar 1945. Lex Jurnalica Vol.3: 168-170.
Mz, Ismail. 2019. Analisis Perubahan Struktur Lembaga Negara dan Sistim
Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Republik Indonesia Berdasarkan Undang –
Undang Dasar 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen. Journal unmasmataram:
267-268

Anda mungkin juga menyukai