PERTANYAAN
1.Dalam membahas Pancasila metode yang digunakan adalah obyektif analisis. Berikan
penjelasan metode obyektif analisis tersebut apabila dikaitkan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat ini.
2.Jelaskan subtansi yang tercantum dalam Alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 yang meliputi :
a. Tujuan Nasional
b. Negara RI adalah negara hukum
c. Bentuk negara Republik
d. Sistem Pemerintahan Demokrasi
e. 5 (lima) dasar (Pancasila)
JAWABAN
1. Perkembangan teknologi saat ini memang sudah sangat pesat. Semua orang tidak akan lepas
dari perkembangan teknologi. Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
dapat mengacu pada beberapa jenis pemahaman.
bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di Indonesia haruslah
tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
bahwa setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan nilai-nilai Pancasila
sebagai faktor internal pengembangan iptek itu sendiri.
nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek di Indonesia,
artinya mampu mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara bertindak
bangsa Indonesia.
bahwa setiap pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia
sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu (mempribumian ilmu).
2. A. Tujuan nasional : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
b. Pasal 1 ayat (3) berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum". Hal ini berarti
bahwa Indonesia juga merupakan negara kedaultan hukum dimana rakyat di Indonesia
melaksanakan kewajibannya terhadap negara dengan menaati hukum yang berlaku. Hal
ini dikarenakan tidak ada hukum yang akan melenceng dari Undang-Undang Dasar.
c. Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Kedaulatan adalah
di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
d. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme
kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan
berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila
terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945
e. Sila 1.Ketuhanann Yang Mahaesa, Sila 2.Kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila
3.Persatuam Indonesia, Sika 4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Sila 5.Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
A 2.Pengesahan UUD 1945 sebagai Konstitusi negara yang disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI
DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi pada
18 Agustus 1945 oleh PP (Panitia Persiapan) Kemerdekaan Indonesia memiliki konteks dan
waktu yang berbeda. DI/TII muncul sebagai gerakan yang menentang pemerintah Indonesia pada
tahun 1940-an hingga awal 1960-an, sementara pengesahan UUD 1945 oleh PP Kemerdekaan
terjadi pada hari yang sama dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.Pada 18 Agustus 1945,
PP Kemerdekaan Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai PP Kemerdekaan atau PP KNI
(Komite Nasional Indonesia), secara resmi mengesahkan UUD 1945 sebagai konstitusi
Indonesia. PP Kemerdekaan adalah sebuah badan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan
kemerdekaan Indonesia pada masa awal pembentukan negara. Pengesahan ini terjadi bersamaan
dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan Mohammad Hatta pada tanggal
17 Agustus 1945.
Pengesahan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 menandai langkah awal dalam
pembentukan dasar hukum negara Indonesia yang merdeka. UUD 1945 menjadi konstitusi dasar
bagi negara Indonesia, yang berisikan prinsip-prinsip dasar negara dan tata cara penyelenggaraan
negara.Sementara itu, DI/TII muncul belakangan, setelah periode pengesahan UUD 1945,
sebagai gerakan yang menentang pemerintahan Indonesia. Gerakan ini, yang dipelopori oleh
Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, memiliki agenda untuk mendirikan negara Islam yang
berdiri sendiri di Indonesia. Konflik antara DI/TII dan pemerintah Indonesia terus berlanjut
hingga awal tahun 1960-an, dengan berbagai upaya penyelesaian konflik, termasuk Piagam
Jakarta pada tahun 1957.Jadi, sementara pengesahan UUD 1945 menandai langkah awal dalam
pembentukan dasar hukum negara Indonesia, DI/TII muncul sebagai sebuah gerakan yang
menentang pemerintahan Indonesia dan menimbulkan konflik pada periode sesudahnya.
Peristiwa DI/TII memiliki dampak yang signifikan terhadap konsep Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa, kepribadian bangsa, dan perjanjian luhur bangsa Indonesia. Berikut adalah
analisisnya:
Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa:
Ketuhanan Yang Maha Esa: Konflik dengan DI/TII memunculkan pertanyaan tentang
pemahaman dan interpretasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pihak yang terlibat dalam
peristiwa ini mungkin memiliki interpretasi yang berbeda mengenai bagaimana prinsip
ini diterapkan dalam konteks negara dan masyarakat.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: Peristiwa DI/TII juga melibatkan pertanyaan
mengenai prinsip kemanusiaan. Bagaimana perlakuan terhadap anggota DI/TII, apakah
melibatkan hak asasi manusia dan nilai-nilai kemanusiaan, menjadi aspek penting yang
relevan dengan prinsip ini.
Persatuan Indonesia: Konflik ini menguji prinsip persatuan Indonesia, karena DI/TII
mencoba memecah belah kesatuan nasional dengan mendukung pembentukan negara
berdasarkan ideologi tertentu. Sejauh mana kesatuan Indonesia dapat dijaga dalam
konteks konflik ini menjadi pertanyaan krusial.
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan: Konflik dengan DI/TII juga
memunculkan pertanyaan mengenai sistem pemerintahan dan partisipasi rakyat.
Bagaimana kebijaksanaan dipahami dan diterapkan dalam menanggapi gerakan tersebut
dapat memberikan gambaran tentang prinsip ini.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: Pertanyaan mengenai keadilan sosial,
distribusi kekayaan, dan perlakuan adil terhadap semua warga negara juga menjadi
relevan dalam konteks konflik dengan DI/TII. Bagaimana pemerintah menanggapi aspek-
aspek ini dapat mencerminkan komitmen terhadap prinsip keadilan sosial.
Kepribadian Bangsa:
Peristiwa DI/TII dapat memunculkan pertanyaan tentang identitas bangsa Indonesia, termasuk
bagaimana nilai-nilai keislaman dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai nasional lainnya untuk
membentuk kekhasan dan kepribadian bangsa yang inklusif.Proses penyelesaian konflik, seperti
Piagam Jakarta, menunjukkan upaya untuk merestorasi perdamaian dan mencapai kesatuan
nasional sebagai bagian dari identitas bangsa.
Salah satu pelajaran utama yang bisa kita petik dari pemberontakan DI/TII adalah bahaya
ekstremisme dan radikalisasi. Pemberontakan itu didorong oleh kelompok-kelompok Islam
radikal yang percaya pada pemaksaan interpretasi ketat mereka tentang Islam di seluruh negeri.
Ideologi ekstrem ini menyebabkan kekerasan dan konflik, yang mengakibatkan hilangnya nyawa
yang tak terhitung jumlahnya. Penting untuk mengenali bahaya radikalisasi dan konsekuensi
potensial yang dapat ditimbulkannya pada masyarakat.
Pelajaran lain yang dapat kita ambil dari pemberontakan DI/TII adalah pentingnya persatuan dan
inklusivitas dalam masyarakat yang beragam. Indonesia adalah negara dengan permadani
budaya, agama, dan etnis yang kaya. Pemberontakan berusaha untuk mendirikan sebuah negara
Islam, mengabaikan keragaman agama dan budaya negara. Peristiwa seputar pemberontakan
DI/TII harus menjadi pengingat bahwa inklusivitas dan penghormatan terhadap keragaman
sangat penting untuk menjaga harmoni dan stabilitas sosial.
Selain itu, pemberontakan DI/TII menyoroti pentingnya pemerintahan yang efektif dan
menangani keluhan sosial. Pemberontakan ini sebagian didorong oleh ketidakpuasan segmen
masyarakat tertentu yang merasa terpinggirkan atau ditindas oleh pemerintah. Sangat penting
bagi pemerintah untuk mendengarkan keprihatinan dan kebutuhan warganya dan bekerja menuju
pembangunan yang adil dan keadilan sosial. Mengabaikan isu-isu ini dapat menyebabkan
kerusuhan dan pemberontakan seperti yang kita saksikan selama pemberontakan DI / TII.
Terakhir, pemberontakan DI/TII menekankan pentingnya dialog dan resolusi damai untuk
konflik. Pemberontakan tersebut mengakibatkan periode kekerasan dan hilangnya nyawa yang
berkepanjangan. Ini bisa dihindari jika semua pihak yang terlibat bersedia terlibat dalam dialog
yang bermakna dan menemukan solusi damai. Peristiwa pemberontakan ini berdiri sebagai
pengingat bahwa kekerasan hanya melahirkan lebih banyak kekerasan dan bahwa resolusi damai
harus selalu menjadi tujuan.