Anda di halaman 1dari 38

Orientasi Gelombang 2

Massive Open Online Course (MOOC)


Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
T.A 2022

JURNAL

HAJRAHYENI. R, A.Md.Kep
NIP : 199511102023212023
Jabatan : Perawat Terampil
BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia


2023
Agenda I
Sikap Perilaku Bela Negara

A. Wawasan Kebangsaan Dan Nilai-nilai Bela Negara


Wawasan kebangsaan adalah pemahaman mendalam mengenai identitas, sejarah,
budaya, dan nilai-nilai yang melekat dalam suatu bangsa. Hal ini melibatkan kesadaran akan
persatuan, keragaman, dan tanggung jawab terhadap pembangunan negara. wawasan
kebangsaan bertujuan untuk memberi pemahaman tentang Bangsa Indonesia dan dasar-
dasar mengenai bangsa ini dalam rangka mewujudkan persatuan.
Dasar negara merupakan pedoman dasar yang mengatur dan memelihara kehidupan
bersama dalam sebuah negara. Apabila sebuah negara tidak memiliki dasar maka dapat
dikatakan bahwa negara tersebut tidak memiliki tujuan yang jelas dan tepat dalam
membangun sebuah negara. Adapun Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai konsep dasar Berbangsa dan Bernegara merupakan media komitmen
seluruh komponen bangsa sebagai bentuk agar pelaksanaan dan penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara selalu menjunjung tinggi nilai luhur bangsa dalam
mewujudkan Negara Indonesia yang Merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Fakta-fakta sejarah dapat dijadikan pembelajaran bahwa Kebangsaan Indonesia terbangun
dari serangkaian proses panjang yang didasarkan pada kesepakatan dan pengakuan
terhadap keberagaman dan bukan keseragaman serta mencapai puncaknya pada tanggal 17
Agustus 1945. Melalui keputusan tersebut, Presiden Republik Indonesia menetapkan
beberapa hari yang bersejarah bagi Nusa dan Bangsa Indonesia sebagai hari-hari Nasional
yang bukan hari-hari libur, antara lain : Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 8 Mei, Hari
Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei, Hari Angkatan Perang pada tanggal 5 Oktober,
Hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober, Hari Pahlawan pada tanggal 10 Nopember,
dan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.
Dalam program kepengurusan baru tersebut disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan dari
PI maka propaganda asas-asas PI harus lebih intensif di Indonesia, selain itu PI menekankan
pentingnya propaganda ke dunia internasional untuk menarik perhatian dunia pada masalah
Indonesia dan membangkitkan perhatian anggota PI pada isu-isu internasional melalui
ceramah, berpergian ke negara lain, atau perjalanan studi. Penetapan tanggal 28 Oktober
sebagai Hari Sumpah Pemuda dilatarbelakangi Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada
tanggal 28 Oktober 1928 di Indonesische Clubgenbouw Jl. Muhammad Yamin, seorang
pemuda berusia 23 tahun yang saat itu menjadi Ketua Jong Sumatranen Bond,
menyampaikan sebuah resolusi setelah mendengarkan pidato dari beberapa peserta kongres
berupa 3 (tiga) klausul yang menjadi dasar dari Sumpah Pemuda, yaitu : Kami putra dan putri
Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu tanah Indonesia, Kami putra dan putri
Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. Penggunaan Bahasa Melayu
yang diusulkan oleh Muhammad Yamin menjadi kontroversi saat Kongres Pemuda I, barulah
setelah diganti menjadi Bahasa Indonesia pada Kongres Pemuda II, kontroversi tersebut
dapat berakhir dan menjadi sebuah kesepakatan. Wage Rudolf Soepratman, seorang
pemuda yang berusia 25 tahun meminta waktu kepada Soegondo Djojopoespito, pemimpin
rapat saat itu, untuk memperdengarkan sebuah lagu yang berjudul “Indonesia”.
Mendengar Jepang menyerah, tanggal 14 Agustus 1945 pukul 14.00, Sjahrir yang sudah
menunggu Bung Hatta di rumahnya menyampaikan pendapatnya bahwa sebaiknya Bung
Karno sendiri yang menyatakan Kemerdekaan Indonesia atas nama rakyat Indonesia melalui
perantaraan siaran radio. Bung Hatta sendiri sesungguhnya sependapat dengan Sjahrir,
namun Bung Hatta ragu, apakah Bung Karno bersedia untuk mengambil kewenangan PPKI
dan sebagai pemimpin rakyat menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Kemudian Bung Hatta
dan Sjahrir datang menemui Bung Karno, apa yang diduga Bung Hatta ternyata benar, Bung
Karno menolak. Tanggal 15 Agustus 1945 pagi hari, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mr.
Soebardjo menemui Laksamana Muda Maeda di kantornya untuk menanyakan tentang berita
menyerahnya Jepang. Meyakini bahwa Jepang telah menyerah, Bung Hatta mengusulkan
kepada Bung Karno agar pada tanggal 16 Agustus PPKI segera melaksanakan rapat dan
semua anggota PPKI saat itu memang sudah berada di Jakarta dan menginap di Hotel des
Indes. Sore harinya dua orang pemuda, Soebadio Sastrosastomo dan Soebianto menemui
Bung Hatta di rumahnya dan mendesak Bung Hatta sama seperti desakan Sjahrir. Bung Hatta
berusah menjelaskan semua langkah yang akan dilakukan oleh PPKI dan Bung Karno. Kedua
pemuda tersebut bahkan menuduh Bung Hatta tidak revolusioner, Bung Hatta kemudian
memilih untuk tidak menanggapi kedua pemuda tersebut. Malam harinya pukul 21.30, saat
Bung Hatta sedang mengetik konsep Naskah Proklamasi untuk dibagikan kepada seluruh
anggota PPKI, Mr. Soebardjo datang menemui Bung Hatta dan mengajak Bung Hatta ke
rumah Bung Karno yang sudah dikepung para pemuda.
Pagi tanggal 16 Agustus 1945, setelah makan sahur, Soekarni dan rekan-rekannya
mendatangi rumah Bung Hatta, mengancam apabila Dwi Tunggal Soekarno-Hatta tidak
memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, 15.00 pemuda,
rakyat dan mahasiswa akan melucuti Tentara Jepang, sementara Dwi Tunggal Soekarno-
Hatta akan dibawa ke Rengasdengklok untuk melanjutkan pemerintahan. Tidak seorangpun
diantara mereka yang saat itu membawa Teks Proklamasi yang dibuat pada tanggal 22 Juni
1945 atau yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Setelah Teks Proklamasi
disepakati panitia kecil, Bung Karno mulai membuka sidang, Bung Karno berulangkali
membacakan Teks Proklamasi dan semua yang hadir menyatakan persetujuan dengan
bersemangat dan raut wajah yang berseri-seri. Bung Hatta kemudian menyampaikan agar
semua hadirin yang hadir saat itu untuk menandatangani Tesk Proklamasi, menurut Bung
Hatta Teks Proklamasi adalah dokumen penting untuk
Di samping itu, komitmen dari berbagai elemen bangsa ini dan para pemimpinnya dari
masa ke masa, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi yang konsisten berpegang teguh
kepada 4 (empat) konsensus dasar, yaitu Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Empat pilar kebangsaan memberikan pembelajaran lebih mengenai Pancasila, UUD
1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, guna meningkatkan kesadaran kita tentang kehidupan
berbangsa dan bernegara bersama masyarakat.
1. Pancasila
Pancasila merupakan pijakan utama bagi penyusunan konstitusi dan sistem
pemerintahan Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup memiliki lima sila atau
prinsip dasar yang menyatakan nilai-nilai fundamental yang harus dipegang teguh oleh
seluruh warga negara Indonesia.
Pancasila secara resmi dijadikan dasar negara Indonesia dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembukaan UUD
1945 menyatakan bahwa negara Indonesia didirikan atas dasar Pancasila. Hal ini
menegaskan kedudukan Pancasila sebagai pijakan utama dalam konstitusi Indonesia.
Pancasila berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bagi bangsa Indonesia yang
beragam suku, agama, bahasa, dan budaya. Prinsip persatuan Indonesia mendorong
rasa nasionalisme dan kesatuan dalam kebhinekaan.
Adapun isi dari pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

2. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945


Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah dokumen konstitusi tertulis
yang menjadi landasan hukum utama Republik Indonesia. UUD 1945 menjelaskan
prinsip-prinsip dasar negara, hak-hak dan kewajiban warga negara, serta struktur
pemerintahan. UUD 1945 merupakan dasar konstitusi negara Indonesia, UUD 1945
disahkan sebagai konstitusi tertulis pada Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.
Dalam tertib hukum Indonesia, Undang Undang Dasar 1945 diartikan sebagai
peraturan hukum positif yang tertinggi. UUD 1945 berfungsi sebagai alat kontrol
terhadap norma hukum positif yang lebih dalam hierarki tertib hukum Indonesia.
Hierarki peraturan perundang – undangan adalah sistem tata urutan hukum di
Indonesia yang menentukan tingkat kepentingan dan kekuasaan peraturan hukum.
Dalam sistem ini, aturan hukum memiliki tingkat keberlakuan yang berbeda-beda, dan
aturan yang lebih tinggi mengatur aturan yang lebih rendah. Hierarki peraturan
perundang-undangan Meliputi: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.

3. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)


NKRI adalah suatu bentuk negara yang terdiri atas wilayah yang luas dan
tersebar dengan bermacam adat, suku, keyakinan serta budaya yang memiliki tujuan
dasar menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Tujuan dan fungsi NKRI adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Beberapa manfaat yang dapat
diperoleh dari sikap untuk mempertahankan kemerdekaan NKRI, yaitu menjaga
persatuan dan kesatuan NKRI, menjaga kedamaian negara, menciptakan hubungan
harmonis antar masyarakat dan agar Indonesia menjadi kuat.

4. Bhineka Tunggal Ika


Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan nasional Indonesia. Bhineka
Tunggal Ika memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu. Bhineka Tunggal
Ika menekankan pentingnya persatuan di tengah perbedaan. Semboyan ini
mengajarkan bahwa meskipun berbeda-beda, bangsa Indonesia tetap satu kesatuan
yang tidak terpisahkan. Fungsi semboyan ini adalah memperkuat ikatan persaudaraan
dan kerja sama antarwarga negara dalam mencapai kemajuan bersama.
Istilah Bhinneka Tunggal Ika berasal dari bahasa Sansekerta. Puriska
(2009:16) merincikan bahwa “Bhinneka” berasal dari gabungan kata “bhinna” yang
artinya 'berbeda-beda' dan “ika” yang artinya 'itu'. Kemudian, “tunggal” yang artinya
'satu'. Lalu, “Ika” yang berarti 'itu'.
Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan semboyan bangsa Indonesia ini, tentu
memiliki tujuan yaitu persatuan dalam keanekaragaman, sehingga dengan semboyan
ini bisa mencegah terjadinya konflik dalam kehidupan pribadi dan masyarakat luas
atau kelompok. Contoh pengaplikasian Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara ialah berteman dengan siapa saja tanpa membedakan latar
belakang suku, agama, ras, maupun adat. Toleransi antar umat beragama ketika
perayaan hari besar keagamaan. Bersedia memberi waktu kepada teman untuk
menunaikan ibadah sesuai agama masing-masing di tengah kerja kelompok.

Lambang-lambang negara yang harus di ketahui


1. Bendera Negara
Bendera Negara Indonesia (disingkat bendera negara) atau biasa juga
disebut Sang Merah Putih, Sang Saka Merah Putih, Merah Putih, atau kadang Sang
Dwiwarna (dua warna) adalah bendera negara Indonesia. Bendera negara berbentuk
empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang dengan
bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya
berukuran sama. Bendera ini merangkum nilai-nilai kepahlawanan, patriotisme,
dan nasionalisme dari rakyat Indonesia.
2. Bahasa Negara
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan resmi di seluruh
wilayah Indonesia. Ini merupakan bahasa komunikasi resmi, diajarkan di sekolah-
sekolah, dan digunakan untuk penyiaran di media elektronik dan digital. Sebagai
negara dengan tingkat multilingual (terutama trilingual) teratas di dunia,
mayoritas orang Indonesia juga mampu bertutur dalam bahasa daerah atau bahasa
suku mereka sendiri, dengan yang paling banyak dituturkan adalah
bahasa Jawa dan Sunda yang juga memberikan pengaruh besar ke dalam elemen
bahasa Indonesia itu sendiri.
3. Lambang Negara
Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang
negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke
sebelah kanan heraldik, perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan
rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti
“Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Lambang ini dirancang oleh panitia teknis yang dinamakan Panitia Lencana Negara
dan diketuai oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Kemudian disempurnakan oleh
Presiden Soekarno dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama
kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Lambang Garuda Pancasila pertama kali diatur penggunaannya dalam Peraturan
Pemerintah No. 43 Tahun 1958,[1] dan diubah dengan berlakunya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 untuk melaksanakan Pasal 36A Undang-
Undang Dasar 1945.
4. Lagu Kebangsaan
"Indonesia Raya" merupakan lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini
menjadi salah satu titik kelahiran pergerakan nasionalis di seluruh Nusantara yang
mendukung ide "Indonesia" yang satu sebagai penerus Hindia Belanda, daripada
dipecah belah menjadi beberapa koloni.
Bela Negara
1. Dasar Hukum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)


mengatur mengenai Upaya Bela Negara yaitu ketentuan Pasal 27 Ayat (3): “Setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara,” dan Pasal
30 Ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.” Upaya bela negara harus dilakukan dalam
kerangka pembinaan kesadaran bela negara sebagai sebuah upaya untuk
mewujudkan WNI yang memahami dan menghayati serta yakin untuk menunaikan hak
dan kewajibannya.

2. Pengertian Bela Negara

Bela negara adalah sikap, perilaku dan tindakan warga negara secara
menyeluruh untuk membela negaranya dari ancaman yang membahayakan keutuhan
negaranya. Tindakan tersebut berupa tindakan yang biasanya terorganisir oleh negara
itu sendiri atau suatu kelompok masyarakatnya yang dilandasi akan kecintaan
terhadap tanah air dan bangsa. Dalam konteks Bangsa Indonesia, bela negara adalah
sikap dan tindakan yang menyeluruh, teratur, dan terorganisir dalam rangka cinta
tanah air, upaya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila. Upaya tersebut tentu saja untuk menghadapi segala
tantangan, gangguan, dan ancaman dari dalam maupun luar Indonesia yang
membahayakan kedaulatan di segala bidang ; ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya.

3. Ruang Lingkup Bela Negara

Cinta Tanah Air. Kesadaran Berbangsa & bernegara. Yakin akan Pancasila
sebagai ideologi Negara. Rela berkorban untuk bangsa & Negara.

4. Indikator Bela Negara

Nilai dasar bela negara mencakup nilai-nilai kecintaan kepada tanah air,
kesadaran berbangsa dan bernegara, yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara,
rela berkorban untuk bangsa dan negara serta memiliki kemampuan bela negara baik
secara psikis maupun fisik.

Wujud dan Sikap Bela Negara

1. Mentaati Perundang-undangan
2. Membina kerukunan
3. Menjaga persatuan dan kesatuan

B. Analisis Isu Kontemporer


Isu kontemporer adalah suatu pokok persoalan yang terjadi pada masa sekarang
atau menjadi trending topik pada saat ini.
Perubahan Lingkungan Strategis:
1. Konsep Perubahan
2. Perubahan lingkungan strategis
3. Modal insani
Isu-isu kontemporer
1. Korupsi

Sejarah Korupsi Indonesia Penjelasan korupsi di Indonesia dibagi dalam dua fase, yaitu:
fase pra kemerdekaan (zaman kerajaan dan penjajahan) dan fase kemerdekaan (zaman orde
lama, orde baru, dan orde reformasi hingga saat ini) yang diuraikan sebagai berikut: 1)
zaman kerajaan, Dari beberapa catatan sejarah menggambarkan kehancuran
kerajaan-kerajaan besar di Indonesia disebabkan perilaku korup sebagian besar tokohnya.
Secara substansi Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 telah mengatur berbagai modus
operandi tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana formil, memperluas pengertian pegawai
negeri sehingga pelaku korupsi tidak hanya didefenisikan kepada orang perorang tetapi juga
pada korporasi, dan jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa
tindak pidana korupsi adalah Pidana Mati, Pidana Penjara, dan Pidana Tambahan.
Bahkan, dalam segi pembuktian telah diterapkan pembuktian terbalik secara berimbang dan
sebagai kontrol, dan yang tidak kalah pentingnya undang-undang ini juga dilengkapi dengan
adanya pengaturan mengenai peran serta masyarakat yang ditegaskan dengan Peraturan
Pemerintah nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat
dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
UNCAC memiliki tujuan untuk memajukan/ meningkatkan/ memperkuat tindakan
pencegahan dan pemberantasan korupsi yang lebih efisien dan efektif; untuk memajukan,
memfasilitasi, dan mendukung kerjasama internasional dan bantuan teknis dalam mencegah
dan memerangi korupsi terutama dalam pengembalian aset; dan meningkatkan integritas,
akuntabilitas dan manejemen publik dalam pengelolaan kekayaan negara.
Pasal 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu bentuk tindakan:
1) Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan
keuangan/perekonomian negara (Pasal 2)
2) Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan / kedudukan yang dapat merugikan
keuangan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan / perekonomian Negara ( Pasal
3)
3) Penyuapan (Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 11)
4) Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10)
5) Pemerasan dalam jabatan (Pasal 12)
6) Berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7 )
7) Gratifikasi (Pasal 12B dan Pasal 12C)

Cara yang harus dilakukan untuk menghindar dari ancaman hukuman akibat menerima
gratifikasi adalah; a. Melaporkan setiap pemberian yang diterima kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi; b. Tidak menerima semua pemberian yang dilakukan oleh orang
yang patut diduga akan mendapatkan keuntungan, akibat kedekatannya dengan seorang
pejabat; c. Tidak menerima semua pemberian yang berkaitan dengan jabatan yang sedang
diembannya.
2. Narkoba

Zat adiktif lainnya adalah zat yang berpengaruh psikoaktif diluar narkotika dan
psikotropika meliputi: - Minuman beralkohol, mengandung etanol etil alkohol, yang
berpengaruh menekan susunan saraf pusat; - Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven
(zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang
keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin, yang sering disalahginakan
seperti lem, thinner, cat kuku dll; - Tembakau, dan lain-lain UNODC lebih memfokuskan
kepada penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.
Menghadapi permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang
cenderung terus meningkat dan belum ada payung hukum sebagai dasar pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, maka
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1976 Tentang Narkotika, hal ini dapat terlaksana setelah Indonesia
meratifikasi UN Single Convention on Narcotic Drugs 1961 dan diamandemen dengan
protocol 1972 yang diratifikasi oleh DPR.
Merespon kondisi yang demikian, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia (MPR-RI)) melalui Sidang Umum Mejelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia (MPR RI) Tahun 2002 menerbitkan Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 yang
isinya merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI)
dan Presiden RI untuk membuat Undang-Undang Narkotika yang baru atau melakukan
perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun1997 Tentang
Narkotika, yang secara substansi sudah kurang relevan dengan dinamisasi yang ada
dimasyarakat.
Selain secara substansi Iabih kuat sebagai dasar dan/atau payung hukum dalam
pelaksanaan program P4GN, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
tersebut juga memperkuat susunan dan kedudukan (susduk) Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia (BNN-RI) sebagai Lembaga Pemerintah yang lebih mandiri dan/atau
independen, dimana yang semula merupakan bagian integral atau kompartementasi dibawah
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan diketuai oleh Kepala Polri (Kapolri)
karena jabatannya (exofficio), sedangkan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya
dijalankan oleh seorang Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia (BNN-RI).
Struktur organisasi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia terdiri dari :1 (satu)
Sekretariat Utama, 1 (satu) Inspektorat Utama, dan 5 (lima) Deputi Bidang yang masing-
masing membidangi urusan: 1) Bidang Pencegahan; 2) Bidang Pemberantasan; 3) Bidang
Rehabilitasi; 4) Bidang Hukum dan Kerja Sama; dan 5) Bidang Pemberdayaan Masyarakat,
hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 67, Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Bahwa Deputi Bidang Pemberantasan dipimpin
oleh seorang Deputi, dan merupakan unsur pelaksana sebagaian tugas dan fungsi Badan
Narkotika Nasional Republik Indonesia di bidang pemberantasan, yang kedudukannya
dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Narkotika Nasional Republik
Indonesia, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Ayat (1) dan Ayat (2) Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia.
Terhadap kondisi perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di
Indonesia, Badan Narkotika Nasional terus meningkatkan intensitas dan ekstensitas upaya
penyelamatan bangsa dari acaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba melalui
pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba (P4GN) yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara.
Situasi dan kondisi yang terus berkembang, global, regional, dan nasional yang berkaitan
dengan masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor
narkotika merupakan masalah besar yang dihadapi seluruh bangsa di dunia, terutama negara
miskin.
3. Terorisme dan Radikalisme

Terorisme dapat dibagi menjadi level atau tahapan sebagai berikut: Level negara atau
state, kelompok teroris ini berkembang pada level negara dan keberadaannya mengancam
negara tersebut seperti, Irish Republican Army (IRA) bekerjasama dengan separatis Basque,
Euzkadi Ta Askatasuna (ETA) pada 1969 membajak sebuah skyrocket, Japanese Red Army
(JRA) melakukan serangan bunuh diri pada tahun 1972 di Israel, pada 1972 terjadi
penyaderaan saat Olimpiade di Munich yang dilakukan oleh kelompok Black September (BS),
adapun kelompok lainnya German Red Army Faction (gRAF/RAF) dan Italian Red Brigades
(iRB/RB); Level kawasan atau regional, kelompok teroris ini berkembang pada level regional
dan keberadaanya tidak hanya mengancam suatu negara tapi juga mengancam negara lain
yang menjalin kerjasama dengan negara tersebut seperti di Indonesia dalam kurun waktu
2002-2009, terjadi 6 kali pemboman yang dilakukan oleh anggota Jemaah Islamiyah, pada
April 1983 terjadi pemboman di gedung kedutaan, berasal dari kelompok Islamic Jihad
Organization (IJO), pada Desember 1975 “Carlos the Jackal” (CJ) menyerang organisasi
OPEC di Austria; Level internasional atau global, kelompok teroris yang berkembang pada
level international ini, bukan hanya mengancam suatu negara tapi juga mengancam
kestabilan dunia internasional, seperti kelompok Al Qaeda. kodratnya sebagai manusia,
indivisible (tidak dapat dicabut), dan interelated atau interdependency (bahwa antara Hak Sipil
dan Ekososbud sesungguhnya memiliki sifat saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan
antara hak yang satu dengan yang lain); c) prinsip supremasi hukum di mana semua program
dan kegiatan deradikalisasi harus menjunjung tinggi hukum yang berlaku di Indonesia, dalam
konteks apa pun; dan d) prinsip kesetaraan di mana semua program deradikalisasi mesti
dilakukan dengan kesadaran bahwa semua pihak berada di posisi yang sama, dan saling
menghormati satu sama lain.
Peran serta masyarakat Upaya menimbulkan peranan aktif individu dan/atau kelompok
masyarakat dalam membangun kesadaran antiterorisme yang dapat dilakukan adalah,
sebagai berikut :
• Menanamkan pemahaman bahwa terorisme sangat merugikan;
• Menciptakan kolaborasi antar organisasi kemasyarakatan dan pemerintah untuk mencegah
tersebarnya pemahaman ideologi ekstrim di lingkungan masyarakat;
• Membangun dukungan masyarakat dalam deteksi dini potensi radikalisasi dan terorisme;
• Mensosialisasikan teknik deteksi dini terhadap serangan teroris, kepada kelompok-
kelompok masyarakat yang terpilih;
• Penanaman materi terkait bahaya terorisme pada pendidikan formal dan informal terkait
dengan peran dan posisi Negara: • Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan
kesetaraan, di mana di dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham
utama, atau warga kelas satu.
4. Money loundring

Laporan PBB tahun 1993 mengungkapkan bahwa ciri khas mendasar pencucian harta
kekayaan hasil kejahatan yang juga meliputi operasi kejahatan terorganisir dan transnasional
adalah bersifat global, fleksibel dan sistem operasinya berubah-ubah, pemanfaatan fasilitas
yang teknologi canggih serta bantuan tenaga profesional, kelihaian para operator dan sumber
dana yang besar untuk memindahkan dana-dana haram itu dari satu negara ke negara lain
yang dilakukan oleh para pelaku tertentu dan posisi yang istimewa.
kejahatan secara lintas batas wilayah jika dibandingkan dengan keberadaan hukum nasional
dan upaya lembaga penegak hukum dipandang tidak lagi mampu mendeteksi perkembangan
modus kejahatan ini, terutama terkait dengan upaya pengaburan atau penyamaran dana
ilegal yang diperoleh dari hasil perdagangan gelap narkotika sehingga seolah-olah
merupakan hasil yang legal/sah, maka diperlukan suatu tindakan multinasional oleh negara-
negara untuk mengatasi isu global pencucian uang maupun tindak kejahatan terorganisir
lainnya yang dapat merusak sistem keuangan internasional.
Keanggotaan APG terbuka bagi setiap negara atau jurisdiksi di kawasaan Asia dan Pasifik
yang mengakui adanya kebutuhan untuk memberantas pencucian uang, mengakui manfaat
dari saling berbagi pengetahuan dan pengalaman; telah atau sedang mengambil langkah aktif
untuk mengembangkan, mengesahkan, dan menerapkan anti pencucian uang; berkomitmen
untuk melaksanakan keputusan yang dibuat oleh APG; berpartisipasi dalam program evaluasi
bersama (mutual evaluation); dan berkontribusi dalam pembiayaan keanggotaan APG.

Sebagai bagian dari komitmen Indonesia yang kuat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan global tindak pidana pencucian uang, Pemerintah Indonesia
mengambil beberapa langkah strategis diantaranya telah mempersiapkan RUU tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di bawah koordinasi Departemen
Kehakiman dan HAM, yang kemudian diundangkan dan disahkan oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri pada tanggal 17 April
Pada tanggal tersebut menandai tonggak sejarah terbentuknya rezim Anti Pencucian
Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme di Indonesia dan pendirian suatu lembaga intelijen
keuangan sebagai focal point pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
dan pendanaan terorisme, yakni Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
atau Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC), yang dikenal
secara generik sebagai financial intelligence unit (FIU) dalam menangani laporan transaksi
keuangan mencurigakan (suspicious transactions).
Oleh karena itu, seiring perkembangan dinamika standar internasional dan kembali
memenuhi kepatuhan terhadap 40 Rekomendasi FATF maka diperlukan penyempurnaan
menyeluruh dari berbagai aspek baik dalam maupun luar negeri, sektor hukum dan sektor
keuangan, paradigma baru pencucian uang dan pendanaan terorisme serta penambahan
kerangka hukum di bidang tertentu sehingga dipandang untuk membuat suatu UU tentang
tindak pidana pencucian uang yang sejati dan baru (bukan merevisi). Tindak Pidana
Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 3 Setiap Orang yang menempatkan,
mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat
berharga, atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dengan tujuan
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 4 Setiap orang yang
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-
hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 5 Setiap orang yang
menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp 1 milyar.
UU No 8 Tahun 2010, tindak pidana yang menjadi pemicu (disebut sebagai “tindak pidana
asal”) terjadinya pencucian uang meliputi: (a) korupsi; (b) penyuapan; (c) narkotika; (d)
psikotropika; (e) penyelundupan tenaga kerja; (f) penyelundupan imigran; (g) di bidang
perbankan; (h) di bidang pasar modal; (i) di bidang perasuransian; (j) kepabeanan; (k) cukai;
(l) perdagangan orang; (m) perdagangan senjata gelap; (n) terorisme; (o) penculikan; (p)
pencurian; (q) penggelapan; (r) penipuan; (s) pemalsuan uang; (t) perjudian; (u) prostitusi; (v)
di bidang perpajakan; (w) di bidang kehutanan; (x) di bidang lingkungan hidup; (y) di bidang
kelautan dan perikanan; atau (z) tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara
4 (empat) tahun atau lebih.
Harta hasil tindak pidana Harta hasil tindak pidana (proceed of crime) dalam pengertian
formil merupakan harta yang dihasilkan atau diperoleh dari suatu perbuatan tindak pidana
yang disebutkan sebagai tindak pidana asal pencucian uang sebagaimana disebut dalam 26
macam jenis tindak pidana asal di atas. Selain tindak pidana pencucian uang, UU PP-TPPU
juga mengatur tindak pidana bagi pelaku yang membocorkan dokumen dan keterangan yang
diterima yang berkaitan dengan pemberantasan pencucian uang, kecuali dalam rangka
pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam UU PP-TPPU ( dikenal dengan istilah
anti-tipping-off).
Adapun keunggulan lain dari pengungkapan kasus melalui pendekatan paradigma follow
the money, adalah: a. Jangkauannya lebih jauh hingga menyentuh aktor intelektualnya (the
man behind the gun), sehingga dirasakan lebih adil; b. Memiliki prioritas untuk mengejar
hasil kejahatan, bukan langsung menyentuh pelakunya sehingga dapat dilakukan secara
‘diam-diam’, lebih mudah, dan risiko lebih kecil karena tidak berhadapan langsung dengan
pelakunya yang kerap memiliki potensi kesempatan melakukan perlawanan; c. Hasil
kejahatan dibawa kedepan proses hukum dan disita untuk negara karena pelakunya tidak
berhak menikmati harta kekayaan yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak sah, maka
dengan disitanya hasil tindak pidana akan
Stranas memiliki 7 strategi untuk mencapai penguatan rezim anti pencucian
uang/pencegahan pendanaan terorisme guna mematuhi Rekomendas i FATF, yakni:
Strategi I : Menurunkan tingkat tindak pidana Korupsi, Narkotika dan Perbankan melalui
optimalisasi penegakan hukum TPPU
Strategi II : Mewujudkan mitigasi risiko yang efektif dalam mencegah terjadinya TPPU dan
TPPT di Indonesia
Strategi III : Optimalisasi upaya pencegahan dan pemberantasan TPPT
Strategi IV : Menguatkan koordinasi dan kerja sama antar instansi: Pemerintah dan/atau
lembaga swasta
Strategi V : Meningkatkan pemanfaatan instrumen kerja sama internasional dalam rangka
optimalisasi asset recovery yang berada di negara lain
Strategi VI : Meningkatkan kedudukan dan posisi Indonesia dalam forum internasional di
bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU & TPPT
Strategi VII : Penguatan regulasi dan peningkatan pengawasan pembawaan uang tunai
dan instrumen pembayaran lain lintas batas negara sebagai media pendanaan
terorisme.
Lembaga Intelijen Keuangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
yang secara umum dikenal sebagai unit intelijen keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU),
dibentuk sejak tahun 2002 melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang, dan secara khusus diberikan mandat untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
Tugas PPATK Sebagai lembaga intelijen keuangan, PPATK berperan mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia, yaitu: (i) Pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; (ii) Pengelolaan data dan informasi; (iii)
Pengawasan kepatuhan Pihak Pelapor; dan (iv) Analisis/pemeriksaan laporan dan informasi
Transaksi Keuangan yang berindikasi TPPU dan TP lain.
Agar pengembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia membuahkan hasil yang nyata
dan sekaligus memberikan manfaat besar bagi negara & bangsa, maka langkah awal yang
perlu dilakukan adalah suatu perencanaan dan penyusunan program kerja bersama yang baik
dan matang agar arah dan tujuan yang ditetapkan didalamnya dapat dilaksanakan
Pada hakikatnya, tujuan akhir dari pendekatan Anti Pencucian Uang digabung dengan
pendekatan penegakan hukum di Indonesia adalah untuk memperoleh dua hal utama, yaitu:
pertama, meningkatkan integritas dan stabilitas sistem keuangan & perekonomian nasional;
dan kedua, menurunkan angka kriminalitas melalui pendekatan ‘follow the money.’ Manfaat
paradigma anti pencucian uang (AML) dengan pendekatan follow the money dapat diketahui
sebagai berikut:
a. Dapat mengejar hasil kejahatan;
b. Dapat menghubungkan kejahatan dengan pelaku intelektual;
c. Dapat menembus kerahasiaan bank;
d. Dapat menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam menyembunyikan hasil
e. kejahatan; dan
f. Dapat menekan nafsu orang untuk melakukan kejahatan bermotif ekonomi.

5. Proxy War

Kemudian seiring waktu berjalan lahirlah Pancasila sebagai fundamental bangsa


Indonesia yang disusun menurut watak peradaban Indonesia yang memiliki banyak suku
bangsa, bahasa, adat istiadat, dan agama, maka dengan merumuskan Peri Kebangsaan, Peri
Kemanusian, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Peri Kesejahteraan Rakyat.
legislatif dengan cara menyuap dan menghasilkan perundang-undangan yang memihak
kepentingan asing, mengadu domba aparatur negara, membuat fakta-fakta perdagangan
guna menekan produk Indonesia, menguasai dan membeli media massa, menciptakan konflik
domestik, menguasai sarana informasi dan komunikasi strategis, serta mencoba merusak
generasi bangsa Indonesia dengan berbagai cara mulai dari penyebaran narkoba, menghasut
para pelajar Indonesia dan lain-lain.
Membangun Kesadaran Anti-Proxy dengan mengedepankan Kesadaran Bela Negara
melalui pengamalan nilai-nilai Pancasila Pancasila selaku ideologi yang menjadi fundamental
bangsa Indonesia yang terbentuk berdasarkan kondisi bangsa Indonesia yang multikultural
mempunyai keanekaragaman budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, dan agama yang
berbeda- beda dari Sabang sampai Merauke.
Dan dari segala perbedaan inilah Pancasila menjadi pemersatu dari semua
kemajemukan bangsa Indonesia serta menjadi pandangan hidup bangsa yang terdiri dari
kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur untuk mengatur berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara guna tercapainya tujuan dan cita-cita bangsa
Indonesia.
Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan Bela Negara yang dijiwai nilai spiritual
Ketuhanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka bangsa Indonesia menyadari
dan meyakini kebhinekaan sebagai keniscayaan kodrat Ilahi untuk saling menghormati dalam
keberagaman serta rela berkorban demi keberlangsungan NKRI dalam memecahkan
masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, dan budaya dll yang timbul dalam gerak
masyarakat yang semakin maju.
Tentu hal ini akan menjadi suatu tangtangan dan ancaman akibat efek dari globalisasi
yaitu dominasi modernitas global yang berujung tombak pada kapitalisme ekonomi dunia dan
teknologisasi kehidupan dan di lain pihak tantangan dan ancaman ideologi keagamaan
transnasionalisme yang ingin menghapus paham kebangsaan dan menyebarkan radikalisme
keberagaman yang sama sekali tidak sesuai dengan Sosio-Nasionalisme Pancasila.
Tentunya sebagai warga negara Indonesia sudah selayaknya dan menjadi suatu
keharusan untuk mengatisipasi ancaman-ancaman seperti globalisasi dan proxy war yang
dapat menimbulkan permasalahan yang pelik bagi bangsa Indonesia bahkan dapat
menyebabkan disintegrasi bangsa seperti halnya yang terjadi pada Timor Timur.
Serta mengaplikasikan dari butir-butir Pancasila dan nilai-nilai bela negara yang merupakan
sebagai pandangan hidup, maka bangsa Indonesia akan dapat memandang suatu persoalan
yang dihadapinya dan menentukan arah serta dapat memecahkan persoalannya dengan
tepat.
Pancasila dalam rangka mencegah terjadinya konflik antar suku, agama, dan daerah
yang timbul akibat dari proxy war serta mengantispasi menghindari adanya keinginan
pemisahan dari NKRI sesuai dengan symbol sesanti Bhineka Tunggal Ika pada lambang
Negara, Persatuan dan Kesatuan tidak boleh mematikan keanekaragaman dan kemajemukan
sebagaimana kemajemukan tidak boleh menjadi faktor pemecah belah, tetapi harus menjadi
sumber daya yang kaya untuk memajukan kesatuan dan persatuan itu.
Pengantar Sejarah DeFleur & DeFleur (2016), membagi perkembangan komunikasi
massa dalam lima tahapan revolusi dengan penggunaan media komunikasi sebagai
indikatornya, yaitu (1) komunikasi massa pada awalnya zaman manusia masih menggunakan
tanda, isyarat sebagai alat komunikasinya, (2) pada saat digunakannya bahasa dan
percakapan sebagai alat komunikasi, (3) saat adanya tulisan sebagai alat komunikasinya, (4)
era media cetak sebagai alat komunikasi, dan (5) era digunakannya media massa sebagai
alat komunikasi bagi manusia.
Milestone penting yang menandai pengembangan media massa dimulai dari terbitnya
surat kabar Jerman, Avisa Relation Oder Zeitung untuk pertama kalinya pada 15 Januari 1609
untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat secara mingguan, yang kemudian disusul
pada tahun 1702, dengan penerbitan Daily Courant di London yang menjadi pelopor koran
harian yang mewartakan setiap informasi di Inggris.
Terdapat setidaknya tiga istilah yang perlu dikenali dan dipahami karena selain selalu
digunakan dalam literatur komunikasi massa, juga merupakan perkembangan terkini dari
komunikasi massa saat ini, yaitu istilah komunikasi massa itu sendiri, media massa, dan
media sosial.
Pengertian lain dari Jalaludin Rahmat (2000) yang menjelaskan jenis komunikasi yang
ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media
cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
Media Massa Adapun yang dimaksud dengan media dalam komunikasi massa adalah
media massa yang merupakan segala bentuk media atau sarana komunikasi untuk
menyalurkan dan
White Collar Crime (Kejahatan Kerah Putih) Kejahatan ini merujuk pada tindakan
melawan hukum yang dilakukan oleh kelompok orang dengan status sosial yang tinggi,
termasuk orang yang terpandang atau memiliki posisi tinggi dalam hal pekerjaannya.
Illegal Contents Kejahatan ini dilakukan dengan cara memasukkan data atau informasi
ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap sebagai
melanggar hukum atau menggangu ketertiban pada masyarakat umum, contohnya adalah
penyebaran pornografi atau berita yang tidak benar.
Hoax di media sosial biasanya pemberitaan media yang tidak terverifikasi, tidak
berimbang, dan cenderung menyudutkan pihak tertentu; dan bermuatan fanatisme atas nama
ideologi, judul, dan pengantarnya provokatif, memberikan penghukuman serta
menyembunyikan fakta dan data.
Memahami regulasi atau UU yang terkait dengan IT penting agar mengetahui dengan
pasti mana yang boleh dan mana yang tidak dalam menggunakan media sosial (The Do’s &
the Don’ts).

C. Kesiapsiagaan Bela Negara


Kesiapsiagaan bela negara merupakan aktualisasi nilai-nilai bela
negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai peran dan
profesi warga negara, demi menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan
keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.
Beberapa contoh bela negara dalam kehidupan sehari-hari di zaman sekarang
di berbagai lingkungan:
1. Menciptakan suasana rukun, damai, dan harmonis dalam keluarga. (lingkungan
keluarga).
2. Membentuk keluarga yang sadar hukum (lingkungan keluarga).
3. Meningkatkan iman dan takwa dan iptek (lingkungan pelatihan) Kesadaran untuk
menaati tata tertib pelatihan (lingkungan kampus/lembaga pelatihan).
4. Menciptakan suasana rukun, damai, dan aman dalam masyarakat (lingkungan
masyarakat).
5. Menjaga keamanan kampung secara bersama-sama (lingkungan masyarakat).
6. Mematuhi peraturan hukum yang berlaku (lingkungan negara).
7. Membayar pajak tepat pada waktunya (lingkungan negara).
Kemampuan awal yaitu konsep kesehatan jasmani dan mental, etika, etiket,
moral, serta kearifan lokal.

Apabila kegiatan kesiapsiagaan bela negara dilakukan dengan baik, maka dapat diambil
manfaatnya antara lain:
a. Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan kegiatan lain.
b. Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan.
c. Membentuk mental dan fisik yang tangguh.
d. Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan
kemampuan
diri.
e. Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok dalam materi
Team Building.
f. Membentuk Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu.
g. Berbakti pada orang tua, bangsa, agama.
h. Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan kegiatan.
i. Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin.
j. 10.Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama.

Dengan mengacu dalam Modul Utama Pembinaan Bela Negara tentang Implementasi
Bela Negara yang diterbitkan oleh Dewan Ketahanan Nasional Tahun 2018, disebutkan
bahwa Aksi Nasional Bela Negara memiliki elemen-elemen pemaknaan yang mencakup:

1) Rangkaian upaya-upaya bela negara;


2) Guna menghadapi segala macam Ancaman, Gangguan, Hambatan, dan Tantangan;
3) Dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara,
4) Yang diselenggarakan secara selaras, mantap, sistematis, terstruktur, terstandardisasi,
dan massif;
5) Dengan mengikutsertakan peran masyarakat dan pelaku usaha;
6) Di segenap aspek kehidupan nasional;
7) Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila dan
Undang- Undang Dasar 1945,
8) Serta didasari oleh Semangat Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil, dan Makmur
sebagai penggenap Nilai- Nilai Dasar Bela Negara,
9) Yang dilandasi oleh keinsyafan akan anugerah kemerdekaan, dan;
10) Keharusan bersatu dalam wadah Bangsa dan Negara Indonesia, serta;
11) Tekad untuk menentukan nasib nusa, bangsa, dan negaranya sendiri.

Kegiatan konsep Bela Negara


1. PBB dan TU
2. Keprotokolan
3. Kewaspadaan Dini
4. Membangun TIM
Agenda II
Nilai-nilai Dasar PNS

A. Berorientasi Pelayanan
Orientasi pelayanan diartikan sebagai cakupan aktivitas organisasi yang
didesain untuk menciptakan dan memberikan pelayanan prima. Orientasi pelayanan
merupakan pilihan strategik untuk menyelenggarakan pelayanan prima.
Definisi pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik
adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.
Terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks
ASN, yaitu 1) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima
layanan yaitu masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang
diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan.
Pelayanan publik yang prima sudah tidak bisa ditawar lagi ketika lembaga
pemerintah ingin meningkatkan kepercayaan publik, karena dapat menimbulkan
kepuasan bagi pihak-pihak yang dilayani. Dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN
berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai perekat
dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas
untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan
memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya.
Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang mereka
butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam
pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien
masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat.
Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani
dengan senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani
dengan cepat dan tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda
untuk memilih layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan,
keinginan dan tekad memberikan pelayanan yang prima.
Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat
sudah dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu
layanan yang diberikan dapat melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini
harus lebih baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari
hari ini (doing something better and better).
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan
persaingan di era digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa
(keluar dari rutinitas dan business as usual) agar tercipta breakthrough atau
terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik.
Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik. Konteks atau
permasalahan publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam memberikan
layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi pelayanan publik.
Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh
dan berkembangnya inovasi pelayanan publik, diantaranya komitmen dari pimpinan,
adanya budaya inovasi, dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah,
partisipasi masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun sebagai
strategi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi.
Pasal 6 Kode Etik dari nilai berorientasi pelayanan meliputi: a. memahami dan
memenuhi kebutuhan masyarakat; b. ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan;
dan c. melakukan perbaikan tiada henti.

B. Akuntabel
Akuntabel Sebagai Sari Dari Nilai-Nilai Dasar ASN yang Harus Diterapkan oleh
Seluruh ASN. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, serta
disiplin dan berintegritas tinggi. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara
secara bertanggung jawab, efektif dan efisien. Akuntabel yang di harapkan pada ASN
yaitu ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan, serta melakukan perbaikan tiada
henti. Akuntabel: Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, serta
disiplin dan berintegritas tinggi.
Seorang PNS dapat dikatakan PNS yang akuntabel apabila mampu
mengatasi masalah-masalah tersebut. Dalam artian mampu mengambil pilihan yang
tepat ketika terjadi konflik kepentingan, tidak terlibat dalam politik praktis, melayani
warga secara adil dan konsisten dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas
atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti
yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab,
sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban pertanggungjawaban yang harus dicapai.
Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal berikut yaitu akuntabilitas
adalah sebuah hubungan, akuntabilitas berorientasi pada hasil, akuntabilitas
membutuhkan adanya laporan, akuntabilitas memerlukan konsekuensi, serta
akuntabilitas memperbaiki kinerja.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu pertama,
untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi); kedua, untuk mencegah
korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional); ketiga, untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar). Akuntabilitas publik terdiri atas
dua macam, yaitu: akuntabilitas vertical (vertical accountability), dan akuntabilitas
horizontal (horizontal accountability). Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda
yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok,
akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas stakeholder.
Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli administrasi
negara sebagai dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan
publik. Namun, integritas memiliki keutamaan sebagai dasar seorang pelayan publik
untuk dapat berpikir secara akuntabel. Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam
membangun kepercayaan publik terhadap amanah yang diembankan kepada setiap
pegawai atau pejabat negara.
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini
dapat diartikan secara berbeda- beda dari setiap anggota organisasi hingga
membentuk perilaku yang berbeda-beda pula. Contoh mekanisme akuntabilitas
organisasi, antara lain sistem penilaian kinerja, sistem akuntansi, sistem akreditasi,
dan sistem pengawasan (CCTV, finger prints, ataupun software untuk memonitor
pegawai menggunakan komputer atau website yang dikunjungi).
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel
adalah:
a. Kepemimpinan,
b. Transparansi,
c. Integritas,
d. Tanggung jawab (responsibilitas),
e. Keadilan,
f. Kepercayaan,
g. keseimbangan,
h. kejelasan, dan
i. konsistensi.

Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka


mekanisme akuntabilitas harus mengandung 3 dimensi yaitu Akuntabilitas kejujuran
dan hukum, Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program, dan Akuntabilitas kebijakan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu
pembangunan budaya akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan
integritas dapat menjadi faktor yang kuat dalam membangun pola pikir dan budaya
antikorupsi.
Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada
berbagai sektor dan urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang
berkaitan dengan isu ini adalah perwujudan transparansi tata kelola keterbukaan
informasi publik, dengan diterbitkannya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat: KIP).
Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang
baik untuk publiK. Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi
yang berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik
adalah suatu panduan atau pegangan yang harus dipatuhi oleh para pelayan publik
atau birokrat untuk menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik. Buruknya
sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber
daya lembaga termasuk dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan
pribadi) dan non-keuangan (Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri
sendiri dan /atau orang lain).
Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat
mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik
Kepentingan:
1. Penyusunan Kerangka Kebijakan,
2. Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
3. Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
4. Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.

Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang
sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku
tersebut adalah:

 Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin


dan berintegritas tinggi
 Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien
 Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi

Akuntabilitas dan Integritas Personal seorang ASN akan memberikan dampak


sistemik bila bisa dipegang teguh oleh semua unsur. Melalui Kepemimpinan, Transparansi,
Integritas, Tanggung Jawab, Keadilan, Kepercayaan, Keseimbangan, Kejelasan, dan
Konsistensi, dapat membangun lingkungan kerja ASN yang akuntabel.
Akuntabilitas individu berkaitan dengan hubungan antara seseorang dan lingkungan
kerjanya. Salah satu contoh akuntabilitas individu adalah hubungan antara PNS dengan
institusi tempatnya bekerja. Pemberi harus memberikan arahan dan bimbingan, sedangkan
PNS bertanggung jawab menjalankan tugasnya.

C. Kompeten
Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari kinerja atau perilaku kerja.
Konsep dasar kompetensi lainnya yaitu terlait dengan kemampuan (capability) atau keahlian
(expertise) yang lebih dari sekedar keterampilan (skill) belaka.
Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis, karakter dan
tuntutan keahlian baru. Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu, sesuai
kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam
meningkatkan kinerja organisasi lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan
teknologi itu sendiri.
Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek pengelolaan ASN harus
memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada
perlakuan yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial
lainnya yang bersifat subyektif.
Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024, diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world
class bureaucracy), yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin
berkualitas dan t ata kelola yang semakin efektif dan efisien. Terdapat 8 (delapan)
karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat
ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi: integritas, nasionalisme,
profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan
entrepreneurship. Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan
perilaku kompetensi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan
dalam pelaksanaan pekerjaan.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN,
kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan
bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau
mengelola unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait
dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan
budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang
harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan
peran, fungsi dan Jabatan.
Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk
kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.
Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam
Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dalam menentukan pendekatan
pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine box pengembangan, dimana
kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil pemetaan pegawai dalam nine box
tersebut.
Beberapa materi pokok dalam perilaku kompeten yaitu :
1. Meningkatkan kompetensi diri:
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah
adalah keniscayaan.
b. Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut
juga sebagai teori “net-centric”, merupakan pengembangan berbasis pada sumber
pembelajaran utama dari Internet.
c. Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online
network.
d. Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber keahlian para
pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja
atau tempat lain.
e. Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks), yang mengatur diri
sendiri dalam interaksi dengan pegawai dalam organisasi dan atau luar organisasi.

2. Membantu Orang Lain Belajar:


a. Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di kafetaria kantor termasuk
morning tea/coffee sering kali menjadi ajang transfer pengetahuan.
b. Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif dalam “pasar
pengetahuan” atau forum terbuka (Knowledge Fairs and Open Forums).
c. Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang terkandung dalam dokumen
kerja seperti laporan, presentasi, artikel, dan sebagainya dan memasukkannya ke
dalam repositori di mana ia dapat dengan mudah disimpan dan diambil (Knowledge
Repositories).
d. Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access and Transfer),
dalam bentuk pengembangan jejaring ahli (expert network), pendokumentasian
pengalamannya/pengetahuannya, dan mencatat pengetahuan bersumber dari
refleksi pengalaman (lessons learned).
3. Melakukan kerja terbaik:

a. Pengetahuan menjadi karya sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi,


baik instansi pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan berkembang
melalui berbagai perubahan lingkungan dan karya manusia.
b. Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak dilepaskan dengan
apa yang menjadi terpenting dalam hidup seseorang.

D. Harmonis
Harmonis adalah nilai dasar yang keempat. Para ASN harus saling menghargai dan
suka menolong orang lain. Selain itu, para aparatur juga harus membangun lingkungan yang
kondusif sehingga timbul kekompakan dan kerja sama yang baik dalam meningkatkan kinerja
organisasi.
Keanekaragaman Bangsa dan Budaya Indonesia Republik Indonesia (RI) adalah
negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara daratan benua
Asia dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Prinsip nasionalisme
bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia
senantiasa: menempatkan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan;menunjukkan sikap rela
berkorban demi kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia dan
bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri; mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa; menumbuhkan
sikap saling mencintai sesama manusia; mengembangkan sikap tenggang rasa. Nampak
jelas bahwa para pendiri bangsa sangat peduli dan penuh kesadaran bahwa bangsa
Indonesia merupakan perkumpulan bangsa yang berbeda dan hanya rasa persatuan,
toleransi, dan rasa saling menghargai yang dapat membuat tegaknya NKRI.
Menurut John Hutchison, ada beberapa kelemahan dalam aliran modernis ini yaitu
a. Unit politik sekuler, muncul dari gagasan kedaulatan rakyat dan mencari wujudnya dalam
bentuk Negara yang independen dan dipersatukan oleh hak hak kewarganegaraan universal
b. Teritori yang terkonsolidasikan, dengan skala baru organisasai yang diusung oelh Negara
birokratis, ekonomi pasar, jaringan komunikasi yang lebih intensif
c. Secara etnis lebih homogen dibanding dengan masyarakat polietnis sebelumnya, berkat
kebajikan polisi Negara, bahasa resmi Negara, pengajaran etos patriotic dan peminggiran
minoritas
d. Unit budaya tertinggi berlandaskan pada standarisasi budaya baca tulis dan kapitalisme
percetakan, dimana genre baru surat kabar, novel, menyediakan dasar yang diperlukan bagi
keterasingan masyarakat industrial
e. Munculnya kelas menengah baru yang mudah berpindah (mobile) dan mendominasi
kehidupan nasional.
f. Pada banyak periode sejarah, etinisitas menyediakan kerangka penting bagi identitas
kolektif dan tindakan politik kolektif
g. Aliran modernis gagal mengakui adanya keragaman perbedaan sumber daya yang tidak
bisa diprediksi dan dinamisme dalam era modern yang dapat bertindak sebagai katalis bagi
formasi etnisitas
h. Meski banyak identitas etnisitas yang memudar, akan tetapi pada bagian lainnya, etnisitas
menjelma dan masuk kedalam sastra, institusi keagamaan, ode kode hukum, serta
mempengaruhi representasi sosial politik yang lebih luas, dan pada taraf tertentu sama
dengan bangsa modern
i. Penekanan yang berlebihan pada karakter statis daribangsa, akibatnya gagal mengakui
kerapuhan dari negara dalam dunia modern, yang mengarah kepada kebangkita etno
komunal, yang hendak merestrukturisasi komunitas politik modern, meredefinisi bentangan
territorial, karakter budaya, dan konsep kewargaan, seperti yang muncul di beberapa Negara
Eropa Timur pada beberapa decade lalu hingga sekarang.
Penerapan harmonis bagi ASN yaitu :
a. Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya
b. Suka menolong orang lain
c. Membangun lingkungan kerja yang kondusif
Sikap ASN dalam Keanekaragaman Berbangsa Berdasarkan pandangan dan
pengetahuan mengenai kenekaragaman bangsa dan budaya, sejarah pergerakan bangsa
dan negara, konsep dan teori nasionalisme berbangsa, serta potensi dan tantangannya maka
sebagai ASN harus memiliki sikap dalam menjalankan peran dan fungsi pelayanan
masyarakat. Semangat gotong royong juga dapat diperkuat dalam kehidupan masyarakat sipil
dan politik dengan terus menerus mengembangkan Pendidikan kewarganegaraan dan
multikulturalisme yang dapat membangun rasa keadilan dan kebersamaan dilandasi dengan
prinsip prinsip kehidupan public yang lebih partisipatif dan non diskriminatif.
Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana nilai-nilai kejujuran,
solidaritas, keadilan, kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud keprihatinan dan
kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan
untuk mengatur tingkah laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui
ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok
profesional tertentu. Oleh karena itu, dengan diterapkannya kode etik Aparatur Sipil Negara,
perilaku pejabat publik harus berubah,
a. Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
b. Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;
c. Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah
Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ada dua belas kode etik dan
kode perilaku ASN itu, yaitu:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang
sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi disharmonis kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
E. Loyal
Loyalitas adalah suatu bentuk kepatuhan, menciptakan suasana organisasi yang
sinergis dan paham bahwa kita adalah seorang ASN yang sedang melakukan pelayanan
dan pengabdian kepada masyarakat.
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi
pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government),
pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa). Nilai “Loyal” dianggap penting dan
dimasukkan menjadi salah satu core values yang harus dimiliki dan diimplementasikan
dengan baik oleh setiap ASN dikarenakan oleh faktor penyebab internal dan eksternal.
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang
artinya mutu dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai
sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat
digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya, antara lain:
1. Taat pada Peraturan.
2. Bekerja dengan Integritas
3. Tanggung Jawab pada Organisasi
4. Kemauan untuk Bekerja Sama.
5. Rasa Memiliki yang Tinggi
6. Hubungan Antar Pribadi
7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan
8. Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
9. Menjadi teladan bagi Pegawai lain

Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai
bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara,
dengan panduan perilaku:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan Negara

Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku
loyal tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan
pengabdian, yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”.
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap
organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
1. Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi secara Berkala
Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang ASN, ASN sebagai profesi berlandaskan
pada prinsip Nilai Dasar (pasal 4) serta Kode Etik dan Kode Perilaku (Pasal 5, Ayat 2) dengan
serangkaian Kewajibannya (Pasal 23). Untuk melaksanakan dan mengoperasionalkan
ketentuan-ketentuan tersebut maka dirumuskanlah Core Value ASN BerAKHLAK yang
didalamnya terdapat nilai Loyal dengan 3 (tiga) panduan perilaku (kode etik)- nya.
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat
diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan
sehari-harinya, yaitu:
1. Cinta Tanah Air
2. Sadar Berbangsa dan Bernegara
3. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
5. Kemampuan Awal Bela Negara

Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan
sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan
perundang- undangangan yang berlaku.
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari
larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil. Hanya PNS-PNS yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat menegakkan
kentuan-ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara, seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik,
pelayan publik serta perekat dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan
ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks
individu maupun sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah.

Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila


menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya
sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai
bagian dari anggota masyarakat.

F. Adaptif
Adaptif adalah kemampuan sosial dan personal seseorang untuk menyesuaikan diri
dengan norma atau standar yang berlaku di lingkungannya.
Adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup. Organisasi dan individu
di dalamnya memiliki kebutuhan beradaptasi selayaknya makhluk hidup, untuk
mempertahankan keberlangsungan hidupnya.
Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang
ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya dibedakan
mengenai bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis versus berpikir kreatif.
Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan keberlangsungan
organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penerapan budaya adaptif dalam
organisasi memerlukan beberapa hal, seperti di antaranya tujuan organisasi, tingkat
kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur kepemimpinan dan lainnya. Dan budaya adaptif
sebagai budaya ASN merupakan kampanye untuk membangun karakter adaptif pada diri
ASN sebagai individu yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuannya.
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan – baik
individu maupun organisasi – dalam situasi apa pun. Salah satu tantangan membangun atau
mewujudkan individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA (Volatility,
Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility dengan Vision, hadapi uncertainty
dengan understanding, hadapi complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan
agility.
Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon perubahan
lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi
merupakan faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga efektivitas organisasi
dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat dan dapat mendukung
tercapainya tujuan organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati sebagai sebuah
strategi perusahaan maka budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan
kinerja.Dengan adanya pemberdayaan budaya organisasi selain akan menghasilkan sumber
daya manusia yang berkualitas.
Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur bagaimana pengembangan
kapasitas pemerintah adaptif dengan indicator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan
sumber daya manusia adaptif; (b) Penguatan organisasi adaptif dan (c) Pembaharuan
institusional adaptif. Terkait membangun organisasi pemerintah yang adaptif, Neo & Chan
telah berbagi pengalaman bagaimana Pemerintah Singapura menghadapi perubahan yang
terjadi di berbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah dynamic governance.
Menurut Neo & Chen, terdapat tiga kemampuan kognitif proses pembelajaran fundamental
untuk pemerintahan dinamis yaitu berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think again)
dan berpikir lintas (think across).
Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah yang berbeda untuk
pemerintah yang adaptif yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient
organization). Pembangunan organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang
membuat organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya, desain,
adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata Finlandia yang menunjukkan keuletan.
Adapun pengaplikasian sikap adaptif pada ASN :
1. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan
2. Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas
3. Bertindak proaktif

G. Kolaboratif
Kolaboratif yang artinya ASN harus dapat membangun kerjasama yang sinergis.
sendiri Ke depannya diharapkan mindset ASN berubah. Harapan untuk seluruh ASN
adalah untuk memahami dan menyelaraskan perilaku sesuai dengan Core Values ASN
mengacu kepada panduan perilaku yang sudah ditetapkan.
Kolaborasi sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan keputusan, implementasi
sampai evaluasi. Berbeda dengan bentuk kolaborasi lainnya atau interaksi stakeholders
bahwa organisasi lain dan individu berperan sebagai bagian strategi kebijakan, collaborative
governance menekankan semua aspek yang memiliki kepentingan dalam kebijakan membuat
persetujuan bersama dengan “berbagi kekuatan”. (Taylo Brent and Rob C. de Loe,
2012).
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi yaitu:
1). Forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
2). Peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
3). Peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya
'‘dikonsultasikan’
oleh agensi publik;
4). Forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
5). Forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus (bahkan jika konsensus
tidak tercapai dalam praktik), dan
6). Fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.

Panduan Perilaku Kolaboratif Menurut Pérez López et al (2004 dalam Nugroho, 2018),
organisasi yang memiliki collaborative culture indikatornya sebagai berikut:
1). Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan perlu terjadi;
2). Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan membutuhkan upaya
yang diperlukan untuk terus menghormati pekerjaan mereka.
3).Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau mencoba dan mengambil
risiko yang wajar dalam menyelesaikan tugas mereka (bahkan ketika
terjadi kesalahan);
4). Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi (universitas)
Setiap kontribusi dan pendapat sangat dihargai;
5). Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari konflik;

Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat


(4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa
“Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan Kewenangan lintas Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama antar-Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan” Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan diatur juga mengenai Bantuan Kedinasan yaitu kerja sama antara Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan guna kelancaran pelayanan Administrasi Pemerintahan di
suatu instansi pemerintahan yang membutuhkan.
Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan untuk melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan tertentu Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat
memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
meminta dengan syarat:
a. Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan
b. Penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh Badan
dan/atau Pejabat Peme rintahan;
c. Dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya
sendiri;
d. Apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen
yang diperlukan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; dan/atau e. jika
penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan, dan
fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tersebut.
Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah biaya yang ditimbulkan sesuai kebutuhan
riil dan kemampuan penerima Bantuan Kedinasan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
dapat menolak memberikan Bantuan Kedinasan apabila:
a. Mempengaruhi kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan pemberi bantuan;
b.Surat keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan bersifat rahasia; atau
c.Ketentuan peraturan perundang-undangan tidak memperbolehkan pemberian
bantuan.

Penolakan Bantuan Kedinasan hanya dimungkinkan apabila pemberian bantuan


tersebut akan sangat mengganggu pelaksanaan tugas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang diminta bantuan, misalnya: pelaksanaan Bantuan Kedinasan yang diminta dikhawatirkan
akan melebihi anggaran yang dimiliki, keterbatasan sumber daya manusia, mengganggu
pencapaian tujuan, dan kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan Jika suatu Bantuan
Kedinasan yang diperlukan dalam keadaan darurat, maka Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib memberikan Bantuan Kedinasan.

Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah, agar tercipta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian berkewajiban membuat norma, standar,
prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk dijadikan pedoman bagi Daerah dalam
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah dan menjadi pedoman
bagi kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Bagian Ketiga Pasal 176 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan konkuren berwenang untuk:
a. menetapkan NSPK dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Penetapan
NSPK ini mengacu atau mengadopsi praktik yang baik (good practices); dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

Kewenangan Pemerintah Pusat ini dibantu oleh kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian. Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah non
kementerian tersebut harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait Terkait kerja sama
daerah, berdasarkan ketentuan Pasal 363 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah diatur bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat,
Daerah dapat mengadakan kerja sama yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan
efektivitas pelayanan publik serta saling menguntungkan.

Pengaplikasian ASN Dalam Aspek Kolaboratif


1. Memberi Kesempatan Kepada Berbagai Pihak Untuk Berkontribusi
2. Terbuka Dalam Bekerja Sama Untuk Menghasilkan Nilai Tambah
3. Menggerakkan Pemanfaatan Berbagai Sumber Daya Untuk Tujuan Bersama
Agenda III
Kedudukan dan Peran PNS dalam NKRI

A. Smart ASN
Berdasarkan petunjuk khusus dari Presiden pada Rapat Terbatas Perencanaan
Transformasi Digital, bahwa transformasi digital di masa pandemi maupun pandemi yang
akan datang akan mengubah secara struktural cara kerja, beraktivitas, berkonsumsi, belajar,
bertransaksi yang sebelumnya luring dengan kontak fisik menjadi lebih banyak ke daring yang
akan dihadapi oleh semua lapisan masyarakat termasuk ASN.

Percepatan Transformasi Digital


Menurut Vial (2019), transformasi digital memberikan lebih banyak informasi,
komputasi, komunikasi, dan konektivitas yang memungkinkan berbagai bentuk kolaborasi
baru di dalam jaringan dengan aktor yang terdiversifikasi. Berdasarkan petunjuk khusus dari
Presiden pada Rapat Terbatas Perencanaan Transformasi Digital, bahwa transformasi digital
di masa pandemi maupun pandemi yang akan datang akan mengubah secara struktural cara
kerja, beraktivitas, berkonsumsi, belajar, bertransaksi yang sebelumnya luring dengan kontak
fisik menjadi lebih banyak ke daring. Selain itu, upaya pemerataan pembangunan infrastruktur
digital yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia juga meliputi penggelaran jaringan serat
optik backbone, pengembangan jaringan fiber-link dan microwave-link, peluncuran 9 satelit
telekomunikasi, dan pembangunan 559.000 stasiun pemancar sinyal (base-transceiver
stations/BTS).
Menurut Menkominfo, transformasi digital dapat mendorong perubahan model usaha,
meningkatkan peluang yang menghasilkan nilai tambah, dan mendorong perubahan lintas
sektoral dalam pola pikir bisnis yang didorong secara digital. Di posisi hilir, infrastruktur digital
akan berujung pada penguatan potensi ekonomi digital, sehingga pemanfaatan infrastruktur
digital untuk terus mendorong penguatan dan manfaat ekonomi digital terus dilakukan. Karena
saat ini tulang punggung perekonomian Indonesia adalah UMKM dan Ultra Mikro yang
menjadi penyumbang 61,07% dari PDB Indonesia, Kominfo telah memfasilitasi 30 juta
UMKM/UMi agar dapat masuk secara digital atau digitally onboarded pada tahun 2024.
Konsep Literasi Digital
Constraint dalam literasi digital bisa meliputi kurangnya infrastruktur, akses, dan
minimnya penguatan literasi digital (Jones dan Hafner, 2012). Literasi digital juga mengacu
pada mengajukan pertanyaan tentang sumber informasI, kepentingan produsennya, dan
cara-cara di mana ia merepresentasikan realita di dunia; dan memahami bagaimana
perkembangan teknologi ini terkait dengan kekuatan sosial, politik dan ekonomi yang lebih
luas.
Menurut definisi UNESCO dalam modul UNESCO Digital Literacy Framework (Law, dkk.,
2018) literasi digital adalah... “...kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami,
mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi secara
aman dan tepat melalui teknologi digital untuk pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan
kewirausahaan.
Kompetensi Literasi Digital
Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan kebutuhan
SDM talenta digital, literasi digital berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber
daya manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai.
Secara umum, literasi digital memang sering dianggap sebagai kecakapan menggunakan
internet dan media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan
penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal, literasi digital adalah
sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk
menguasai teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan
pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara
produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna yang memiliki
kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan
juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab. Literasi digital juga merupakan
kemampuan untuk secara kreatif terlibat dalam praktik sosial tertentu, untuk mengasumsikan
identitas sosial yang tepat, dan untuk membentuk atau mempertahankan berbagai hubungan
sosial di ruang digital. Literasi digital juga mencakup kemampuan untuk menyesuaikan aspek
keterjangkauan dan kendala yang muncul dalam bermedia digital dengan berbagai dengan
keadaan tertentu.
Seiring tumbuhnya inovasi TIK di Indonesia, literasi digital pun menjadi bagian penting
dalam kurikulum, sehingga menjadi penting untuk diketahui konsep literasi digital dengan
kompetensinya. Kompetensi adalah keterampilan yang dapat dipahami sebagai disposisi
yang memungkinkan seseorang untuk mengatasi tuntutan situasional tertentu (Klieme dan
Leutner, 2006).
Kominfo sendiri menjabarkan literasi digital ke dalam 4 kompetensi yaitu kecakapan
menggunakan media digital (digital skills), budaya menggunakan digital (digital culture), etis
menggunakan media digital (digital ethics), dan aman menggunakan media digital (digital
safety).
Peta Jalan Literasi Digital
Terdapat tiga pilar utama dalam Indonesia Digital Nation, yaitu masyarakat digital yang
dibarengi pula dengan pemerintah digital dan ekonomi digital. Masyarakat digital meliputi
aktivitas, penggunaan aplikasi, dan penggunaan infrastruktur digital. Pemerintah digital
meliputi regulasi, kebijakan, dan pengendalian sistem digital. Sementara itu, ekonomi digital
meliputi aspek SDM digital, teknologi penunjang, dan riset inovasi digital.Katadata Insight
Center → Status Literasi Digital Indonesia Survei di 34 Provinsi Survei ini dilakukan untuk
mengukur tingkat literasi digital dengan menggunakan kerangka “A Global Framework of
Reference on Digital Literacy Skills” (UNESCO, 2018)
Peta Jalan Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo, Siberkreasi, dan Deloitte
pada tahun 2020 menjadi panduan fundamental untuk mengatasi persoalan terkait
percepatan transformasi digital dalam konteks literasi digital. Dalam peta jalan ini, dirumuskan
kurikulum literasi digital yang terbagi atas empat area kompetensi yaitu: kecakapan digital
(digital skills), budaya digital (digital culture), etika digital (digital ethics) dan keamanan digital
(digital safety).
Aman Bermedia Digital Meskipun 4 modul dari Seri Modul Literasi Digital Kominfo-Japelidi-
Siberkreasi ini mempunyai fokus yang berbeda dan ditulis oleh tim penyusun yang tak sama,
namun keempatnya menyajikan modul yang utuh. Tak hanya memaparkan konsep,
problematika, dan strategi yang bisa digunakan baik pengguna media digital maupun pengajar
atau pegiat literasi digital, keempat modul ini juga dilengkapi dengan rekomendasi solusi dan
evaluasi untuk mengukur kompetensi literasi digital.
Lingkup Literasi Digital
Dalam mencapai target program literasi digital, perlu diperhitungkan estimasi jumlah
masyarakat Indonesia yang telah mendapatkan akses internet berdasarkan data dari APJII
dan BPS. Identifikasi Target User dan Total Serviceable Market penting untuk menentukan
target spesifik program literasi digital. Saat ini, tingkat penetrasi internet di Indonesia sebesar
73,7%. Sementara itu, persentase masyarakat Indonesia yang masih belum mendapatkan
layanan internet yaitu sebesar 26,3%.
1. Tantangan Kesenjangan Digital
Dalam hal lingkup literasi digital, kesenjangan digital (digital divide) juga menjadi hal yang
perlu dipahami. Pada awal mulanya, konsep kesenjangan digital ini berfokus pada
kemampuan memiliki (ekonomi) dan mengoperasikan perangkat digital (komputer) dan akses
(Internet).Namun, konsep ini telah berkembang menjadi beberapa aspek yang lebih
komprehensif.
2. Penguatan Literasi Digital
Di Indonesia, sejak lama sudah dilakukan upaya penguatan literasi digital. Pada Kurikulum
2006, mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sempat menjadi bagian
penting di bangku sekolah menengah dan atas. Namun dihapus pada Kurikulum 2013, untuk
kemudian direstorasi di Kurikulum 2013 terbaru. Namun, penguatan literasi digital tidak hanya
datang dari Kemendikbud selaku otoritas pendidikan beberapa lembaga pemerintah,
akademisi, dan non- pemerintah juga turut serta Sehingga lingkup literasi digital berfokus pada
pengurangan kesenjangan digital (digital divide) dan penguatan literasi digital. Kedua hal ini
terkait erat dengan peta penguatan literasi digital dari Presiden dan Gerakan Literasi Digital
dari Kominfo.
Implementasi Literasi Digital
Jika sebelumnya berbagai wacana, kebijakan pendukung, serta sosialisasi tentang era
industri 4.0 belum berhasil membuat industri pendidikan universitas, institut, sekolah tinggi,
politeknik, akademi, hingga sekolah dasar dan menengah mencapai progress signifikan pada
transformasi digital pendidikan Indonesia, terjadinya pandemi COVID-19 justru memberikan
dampak luar biasa dalam aspek ini (Suteki, 2020).

Pilar Literasi Digital


a. Etika Bermedia Digital Kerangka Kerja
Etika bermedia digial adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan,
menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola
etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari Dasar.
Etika tradisional adalah etika berhubungan secara langsung/tatap muka yang menyangkut
tata cara lama, kebiasaan, dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama dari setiap
kelompok masyarakat, sehingga menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai
pedoman sikap dan perilaku anggota masyarakat. Etika kontemporer adalah etika elektronik
dan digital yang menyangkut tata cara, kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena
teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.
Sementara itu, kebajikan menyangkut hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan,
dan kebaikan serta prinsip penggunaan media digital untuk meningkatkan derajat sesama
manusia atau kualitas kehidupan bersama, dan integritas adalah prinsip kejujuran sehingga
individu selalu terhindar dari keinginan dan perbuatan untuk memanipulasi, menipu,
berbohong, plagiasi, dan sebagainya, saat bermedia digital (Frida dkk, 2021 dalam Frida dan
Astuti, 2021).
Empat prinsip etika tersebut menjadi ujung tombak self-control setiap individu dalam
mengakses, berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital, sehingga media
digital benar-benar bisa dimanfaatkan secara kolektif untuk hal-hal positif. Fokusnya pada
pelatihan dan pendampingan, sehingga mereka cakap bermedia digital, sekaligus mampu
menerapkan etika bermedia digital dalam berinteraksi, berpartisipasi, berjejaring, dan
berkolaborasi.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka rencana pengembangan modul Etis
Bermedia Digital adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan modul dengan secara khusus membidik kelompok-kelompok
minoritas atau yang termarjinalkan seperti difabel, anak, perempuan, lansia, dan masyarakat
3T. Fokusnya pada pelatihan dan pendampingan, sehingga mereka cakap bermedia digital,
sekaligus mampu menerapkan etika bermedia digital dalam berinteraksi, berpartisipasi,
berjejaring, dan berkolaborasi.
2. Revisi dan upgrading modul berdasarkan riset proses dan efek dari penerapan modul ini.
3. Perluasan Kurikulum Etika Media di luar empat etika dasar.

Waspada Konten Negatif

Definisi konten negatif jelas tertulis dalam UU ITE. Konten negatif ada dalam Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah
melalui UU Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE) sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran
nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan
sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.
Konten negatif muncul karena motivasi-motivasi pembuatnya yang memiliki kepentingan
ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing
hitam, dan memecah belah masyarakat (berkaitan suku agama ras dan antargolongan/SARA)
(Posetti & Bontcheva, 2020 dalam Frida dan Astuti, 2021).

Cara melawan konten negatif diantaranya adalah memverifikasi informasi. Kita wajib
melakukan cross check untuk menguji kebenaran suatu informasi. Langkah verifikasi akan
mengurangi resiko menjadi korban dari konten negatif. Kita menguji kebenarannya dengan
mencari informasi dari sumber-sumber lain yang kredibel. Lainnya adalah memegang prinsip
kehati-hatian yang kita lakukan agar secara tidak langsung juga dapat berimbas pada orang-
orang yang mengirimkan informasi yang salah. Dalam mencegah hate speech demi
menciptakan interaksi bermakna di ruang digital, partisipasi dan kolaborasi dibutuhkan. Pada
dasarnya, konten pada media digital adalah produksi budaya, karena terdapat interaksi,
partisipasi, dan kolaborasi antar pengguna di dalamnya.

Interaksi dan Transaksi Bijak

Setelah kita memahami bagaimana berinteraksi yang etis, kini mari kita tingkatkan
manfaat media digital dengan melakukan transaksi. Menurut GlobalWebIndex, Indonesia
adalah negara dengan tingkat adopsi e-commerce atau transaksi daring paling tinggi di dunia
pada tahun 2019. Hal ini menggambarkan bahwa sebanyak 90% pengguna internet yang
berada pada usia 19 hingga 60 tahun pernah melakukan pembelian produk atau jasa secara
daring.

Media sosial dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
sebagai wadah mengembangkan bisnis. Berikut beberapa keunggulan penggunaan media
sosial untuk UMKM, antara lain:
1. Biaya operasional lebih efektif dan efisien
2. Toko dapat beroperasi 24 jam/hari selama 7 hari/minggu
3. Potensi pasar lebih luas hingga ke internasional/global
4. Katalog produk bisa selalu up-to-date
5. Tidak memerlukan toko offline/ toko fisik untuk memasarkan produknya
6. Modal lebih kecil untuk memulai usaha
7. Dapat dengan mudah mengenali competitor
b. Budaya Bermedia Digital

b. Budaya Bermedia Digital


Bangsa Indonesia diwajibkan untuk memiliki sikap dan perilaku yang menjunjung nilai
nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Terutama dalam menjalankan tugas tugas sebagai
duta bangsa dalam kesenian dan teknologi serta dalam menjalankan tugas sebagai duta
pariwisata untuk mempromosikan produk dalam negeri. Kesukaan dan minat masyarakat
melalui dalam berkomunikasi melalui ruang digital, khususnya mempergunakan gadget harus
sesuai dengan konten yang bermanfaat bagi pengembangan diri, kecerdasan yang positif dan
pengembangan relasi mereka dengan lingkungannya.
Masyarakat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi agar tetap melaksanakan
kegiatan, karena fasilitas dan fitur dari teknologi informasi dan komunikasi yang memiliki
keunggulan dan kemudahan untuk dipergunakan oleh berbagai kalangan masyarakat (Astuti,
dan Prananingrum, 2021).

Seyogyanya, saat dunia bertransformasi menjadi budaya digital, maka budaya baru yang
terbentuk harus dapat menciptakan manusia yang berkarakter dan warga digital yang memiliki
nilai-nilai kebangsaan untuk memperkuat bangsa dan negaranya. Budaya digital hadir untuk
memperkuat karakter budaya bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia
dalam penggunaan media digital, bukan untuk memecah belah kesatuan warna di dunia
maya.

Sebagai bangsa Indonesia diwajibkan untuk memiliki sikap dan perilaku yang menjunjung
nilai nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Terutama dalam menjalankan tugas tugas
sebagai duta bangsa dalam kesenian dan teknologi serta dalam menjalankan tugas sebagai
duta pariwisata untuk mempromosikan produk dalam negeri. Kesukaan dan minat masyarakat
melalui dalam berkomunikasi melalui ruang digital, khususnya mempergunakan gadget harus
sesuai dengan konten yang bermanfaat bagi pengembangan diri, kecerdasan yang positif dan
pengembangan relasi mereka dengan lingkungannya. Masyarakat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi agar tetap melaksanakan kegiatan, karena fasilitas dan fitur dari
teknologi informasi dan komunikasi yang memiliki keunggulan dan kemudahan untuk
dipergunakan oleh berbagai kalangan masyarakat (Astuti, dan Prananingrum, 2021).

Dalam konteks keIndonesiaan, sebagai warga negara digital, tiap individu memiliki
tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia
digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika. Melandasi diri ketika berpartisipasi dan berkolaborasi dengan nilai Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika akan mengarahkan kita pada komunitas digital yang Pancasilais dalam
pilihan kegiatannya.

Digitalisasi Kebudayaan Dan TIK

Budaya digital yang akan kita pelajari bersama ini akan memberi wawasan kritis tentang
tantangan dan peluang sosial, politik, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh teknologi digital itu
sendiri. Menyikapi hal ini, bahasan tentang Digitalisasi Kebudayaan dan Teknologi Informasi
Komunikasi telah memperlihatkan cara menyiasati tantangan dan peluang tersebut melalui
kompetensi literasi digital berupa pemahaman terhadap aspek budaya di ruang digital,
produksi, distribusi, partisipasi, dan kolaborasi.
Cintai Produk Dalam Negeri
Bela negara dimaksudkan sebagai upaya untuk menumbuhkan semangat patriotisme dan
cinta tanah air kepada seluruh warga negara Indonesia (Akmadi, 2017 dalam Astuti dan
Prananingrum, 2021). Jadi sudah selayaknya, warga negara Indonesia melakukan bela
negara yang lebih nyata dengan selalu menggunakan barang-barang yang diproduksi di
dalam negeri.
Hak-hak Digital
Hak Digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk
mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Hak Digital terdiri
dari hak untuk mengakses, hak untuk berekspresi, dan hak untuk merasa aman. Belajar
menghargai hak setiap orang untuk memiliki akses ke teknologi informasi, serta berjuang
untuk mencapai kesetaraan hak dan ketersediaan fasilitas untuk mengakses teknologi
informasi merupakan dasar dari Kewargaan Digital.
c. Aman Bermedia Digital
Membahas tentang keamanan digital berarti membahas berbagai aspek keamanan,
mulai dari menyiapkan perangkat yang aman hingga menyediakan panduan untuk berperilaku
di media digital yang rendah risiko. Misalnya ketika kita melakukan komunikasi seringkali kita
menggunakan gawai yang terkoneksi dengan jaringan internet pada keseharian kita, sehingga
dalam menggunakan perangkat digital kita perlu melakukan proteksi terhadap perangkat
digital yang kita miliki.
Namun, pada saat yang bersamaan, tindakan pengamanan digital, baik yang bersifat
teknis seperti pengamanan perangkat digital maupun yang bersifat penguatan resiliensi diri
dalam menghadapi tantangan dunia digital juga turut berkembang mengikuti tren yang terjadi.
Pertama, kecakapan keamanan digital yang bersifat kognitif untuk memahami berbagai
konsep dan mekanisme proteksi baik terhadap perangkat digital (lunak maupun keras)
maupun terhadap identitas digital dan data diri. Kedua, kecakapan keamanan digital yang
bersifat afektif, yang pada dasarnya bertumpu pada empati agar pengguna media digital
punya kesadaran bahwa keamanan digital bukan sekadar tentang perlindungan perangkat
digital sendiri dan data diri sendiri, melainkan juga menjaga keamanan pengguna lain
sehingga tercipta sistem keamanan yang kuat.
Jika pengguna ruang digital telah memiliki perasaan, empati dan kesadaran untuk
bersama-sama membentuk ruang digital yang aman, maka pengguna tersebut dapat
dianggap sebagai warga digital yang bertanggung jawab. Misalnya ketika kita melakukan
komunikasi seringkali kita menggunakan gawai yang terkoneksi dengan jaringan internet pada
keseharian kita, sehingga dalam menggunakan perangkat digital kita perlu melakukan
proteksi terhadap perangkat digital yang kita miliki.
Proteksi Perangkat Digital

Risiko lainnya yang mungkin saja terjadi pada perangkat digital yang kita miliki jika tidak
diproteksi dengan benar adalah kegiatan mengakses data dan dokumen pribadi yang bisa
dilakukan oleh orang yang paham teknologi dan informasi. Beberapa tips mengamankan
sandi yang bisa diterapkan langsung seperti:
● Pastikan di sekeliling kita tidak ada orang lain ketika akan membuka kata sandi
● Menutup layar saat memasukkan kata sandi
● Rutin mengganti kata sandi secara berkala Fitur Kunci Pencocokan sidik jari (fingerprint
authentication) merupakan fitur perlindungan perangkat ponsel dengan sistem deteksi sidik
jari.

Proteksi menggunakan fitur ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi karena pada
beberapa teknologi terkini fitur ini tidak bisa ditembus dengan foto wajah atau wajah orang
yang mirip. Fitur Cari Perangkat Saya (Find My Device) ini merupakan fitur yang bisa
diaktifkan untuk mencari perangkat digital yang hilang, Seperti fitur-fitur lainnya, pengaturan
fitur ini akan berbeda untuk setiap perangkat Pertahanan utama perangkat digital terhadap
malware adalah menggunakan perangkat lunak yang baik untuk melindungi sistem perangkat
digital.
Awas Penipuan Digital
Kemampuan analisis, verifikasi, dan evaluasi berkaitan dengan pemahaman awal
mengapa terjadi penipuan digital Selanjutnya apa saja jenis dari penipuan digital termasuk
mengenali dan memahami cara kerja penipuan digital. Setidaknya pemahaman tentang
penipuan digital dengan berbagai kerugian serta aspek dan aturan hukum yang berkaitan
dengan penipuan digital sebagaimana tersebut di atas dapat membantu kita semua untuk
tahu secara dasar mengenai penipuan digital.
Laporkan SMS spam ke Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dengan cara
melakukan tangkapan layar pada SMS spam dan nomor pengirim dengan menyertakan
identitas ponsel kita yang telah teregistrasi NIK dan KK atau kirim aduan ke Twitter BRTI
@aduanBRTI melalui direct message (DM). Kita dapat melakukan pengecekan dan pelaporan
rekening penipu mulai dari nama pemilik, nama bank, hingga rekaman transaksi sehingga
nomor rekening penipu dapat dibekukan melalui:
a. CekRekening.id yang merupakan situs yang dimiliki oleh Kementerian Komunikasi dan
Informatika dengan cara buka situs, pilih bank, masukkan nomor rekening dan klik periksa
tombol rekening.
b. Kredibel.co.id yang merupakan situs untuk mengecek rekam jejak nomor rekening dan
kredibilitas nomor rekening.
c. Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui layanan pengaduan ke 1-500-655 atau email
ke konsumen@ojk.go.id.
Kita juga dapat melapor ke situs lapor.go.id merupakan situs Kepolisian Republik Indonesia
dengan cara kita membuat akun terlebih dahulu dan laporkan penipuan yang kita alami.
Lindungi Rekam Jejak Digital
Penggunaan teknologi yang melekat dengan kehidupan sehari- hari kita juga telah
meningkatkan kejahatan di maya dengan mengakses perangkat lunak, gawai, dan terlebih
menyambungkan diri kita dengan internet, kita telah memberikan akses pada pihak lain untuk
mengetahui kebiasaan kita sehari-hari. Cara termudah mengetahui jejak digital kita adalah
dengan mengetikkan nama kita pada search engine/mesin pencari digital seperti Google,
Yahoo, Altavista, Yandex, dan sebagainya. Jejak digital dikategorikan dalam dua jenis, yakni
jejak digital yang bersifat pasif dan jejak digital yang bersifat aktif.
 Jejak digital pasif adalah jejak data yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak
sengaja dan tanpa sepengetahuan kita.
 Jejak digital aktif mencakup data yang dengan sengaja kita kirimkan di internet atau di
platform digital.
Netsafe mencatat beberapa hal negatif yang muncul dari penyalahgunaan jejak digital
yang paling sering dilaporkan oleh pengguna internet, antara lain: mempublikasikan informasi
pribadi yang mengarah ke penindasan atau pelecehan daring, serta menerbitkan informasi
pribadi atau bisnis yang digunakan untuk serangan manipulasi psikologis. Salah satu yang
paling sederhana adalah dengan selalu menyempatkan untuk membaca syarat dan ketentuan
aplikasi, media sosial dan juga situs web yang kita akses. Jika ada pilihan untuk tidak
merekam jejak digital dan membagikannya ke pihak ketiga, kita bisa memilih opsi tersebut
sehingga jejak digital kita aman.
d. Cakap Bermedia Digital
Dengan demikian, kita perlu mengetahui dan memahami fungsi perangkat keras dan
perangkat lunak yang digunakan dalam mengakses dunia digital. Adapun, indeks literasi
digital yang diukur dibagi ke dalam 4 subindeks, yaitu subindeks 1 terkait informasi dan literasi
data, subindeks 2 terkait komunikasi dan kolaborasi, subindeks 3 tentang keamanan, dan
subindeks 4 mengenai kemampuan teknologi, dengan skor terbaik bernilai 5 dan terburuk
bernilai 1. Dari keempatnya, subindeks dengan skor tertinggi adalah subindeks informasi dan
literasi data serta kemampuan teknologi (3,66), diikuti dengan subindeks komunikasi dan
kolaborasi (3,38), serta informasi dan literasi data (3,17) (Kominfo, 2020). Masing-masing sub
indikator yang membentuk pilar kecakapan bermedia digital yaitu kecakapan terkait
penggunaan perangkat keras dan lunak, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan
media sosial, serta dompet digital, loka pasar, dan transaksi digital.
Lanskap Digital
Pemahaman terhadap lanskap digital tidak dapat dilepaskan dari kompetensi literasi
digital. Dunia digital merupakan lingkungan yang tidak asing bagi banyak dari kita. Kita
mungkin sudah sangat akrab dengan dunia digital. Namun, selayaknya dunia fisik di sekitar
kita, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dan pahami agar tidak tersesat dalam dunia
digital. Dengan demikian, kita perlu mengetahui dan memahami fungsi perangkat keras dan
perangkat lunak yang digunakan dalam mengakses dunia digital. Salah satu hal yang sering
kita jumpai dalam dunia digital dalam banyak perangkat digital adalah internet. Perangkat ini
terhubung langsung dengan komputer kita atau dengan menggunakan router jaringan tanpa
kabel (Miller, 2016 dalam Monggilo dan Kurnia 2021). Pengguna ini secara tidak bertanggung
jawab dapat mencegah sinyal yang dikirimkan dari komputer kita ke situs di internet.
Mesin Pencarian Informasi
Aktivitas pencarian informasi di internet melalui mesin pencarian informasi akrab dikenal
dengan istilah ‘searching’ atau ‘googling’. Mesin pencarian informasi adalah situs yang
memiliki kemampuan untuk mencari halaman situs web di internet berdasarkan basis data
dengan bantuan kata kunci. Pertama, penelusuran (crawling), yaitu langkah ketika mesin
pencarian informasi yang kita akses menelusuri triliunan sumber informasi di internet. Selain
berbagai kegunaan dari fitur-fitur mesin pencarian informasi yang telah dipaparkan
sebelumnya, Google dan Microsoft juga melengkapi layanannya khusus untuk keperluan
akademis dengan basis data yang spesifik. Kedua, disinformasi adalah informasi yang tidak
benar dan orang yang menyebarkannya juga tahu bahwa informasi itu tidak benar.
Aplikasi Percakapan dan Medsos
Aplikasi percakapan dan media sosial adalah salah satu bagian dari perkembangan
teknologi yang disebut sebagai tolok ukur yang sangat menarik yang memiliki kaitan dengan
berbagai aspek (Sun, 2020 dalam Monggilo dan Kurnia 2021). Kita kadang mengeluhkan
pesan yang lambat atau bahkan tidak terkirim yang berakibat pada terhambatnya proses
komunikasi. Media sosial mengalami perkembangan sangat cepat, tercatat hingga kini media
sosial memiliki pengguna aktif sebanyak 106 juta pengguna di Indonesia, di mana angka
tersebut sebanyak 40% dari total populasi yang ada (Indonesia Baik, 2017 dalam Monggilo
dan Kurnia 2021).
Dompet Digital, Loka Pasar dan Transaksi Digital
Namun, sebelum dompet digital hadir seperti saat ini, terdapat sejumlah metode
pembayaran yang cukup sering digunakan, yaitu pembayaran dengan kartu kredit, kartu debit,
transfer bank, rekening bersama (virtual account), cash on delivery (COD), dan tunai melalui
gerai retail. Jika kebutuhan yang akan dipenuhi untuk segala hal, seperti untuk pembelian
pulsa/data, pembayaran listrik, pembayaran TV Kabel, pembayaran kartu pascabayar, isi
ulang e-money, pembayaran PDAM, pembayaran transportasi umum, dan pembayaran tiket
bioskop, maka Dana adalah dompet digital yang tepat.
Lokapasar (marketplace), adalah satu platform yang menawarkan produk dan layanan
dari banyak penjual yang dapat dibeli oleh klien/pembeli. Sebagian besar produk dan layanan
yang dijual berasal dari perusahaan eksternal, meskipun beberapa platform juga dapat
menawarkan produk mereka sendiri (Kawa & Wałęsiak, 2019 dalam Monggilo dan Kurnia
2021). Hadirnya lokapasar seperti saat ini sungguh memudahkan kita sebagai pengguna
dalam melakukan transaksi jual beli dari mana dan kapan saja (Rosusana, 2008 dalam
Monggilo dan Kurnia 2021).
Apabila produk yang diinginkan memiliki variasi ukuran, jenis, warna, dan model yang
harus dipilih, setelah klik ikon keranjang pembeli harus menentukan pilihan terlebih dahulu
sebelum melanjutkan ke proses checkout. Pilih produk yang ingin dibeli dan pilih voucher yang
ingin digunakan jika ada. Apabila pembayaran sudah berhasil dilakukan pembeli akan
mendapatkan konfirmasi dari lokapasar secara langsung dan produk yang kita beli akan
otomatis ada di halaman pesanan dengan menunjukan status-status dari proses pengiriman.

Implementasi literasi digital dan implikasinya


Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi digital,
berada di domain ‘single, informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud
kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif, formal’
di mana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warganegara
dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya
dalam ruang ‘negara’. Digital Ethics (Etis Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku
terbaik di ruang digital membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital,
berada di domain ‘kolektif, informal’. Digital Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan
bagi individu agar dapat menjaga keselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’
karena sudah menyentuh instrumen-instrumen hukumpositif.
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas dan
aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi
dari permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia
hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020. Angka ini melampaui
waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya.
Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun
2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia mengakses internet lebih
dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring
ikut membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi kemampuan wajib yang
harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap warga negara.

B. MANAJEMEN ASN

Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang
professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan
profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil Negara
yang unggul selaras dengan perkembangan jaman. Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN
terdiri atas: a) Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan b) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK). Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan
kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh
dan intervensi semua golongan dan partai politik. Untuk menjalankan kedudukannya tersebut,
maka Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut: a) Pelaksana kebijakan public; b) Pelayan
public; dan c) Perekat dan pemersatu bangsa. Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik dapat meningkatkan produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan
akuntabel, maka setiap ASN diberikan hak. Setelah mendapatkan haknya maka ASN juga
berkewajiban sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. ASN sebagai profesi
berlandaskan pada kode etik dan kode perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan
untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam
UU ASN menjadi acuan bagi para ASN dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintah.
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi dan memberikan ruang bagi tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan
juga keadilan. Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk menerpakan sistem ini baik dari
sisi perencanaan kebutuhan yang berupa transparansi dan jangkauan penginformasian
kepasa masyarakat maupun jaminan obyektifitasnya dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga
instansi pemerintah mendapatkan pegaway yang tepat dan berintegritas untuk mencapai visi
dan misinya.
Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai sistem pengelolaan pegawai harus
mencerminkan prinsip merit yang sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada
prinsip-prinsip yang obyektif dan adil bagi pegawai. Jaminan sistem merit pada semua aspek
pengelolaan pegawai akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan
kinerja. Pegawai diberikan penghargaan dan pengakuan atas kinerjanya yang tinggi, disisi
lain bad performers mengetahui dimana kelemahan dan juga diberikan bantuan dari
organisasi untuk meningkatkan kinerja.
Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK. Manajemen PNS
meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan
perlindungan. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian
kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan;
disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan perlindungan. Pengisian jabatan pimpinan
tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga
nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan
PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2
(dua) tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan
Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi
memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan
madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.
Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun. Dalam pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses
pelaksanaannya kepada KASN.
KASN melakukan pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan
laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri.
Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi
Pejabat Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai
PNS. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia.
Korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan: menjaga kode etik profesi
dan standar pelayanan profesi ASN; dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu
bangsa.
Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam
Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN diselenggarakan
secara nasional dan terintegrasi antar-Instansi Pemerintah. Sengketa Pegawai ASN
diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya administratif terdiri dari keberatan dan
banding administrative.

Anda mungkin juga menyukai