Anda di halaman 1dari 54

AGENDA I

A. Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela Negara

1. Wawasan Kebangsaan

a. Umum

Sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia membuktikan bahwa para pendiri bangsa


(founding fathers) mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok atau
golongan. Sejak awal pergerakan nasional, kesepakatan-kesepakatan tentang kebangsaan
terus berkembang hinggga menghasilkan 4 (empat) konsensus dasar serta n Bendera, Bahasa,
dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Indonesia sebagai alat pemersatu, identitas,
kehormatan dan kebanggaan bersama.

b. Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Fakta-fakta sejarah dapat dijadikan pembelajaran bahwa Kebangsaan Indonesia terbangun


dari serangkaian proses panjang yang didasarkan pada kesepakatan dan pengakuan terhadap
keberagaman dan bukan keseragaman serta mencapai puncaknya pada tanggal 17 Agustus
1945. Melalui keputusan tersebut, Presiden Republik Indonesia menetapkan beberapa hari
yang bersejarah bagi Nusa dan Bangsa Indonesia sebagai hari-hari Nasional yang bukan hari-
hari libur, antara lain : Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 8 Mei, Hari Kebangkitan Nasional
pada tanggal 20 Mei, Hari Angkatan Perang pada tanggal 5 Oktober, Hari Sumpah Pemuda
pada tanggal 28 Oktober, Hari Pahlawan pada tanggal 10 Nopember, dan Hari Ibu pada tanggal
22 Desember.

Dalam program kepengurusan baru tersebut disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan dari
PI maka propaganda asas-asas PI harus lebih intensif di Indonesia, selain itu PI menekankan
pentingnya propaganda ke dunia internasional untuk menarik perhatian dunia pada masalah
Indonesia dan membangkitkan perhatian anggota PI pada isu-isu internasional melalui
ceramah, berpergian ke negara lain, atau perjalanan studi. Penetapan tanggal 28 Oktober
sebagai Hari Sumpah Pemuda dilatarbelakangi Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada
tanggal 28 Oktober 1928 di Indonesische Clubgenbouw Jl. Muhammad Yamin, seorang pemuda
berusia 23 tahun yang saat itu menjadi Ketua Jong Sumatranen Bond, menyampaikan sebuah
resolusi setelah mendengarkan pidato dari beberapa peserta kongres berupa 3 (tiga) klausul
yang menjadi dasar dari Sumpah Pemuda, yaitu : Kami putra dan putri Indonesia mengaku
bertumpah darah yang satu tanah Indonesia, Kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. Penggunaan Bahasa Melayu yang diusulkan oleh
Muhammad Yamin menjadi kontroversi saat Kongres Pemuda I, barulah setelah diganti menjadi
Bahasa Indonesia pada Kongres Pemuda II, kontroversi tersebut dapat berakhir dan menjadi
sebuah kesepakatan. Wage Rudolf Soepratman, seorang pemuda yang berusia 25 tahun
meminta waktu kepada Soegondo Djojopoespito, pemimpin rapat saat itu, untuk
memperdengarkan sebuah lagu yang berjudul “Indonesia”.

Mendengar Jepang menyerah, tanggal 14 Agustus 1945 pukul 14.00, Sjahrir yang sudah
menunggu Bung Hatta di rumahnya menyampaikan pendapatnya bahwa sebaiknya Bung Karno
sendiri yang menyatakan Kemerdekaan Indonesia atas nama rakyat Indonesia melalui
perantaraan siaran radio. Bung Hatta sendiri sesungguhnya sependapat dengan Sjahrir, namun
Bung Hatta ragu, apakah Bung Karno bersedia untuk mengambil kewenangan PPKI dan
sebagai pemimpin rakyat menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Kemudian Bung Hatta dan
Sjahrir datang menemui Bung Karno, apa yang diduga Bung Hatta ternyata benar, Bung Karno
menolak. Tanggal 15 Agustus 1945 pagi hari, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mr. Soebardjo
menemui Laksamana Muda Maeda di kantornya untuk menanyakan tentang berita
menyerahnya Jepang. Meyakini bahwa Jepang telah menyerah, Bung Hatta mengusulkan
kepada Bung Karno agar pada tanggal 16 Agustus PPKI segera melaksanakan rapat dan
semua anggota PPKI saat itu memang sudah berada di Jakarta dan menginap di Hotel des
Indes. Sore harinya dua orang pemuda, Soebadio Sastrosastomo dan Soebianto menemui
Bung Hatta di rumahnya dan mendesak Bung Hatta sama seperti desakan Sjahrir. Bung Hatta
berusah menjelaskan semua langkah yang akan dilakukan oleh PPKI dan Bung Karno. Kedua
pemuda tersebut bahkan menuduh Bung Hatta tidak revolusioner, Bung Hatta kemudian
memilih untuk tidak menanggapi kedua pemuda tersebut. Malam harinya pukul 21.30, saat
Bung Hatta sedang mengetik konsep Naskah Proklamasi untuk dibagikan kepada seluruh
anggota PPKI, Mr. Soebardjo datang menemui Bung Hatta dan mengajak Bung Hatta ke rumah
Bung Karno yang sudah dikepung para pemuda.

Pagi tanggal 16 Agustus 1945, setelah makan sahur, Soekarni dan rekan-rekannya
mendatangi rumah Bung Hatta, mengancam apabila Dwi Tunggal Soekarno-Hatta tidak
memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, 15.00 pemuda,
rakyat dan mahasiswa akan melucuti Tentara Jepang, sementara Dwi Tunggal Soekarno-Hatta
akan dibawa ke Rengasdengklok untuk melanjutkan pemerintahan. Tidak seorangpun diantara
mereka yang saat itu membawa Teks Proklamasi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945 atau
yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Setelah Teks Proklamasi disepakati panitia kecil,
Bung Karno mulai membuka sidang, Bung Karno berulangkali membacakan Teks Proklamasi
dan semua yang hadir menyatakan persetujuan dengan bersemangat dan raut wajah yang
berseri-seri. Bung Hatta kemudian menyampaikan agar semua hadirin yang hadir saat itu untuk
menandatangani Tesk Proklamasi, menurut Bung Hatta Teks Proklamasi adalah dokumen
penting untuk

Di samping itu, komitmen dari berbagai elemen bangsa ini dan para pemimpinnya dari masa
ke masa, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi yang konsisten berpegang teguh kepada 4
(empat) konsensus dasar, yaitu Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI,
dan Bhinneka Tunggal Ika.
c. Pengertian Wawasan Kebangsaan

Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan
kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD
NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan
yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan
sejahtera.

Pengertian perlu disampaikan kepada peserta Latsar CPNS agar para peserta memahami
subtansi modul sehingga para peserta memiliki cara pandang sebagai warga Negara yang
berwawasan kebangsaan. Pengetahuan tentang wawasan kebangsaan yang selama ini telah
didapatkan para CPNS melalui pendidikan formal perlu dimantapkan sebagai konsekwensi
menjadi abdi negara.

d. 4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara

1. Pancasila

Sebelum lahirnya Indonesia, masyarakat yang menempati kepulauan yang sekarang


menjadi wilayah geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dikenal sebagai
masyarakat religius dengan pengertian mereka adalah masyarakat yang percaya kepada
Tuhan, sesuatu yang memiliki kekuatan yang luar biasa mengatasi kekuatan alam dan manusia.
Rasa kesatuan sebagai sebuah komunitas juga tercermin pada berbagai ungkapan dalam
bahasa-bahasa daerah di seluruh nusantara yang mengandung pengertian “tanah air” sebagai
ekspresi pengertian persataun antara tanah dan air, kesatuan wilayah yang terdiri atas pulau-
pulau, lautan dan udara: “tanah tumpah darah” yang mengungkapkan persatuan antara
manusia dan alam sekitarnya antara bui dan orang disekitarnya.

Berpangal tolak dari struktur sosial dan struktur kerohanian asli bangsa indonesia, serta
diilhami oleh ide-ide besar dunia, maka pendiri Negara kita yang terhimpun dalam Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan terutama dalam
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), memurnikan dan memadatkan nilai-nilai
yang sudah lama dimiliki, diyakini dan dihayati kebenarannya oleh manusia indonesia. Yang
ketiga, karenasila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif
sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan,
pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak
beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan beragama.

2. Undang-Undang Dasar 1945

Dan kalimat Mukadimah adalah rumusan kalimat yang diambil dari Piagam Jakarta,
“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan
kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejarah kemerdekaan Indonesia yang terlepas dari
penjajahan asing membuktikan bahwa sejak semula salah satu gagasan dasar dalam
membangun sokoguru Negara Indonesia adalah konstitusionalisme dan paham Negara hukum.

Istilah Rechstaat (yang dilawankan dengan Matchstaat) memang muncul di dalam penjelasan
UUD 1945 yakni sebagai kunci pokok pertama dari system Pemerintahan Negara yang
berbunyi “Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasar
atas kekuasaan belaka (machtstaat)”. Kalau kita lihat di dalam UUD 1945 BAB I tentang Bentuk
dan Kedaulatan pasal 1 hasil Amandemen yang ketiga tahu 2001, berbunyi “Negara Indonesia
adalah Negara hukum”.

3. Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa dilontarkan secara lebih nyata masa
Majapahit sebenarnya telah dimulai sejak masa Wisnuwarddhana, ketika aliran Tantrayana
mencapai puncak tertinggi perkembangannya, karenanya Narayya Wisnuwarddhana
didharmakan pada dua loka di Waleri bersifat Siwa dan di Jajaghu (Candi Jago) bersifat
Buddha. Sementara dalam lambang NKRI, Garuda Pancasila, pengertiannya diperluas, menjadi
tidak terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan kepercayaan dan keagamaan,
melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat (budaya) dan beda kepulauan
(antara nusa) dalam kesatuan nusantara raya.

4. Negara Kesatuan Republik Indonesia

Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat dipisahkan dari
persitiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena melalui peristiwa proklamasi
tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar
(bangsa lain) bahwa sejak saat itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Apabila ditinjau dari sudut hukum tata negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna sebagai negara, mengingat
saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya
negara.

e. Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan

1. Bendera

Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar
2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna
putih yang kedua bagiannya berukuran sama.

2. Bahasa

Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang
dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.

3. Lambang Negara

Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang


kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan
rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang
dicengkeram oleh Garuda.

4. Lagu Kebangsaan

Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu
Kebangsaan adalah Indonesia Raya. Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah
oleh Wage Rudolf Supratman.

2. Nilai-nilai bela Negara

a. Umum

Yang menjadi sejarah Bela Negara, Semua Negara dan bangsa memiliki ancamannya
masing-masing, termasuk Indonesia sehingga dibtuhkan kewaspadaan dini untuk mencegah
potensi ancaman menjadi ancaman.

B. Sejarah Bela Negara

Sementara itu Jenderal Spoor yang telah berbulan-bulan mempersiapkan rencana


pemusnahan TNI memberikan instruksi kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera
untuk memulai penyerangan terhadap kubu Republik. Seiring dengan penyerangan terhadap
bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan
menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan
terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota
RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Pada
sore harinya dilaksanakan rapat kabinet yang antara lain menghasilkan keputusan bahwa Wakil
Presiden yang merangkap Menteri Pertahanan menganjurkan dengan perantaraan radio
supaya tentara dan rakyat melaksanakan perang gerilya terhadap Belanda. “Mungkin
pemerintah di Yogya terkepung dan tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya, tetapi
persiapan telah diadakan untuk meneruskan Pemerintah Republik Indonesia di Sumatera, juga
yang terjadi dengan orang-orang pemerintah di Yogyakarta, perjuangan diteruskan”.

Perintah Kilat No.1 itu secara langsung kepada seluruh Angkatan Perang RI untuk
melaksanakan siasat yang telah ditentukan sebelumnya, yakni Perintah Siasat No.1 Panglima
Besar.Bunyi Perintah Kilat No.1 Panglima Besar sebagaimana sebagai berikut : Mohammad
Hatta ditangkap Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, mereka sempat mengadakan rapat
dan memberikan mandat kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk
pemerintahan sementara. Tidak lama setelah ibukota RI di Yogyakarta dikuasai Belanda dalam
Agresi Militer Belanda II, mereka berulangkali menyiarkan berita bahwa RI sudah bubar.
Mendengar berita bahwa tentara Belanda telah menduduki ibukota Yogyakarta dan menangkap
sebagian besar pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember 1948 sore
hari, Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Sejumlah tokoh pimpinan republik yang
berada di Sumatera Barat dapat berkumpul di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka
mengadakan rapat yang dihadiri antara lain oleh Mr. Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M.
Hassan, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr.Lukman Hakim, Ir.Indracahya,
Ir.Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif.
Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah
disiapkan, maka dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat
Republik Indonesia (PDRI). Mohammad Hatta tidak ke luar kota pada tanggal 19 Desember
1948 sesuai dengan rencana perang gerilya, adalah berdasarkan pertimbangan militer, karena
tidak terjamin cukup pengawalan, sedangkan sepanjang yang diketahui dewasa itu, seluruh
kota telah dikepung oleh pasukan payung Belanda. Lagi pula pada saat yang genting itu tidak
jelas tempat-tempat yang telah diduduki dan arah-arah yang diikuti oleh musuh.

Dalam rapat di istana tanggal 19 Desember 1948 antara lain KSAU Suryadarma
mengajukan peringatan pada pemerintah, bahwa pasukan payung biasanya membunuh semua
orang yang dijumpai di jalan-jalan, sehingga jika para dia itu ke luar haruslah dengan
pengawalan senjata yang kuat. Dengan pertimbangan bahwa tanggal 19 Desember 1948
merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia karena pada tanggal tersebut terbentuk
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dalam rangka mengisi kekosongan kepemimpinan
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka bela Negara serta dalam
upaya lebih mendorong semangat kebangsaan dalam bela negara dalam rangka
mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi persatuan dan
kesatuan.

C. Ancaman

Yang dimaksud dengan ancaman pada era reformasi diartikan sebagai sebuah kondisi,
tindakan, potensi, baik alamiah atau hasil suatu rekayasa, berbentuk fisik atau non fisik, berasal
dari dalam atau luar negeri, secara langsung atau tidak langsung diperkirakan atau diduga atau
yang sudah nyata dapat membahayakan tatanan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara
dalam rangka pencapaian tujuan nasionalnya. Sesuai dengan bentuk ancaman dibutuhkan
sinergitas antar kementerian dan lembaga Negara dengan keterpaduan yang mengutamakan
pola kerja lintas sektoral dan menghindarkan ego sektoral, dimana salah satu kementerian atau
lembaga menjadi leading sector, sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing, dibantu
kementerian atau lembaga Negara lainnya.

D. Kewaspadaan Dini

Sistem Kewaspadaan Dini KLB (SKD-KLB) merupakan kewaspadaan terhadap penyakit


berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan tekonologi
surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya
pencegahan dan tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat. Belajar
dari beberapa peristiwa penanganan konflik yang pernah terjadi di beberapa daerah pada
sekitar awal reformasi, maka diperlukan kewaspadaan dini terhadap konflik sosial yang terjadi
dan diatasi melalui paradigma penciptaan integrasi sosial yang meliputi integrasi bangsa,
integrasi wilayah, dan perilaku integratif.

H. Pengertian Bela Negara

Bela Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara
perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari
berbagai Ancaman. Secara ontologis bela Negara merupakan tekad, sikap, dan perilaku serta
tindakan warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif, secara epistemologis fakta-
fakta sejarah membuktikan bahwa bela Negara terbukti mampu menjaga kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sementara secara aksiologis bela Negara diharapkan
dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai Ancaman.

Konsep bela negara modern itu sendiri bukanlah sebuah konsep baru yang berseberangan
dengan pakem yang sudah dibuat, namun di dalam konsep itu didefinisikan kembali apa itu bela
negara masa kini dan bagaimana menghadapi ancaman per ancaman secara rinci, dan apabila
perlu dijelaskan pula lingkungan strategis dan konteks politik yang menjadi latar belakang
ancaman itu, dan bagaimana ancaman bisa masuk dengan mudah ke tubuh bangsa dan
negara Indonesia.

F. Nilai Dasar Bela Negara

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya


Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara meliputi :
a. cinta tanah air;
b. sadar berbangsa dan bernegara;
c. setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;
d. rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
e. kemampuan awal Bela Negara.

Sadar menjadi bagian dari bangsa dan Negara akan mendorong pada tekad, sikap dan
perilaku untuk menjadi warga Negara yang baik, yang patuh dan taat pada hukum dan norma-
norma yang berlaku. Sikap dan perilaku yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan prasyarat utama dalam menjamin kelangsungan
hidup bangsa Indonesia dan Negara. Tanpa keinginanan untuk berkorban pada bangsa dan
Negara dari seluruh warga negaranya, negeri ini akan mengalami stagnasi, tidak mampu
bersaing dengan bangsa-bangsa dan Negara-negara lainnya di dunia atau bahkan mengalami
kemuduran dikarenakan warga negaranya enggan berkontribusi demi bangsa dan negaranya.
Dengan kompetensi masing- masing dan sesuai dengan profesi seluruh warga Negara
berhak dan wajib untuk menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai
Ancaman.

G. Pembinaan Kesadaran Bela Negara lingkup pekerjaan

Pembinaan Kesadaran Bela Negara adalah segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada
warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku serta menanamkan nilai dasar
Bela Negara.

H. Indikator nilai dasar Bela Negara

1. Indikator cinta tanah air. Ditunjukkannya dengan adanya sikap :

a. Menjaga tanah dan perkarangan serta seluruh ruang wilayahIndonesia.


b. Jiwa dan raganya bangga sebagai bangsa Indonesia
c. Jiwa patriotisme terhadap bangsa dan negaranya.
d. Menjaga nama baik bangsa dan negara.
e. Memberikan konstribusi pada kemajuan bangsa dan negara.
f. Bangga menggunakan hasil produk bangsa Indonesia

2. Indikator sadar berbangsa dan bernegara. Ditunjukkannya dengan adanya sikap :

a. Berpartisipasi aktif dalam organisasi kemasyarakatan, profesi maupun politik.


b. Menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Ikut serta dalam pemilihan umum.
d. Berpikir, bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negaranya.
e. Berpartisipasi menjaga kedaulatan bangsa dan negara.

3. Indikator setia pada Pancasila Sebagai ideologi Bangsa. Ditunjukkannya dengan adanya
sikap :

a. Paham nilai-nilai dalam Pancasila.


b. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
c. Menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara.
d. Senantiasa mengembangkan nilai-nilai Pancasila.
e. Yakin dan percaya bahwa Pancasila sebagai dasar negara.
4. Indikator rela berkorban untuk bangsa dan Negara. Ditunjukkannya dengan adanya sikap :

a. Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kemajuan bangsa dan
negara.
b. Siap membela bangsa dan negara dari berbagai macam ancaman.

c. Berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.

d. Gemar membantu sesama warga negara yang mengalami kesulitan.

e. Yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negaranya tidak sia-sia.

5. Indikator kemampuan awal Bela Negara. Ditunjukkannya dengan adanya sikap:

a. Memiliki kecerdasan emosional dan spiritual serta intelijensia.


b. Senantiasa memelihara jiwa dan raga
c. Senantiasa bersyukur dan berdoa atas kenikmatan yang telah diberikan Tuhan Yang
Maha Esa.
d. Gemar berolahraga.
e. Senantiasa menjaga kesehatannya.

I. Aktualisasi Kesadaran Bela Negara bagi ASN

Usaha Bela Negara bertujuan untuk memelihara jiwa nasionalisme Warga Negara dalam upaya
pemenuhan hak dan kewajibannya terhadap Bela Negara yang diwujudkan dengan Pembinaan
Kesadaran Bela Negara demi tercapainya tujuan dan kepentingan nasional, dengan sikap dan
perilaku meliputi :

1. Cinta tanah air bagi ASN, diaktualisasikan dengan sikap dan perilaku, antara lain :

a. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945 serta pemerintahan yang sah.
b. Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia.
c. Sesuai peran dan tugas masing-masing, ASN ikut menjaga seluruh ruang wilayah
Indonesia baik ruang darat, laut maupun udara dari berbagai ancaman, seperti :
ancaman kerusakan lingkungan, ancaman pencurian sumber daya alam, ancaman
penyalahgunaan tata ruang, ancaman pelanggaran batas negara dan lain-lain.
d. ASN sebagai warga Negara terpilih harus menjadi contoh di tengah-tengah masyarakat
dalam menunjukkan kebanggaan sebagai bagian dari Bangsa Indonesia.
e. Selalu menjadikan para pahlawan sebagai sosok panutan, dan mengambil
pembelajaran jiwa patriotisme dari para pahlawan serta berusaha untuk selalu
menunjukkan sikap kepahlawanan dengan mengabdi tanpa pamrih kepada Negara dan
bangsa.
f. Selalu nenjaga nama baik bangsa dan Negara dalam setiap tindakan dan merendahkan
atau selalu membandingkan Bangsa Indonesia dari sisi negatif dengan bangsa-bangsa
lainnya di dunia.
g. Selalu berupaya untuk memberikan konstribusi pada kemajuan bangsa dan Negara
melalui ide-ide kreatif dan inovatif guna mewujudkan kemandirian bangsa sesuai dengan
kapasitas dan kapabilitas masing-masing.
h. Selalu mengutamakan produk-produk Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam mendukung tugas sebagai ASN Penggunaan produk- produk asing hanya
akan dilakukan apabila produk tersebut tidak dapat diproduksi oleh Bangsa Indonesia.
i. Selalu mendukung baik secara moril maupun materiil putra-putri terbaik bangsa
(olahragawan, pelajar, mahasiswa, duta seni dan lain-lain) baik perorangan maupun
kelompok yang bertugas membawa nama Indonesia di kancah internasional.
k. Selalu menempatkan produk industri kreatif/industri hiburan tanah air sebagai pilihan
pertama dan mendukung perkembangannnya.

2. Kesadaran berbangsa dan bernegara bagi ASN, diaktualisasikan dengan sikap dan perilaku,
antara lain :

a. Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak.


b. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian.
c. Memegang teguh prinsip netralitas ASN dalam setiap kontestasi politik, baik tingkat
daerah maupun di tingkat nasional.
d. Mentaati, melaksanakan dan tidak melanggar semua peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi pelopor
dalam penegakan peraturan/perundangan di tengah-tenagh masyarakat.
e. Menggunakan hak pilih dengan baik dan mendukung terselenggaranya pemilihan umum
yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, professional,
akuntabel, efektif dan efisien.
f. Berpikir, bersikap dan berbuat yang sesuai peran, tugas dan fungsi ASN.
g. Sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing ikut berpartisipasi menjaga kedaulatan
bangsa dan negara.
h. Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama.
i. Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem
karier.

3. Setia pada Pancasila sebagai ideologi negara bagi ASN, diaktualisasikan dengan sikap dan
perilaku, antara lain :

a. Memegang teguh ideologi Pancasila.


b. Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif.
c. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur.
d. Menjadi agen penyebaran nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah
masyarakat.
e. Menjadi contoh bagi masyarakat dalam pegamalan nilai-nilai Pancasila di tengah
kehidupan sehari-hari.
f. Menjadikan Pancasila sebagai alat perekat dan pemersatu sesuai fungsi ASN.
g. Mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai kesempatan dalam konteks
kekinian.
h. Selalu menunjukkan keyakinan dan kepercayaan bahwa Pancasila merupakan
dasar Negara yang menjamin kelangsungan hidup bangsa.
i. Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan.

4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara bagi ASN, diaktualisasikan dengan sikap dan
perilaku, antara lain :

a. Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya
guna, berhasil guna, dan santun.
b. Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kemajuan bangsa dan
Negara sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
c. Bersedia secara sadar untuk membela bangsa dan negara dari berbagai macam
ancaman.
d. Selalu berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional dan menjadi pionir
pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan nasional.
e. Selalu ikhlas membantu masyarakat dalam menghadapi situasi dan kondisi yang penuh
dengan kesulitan.
f. Selalu yakin dan percaya bahwa pengorbanan sebagai ASN tidak akan sia- sia.

5. Kemampuan awal Bela negara bagi ASN, diaktualisasikan dengan sikap dan perilaku
antara lain :

a. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah.


b. Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi.
c. Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai.
d. Selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan mengembangkan wawasan
sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Selalu menjaga kesehatan baik fisik maupun psikis dengan pola hidup sehat serta
menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
f. Senantiasa bersyukur dan berdoa atas kenikmatan yang telah diberikan Tuhan Yang
Maha Esa.
g. Selalu menjaga kebugaran dan menjadikan kegemaran berolahraga sebagai gaya
hidup.
h. Senantiasa menjaga kesehatannya dan menghindarkan diri dari
kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan.

3. Sistem administrasi negara kesatuan republik Indonesia

Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal
18 Agustus 1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam arti sebagai dasar
ideologi maupun filosofi bangsa. Kedudukan Pancasila ini dipertegas dalam UU No. 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara. Artinya, setiap materi muatan kebijakan negara, termasuk UUD 1945,
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan utama dari penjabaran lima
norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma- norma dasar lainnya yang
termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum yang memberi kerangka dasar
hukum sistem penyelengagaran negara pada umumnya, atau khususnya sistem
penyelenggaraan negara yang mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan
aspek sumber daya manusianya.

Konstitusi atau UUD, yang bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut UUD 1945
hasil Amandemen I, II, III dan IV terakhir pada tahun 2002 (UUD 1945) merupakan hukum dasar
tertulis dan sumber hukum tertinggi dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia. Atas dasar itu, penyelenggaraan negara harus dilakukan untuk disesuaikan dengan
arah dan kebijakan penyelenggaraan negara yang berlandaskan Pancasila dan konstitusi
negara, yaitu UUD 1945.

Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan UUD 1945,
merupakan tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang melatar belakangi, kandungan
cita-cita luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh karena itu
tidak akan berubah atau dirubah, merupakan dasar dan sumber hukum bagi Batang-tubuh UUD
1945 maupun bagi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia apapun yang akan atau
mungkin dibuat. Norma- norma dasar yang merupakan cita-cita luhur bagi Republik Indonesia
dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara tersebut dapat ditelusur pada Pembukaan
UUD 1945 tersebut yang terdiri dari empat (4) alinea.

Dari sudut hukum, batang tubuh UUD 1945 merupakan tataran pertama dan utama dari
penjabaran 5 (lima) norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma-norma dasar
lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum yang memberi
kerangka dasar hukum sistem administrasi negara Republik Indonesia pada umumnya, atau
khususnya sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang mencakup aspek
kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya manusianya.
B. Analisis Isu Kontemporer

Perubahan yang diharapkan terjadi bukannya sesuatu yang “berbeda” saja, namun lebih
dari pada itu, perubahan yang diharapkan terjadi adalah perubahan ke arah yang lebih baik
untuk memuliakan manusia/humanity (memberikan manfaat bagi umat manusia). Hanya
manusia dengan martabat dan harkat hidup yang bisa melakukan perbuatan yang bermanfaat
dan dilandasi oleh nilai-nilai luhur, serta mencegah dirinya melakukan perbuatan tercela.
Sejalan dengan tujuan Reformasi Birokrasi terutama untuk mengembangkan PNS menjadi
pegawai yang transformasional, artinya PNS bersedia mengembangkan cita-cita dan
berperilaku yang bisa diteladani, menggugah semangat serta mengembangkan makna dan
tantangan bagi dirinya, merangsang dan mengeluarkan kreativitas dan berupaya melakukan
inovasi, menunjukkan kepedulian, sikap apresiatif, dan mau membantu orang lain.

Mengambil Tanggung Jawab, antara lain dilakukan dengan menunjukkan sikap dan
perilaku yang mencerminkan tetap disiplin dan akuntabilitas, mengakui dan memperbaiki
kesalahan yang dibuat, fair dan berbicara berdasarkan data, menindaklanjuti dan
menuntaskan komitmen, serta menghargai integritas pribadi. Menunjukkan Sikap Mental Positif,
antara lain diwujudkan dalam sikap dan perilaku bersedia menerima tanggung jawab kerja,
suka menolong, menunjukkan respek dan membantu orang lain sepenuh hati, tidak tamak dan
tidak arogan, serta tidak bersikap diskriminatif atau melecehkan orang lain. Menunjukkan
Kompetensi, antara lain dimanifestasikan dalam bentuk kesadaran diri, keyakinan diri, dan
keterampilan bergaul, mampu mengendalikan diri, menunjukkan kemampuan bekerja sama,
memimpin, dan mengambil keputusan, serta mampu mendengarkan dan memberi informasi
yang diperlukan.

Sosok PNS yang bertanggung jawab dan berorientasi pada kualitas merupakan gambaran
implementasi sikap mental positif PNS yang kompeten dengan kuat memegang teguh kode etik
dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan tuntutan unit kerja/organisasinya merupakan
wujud nyata PNS menunjukan sikap perilaku bela Negara. Untuk mendapatkan sosok PNS
ideal seperti itu dapat diwujudkan dengan memahami posisi dan perannya serta kesiapannya
memberikan hasil yang terbaik mamanfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk bersama-
sama melakukan perubahan yang memberikan manfaat secara luas dalam melaksanakan
tugas-tugas pembangunan dan pemerintahan.

Perubahan Lingkungan Strategis Ditinjau dari pandangan Urie Brofenbrenner (Perron, N.C.,
2017) ada empat level lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi kesiapan PNS dalam
melakukan pekerjaannya sesuai bidang tugas masing-masing, yakni: individu, keluarga (family),
Masyarakat pada level lokal dan regional (Community/ Culture), Nasional (Society), dan Dunia
(Global).

Daya Saing Nasional, Dalam konteks globalisasi PNS perlu memahami berbagai dampak
positif maupun negatifnya; perkembangan demokrasi yang akan memberikan pengaruh dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan politik Bangsa Indonesia; desentralisasi dan otonomi daerah
perlu dipahami sebagai upaya memperkokoh kesatuan nasional, kedaulatan negara, keadilan
dan kemakmuran yang lebih merata di seluruh pelosok Tanah Air, sehingga pada akhirnya akan
membentuk wawasan strategis bagaimana semua hal tersebut bermuara pada tantangan
penciptaan dan pembangunan daya saing nasional demi kelangsungan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam lingkungan pergaulan dunia yang semakin
terbuka, terhubung, serta tak berbatas.

PNS dihadapkan pada pengaruh yang datang dari eksternal juga internal yang kian lama kian
menggerus kehidupan berbangsa dan bernegara (pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka
Tunggal Ika) sebagai konsensus dasar berbangsa dan bernegara. Hal ini didasari bahwa pada
dasarnya manusia memiliki sifat dasar curiosity, proaktif dan inovatif yang dapat dikembangkan
untuk mengelola setiap perubahan lingkungan strategis yang cepat berubah. Penerapannya
dalam dunia birokrasi/pemerintahan adalah, hanya pegawai yang memiliki pengetahuan yang
luas dan terus menambah pengetahuannya yang dapat beradaptasi dengan kondisi perubahan
lingkungan strategis. istilah emotional intelligence untuk menggambarkan kemampuan manusia
untuk mengenal dan mengelola emosi diri sendiri, serta memahami emosi orang lain agar dia
dapat mengambil tindakan yang sesuai dalam berinteraksi dengan orang lain. dengan emosi diri
sendiri; Social Awareness yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dari
tindakannya yang tampak (kemampuan berempati) secara akurat;, dan Relationship
Management yaitu kemampuan orang untuk berinteraksi secara positif pada orang lain.

Kesadaran Sosial (Social Awareness) yaitu Kemampuan berempati terhadap apa yang sedang
dirasakan oleh orang lain, memberikan pelayanan prima, mengembangkan kemampuan orang
lain, memahami keanekaragaman latar belakang sosial, agama dan budaya dan memiliki
kepekaan politik.

Kemampuan sosial (Social Skill) yaitu, kemampuan mempengaruhi orang lain, kemampuan
berkomunikasi dengan baik, kemampuan mengelola konflik dalam kelompok, kemampuan
membangun tim kerja yang solid, dan kemampuan mengajak orang lain berubah,

Manfaat yang bisa dipetik dengan mengembangkan modal sosial adalah terwujudnya
kemampuan untuk membangun dan mempertahankan jaringan kerja, sehingga terbangun
hubungan kerja dan hubungan interpersonal yang lebih akrab. Modal etika/moral Kecerdasan
moral sebagai kapasitas mental yang menentukan prinsip-prinsip universal kemanusiaan harus
diterapkan ke dalam tata-nilai, tujuan, dan tindakan kita atau dengan kata lain adalah
kemampuan membedakan benar dan salah. Orang yang memiliki kecerdasan moral yang tinggi
bukanlah tipe orang pendendam yang membalas perilaku yang tidak menyenangkan dengan
cara yang tidak menyenangkan pula. Organisasi yang berpegang pada prinsip etika akan
memiliki citra yang baik, citra baik yang di maksud disini adalah

Modal Kesehatan (kekuatan) Fisik/Jasmani Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung
manifestasi semua modal insani yang dibahas sebelumnya, Badan yang tidak sehat akan
membuat semua modal di atas tidak muncul dengan maksimal.
Perlu disadari bahwa PNS sebagai Aparatur Negara dihadapkan pada pengaruh yang datang
dari eksternal juga internal yang kian lama kian menggerus kehidupan berbangsa dan
bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai konsensus dasar
berbangsa dan bernegara. Fenomena tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal
dan memahami secara kritis terkait isu-isu strategis kontemporer diantaranya; korupsi, narkoba,
paham radikalisme/ terorisme, money laundry, proxy war, dan kejahatan komunikasi masal
seperti cyber crime, Hate Speech, dan Hoax, dan lain sebagainya. Isu-isu yang akan diuraikan
berikut ini:

1. Korupsi

Sejarah Korupsi Indonesia Penjelasan korupsi di Indonesia dibagi dalam dua fase, yaitu: fase
pra kemerdekaan (zaman kerajaan dan penjajahan) dan fase kemerdekaan (zaman orde lama,
orde baru, dan orde reformasi hingga saat ini) yang diuraikan sebagai berikut: 1) zaman
kerajaan, Dari beberapa catatan sejarah menggambarkan kehancuran kerajaan-kerajaan besar
di Indonesia disebabkan perilaku korup sebagian besar tokohnya.

Secara substansi Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 telah mengatur berbagai modus
operandi tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana formil, memperluas pengertian pegawai
negeri sehingga pelaku korupsi tidak hanya didefenisikan kepada orang perorang tetapi juga
pada korporasi, dan jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa
tindak pidana korupsi adalah Pidana Mati, Pidana Penjara, dan Pidana Tambahan.

Bahkan, dalam segi pembuktian telah diterapkan pembuktian terbalik secara berimbang dan
sebagai kontrol, dan yang tidak kalah pentingnya undang-undang ini juga dilengkapi dengan
adanya pengaturan mengenai peran serta masyarakat yang ditegaskan dengan Peraturan
Pemerintah nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UNCAC memiliki tujuan untuk memajukan/ meningkatkan/ memperkuat tindakan pencegahan


dan pemberantasan korupsi yang lebih efisien dan efektif; untuk memajukan, memfasilitasi, dan
mendukung kerjasama internasional dan bantuan teknis dalam mencegah dan memerangi
korupsi terutama dalam pengembalian aset; dan meningkatkan integritas, akuntabilitas dan
manejemen publik dalam pengelolaan kekayaan negara.

Pasal 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu bentuk tindakan:

1) Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan


keuangan/perekonomian negara (Pasal 2)
2) Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan / kedudukan yang dapat merugikan
keuangan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan / perekonomian Negara ( Pasal 3 )
3) Penyuapan (Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 11)
4) Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10)
5) Pemerasan dalam jabatan (Pasal 12)
6) Berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7 )
7) Gratifikasi (Pasal 12B dan Pasal 12C)
Cara yang harus dilakukan untuk menghindar dari ancaman hukuman akibat menerima
gratifikasi adalah; a. Melaporkan setiap pemberian yang diterima kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi; b. Tidak menerima semua pemberian yang dilakukan oleh orang yang
patut diduga akan mendapatkan keuntungan, akibat kedekatannya dengan seorang pejabat; c.
Tidak menerima semua pemberian yang berkaitan dengan jabatan yang sedang diembannya.

2. Narkoba

Zat adiktif lainnya adalah zat yang berpengaruh psikoaktif diluar narkotika dan psikotropika
meliputi: - Minuman beralkohol, mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan saraf pusat; - Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)
mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan
rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin, yang sering disalahginakan seperti lem,
thinner, cat kuku dll; - Tembakau, dan lain-lain UNODC lebih memfokuskan kepada
penyalahgunaan narkotika dan psikotropika.

Menghadapi permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang


cenderung terus meningkat dan belum ada payung hukum sebagai dasar pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, maka
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1976 Tentang Narkotika, hal ini dapat terlaksana setelah Indonesia
meratifikasi UN Single Convention on Narcotic Drugs 1961 dan diamandemen dengan protocol
1972 yang diratifikasi oleh DPR.

Merespon kondisi yang demikian, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik


Indonesia (MPR-RI)) melalui Sidang Umum Mejelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia (MPR RI) Tahun 2002 menerbitkan Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 yang
isinya merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan
Presiden RI untuk membuat Undang-Undang Narkotika yang baru atau melakukan perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun1997 Tentang Narkotika, yang secara
substansi sudah kurang relevan dengan dinamisasi yang ada dimasyarakat.

Selain secara substansi Iabih kuat sebagai dasar dan/atau payung hukum dalam
pelaksanaan program P4GN, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
tersebut juga memperkuat susunan dan kedudukan (susduk) Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia (BNN-RI) sebagai Lembaga Pemerintah yang lebih mandiri dan/atau
independen, dimana yang semula merupakan bagian integral atau kompartementasi dibawah
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), dan diketuai oleh Kepala Polri (Kapolri) karena
jabatannya (exofficio), sedangkan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya dijalankan
oleh seorang Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Narkotika Nasional Republik
Indonesia (BNN-RI).

Struktur organisasi Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia terdiri dari :1 (satu)
Sekretariat Utama, 1 (satu) Inspektorat Utama, dan 5 (lima) Deputi Bidang yang masing-masing
membidangi urusan: 1) Bidang Pencegahan; 2) Bidang Pemberantasan; 3) Bidang Rehabilitasi;
4) Bidang Hukum dan Kerja Sama; dan 5) Bidang Pemberdayaan Masyarakat, hal tersebut
sesuai dengan ketentuan Pasal 67, Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika. Bahwa Deputi Bidang Pemberantasan dipimpin oleh seorang
Deputi, dan merupakan unsur pelaksana sebagaian tugas dan fungsi Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia di bidang pemberantasan, yang kedudukannya dibawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, hal tersebut sesuai
dengan ketentuan Pasal 17 Ayat (1) dan Ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.

Terhadap kondisi perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika di


Indonesia, Badan Narkotika Nasional terus meningkatkan intensitas dan ekstensitas upaya
penyelamatan bangsa dari acaman penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba melalui
pelaksanaan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba (P4GN) yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara.
Situasi dan kondisi yang terus berkembang, global, regional, dan nasional yang berkaitan
dengan masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor
narkotika merupakan masalah besar yang dihadapi seluruh bangsa di dunia, terutama negara
miskin.

3. Terorisme dan Radikalisme

Terorisme dapat dibagi menjadi level atau tahapan sebagai berikut: Level negara atau state,
kelompok teroris ini berkembang pada level negara dan keberadaannya mengancam negara
tersebut seperti, Irish Republican Army (IRA) bekerjasama dengan separatis Basque, Euzkadi
Ta Askatasuna (ETA) pada 1969 membajak sebuah skyrocket, Japanese Red Army (JRA)
melakukan serangan bunuh diri pada tahun 1972 di Israel, pada 1972 terjadi penyaderaan saat
Olimpiade di Munich yang dilakukan oleh kelompok Black September (BS), adapun kelompok
lainnya German Red Army Faction (gRAF/RAF) dan Italian Red Brigades (iRB/RB); Level
kawasan atau regional, kelompok teroris ini berkembang pada level regional dan keberadaanya
tidak hanya mengancam suatu negara tapi juga mengancam negara lain yang menjalin
kerjasama dengan negara tersebut seperti di Indonesia dalam kurun waktu 2002-2009, terjadi 6
kali pemboman yang dilakukan oleh anggota Jemaah Islamiyah, pada April 1983 terjadi
pemboman di gedung kedutaan, berasal dari kelompok Islamic Jihad Organization (IJO), pada
Desember 1975 “Carlos the Jackal” (CJ) menyerang organisasi OPEC di Austria; Level
internasional atau global, kelompok teroris yang berkembang pada level international ini, bukan
hanya mengancam suatu negara tapi juga mengancam kestabilan dunia internasional, seperti
kelompok Al Qaeda. kodratnya sebagai manusia, indivisible (tidak dapat dicabut), dan
interelated atau interdependency (bahwa antara Hak Sipil dan Ekososbud sesungguhnya
memiliki sifat saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan antara hak yang satu dengan
yang lain); c) prinsip supremasi hukum di mana semua program dan kegiatan deradikalisasi
harus menjunjung tinggi hukum yang berlaku di Indonesia, dalam konteks apa pun; dan d)
prinsip kesetaraan di mana semua program deradikalisasi mesti dilakukan dengan kesadaran
bahwa semua pihak berada di posisi yang sama, dan saling menghormati satu sama lain.

Peran serta masyarakat Upaya menimbulkan peranan aktif individu dan/atau kelompok
masyarakat dalam membangun kesadaran antiterorisme yang dapat dilakukan adalah, sebagai
berikut :

• Menanamkan pemahaman bahwa terorisme sangat merugikan;

• Menciptakan kolaborasi antar organisasi kemasyarakatan dan pemerintah untuk mencegah


tersebarnya pemahaman ideologi ekstrim di lingkungan masyarakat;

• Membangun dukungan masyarakat dalam deteksi dini potensi radikalisasi dan terorisme;

• Mensosialisasikan teknik deteksi dini terhadap serangan teroris, kepada kelompok-kelompok


masyarakat yang terpilih;

• Penanaman materi terkait bahaya terorisme pada pendidikan formal dan informal terkait
dengan peran dan posisi Negara: • Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan
kesetaraan, di mana di dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham
utama, atau warga kelas satu.

4. Money loundring

Laporan PBB tahun 1993 mengungkapkan bahwa ciri khas mendasar pencucian harta
kekayaan hasil kejahatan yang juga meliputi operasi kejahatan terorganisir dan transnasional
adalah bersifat global, fleksibel dan sistem operasinya berubah-ubah, pemanfaatan fasilitas
yang teknologi canggih serta bantuan tenaga profesional, kelihaian para operator dan sumber
dana yang besar untuk memindahkan dana-dana haram itu dari satu negara ke negara lain
yang dilakukan oleh para pelaku tertentu dan posisi yang istimewa.

kejahatan secara lintas batas wilayah jika dibandingkan dengan keberadaan hukum nasional
dan upaya lembaga penegak hukum dipandang tidak lagi mampu mendeteksi perkembangan
modus kejahatan ini, terutama terkait dengan upaya pengaburan atau penyamaran dana ilegal
yang diperoleh dari hasil perdagangan gelap narkotika sehingga seolah-olah merupakan hasil
yang legal/sah, maka diperlukan suatu tindakan multinasional oleh negara-negara untuk
mengatasi isu global pencucian uang maupun tindak kejahatan terorganisir lainnya yang dapat
merusak sistem keuangan internasional.

Keanggotaan APG terbuka bagi setiap negara atau jurisdiksi di kawasaan Asia dan Pasifik yang
mengakui adanya kebutuhan untuk memberantas pencucian uang, mengakui manfaat dari
saling berbagi pengetahuan dan pengalaman; telah atau sedang mengambil langkah aktif untuk
mengembangkan, mengesahkan, dan menerapkan anti pencucian uang; berkomitmen untuk
melaksanakan keputusan yang dibuat oleh APG; berpartisipasi dalam program evaluasi
bersama (mutual evaluation); dan berkontribusi dalam pembiayaan keanggotaan APG.
Sebagai bagian dari komitmen Indonesia yang kuat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan global tindak pidana pencucian uang, Pemerintah Indonesia
mengambil beberapa langkah strategis diantaranya telah mempersiapkan RUU tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di bawah koordinasi Departemen
Kehakiman dan HAM, yang kemudian diundangkan dan disahkan oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri pada tanggal 17 April

Pada tanggal tersebut menandai tonggak sejarah terbentuknya rezim Anti Pencucian Uang
dan Kontra Pendanaan Terorisme di Indonesia dan pendirian suatu lembaga intelijen keuangan
sebagai focal point pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan
pendanaan terorisme, yakni Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC), yang dikenal secara
generik sebagai financial intelligence unit (FIU) dalam menangani laporan transaksi keuangan
mencurigakan (suspicious transactions).

Oleh karena itu, seiring perkembangan dinamika standar internasional dan kembali
memenuhi kepatuhan terhadap 40 Rekomendasi FATF maka diperlukan penyempurnaan
menyeluruh dari berbagai aspek baik dalam maupun luar negeri, sektor hukum dan sektor
keuangan, paradigma baru pencucian uang dan pendanaan terorisme serta penambahan
kerangka hukum di bidang tertentu sehingga dipandang untuk membuat suatu UU tentang
tindak pidana pencucian uang yang sejati dan baru (bukan merevisi). Tindak Pidana Pencucian
Uang yang diakomodir di dalam Pasal 3 Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan
lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul Harta Kekayaan dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah).

Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 4 Setiap orang yang
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-
hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 5 Setiap orang yang
menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp 1 milyar.
UU No 8 Tahun 2010, tindak pidana yang menjadi pemicu (disebut sebagai “tindak pidana
asal”) terjadinya pencucian uang meliputi: (a) korupsi; (b) penyuapan; (c) narkotika; (d)
psikotropika; (e) penyelundupan tenaga kerja; (f) penyelundupan imigran; (g) di bidang
perbankan; (h) di bidang pasar modal; (i) di bidang perasuransian; (j) kepabeanan; (k) cukai; (l)
perdagangan orang; (m) perdagangan senjata gelap; (n) terorisme; (o) penculikan; (p)
pencurian; (q) penggelapan; (r) penipuan; (s) pemalsuan uang; (t) perjudian; (u) prostitusi; (v) di
bidang perpajakan; (w) di bidang kehutanan; (x) di bidang lingkungan hidup; (y) di bidang
kelautan dan perikanan; atau (z) tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4
(empat) tahun atau lebih.

Harta hasil tindak pidana Harta hasil tindak pidana (proceed of crime) dalam pengertian
formil merupakan harta yang dihasilkan atau diperoleh dari suatu perbuatan tindak pidana yang
disebutkan sebagai tindak pidana asal pencucian uang sebagaimana disebut dalam 26 macam
jenis tindak pidana asal di atas. Selain tindak pidana pencucian uang, UU PP-TPPU juga
mengatur tindak pidana bagi pelaku yang membocorkan dokumen dan keterangan yang
diterima yang berkaitan dengan pemberantasan pencucian uang, kecuali dalam rangka
pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam UU PP-TPPU ( dikenal dengan istilah
anti-tipping-off).

Adapun keunggulan lain dari pengungkapan kasus melalui pendekatan paradigma follow
the money, adalah: a. Jangkauannya lebih jauh hingga menyentuh aktor intelektualnya (the man
behind the gun), sehingga dirasakan lebih adil; b. Memiliki prioritas untuk mengejar hasil
kejahatan, bukan langsung menyentuh pelakunya sehingga dapat dilakukan secara ‘diam-
diam’, lebih mudah, dan risiko lebih kecil karena tidak berhadapan langsung dengan pelakunya
yang kerap memiliki potensi kesempatan melakukan perlawanan; c. Hasil kejahatan
dibawa kedepan proses hukum dan disita untuk negara karena pelakunya tidak berhak
menikmati harta kekayaan yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak sah, maka dengan
disitanya hasil tindak pidana akan

Stranas memiliki 7 strategi untuk mencapai penguatan rezim anti pencucian


uang/pencegahan pendanaan terorisme guna mematuhi Rekomendas i FATF, yakni:

Strategi I : Menurunkan tingkat tindak pidana Korupsi, Narkotika dan Perbankan melalui
optimalisasi penegakan hukum TPPU
Strategi II : Mewujudkan mitigasi risiko yang efektif dalam mencegah terjadinya TPPU dan
TPPT di Indonesia
Strategi III : Optimalisasi upaya pencegahan dan pemberantasan TPPT

Strategi IV : Menguatkan koordinasi dan kerja sama antar instansi: Pemerintah dan/atau
lembaga swasta
Strategi V : Meningkatkan pemanfaatan instrumen kerja sama internasional dalam rangka
optimalisasi asset recovery yang berada di negara lain
Strategi VI : Meningkatkan kedudukan dan posisi Indonesia dalam forum internasional di
bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU & TPPT
Strategi VII : Penguatan regulasi dan peningkatan pengawasan pembawaan uang tunai
dan instrumen pembayaran lain lintas batas negara sebagai media pendanaan terorisme.
Lembaga Intelijen Keuangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang
secara umum dikenal sebagai unit intelijen keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU), dibentuk
sejak tahun 2002 melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang, dan secara khusus diberikan mandat untuk mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

Tugas PPATK Sebagai lembaga intelijen keuangan, PPATK berperan mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia, yaitu: (i) Pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; (ii) Pengelolaan data dan informasi; (iii)
Pengawasan kepatuhan Pihak Pelapor; dan (iv) Analisis/pemeriksaan laporan dan informasi
Transaksi Keuangan yang berindikasi TPPU dan TP lain.

Agar pengembangan rezim anti pencucian uang di Indonesia membuahkan hasil yang nyata
dan sekaligus memberikan manfaat besar bagi negara & bangsa, maka langkah awal yang
perlu dilakukan adalah suatu perencanaan dan penyusunan program kerja bersama yang baik
dan matang agar arah dan tujuan yang ditetapkan didalamnya dapat dilaksanakan

Pada hakikatnya, tujuan akhir dari pendekatan Anti Pencucian Uang digabung dengan
pendekatan penegakan hukum di Indonesia adalah untuk memperoleh dua hal utama, yaitu:
pertama, meningkatkan integritas dan stabilitas sistem keuangan & perekonomian nasional; dan
kedua, menurunkan angka kriminalitas melalui pendekatan ‘follow the money.’ Manfaat
paradigma anti pencucian uang (AML) dengan pendekatan follow the money dapat diketahui
sebagai berikut:

 Dapat mengejar hasil kejahatan;


 Dapat menghubungkan kejahatan dengan pelaku intelektual;
 Dapat menembus kerahasiaan bank;
 Dapat menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam menyembunyikan hasil
 kejahatan; dan
 Dapat menekan nafsu orang untuk melakukan kejahatan bermotif ekonomi.

5. Proxy War

Kemudian seiring waktu berjalan lahirlah Pancasila sebagai fundamental bangsa Indonesia
yang disusun menurut watak peradaban Indonesia yang memiliki banyak suku bangsa, bahasa,
adat istiadat, dan agama, maka dengan merumuskan Peri Kebangsaan, Peri Kemanusian, Peri
Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Peri Kesejahteraan Rakyat.

legislatif dengan cara menyuap dan menghasilkan perundang-undangan yang memihak


kepentingan asing, mengadu domba aparatur negara, membuat fakta-fakta perdagangan guna
menekan produk Indonesia, menguasai dan membeli media massa, menciptakan konflik
domestik, menguasai sarana informasi dan komunikasi strategis, serta mencoba merusak
generasi bangsa Indonesia dengan berbagai cara mulai dari penyebaran narkoba, menghasut
para pelajar Indonesia dan lain-lain.
Membangun Kesadaran Anti-Proxy dengan mengedepankan Kesadaran Bela Negara melalui
pengamalan nilai-nilai Pancasila Pancasila selaku ideologi yang menjadi fundamental bangsa
Indonesia yang terbentuk berdasarkan kondisi bangsa Indonesia yang multikultural mempunyai
keanekaragaman budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, dan agama yang berbeda- beda
dari Sabang sampai Merauke.

Dan dari segala perbedaan inilah Pancasila menjadi pemersatu dari semua kemajemukan
bangsa Indonesia serta menjadi pandangan hidup bangsa yang terdiri dari kesatuan rangkaian
nilai-nilai luhur untuk mengatur berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara guna tercapainya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.

Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan Bela Negara yang dijiwai nilai spiritual Ketuhanan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara maka bangsa Indonesia menyadari dan meyakini
kebhinekaan sebagai keniscayaan kodrat Ilahi untuk saling menghormati dalam keberagaman
serta rela berkorban demi keberlangsungan NKRI dalam memecahkan masalah-masalah
politik, ekonomi, sosial, dan budaya dll yang timbul dalam gerak masyarakat yang semakin
maju.

Tentu hal ini akan menjadi suatu tangtangan dan ancaman akibat efek dari globalisasi yaitu
dominasi modernitas global yang berujung tombak pada kapitalisme ekonomi dunia dan
teknologisasi kehidupan dan di lain pihak tantangan dan ancaman ideologi keagamaan
transnasionalisme yang ingin menghapus paham kebangsaan dan menyebarkan radikalisme
keberagaman yang sama sekali tidak sesuai dengan Sosio-Nasionalisme Pancasila.

Tentunya sebagai warga negara Indonesia sudah selayaknya dan menjadi suatu keharusan
untuk mengatisipasi ancaman-ancaman seperti globalisasi dan proxy war yang dapat
menimbulkan permasalahan yang pelik bagi bangsa Indonesia bahkan dapat menyebabkan
disintegrasi bangsa seperti halnya yang terjadi pada Timor Timur.

Serta mengaplikasikan dari butir-butir Pancasila dan nilai-nilai bela negara yang merupakan
sebagai pandangan hidup, maka bangsa Indonesia akan dapat memandang suatu persoalan
yang dihadapinya dan menentukan arah serta dapat memecahkan persoalannya dengan tepat.

Pancasila dalam rangka mencegah terjadinya konflik antar suku, agama, dan daerah yang
timbul akibat dari proxy war serta mengantispasi menghindari adanya keinginan pemisahan dari
NKRI sesuai dengan symbol sesanti Bhineka Tunggal Ika pada lambang Negara, Persatuan
dan Kesatuan tidak boleh mematikan keanekaragaman dan kemajemukan sebagaimana
kemajemukan tidak boleh menjadi faktor pemecah belah, tetapi harus menjadi sumber daya
yang kaya untuk memajukan kesatuan dan persatuan itu.

Pengantar Sejarah DeFleur & DeFleur (2016), membagi perkembangan komunikasi massa
dalam lima tahapan revolusi dengan penggunaan media komunikasi sebagai indikatornya, yaitu
(1) komunikasi massa pada awalnya zaman manusia masih menggunakan tanda, isyarat
sebagai alat komunikasinya, (2) pada saat digunakannya bahasa dan percakapan sebagai alat
komunikasi, (3) saat adanya tulisan sebagai alat komunikasinya, (4) era media cetak sebagai
alat komunikasi, dan (5) era digunakannya media massa sebagai alat komunikasi bagi manusia.

Milestone penting yang menandai pengembangan media massa dimulai dari terbitnya surat
kabar Jerman, Avisa Relation Oder Zeitung untuk pertama kalinya pada 15 Januari 1609 untuk
memenuhi kebutuhan informasi masyarakat secara mingguan, yang kemudian disusul pada
tahun 1702, dengan penerbitan Daily Courant di London yang menjadi pelopor koran harian
yang mewartakan setiap informasi di Inggris.

Terdapat setidaknya tiga istilah yang perlu dikenali dan dipahami karena selain selalu
digunakan dalam literatur komunikasi massa, juga merupakan perkembangan terkini dari
komunikasi massa saat ini, yaitu istilah komunikasi massa itu sendiri, media massa, dan media
sosial.

Pengertian lain dari Jalaludin Rahmat (2000) yang menjelaskan jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau
elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Media Massa Adapun yang dimaksud dengan media dalam komunikasi massa adalah media
massa yang merupakan segala bentuk media atau sarana komunikasi untuk menyalurkan dan

White Collar Crime (Kejahatan Kerah Putih) Kejahatan ini merujuk pada tindakan melawan
hukum yang dilakukan oleh kelompok orang dengan status sosial yang tinggi, termasuk orang
yang terpandang atau memiliki posisi tinggi dalam hal pekerjaannya.

Illegal Contents Kejahatan ini dilakukan dengan cara memasukkan data atau informasi ke
internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap sebagai melanggar
hukum atau menggangu ketertiban pada masyarakat umum, contohnya adalah penyebaran
pornografi atau berita yang tidak benar.

Hoax di media sosial biasanya pemberitaan media yang tidak terverifikasi, tidak berimbang, dan
cenderung menyudutkan pihak tertentu; dan bermuatan fanatisme atas nama ideologi, judul,
dan pengantarnya provokatif, memberikan penghukuman serta menyembunyikan fakta dan
data.

Memahami regulasi atau UU yang terkait dengan IT penting agar mengetahui dengan pasti
mana yang boleh dan mana yang tidak dalam menggunakan media sosial (The Do’s & the
Don’ts).

C. KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA

Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang baik
secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang
dilakukan berdasarkan kebulatan sikap dan tekad secara ikhlas dan sadar disertai kerelaan
berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga,
merawat, dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Aplikasi kesiapsiagaan Bela Negara dalam Latsar CPNS selanjutnya juga termasuk pembinaan
pola hidup sehat disertai pelaksanaan kegiatan pembinaan dan latihan ketangkasan fisik dan
pembinaan mental lainnya yang disesuaikan dan berhubungan dengan kebutuhan serta ruang
lingkup pekerjaan, tugas, dan tanggungjawab, serta hak dan kewajiban PNS di berbagai lini dan
sektor pekerjaan yang bertugas diseluruh wilayah Indonesia dan dunia.

Untuk pelatihan kesiapasiagaan bela negara bagi CPNS ada beberapa hal yang dapat
dilakukan, salah satunya adalah tanggap dan mau tahu terkait dengan kejadian-kejadian
permasalahan yang dihadapi bangsa negara Indonesia, tidak mudah terprovokasi, tidak mudah
percaya dengan barita gosip yang belum jelas asal usulnya, tidak terpengaruh dengan
penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan permasalahan bangsa lainnya, dan yang lebih
penting lagi ada mempersiapkan jasmani dan mental untuk turut bela negara.

Apabila kegiatan kesiapsiagaan bela negara dilakukan dengan baik, maka dapat diambil
manfaatnya antara lain:
1. Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan kegiatan lain.
2. Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan.
3. Membentuk mental dan fisik yang tangguh.
4. Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan kemampuan
diri.
5. Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok dalam materi
Team Building.
6. Membentuk Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu.
7. Berbakti pada orang tua, bangsa, agama.
8. Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan kegiatan.
9. Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin.
10.Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama.

Dengan telah memahami wawasan kebangsaan dan nilai- nilai bela negara diharapkan dalam
menghadapi perubahan lingkungan pada zaman sekarang sudah dapat memilah dan memilih
perubahan lingkungan yang seperi apa yang cocok dan sesuai dengan nilai-nilai dasar Pegawai
Negeri Sipil, sebagaimana di amanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN).

Selain itu dalam ke 3 modul ini juga dikenalkan kesiapsiagaan dan kesehatan jasmani dan
mental, ini dikenalkan untuk menghadapi hal-hal yang terjadi maka diperlukan jasmani dan
mental yang kuat dalam menangkal hal-hal yang buruk yang sangat cepat mengalir ke
Indonesia.
Dengan demikian, maka untuk bisa melakukan internalisasi dari nilai-nilai dasar bela negara
tersebut, kita harus memiliki kesehatan dan kesiapsiagaan jasmani maupun mental yang
mumpuni, serta memiliki etika, etiket, moral dan nilai kearifan lokal sesuai dengan jati diri
bangsa Indonesia.

Dengan mengacu dalam Modul Utama Pembinaan Bela Negara tentang Implementasi Bela
Negara yang diterbitkan oleh Dewan Ketahanan Nasional Tahun 2018, disebutkan bahwa Aksi
Nasional Bela Negara memiliki elemen-elemen pemaknaan yang mencakup:
1) Rangkaian upaya-upaya bela negara;
2) Guna menghadapi segala macam Ancaman, Gangguan, Hambatan, dan Tantangan;
3) Dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara,
4) Yang diselenggarakan secara selaras, mantap, sistematis, terstruktur, terstandardisasi, dan
massif;
5) Dengan mengikutsertakan peran masyarakat dan pelaku usaha;
6) Di segenap aspek kehidupan nasional;
7) Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila dan
Undang- Undang Dasar 1945,
8) Serta didasari oleh Semangat Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil, dan Makmur
sebagai penggenap Nilai- Nilai Dasar Bela Negara,
9) Yang dilandasi oleh keinsyafan akan anugerah kemerdekaan, dan;
10) Keharusan bersatu dalam wadah Bangsa dan Negara Indonesia, serta;
11) Tekad untuk menentukan nasib nusa, bangsa, dan negaranya sendiri.
AGENDA II
Nilai-Nilai Dasar PNS

A. Berorienrtasi Pelayanan

Definisi pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik adalah


kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN, yaitu 1)
penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu masyarakat,
stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh
penerima layanan.

Pelayanan publik yang prima sudah tidak bisa ditawar lagi ketika lembaga pemerintah ingin
meningkatkan kepercayaan publik, karena dapat menimbulkan kepuasan bagi pihak-pihak yang
dilayani. Dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik,
pelayan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi
tersebut, pegawai ASN
bertugas untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan
ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah telah
meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga
Melayani Bangsa). Core Values ASN BerAKHLAK merupakan akronim dari Berorientasi
Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Values tersebut
seharusnya dapat dipahami dan dimaknai sepenuhnya oleh seluruh ASN serta dapat
diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena tugas
pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN, sangatlah penting untuk
memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan
tugasnya, yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan pelayanan prima
demi kepuasan masyarakat.

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan memenuhi


tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan
publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan
layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien
masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat.
Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani dengan senyum,
menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan tepat
waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih layanan yang
tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad memberikan
pelayanan yang prima.

Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat sudah dapat
terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan yang diberikan
dapat melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing something better and better).

Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era digital
yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan business as
usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara dalam
pemberian pelayanan publik. Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik.
Konteks atau permasalahan publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam memberikan
layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi pelayanan publik.

Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh dan


berkembangnya inovasi pelayanan publik, diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya budaya
inovasi, dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi masyarakat,
dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya inovasi.

B. Akuntabel

Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung
jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda.
Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab, sedangkan akuntabilitas adalah
kewajiban pertanggungjawaban yang harus dicapai.

Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal berikut yaitu akuntabilitas adalah sebuah
hubungan, akuntabilitas berorientasi pada hasil, akuntabilitas membutuhkan adanya laporan,
akuntabilitas memerlukan konsekuensi, serta akuntabilitas memperbaiki kinerja.

Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu pertama, untuk
menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi); kedua, untuk mencegah korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional); ketiga, untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas (peran belajar). Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas
vertical (vertical accountability), dan akuntabilitas horizontal (horizontal accountability).
Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas
individu, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas stakeholder.

Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli administrasi negara sebagai
dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik. Namun, integritas
memiliki keutamaan sebagai dasar seorang pelayan publik untuk dapat berpikir secara
akuntabel. Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam membangun kepercayaan publik terhadap
amanah yang diembankan kepada setiap pegawai atau pejabat negara.

Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini dapat diartikan
secara berbeda- beda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk perilaku yang
berbeda-beda pula. Contoh mekanisme akuntabilitas organisasi, antara lain sistem penilaian
kinerja, sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem pengawasan (CCTV, finger prints,
ataupun software untuk memonitor pegawai menggunakan komputer atau website yang
dikunjungi).

Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel adalah:
1) Kepemimpinan,
2) Transparansi,
3) Integritas,
4) Tanggung jawab (responsibilitas),
5) Keadilan,
6) Kepercayaan,
7) keseimbangan,
8) kejelasan, dan
9) konsistensi.

Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme
akuntabilitas harus mengandung 3 dimensi yaitu Akuntabilitas kejujuran dan hukum, Akuntabilitas
proses, Akuntabilitas program, dan Akuntabilitas kebijakan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu pembangunan
budaya akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan integritas dapat menjadi
faktor yang kuat dalam membangun pola pikir dan budaya antikorupsi.

Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan
urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang berkaitan dengan isu ini adalah
perwujudan transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat: KIP).

Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publiK.
Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang berfungsi memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah suatu panduan atau pegangan
yang harus dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokrat untuk menyelenggarakan pelayanan
yang baik untuk publik. Buruknya sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.

Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber daya lembaga
termasuk dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan pribadi) dan non-
keuangan (Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan /atau orang lain).

Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-


langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan:
• Penyusunan Kerangka Kebijakan,
• Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
• Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
• Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.

Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai
dengan Core Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:

• Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi
• Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab,
efektif, dan efisien
• Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi

Akuntabilitas dan Integritas Personal seorang ASN akan memberikan dampak sistemik bila bisa
dipegang teguh oleh semua unsur. Melalui Kepemimpinan, Transparansi, Integritas, Tanggung
Jawab, Keadilan, Kepercayaan, Keseimbangan, Kejelasan, dan Konsistensi, dapat membangun
lingkungan kerja ASN yang akuntabel.

C. Kompeten

Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis, karakter dan tuntutan
keahlian baru. Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu, sesuai
kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan
kinerja organisasi lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri.

Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai berikut:

 Berorientasi Pelayanan:

a.Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;


b.Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;

 Melakukan perbaikan tiada henti. Akuntabel:


a.Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas
tinggi;
b.Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif,
dan efesien.

 Kompeten:
a.Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab tantangan yang
selalu berubah;
b.Membantu orang lain belajar;
c.Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.

 Harmonis:
a.Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya;
b.Suka mendorong orang lain;
b. Membangun lingkungan kerja yang kondusif.

 Loyal:

a Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
pemerintahan yang sah;
b Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan negara;
c.Menjaga rahasia jabatan dan negara.\

 Adaptif:
a.Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b.Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
c. Bertindak proaktif.

 Kolaboratif:
a.Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi;
b.Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama nilai tambah;
c.Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk tujuan bersama.

Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek pengelolaan ASN harus
memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan
yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya
yang bersifat subyektif.

Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)


2020-2024, diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class
bureaucracy), yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin
berkualitas dan t ata kelola yang semakin efektif dan efisien. Terdapat 8 (delapan) karakateristik
yang dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan.
Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi: integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan
global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan entrepreneurship. Konsepsi
kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi
aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.

Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN,
kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan
bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola
unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman
berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku,
wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh
setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan
Jabatan.

Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk
kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.

Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam
Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dalam menentukan pendekatan pengembangan
talenta ASN ditentukan dengan peta nine box pengembangan, dimana kebutuhan
pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.

Beberapa materi pokok dalam perilaku kompeten yaitu :

1. Berkinerja yang BerAkhlak:

• Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
• Selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi sebagai pelayan publik.
• Perilaku etika profesional secara operasional tunduk pada perilaku BerAkhlak.

2. Meningkatkan kompetensi diri:

• Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah adalah
keniscayaan.
• Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut juga
sebagai teori “net-centric”, merupakan pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran
utama dari Internet.
• Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online network.
• Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber keahlian para
pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja atau tempat
lain.
• Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks), yang mengatur diri sendiri
dalam interaksi dengan pegawai dalam organisasi dan atau luar organisasi.

3. Membantu Orang Lain Belajar:

• Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di kafetaria kantor termasuk morning
tea/coffee sering kali menjadi ajang transfer pengetahuan.
• Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif dalam “pasar pengetahuan”
atau forum terbuka (Knowledge Fairs and Open Forums).
• Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang terkandung dalam dokumen
kerja seperti laporan, presentasi, artikel, dan sebagainya dan memasukkannya ke dalam
repositori di mana ia dapat dengan mudah disimpan dan diambil (Knowledge Repositories).
• Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access and Transfer), dalam
bentuk pengembangan jejaring ahli (expert network), pendokumentasian
pengalamannya/pengetahuannya, dan mencatat pengetahuan bersumber dari refleksi
pengalaman (lessons learned).

4. Melakukan kerja terbaik:

• Pengetahuan menjadi karya sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik


instansi pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan berkembang melalui
berbagai
perubahan lingkungan dan karya manusia.
• Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak dilepaskan dengan
apa yang menjadi terpenting dalam hidup seseorang.

D. Harmonis

Keanekaragaman Bangsa dan Budaya Indonesia Republik Indonesia (RI) adalah negara di Asia
Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara daratan benua Asia dan
Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Prinsip nasionalisme bangsa
Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa:
menempatkan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan;menunjukkan sikap rela berkorban demi
kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
serta tidak merasa rendah diri; mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban
antara sesama manusia dan sesama bangsa; menumbuhkan sikap saling mencintai sesama
manusia; mengembangkan sikap tenggang rasa. Nampak jelas bahwa para pendiri bangsa
sangat peduli dan penuh kesadaran bahwa bangsa Indonesia merupakan perkumpulan bangsa
yang berbeda dan hanya rasa persatuan, toleransi, dan rasa saling menghargai yang dapat
membuat tegaknya NKRI.

Menurut John Hutchison, ada beberapa kelemahan dalam aliran modernis ini yaitu

a. Unit politik sekuler, muncul dari gagasan kedaulatan rakyat dan mencari wujudnya dalam
bentuk Negara yang independen dan dipersatukan oleh hak hak kewarganegaraan universal

b. Teritori yang terkonsolidasikan, dengan skala baru organisasai yang diusung oelh Negara
birokratis, ekonomi pasar, jaringan komunikasi yang lebih intensif

c. Secara etnis lebih homogen dibanding dengan masyarakat polietnis sebelumnya, berkat
kebajikan polisi Negara, bahasa resmi Negara, pengajaran etos patriotic dan peminggiran
minoritas
d. Unit budaya tertinggi berlandaskan pada standarisasi budaya baca tulis dan kapitalisme
percetakan, dimana genre baru surat kabar, novel, menyediakan dasar yang diperlukan bagi
keterasingan masyarakat industrial

e. Munculnya kelas menengah baru yang mudah berpindah (mobile) dan mendominasi
kehidupan nasional.

f. Pada banyak periode sejarah, etinisitas menyediakan kerangka penting bagi identitas kolektif
dan tindakan politik kolektif

g. Aliran modernis gagal mengakui adanya keragaman perbedaan sumber daya yang tidak bisa
diprediksi dan dinamisme dalam era modern yang dapat bertindak sebagai katalis bagi formasi
etnisitas

h. Meski banyak identitas etnisitas yang memudar, akan tetapi pada bagian lainnya, etnisitas
menjelma dan masuk kedalam sastra, institusi keagamaan, ode kode hukum, serta
mempengaruhi representasi sosial politik yang lebih luas, dan pada taraf tertentu sama dengan
bangsa modern

i. Penekanan yang berlebihan pada karakter statis daribangsa, akibatnya gagal mengakui
kerapuhan dari negara dalam dunia modern, yang mengarah kepada kebangkita etno komunal,
yang hendak merestrukturisasi komunitas politik modern, meredefinisi bentangan territorial,
karakter budaya, dan konsep kewargaan, seperti yang muncul di beberapa Negara Eropa Timur
pada beberapa decade lalu hingga sekarang.

Sikap ASN dalam Keanekaragaman Berbangsa Berdasarkan pandangan dan pengetahuan


mengenai kenekaragaman bangsa dan budaya, sejarah pergerakan bangsa dan negara,
konsep dan teori nasionalisme berbangsa, serta potensi dan tantangannya maka sebagai ASN
harus memiliki sikap dalam menjalankan peran dan fungsi pelayanan masyarakat. Semangat
gotong royong juga dapat diperkuat dalam kehidupan masyarakat sipil dan politik dengan terus
menerus mengembangkan Pendidikan kewarganegaraan dan multikulturalisme yang
dapat membangun rasa keadilan dan kebersamaan dilandasi dengan prinsip prinsip kehidupan
public yang lebih partisipatif dan non diskriminatif.

Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana nilai-nilai kejujuran,
solidaritas, keadilan, kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud keprihatinan dan
kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk
mengatur tingkah laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-
ketentuan tertulis yang diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu.
Oleh karena itu, dengan diterapkannya kode etik Aparatur Sipil Negara, perilaku pejabat publik
harus berubah,
a. Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
b. Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;
c. Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah
Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ada dua belas kode etik dan
kode perilaku ASN itu, yaitu:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang
sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi disharmonis kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;

Oleh karena itu tuntutan masyarakat tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah
seharusnya ditanggapi para pejabat publik dengan melakukan perubahan paradigma dalam
penyelenggaraan pembangunan yang terarah bagi terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan
yang baik.

Untuk mewujudkan efektifitas dan efisiensi pembangunan dan pelayanan publik, para pejabat
publik dan seluruh ASN harus dapat merealisasikan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi,
kesetaraan, profesionalitas, supremasi hukum, kesetaraan, dan lain-lain.

Supaya etika publik dapat dihayati dan dilaksanakan secara menyeluruh di dalam organisasi,
para pegawai tidak cukup hanya diberikan definisi atau rumusan-rumusan norma yang abstrak
tanpa rujukan yang jelas mengenai kewajiban dan larangan yang berlaku. Hal yang diperlukan
adalah suatu peringatan dan sentuhan nurani yang terus-menerus untuk menggugah kesadaran
moral dan melestarikan nilainilai tersebut dalam kehidupan dan interaksi antar individu.

Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa peran
ASN dalam kehidupan berbangsa dan menciptakan budaya harmoni dalam pelaksanaan tugas
dan kewajibannya adalah sebagai berikut:

a. Posisi PNS sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap netral dan adil. Dalam pemilu,
seorang PNS yang aktif dalam partai politik, atau mencalonkan diri sebagai anggota
legislative (DPR, DPRD dan DPD), atau mencalonkan diri sebagai kepala daerah, maka dia
harus mundur atau berhenti sementara dari statusnya sebagai PNS.
b. PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok-kelompok minoritas, dengan tidak
membuat kebijakan, peraturan yang mendiskriminasi keberadaan kelompok tersebut.
c. PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan untuk menunjang sikap netral dan adil
karena tidak berpihak dalam memberikan layanan.
d. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban PNS juga harus memiliki sukamenolong baik
kepada pengguna layanan, juga membantu kolega PNS lainnya yang membutuhkan
pertolongan.
e. PNS tidak boleh melakukan tindakan, ucapan, perilaku yang bertentangan dengan norma
norma sosial dan susila, bertentangan dengan agama dan nilai local yang berkembang di
masyarakat.

Dalam dunia nyata upaya mewujudkan suasana harmonis tidak mudah. Realita lingkungan
selalu mengalami perubahan sehingga situasi dan kondisi juga mengikutinya. Ibarat baterai
yang digunakan untuk menggerakkan motor atau mesin suatu masa akan kehabisan energi dan
perlu di ‘charge’ ulang.
Oleh karena itu upaya menciptakan suasana kondusif yang harmonis bukan usaha yang
dilakukan sekali dan jadi untuk selamanya. Upaya menciptalkan dan menjaga suasana
harmonis dilakukan secara terus menerus.
Mulai dari mengenalkan kepada seluruh personil ASN dari jenjang terbawah sampai yang paling
tinggi, memelihara suasana harmonis, menjaga diantara personil dan stake holder. Kemudian
yang tidak boleh lupa untuk selalu menyeseuaikan dan meningkatkan usaha tersebut, sehingga
menjadi habit/kebiasaan dan menjadi budaya hidup harmonis di kalangan ASN dan seluruh
pemangku kepentingannya.
Upaya menciptakan budaya harmonis di lingkungan bekerja tersebut dapat menjadi salah satu
kegiatan dalam rangka aktualisasi penerapannya. Identifikasi potensi disharmonis dan analisis
strategi dalam mewujudkan susasana harmonis harus dapat diterapkan dalam kehidupan ASN
di lingkungan bekerja dan bermasyarakat.

E. Loyal

Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi
pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), pemerintah
telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding
(Bangga Melayani Bangsa). Nilai “Loyal” dianggap penting dan dimasukkan menjadi salah satu
core values yang harus dimiliki dan diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN
dikarenakan oleh faktor penyebab internal dan eksternal.
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang artinya
mutu dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai
kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh
organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya, antara lain:
1. Taat pada Peraturan.
2. Bekerja dengan Integritas
3. Tanggung Jawab pada Organisasi
4. Kemauan untuk Bekerja Sama.
5. Rasa Memiliki yang Tinggi
6. Hubungan Antar Pribadi
7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan
8. Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
9. Menjadi teladan bagi Pegawai lain
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai
bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara,
dengan panduan perilaku:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan Negara

Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku
loyal tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan
pengabdian, yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”.
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap
organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
1. Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi secara Berkala

Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada
kepentingan sendiri, seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan
negara. Agar para ASN mampu menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas
kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit, diantaranya melalui pemantapan
Wawasan Kebangsaan. Selain memantapkan Wawasan Kebangsaan, sikap loyal seorang ASN
dapat dibangun dengan cara terus meningkatkan nasionalismenya kepada bangsa dan negara.

Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang ASN, ASN sebagai profesi berlandaskan


pada prinsip Nilai Dasar (pasal 4) serta Kode Etik dan Kode Perilaku (Pasal 5, Ayat 2) dengan
serangkaian Kewajibannya (Pasal 23). Untuk melaksanakan dan mengoperasionalkan
ketentuan-ketentuan tersebut maka dirumuskanlah Core Value ASN BerAKHLAK yang
didalamnya terdapat nilai Loyal dengan 3 (tiga) panduan perilaku (kode etik)- nya.
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat
diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan
sehari-harinya, yaitu:
1. Cinta Tanah Air
2. Sadar Berbangsa dan Bernegara
3. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
5. Kemampuan Awal Bela Negara
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan
sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan
perundang- undangangan yang berlaku.
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari
larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil. Hanya PNS-PNS yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat menegakkan kentuan-
ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,
seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik
serta perekat dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi
tersebut merupakan perwujudan dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu
maupun sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah.

Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila menunjukkan
kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang
merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota
masyarakat.

F. Adaptif

Adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup. Organisasi dan individu di
dalamnya memiliki kebutuhan beradaptasi selayaknya makhluk hidup, untuk mempertahankan
keberlangsungan hidupnya.

Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang


ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya dibedakan mengenai
bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis versus berpikir kreatif.

Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan keberlangsungan


organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penerapan budaya adaptif dalam
organisasi memerlukan beberapa hal, seperti di antaranya tujuan organisasi, tingkat
kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur kepemimpinan dan lainnya. Dan budaya adaptif
sebagai budaya ASN merupakan kampanye untuk membangun karakter adaptif pada diri ASN
sebagai individu yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuannya.

Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan – baik
individu maupun organisasi – dalam situasi apa pun. Salah satu tantangan membangun atau
mewujudkan individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA (Volatility,
Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility dengan Vision, hadapi uncertainty
dengan understanding, hadapi complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.

Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon perubahan
lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi
merupakan faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga efektivitas organisasi
dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat dan dapat mendukung tercapainya
tujuan organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati sebagai sebuah strategi perusahaan
maka budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja.Dengan adanya
pemberdayaan budaya organisasi selain akan menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas.

Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur bagaimana pengembangan kapasitas


pemerintah adaptif dengan indicator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya
manusia adaptif; (b) Penguatan organisasi adaptif dan (c) Pembaharuan institusional adaptif.
Terkait membangun organisasi pemerintah yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman
bagaimana Pemerintah Singapura menghadapi perubahan yang terjadi di berbagai sektornya,
mereka menyebutnya dengan istilah dynamic governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga
kemampuan kognitif proses pembelajaran fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu
berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think again) dan berpikir lintas (think across).

Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah yang berbeda untuk


pemerintah yang adaptif yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient
organization). Pembangunan organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang membuat
organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya, desain, adaptasi, dan
budaya (atau sisu, kata Finlandia yang menunjukkan keuletan.

G. Kolaboratif

Kolaborasi sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan keputusan, implementasi


sampai evaluasi. Berbeda dengan bentuk kolaborasi lainnya atau interaksi stakeholders bahwa
organisasi lain dan individu berperan sebagai bagian strategi kebijakan, collaborative
governance menekankan semua aspek yang memiliki kepentingan dalam kebijakan membuat
persetujuan bersama dengan “berbagi kekuatan”. (Taylo Brent and Rob C. de Loe,
2012).
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi yaitu:
1). Forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
2). Peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
3). Peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya '‘dikonsultasikan’
oleh agensi publik;
4). Forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
5). Forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus (bahkan jika konsensus
tidak tercapai dalam praktik), dan
6). Fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.

Panduan Perilaku Kolaboratif Menurut Pérez López et al (2004 dalam Nugroho, 2018),
organisasi yang memiliki collaborative culture indikatornya sebagai berikut:
1). Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan perlu terjadi;

2). Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan membutuhkan upaya
yang diperlukan untuk terus menghormati pekerjaan mereka.
3).Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau mencoba dan mengambil
risiko yang wajar dalam menyelesaikan tugas mereka (bahkan ketika
terjadi kesalahan);
4). Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi (universitas)
Setiap kontribusi dan pendapat sangat dihargai;
5). Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari konflik;

Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat


(4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa
“Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang- undangan” Dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur juga
mengenai Bantuan Kedinasan yaitu kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
guna kelancaran pelayanan Administrasi Pemerintahan di suatu instansi pemerintahan yang
membutuhkan.

Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan


dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan untuk melaksanakan penyelenggaraan
pemerintahan tertentu Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Bantuan
Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta dengan syarat:

a. Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan
b. Penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh Badan
dan/atau Pejabat Peme rintahan;
c. Dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya
sendiri;
d. Apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen
yang diperlukan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; dan/atau e. jika
penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan, dan
fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tersebut.

Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah biaya yang ditimbulkan sesuai kebutuhan riil
dan kemampuan penerima Bantuan Kedinasan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat
menolak memberikan Bantuan Kedinasan apabila:
a. Mempengaruhi kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan pemberi bantuan;
b.Surat keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan bersifat rahasia; atau
c.Ketentuan peraturan perundang-undangan tidak memperbolehkan pemberian
bantuan.

Penolakan Bantuan Kedinasan hanya dimungkinkan apabila pemberian bantuan


tersebut akan sangat mengganggu pelaksanaan tugas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang diminta bantuan, misalnya: pelaksanaan Bantuan Kedinasan yang diminta dikhawatirkan
akan melebihi anggaran yang dimiliki, keterbatasan sumber daya manusia, mengganggu
pencapaian tujuan, dan kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan Jika suatu Bantuan
Kedinasan yang diperlukan dalam keadaan darurat, maka Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib memberikan Bantuan Kedinasan.

Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah, agar tercipta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian berkewajiban membuat norma, standar,
prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk dijadikan pedoman bagi Daerah dalam menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke Daerah dan menjadi pedoman bagi
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Bagian Ketiga Pasal 176 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan konkuren berwenang untuk:
a. menetapkan NSPK dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Penetapan
NSPK ini mengacu atau mengadopsi praktik yang baik (good practices); dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

Kewenangan Pemerintah Pusat ini dibantu oleh kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian. Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah non
kementerian tersebut harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait Terkait kerja sama
daerah, berdasarkan ketentuan Pasal 363 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah diatur bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, Daerah
dapat mengadakan kerja sama yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik serta saling menguntungkan.

AGENDA III
A. SMART ASN

Literasi digital

Berdasarkan petunjuk khusus dari Presiden pada Rapat Terbatas Perencanaan


Transformasi Digital, bahwa transformasi digital di masa pandemi maupun pandemi yang akan
datang akan mengubah secara struktural cara kerja, beraktivitas, berkonsumsi, belajar,
bertransaksi yang sebelumnya luring dengan kontak fisik menjadi lebih banyak ke daring yang
akan dihadapi oleh semua lapisan masyarakat termasuk ASN.

a. Percepatan Transformasi Digital

Menurut Vial (2019), transformasi digital memberikan lebih banyak informasi, komputasi,
komunikasi, dan konektivitas yang memungkinkan berbagai bentuk kolaborasi baru di dalam
jaringan dengan aktor yang terdiversifikasi. Berdasarkan petunjuk khusus dari Presiden pada
Rapat Terbatas Perencanaan Transformasi Digital, bahwa transformasi digital di masa pandemi
maupun pandemi yang akan datang akan mengubah secara struktural cara kerja, beraktivitas,
berkonsumsi, belajar, bertransaksi yang sebelumnya luring dengan kontak fisik menjadi lebih
banyak ke daring. Selain itu, upaya pemerataan pembangunan infrastruktur digital yang
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia juga meliputi penggelaran jaringan serat optik backbone,
pengembangan jaringan fiber-link dan microwave-link, peluncuran 9 satelit telekomunikasi, dan
pembangunan 559.000 stasiun pemancar sinyal (base-transceiver stations/BTS).

Menurut Menkominfo, transformasi digital dapat mendorong perubahan model usaha,


meningkatkan peluang yang menghasilkan nilai tambah, dan mendorong perubahan lintas
sektoral dalam pola pikir bisnis yang didorong secara digital. Di posisi hilir, infrastruktur digital
akan berujung pada penguatan potensi ekonomi digital, sehingga pemanfaatan infrastruktur
digital untuk terus mendorong penguatan dan manfaat ekonomi digital terus dilakukan. Karena
saat ini tulang punggung perekonomian Indonesia adalah UMKM dan Ultra Mikro yang menjadi
penyumbang 61,07% dari PDB Indonesia, Kominfo telah memfasilitasi 30 juta UMKM/UMi agar
dapat masuk secara digital atau digitally onboarded pada tahun 2024.

b. Pengertian Literasi Digital

Konsep Literasi Digital


Constraint dalam literasi digital bisa meliputi kurangnya infrastruktur, akses, dan minimnya
penguatan literasi digital (Jones dan Hafner, 2012). Literasi digital juga mengacu pada
mengajukan pertanyaan tentang sumber informasI, kepentingan produsennya, dan cara-cara di
mana ia merepresentasikan realita di dunia; dan memahami bagaimana perkembangan
teknologi ini terkait dengan kekuatan sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas.
Menurut definisi UNESCO dalam modul UNESCO Digital Literacy Framework (Law, dkk., 2018)
literasi digital adalah... “...kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami,
mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi secara
aman dan tepat melalui teknologi digital untuk pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan
kewirausahaan.

Kompetensi Literasi Digital

Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan kebutuhan
SDM talenta digital, literasi digital berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber
daya manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai. Secara
umum, literasi digital memang sering dianggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan
media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi
adalah kecakapan yang paling utama. Padahal, literasi digital adalah sebuah konsep dan
praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Lebih
dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam
melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto,
2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang
bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital
dengan penuh tanggung jawab. Literasi digital juga merupakan kemampuan untuk secara
kreatif terlibat dalam praktik sosial tertentu, untuk mengasumsikan identitas sosial yang tepat,
dan untuk membentuk atau mempertahankan berbagai hubungan sosial di ruang digital. Literasi
digital juga mencakup kemampuan untuk menyesuaikan aspek keterjangkauan dan kendala
yang muncul dalam bermedia digital dengan berbagai dengan keadaan tertentu.

Seiring tumbuhnya inovasi TIK di Indonesia, literasi digital pun menjadi bagian penting
dalam kurikulum, sehingga menjadi penting untuk diketahui konsep literasi digital dengan
kompetensinya. Kompetensi adalah keterampilan yang dapat dipahami sebagai disposisi yang
memungkinkan seseorang untuk mengatasi tuntutan situasional tertentu (Klieme dan Leutner,
2006).

Kominfo sendiri menjabarkan literasi digital ke dalam 4 kompetensi yaitu kecakapan


menggunakan media digital (digital skills), budaya menggunakan digital (digital culture), etis
menggunakan media digital (digital ethics), dan aman menggunakan media digital (digital
safety).

c. Peta Jalan Literasi Digital

Terdapat tiga pilar utama dalam Indonesia Digital Nation, yaitu masyarakat digital yang
dibarengi pula dengan pemerintah digital dan ekonomi digital. Masyarakat digital meliputi
aktivitas, penggunaan aplikasi, dan penggunaan infrastruktur digital. Pemerintah digital meliputi
regulasi, kebijakan, dan pengendalian sistem digital. Sementara itu, ekonomi digital meliputi
aspek SDM digital, teknologi penunjang, dan riset inovasi digital.Katadata Insight Center →
Status Literasi Digital Indonesia Survei di 34 Provinsi Survei ini dilakukan untuk mengukur
tingkat literasi digital dengan menggunakan kerangka “A Global Framework of Reference on
Digital Literacy Skills” (UNESCO, 2018)
Peta Jalan Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo, Siberkreasi, dan Deloitte
pada tahun 2020 menjadi panduan fundamental untuk mengatasi persoalan terkait percepatan
transformasi digital dalam konteks literasi digital. Dalam peta jalan ini, dirumuskan kurikulum
literasi digital yang terbagi atas empat area kompetensi yaitu: kecakapan digital (digital skills),
budaya digital (digital culture), etika digital (digital ethics) dan keamanan digital (digital safety).
Aman Bermedia Digital Meskipun 4 modul dari Seri Modul Literasi Digital Kominfo-Japelidi-
Siberkreasi ini mempunyai fokus yang berbeda dan ditulis oleh tim penyusun yang tak sama,
namun keempatnya menyajikan modul yang utuh. Tak hanya memaparkan konsep,
problematika, dan strategi yang bisa digunakan baik pengguna media digital maupun pengajar
atau pegiat literasi digital, keempat modul ini juga dilengkapi dengan rekomendasi solusi dan
evaluasi untuk mengukur kompetensi literasi digital.

d. Lingkup Literasi Digital

Dalam mencapai target program literasi digital, perlu diperhitungkan estimasi jumlah
masyarakat Indonesia yang telah mendapatkan akses internet berdasarkan data dari APJII dan
BPS. Identifikasi Target User dan Total Serviceable Market penting untuk menentukan target
spesifik program literasi digital. Saat ini, tingkat penetrasi internet di Indonesia sebesar 73,7%.
Sementara itu, persentase masyarakat Indonesia yang masih belum mendapatkan layanan
internet yaitu sebesar 26,3%.

Tantangan Kesenjangan Digital

Dalam hal lingkup literasi digital, kesenjangan digital (digital divide) juga menjadi hal yang
perlu dipahami. Pada awal mulanya, konsep kesenjangan digital ini berfokus pada kemampuan
memiliki (ekonomi) dan mengoperasikan perangkat digital (komputer) dan akses
(Internet).Namun, konsep ini telah berkembang menjadi beberapa aspek yang lebih
komprehensif.

Penguatan Literasi Digital

Di Indonesia, sejak lama sudah dilakukan upaya penguatan literasi digital. Pada Kurikulum
2006, mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sempat menjadi bagian penting
di bangku sekolah menengah dan atas. Namun dihapus pada Kurikulum 2013, untuk kemudian
direstorasi di Kurikulum 2013 terbaru. Namun, penguatan literasi digital tidak hanya datang dari
Kemendikbud selaku otoritas pendidikan beberapa lembaga pemerintah, akademisi, dan non-
pemerintah juga turut serta Sehingga lingkup literasi digital berfokus pada pengurangan
kesenjangan digital (digital divide) dan penguatan literasi digital. Kedua hal ini terkait erat
dengan peta penguatan literasi digital dari Presiden dan Gerakan Literasi Digital dari Kominfo.

e. Implementasi Literasi Digital

Jika sebelumnya berbagai wacana, kebijakan pendukung, serta sosialisasi tentang era
industri 4.0 belum berhasil membuat industri pendidikan universitas, institut, sekolah tinggi,
politeknik, akademi, hingga sekolah dasar dan menengah mencapai progress signifikan pada
transformasi digital pendidikan Indonesia, terjadinya pandemi COVID-19 justru memberikan
dampak luar biasa dalam aspek ini (Suteki, 2020).

Pilar Literasi Digital

a. Etika Bermedia Digital Kerangka Kerja


Etika bermedia digial adalah kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan,
menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika
digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari Dasar.

Topik

Etika tradisional adalah etika berhubungan secara langsung/tatap muka yang menyangkut
tata cara lama, kebiasaan, dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama dari setiap
kelompok masyarakat, sehingga menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai
pedoman sikap dan perilaku anggota masyarakat. Etika kontemporer adalah etika elektronik
dan digital yang menyangkut tata cara, kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena
teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.

Sementara itu, kebajikan menyangkut hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan
kebaikan serta prinsip penggunaan media digital untuk meningkatkan derajat sesama manusia
atau kualitas kehidupan bersama, dan integritas adalah prinsip kejujuran sehingga individu
selalu terhindar dari keinginan dan perbuatan untuk memanipulasi, menipu, berbohong,
plagiasi, dan sebagainya, saat bermedia digital (Frida dkk, 2021 dalam Frida dan Astuti, 2021).

Empat prinsip etika tersebut menjadi ujung tombak self-control setiap individu dalam
mengakses, berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital, sehingga media
digital benar-benar bisa dimanfaatkan secara kolektif untuk hal-hal positif. Fokusnya pada
pelatihan dan pendampingan, sehingga mereka cakap bermedia digital, sekaligus mampu
menerapkan etika bermedia digital dalam berinteraksi, berpartisipasi, berjejaring, dan
berkolaborasi.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka rencana pengembangan modul Etis


Bermedia Digital adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan modul dengan secara khusus membidik kelompok-kelompok
minoritas atau yang termarjinalkan seperti difabel, anak, perempuan, lansia, dan masyarakat
3T. Fokusnya pada pelatihan dan pendampingan, sehingga mereka cakap bermedia digital,
sekaligus mampu menerapkan etika bermedia digital dalam berinteraksi, berpartisipasi,
berjejaring, dan berkolaborasi.
2. Revisi dan upgrading modul berdasarkan riset proses dan efek dari penerapan modul ini.
3. Perluasan Kurikulum Etika Media di luar empat etika dasar.

Waspada Konten Negatif

Definisi konten negatif jelas tertulis dalam UU ITE. Konten negatif ada dalam Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah
melalui UU Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE) sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran
nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan
sehingga mengakibatkan kerugian pengguna.
Konten negatif muncul karena motivasi-motivasi pembuatnya yang memiliki kepentingan
ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing
hitam, dan memecah belah masyarakat (berkaitan suku agama ras dan antargolongan/SARA)
(Posetti & Bontcheva, 2020 dalam Frida dan Astuti, 2021).

Cara melawan konten negatif diantaranya adalah memverifikasi informasi. Kita wajib
melakukan cross check untuk menguji kebenaran suatu informasi. Langkah verifikasi akan
mengurangi resiko menjadi korban dari konten negatif. Kita menguji kebenarannya dengan
mencari informasi dari sumber-sumber lain yang kredibel. Lainnya adalah memegang prinsip
kehati-hatian yang kita lakukan agar secara tidak langsung juga dapat berimbas pada orang-
orang yang mengirimkan informasi yang salah. Dalam mencegah hate speech demi
menciptakan interaksi bermakna di ruang digital, partisipasi dan kolaborasi dibutuhkan. Pada
dasarnya, konten pada media digital adalah produksi budaya, karena terdapat interaksi,
partisipasi, dan kolaborasi antar pengguna di dalamnya.

Interaksi dan Transaksi Bijak

Setelah kita memahami bagaimana berinteraksi yang etis, kini mari kita tingkatkan manfaat
media digital dengan melakukan transaksi. Menurut GlobalWebIndex, Indonesia adalah negara
dengan tingkat adopsi e-commerce atau transaksi daring paling tinggi di dunia pada tahun
2019. Hal ini menggambarkan bahwa sebanyak 90% pengguna internet yang berada pada usia
19 hingga 60 tahun pernah melakukan pembelian produk atau jasa secara daring.

Media sosial dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai
wadah mengembangkan bisnis. Berikut beberapa keunggulan penggunaan media sosial untuk
UMKM, antara lain:
1. Biaya operasional lebih efektif dan efisien
2. Toko dapat beroperasi 24 jam/hari selama 7 hari/minggu
3. Potensi pasar lebih luas hingga ke internasional/global
4. Katalog produk bisa selalu up-to-date
5. Tidak memerlukan toko offline/ toko fisik untuk memasarkan produknya
6. Modal lebih kecil untuk memulai usaha
7. Dapat dengan mudah mengenali competitor
b. Budaya Bermedia Digital

b. Budaya Bermedia Digital

Topik
Bangsa Indonesia diwajibkan untuk memiliki sikap dan perilaku yang menjunjung nilai nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Terutama dalam menjalankan tugas tugas sebagai duta
bangsa dalam kesenian dan teknologi serta dalam menjalankan tugas sebagai duta pariwisata
untuk mempromosikan produk dalam negeri. Kesukaan dan minat masyarakat melalui dalam
berkomunikasi melalui ruang digital, khususnya mempergunakan gadget harus sesuai dengan
konten yang bermanfaat bagi pengembangan diri, kecerdasan yang positif dan pengembangan
relasi mereka dengan lingkungannya.
Masyarakat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi agar tetap melaksanakan
kegiatan, karena fasilitas dan fitur dari teknologi informasi dan komunikasi yang memiliki
keunggulan dan kemudahan untuk dipergunakan oleh berbagai kalangan masyarakat (Astuti,
dan Prananingrum, 2021).

Seyogyanya, saat dunia bertransformasi menjadi budaya digital, maka budaya baru yang
terbentuk harus dapat menciptakan manusia yang berkarakter dan warga digital yang memiliki
nilai-nilai kebangsaan untuk memperkuat bangsa dan negaranya. Budaya digital hadir untuk
memperkuat karakter budaya bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia dalam
penggunaan media digital, bukan untuk memecah belah kesatuan warna di dunia maya.

Sebagai bangsa Indonesia diwajibkan untuk memiliki sikap dan perilaku yang menjunjung
nilai nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Terutama dalam menjalankan tugas tugas
sebagai duta bangsa dalam kesenian dan teknologi serta dalam menjalankan tugas sebagai
duta pariwisata untuk mempromosikan produk dalam negeri. Kesukaan dan minat masyarakat
melalui dalam berkomunikasi melalui ruang digital, khususnya mempergunakan gadget harus
sesuai dengan konten yang bermanfaat bagi pengembangan diri, kecerdasan yang positif dan
pengembangan relasi mereka dengan lingkungannya. Masyarakat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi agar tetap melaksanakan kegiatan, karena fasilitas dan fitur dari
teknologi informasi dan komunikasi yang memiliki keunggulan dan kemudahan untuk
dipergunakan oleh berbagai kalangan masyarakat (Astuti, dan Prananingrum, 2021).

Dalam konteks keIndonesiaan, sebagai warga negara digital, tiap individu memiliki
tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia
digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Melandasi diri ketika berpartisipasi dan berkolaborasi dengan nilai Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika akan mengarahkan kita pada komunitas digital yang Pancasilais dalam pilihan
kegiatannya.

Digitalisasi Kebudayaan Dan TIK

Budaya digital yang akan kita pelajari bersama ini akan memberi wawasan kritis tentang
tantangan dan peluang sosial, politik, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh teknologi digital itu
sendiri. Menyikapi hal ini, bahasan tentang Digitalisasi Kebudayaan dan Teknologi Informasi
Komunikasi telah memperlihatkan cara menyiasati tantangan dan peluang tersebut melalui
kompetensi literasi digital berupa pemahaman terhadap aspek budaya di ruang digital, produksi,
distribusi, partisipasi, dan kolaborasi.

Cintai Produk Dalam Negeri

Bela negara dimaksudkan sebagai upaya untuk menumbuhkan semangat patriotisme dan
cinta tanah air kepada seluruh warga negara Indonesia (Akmadi, 2017 dalam Astuti dan
Prananingrum, 2021). Jadi sudah selayaknya, warga negara Indonesia melakukan bela negara
yang lebih nyata dengan selalu menggunakan barang-barang yang diproduksi di dalam negeri.

Hak-hak Digital

Hak Digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses,
menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Hak Digital terdiri dari hak untuk
mengakses, hak untuk berekspresi, dan hak untuk merasa aman. Belajar menghargai hak
setiap orang untuk memiliki akses ke teknologi informasi, serta berjuang untuk mencapai
kesetaraan hak dan ketersediaan fasilitas untuk mengakses teknologi informasi merupakan
dasar dari Kewargaan Digital.

c. Aman Bermedia Digital

Membahas tentang keamanan digital berarti membahas berbagai aspek keamanan, mulai
dari menyiapkan perangkat yang aman hingga menyediakan panduan untuk berperilaku di
media digital yang rendah risiko. Misalnya ketika kita melakukan komunikasi seringkali kita
menggunakan gawai yang terkoneksi dengan jaringan internet pada keseharian kita, sehingga
dalam menggunakan perangkat digital kita perlu melakukan proteksi terhadap perangkat digital
yang kita miliki.

Namun, pada saat yang bersamaan, tindakan pengamanan digital, baik yang bersifat teknis
seperti pengamanan perangkat digital maupun yang bersifat penguatan resiliensi diri dalam
menghadapi tantangan dunia digital juga turut berkembang mengikuti tren yang terjadi.
Pertama, kecakapan keamanan digital yang bersifat kognitif untuk memahami berbagai konsep
dan mekanisme proteksi baik terhadap perangkat digital (lunak maupun keras) maupun
terhadap identitas digital dan data diri. Kedua, kecakapan keamanan digital yang bersifat afektif,
yang pada dasarnya bertumpu pada empati agar pengguna media digital punya kesadaran
bahwa keamanan digital bukan sekadar tentang perlindungan perangkat digital sendiri dan data
diri sendiri, melainkan juga menjaga keamanan pengguna lain sehingga tercipta sistem
keamanan yang kuat.

Jika pengguna ruang digital telah memiliki perasaan, empati dan kesadaran untuk
bersama-sama membentuk ruang digital yang aman, maka pengguna tersebut dapat dianggap
sebagai warga digital yang bertanggung jawab. Misalnya ketika kita melakukan komunikasi
seringkali kita menggunakan gawai yang terkoneksi dengan jaringan internet pada keseharian
kita, sehingga dalam menggunakan perangkat digital kita perlu melakukan proteksi terhadap
perangkat digital yang kita miliki.

Proteksi Perangkat Digital

Risiko lainnya yang mungkin saja terjadi pada perangkat digital yang kita miliki jika tidak
diproteksi dengan benar adalah kegiatan mengakses data dan dokumen pribadi yang bisa
dilakukan oleh orang yang paham teknologi dan informasi. Beberapa tips mengamankan sandi
yang bisa diterapkan langsung seperti:

● Pastikan di sekeliling kita tidak ada orang lain ketika akan membuka kata sandi
● Menutup layar saat memasukkan kata sandi
● Rutin mengganti kata sandi secara berkala Fitur Kunci Pencocokan sidik jari (fingerprint
authentication) merupakan fitur perlindungan perangkat ponsel dengan sistem deteksi sidik jari.

Proteksi menggunakan fitur ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi karena pada
beberapa teknologi terkini fitur ini tidak bisa ditembus dengan foto wajah atau wajah orang yang
mirip. Fitur Cari Perangkat Saya (Find My Device) ini merupakan fitur yang bisa diaktifkan untuk
mencari perangkat digital yang hilang, Seperti fitur-fitur lainnya, pengaturan fitur ini akan
berbeda untuk setiap perangkat Pertahanan utama perangkat digital terhadap malware adalah
menggunakan perangkat lunak yang baik untuk melindungi sistem perangkat digital.

Awas Penipuan Digital

Kemampuan analisis, verifikasi, dan evaluasi berkaitan dengan pemahaman awal mengapa
terjadi penipuan digital Selanjutnya apa saja jenis dari penipuan digital termasuk mengenali dan
memahami cara kerja penipuan digital. Setidaknya pemahaman tentang penipuan digital
dengan berbagai kerugian serta aspek dan aturan hukum yang berkaitan dengan penipuan
digital sebagaimana tersebut di atas dapat membantu kita semua untuk tahu secara dasar
mengenai penipuan digital.

Laporkan SMS spam ke Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dengan cara
melakukan tangkapan layar pada SMS spam dan nomor pengirim dengan menyertakan
identitas ponsel kita yang telah teregistrasi NIK dan KK atau kirim aduan ke Twitter BRTI
@aduanBRTI melalui direct message (DM). Kita dapat melakukan pengecekan dan pelaporan
rekening penipu mulai dari nama pemilik, nama bank, hingga rekaman transaksi sehingga
nomor rekening penipu dapat dibekukan melalui:
a. CekRekening.id yang merupakan situs yang dimiliki oleh Kementerian Komunikasi dan
Informatika dengan cara buka situs, pilih bank, masukkan nomor rekening dan klik periksa
tombol rekening.
b. Kredibel.co.id yang merupakan situs untuk mengecek rekam jejak nomor rekening dan
kredibilitas nomor rekening.
c. Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui layanan pengaduan ke 1-500-655 atau email
ke konsumen@ojk.go.id.
Kita juga dapat melapor ke situs lapor.go.id merupakan situs Kepolisian Republik Indonesia
dengan cara kita membuat akun terlebih dahulu dan laporkan penipuan yang kita alami.

Lindungi Rekam Jejak Digital

Penggunaan teknologi yang melekat dengan kehidupan sehari- hari kita juga telah
meningkatkan kejahatan di maya dengan mengakses perangkat lunak, gawai, dan terlebih
menyambungkan diri kita dengan internet, kita telah memberikan akses pada pihak lain untuk
mengetahui kebiasaan kita sehari-hari. Cara termudah mengetahui jejak digital kita adalah
dengan mengetikkan nama kita pada search engine/mesin pencari digital seperti Google,
Yahoo, Altavista, Yandex, dan sebagainya. Jejak digital dikategorikan dalam dua jenis, yakni
jejak digital yang bersifat pasif dan jejak digital yang bersifat aktif.
 Jejak digital pasif adalah jejak data yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja
dan tanpa sepengetahuan kita.
 Jejak digital aktif mencakup data yang dengan sengaja kita kirimkan di internet atau di
platform digital.
Netsafe mencatat beberapa hal negatif yang muncul dari penyalahgunaan jejak digital yang
paling sering dilaporkan oleh pengguna internet, antara lain: mempublikasikan informasi pribadi
yang mengarah ke penindasan atau pelecehan daring, serta menerbitkan informasi pribadi atau
bisnis yang digunakan untuk serangan manipulasi psikologis. Salah satu yang paling sederhana
adalah dengan selalu menyempatkan untuk membaca syarat dan ketentuan aplikasi, media
sosial dan juga situs web yang kita akses. Jika ada pilihan untuk tidak merekam jejak digital dan
membagikannya ke pihak ketiga, kita bisa memilih opsi tersebut sehingga jejak digital kita
aman.

d. Cakap Bermedia Digital


Topik

Dengan demikian, kita perlu mengetahui dan memahami fungsi perangkat keras dan
perangkat lunak yang digunakan dalam mengakses dunia digital. Adapun, indeks literasi digital
yang diukur dibagi ke dalam 4 subindeks, yaitu subindeks 1 terkait informasi dan literasi data,
subindeks 2 terkait komunikasi dan kolaborasi, subindeks 3 tentang keamanan, dan subindeks
4 mengenai kemampuan teknologi, dengan skor terbaik bernilai 5 dan terburuk bernilai 1. Dari
keempatnya, subindeks dengan skor tertinggi adalah subindeks informasi dan literasi data serta
kemampuan teknologi (3,66), diikuti dengan subindeks komunikasi dan kolaborasi (3,38), serta
informasi dan literasi data (3,17) (Kominfo, 2020). Masing-masing sub indikator yang
membentuk pilar kecakapan bermedia digital yaitu kecakapan terkait penggunaan perangkat
keras dan lunak, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta
dompet digital, loka pasar, dan transaksi digital.

Lanskap Digital

Pemahaman terhadap lanskap digital tidak dapat dilepaskan dari kompetensi literasi digital.
Dunia digital merupakan lingkungan yang tidak asing bagi banyak dari kita. Kita mungkin sudah
sangat akrab dengan dunia digital. Namun, selayaknya dunia fisik di sekitar kita, ada beberapa
hal yang perlu kita ketahui dan pahami agar tidak tersesat dalam dunia digital. Dengan
demikian, kita perlu mengetahui dan memahami fungsi perangkat keras dan perangkat lunak
yang digunakan dalam mengakses dunia digital. Salah satu hal yang sering kita jumpai dalam
dunia digital dalam banyak perangkat digital adalah internet. Perangkat ini terhubung langsung
dengan komputer kita atau dengan menggunakan router jaringan tanpa kabel (Miller, 2016
dalam Monggilo dan Kurnia 2021). Pengguna ini secara tidak bertanggung jawab dapat
mencegah sinyal yang dikirimkan dari komputer kita ke situs di internet.

Mesin Pencarian Informasi

Aktivitas pencarian informasi di internet melalui mesin pencarian informasi akrab dikenal
dengan istilah ‘searching’ atau ‘googling’. Mesin pencarian informasi adalah situs yang memiliki
kemampuan untuk mencari halaman situs web di internet berdasarkan basis data dengan
bantuan kata kunci. Pertama, penelusuran (crawling), yaitu langkah ketika mesin pencarian
informasi yang kita akses menelusuri triliunan sumber informasi di internet. Selain berbagai
kegunaan dari fitur-fitur mesin pencarian informasi yang telah dipaparkan sebelumnya, Google
dan Microsoft juga melengkapi layanannya khusus untuk keperluan akademis dengan basis
data yang spesifik. Kedua, disinformasi adalah informasi yang tidak benar dan orang yang
menyebarkannya juga tahu bahwa informasi itu tidak benar.

Aplikasi Percakapan dan Medsos

Aplikasi percakapan dan media sosial adalah salah satu bagian dari perkembangan
teknologi yang disebut sebagai tolok ukur yang sangat menarik yang memiliki kaitan dengan
berbagai aspek (Sun, 2020 dalam Monggilo dan Kurnia 2021). Kita kadang mengeluhkan pesan
yang lambat atau bahkan tidak terkirim yang berakibat pada terhambatnya proses komunikasi.
Media sosial mengalami perkembangan sangat cepat, tercatat hingga kini media sosial memiliki
pengguna aktif sebanyak 106 juta pengguna di Indonesia, di mana angka tersebut sebanyak
40% dari total populasi yang ada (Indonesia Baik, 2017 dalam Monggilo dan Kurnia 2021).

Dompet Digital, Loka Pasar dan Transaksi Digital

Namun, sebelum dompet digital hadir seperti saat ini, terdapat sejumlah metode pembayaran
yang cukup sering digunakan, yaitu pembayaran dengan kartu kredit, kartu debit, transfer bank,
rekening bersama (virtual account), cash on delivery (COD), dan tunai melalui gerai retail. Jika
kebutuhan yang akan dipenuhi untuk segala hal, seperti untuk pembelian pulsa/data,
pembayaran listrik, pembayaran TV Kabel, pembayaran kartu pascabayar, isi ulang e-money,
pembayaran PDAM, pembayaran transportasi umum, dan pembayaran tiket bioskop, maka
Dana adalah dompet digital yang tepat.

Lokapasar (marketplace), adalah satu platform yang menawarkan produk dan layanan dari
banyak penjual yang dapat dibeli oleh klien/pembeli. Sebagian besar produk dan layanan yang
dijual berasal dari perusahaan eksternal, meskipun beberapa platform juga dapat menawarkan
produk mereka sendiri (Kawa & Wałęsiak, 2019 dalam Monggilo dan Kurnia 2021). Hadirnya
lokapasar seperti saat ini sungguh memudahkan kita sebagai pengguna dalam melakukan
transaksi jual beli dari mana dan kapan saja (Rosusana, 2008 dalam Monggilo dan Kurnia
2021).

Apabila produk yang diinginkan memiliki variasi ukuran, jenis, warna, dan model yang harus
dipilih, setelah klik ikon keranjang pembeli harus menentukan pilihan terlebih dahulu sebelum
melanjutkan ke proses checkout. Pilih produk yang ingin dibeli dan pilih voucher yang ingin
digunakan jika ada. Apabila pembayaran sudah berhasil dilakukan pembeli akan mendapatkan
konfirmasi dari lokapasar secara langsung dan produk yang kita beli akan otomatis ada di
halaman pesanan dengan menunjukan status-status dari proses pengiriman.

Implementasi literasi digital dan implikasinya

Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi digital,
berada di domain ‘single, informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud
kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif, formal’ di
mana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warganegara
dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya
dalam ruang ‘negara’. Digital Ethics (Etis Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik
di ruang digital membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di
domain ‘kolektif, informal’. Digital Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi
individu agar dapat menjaga keselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena
sudah menyentuh instrumen-instrumen hukumpositif.

Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas dan aplikasi
yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari
permasalahan kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia hingga
tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020. Angka ini melampaui waktu rata-
rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan
menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2020,
selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia mengakses internet lebih dari 8
jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut
membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi kemampuan wajib yang harus
dimiliki oleh masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap warga negara.

B. MANAJEMEN ASN

Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang
professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi
pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang
unggul selaras dengan perkembangan jaman. Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
a) Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan b) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan kebijakan yang
ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi
semua golongan dan partai politik. Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka Pegawai
ASN berfungsi sebagai berikut: a) Pelaksana kebijakan public; b) Pelayan public; dan c)
Perekat dan pemersatu bangsa. Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
dengan baik dapat meningkatkan produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan akuntabel,
maka setiap ASN diberikan hak. Setelah mendapatkan haknya maka ASN juga berkewajiban
sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode etik
dan kode perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga martabat dan
kehormatan ASN. Kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam UU ASN menjadi acuan bagi
para ASN dalam penyelenggaraan birokrasi pemerintah.

Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung pencapaian tujuan dan
sasaran organisasi dan memberikan ruang bagi tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan juga
keadilan. Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk menerpakan sistem ini baik dari sisi
perencanaan kebutuhan yang berupa transparansi dan jangkauan penginformasian kepasa
masyarakat maupun jaminan obyektifitasnya dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga instansi
pemerintah mendapatkan pegaway yang tepat dan berintegritas untuk mencapai visi dan
misinya.

Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai sistem pengelolaan pegawai harus


mencerminkan prinsip merit yang sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada
prinsip-prinsip yang obyektif dan adil bagi pegawai. Jaminan sistem merit pada semua aspek
pengelolaan pegawai akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan
kinerja. Pegawai diberikan penghargaan dan pengakuan atas kinerjanya yang tinggi, disisi lain
bad performers mengetahui dimana kelemahan dan juga diberikan bantuan dari organisasi
untuk meningkatkan kinerja.

Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK. Manajemen PNS
meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan
perlindungan. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian
kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan;
disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan perlindungan. Pengisian jabatan pimpinan
tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga
nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS
dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan,
rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua)
tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi
tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat
jabatan yang ditentukan. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2
(dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi
hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun. Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi,
Pejabat Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses pelaksanaannya kepada KASN.

KASN melakukan pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan


laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri.
Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi
Pejabat Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai
PNS. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia.
Korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan: menjaga kode etik profesi dan
standar pelayanan profesi ASN; dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.

Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam


Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN diselenggarakan
secara nasional dan terintegrasi antar-Instansi Pemerintah. Sengketa Pegawai ASN
diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya administratif terdiri dari keberatan dan banding
administrative

Anda mungkin juga menyukai