Anda di halaman 1dari 20

MOOC PPPK

Massive Open Online Course


Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK)

JURNAL

DISUSUN OLEH:

Nama : FERLITA INTAN KUSUMA RAHMAN, S.Pd.


NIP : 19880112 202321 2 012
Golongan : IX
Angkatan : XII
Jabatan : Ahli Pertama – Guru IPS
Unit Organisasi : SMPN 1 Tempuran

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (LAN)


2023
JURNAL AGENDA I

A. WAWASAN KEBANGSAAN

Wawasan Kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang dilandasi akan
kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Prof. Muladi, Gubernur Lemhannas RI, meyampaikan bahwa wawasan
kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya,
mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.

1. Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia


Untuk memahami Wawasan Kebangsaan kita semestinya harus mengetahui terlebih dahulu
mengenai sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia. Agar kita tahu bahwa fakta kebangsaan
Indonesia terbangun dari serangkaian proses yang panjang dan penuh pengorbanan.
Titik awal pergerakan bangsa secara Nasional dimulai dari terbentuknya organisasi Boedi
Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Dimana pada saat itu berkumpullah puluhan pemuda di aula
STOVIA yang menghasilkan maklumat : “Boedi Oetomo berdiri untuk memperbaiki keadaan
rakyat kita, terutama rakyat kecil”.
Berangkat dari sana, kemudian bermunculanlah organisasi-organisasi lainnya. Perhimpunan
Indonesia (PI) merupakan organisasi pergerakan nasional pertama yang menggunakan istilah
"Indonesia". Bahkan Perhimpunan Indonesia menjadi pelopor kemerdekaan bangsa Indonesia
di kancah internasional. Perhimpunan Indonesia (PI) diprakarsai oleh Sutan Kasayangan dan R.
N. Noto Suroto pada 25 Oktober 1908 di Leiden, Belanda.
Pergerakan kebangsaan selanjutnya terjadi pada tanggal 30 April 1926 di Jakarta
diselenggarakan “Kerapatan Besar Pemuda”, yang kemudian terkenal dengan nama “Kongres
Pemuda I”. Kongres Pemuda I ini dihadiri oleh wakil organisasi pemuda Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden
Minahasaers, kemudian Jong Bataks Bond dan Pemuda Kaum Theosofi juga ikut dalam
kerapatan besar. Kongres pemuda I ini kemudian dilanjutkan pada kongres pemuda II pada 28
Oktober 1928 yang dilaksanakan di Indonesische Clubgenbouw Jl. Kramat 106 Jakarta. Dalam
kongres Pemuda II muncullah 3 (tiga) klausul yang menjadi dasar dari Sumpah Pemuda, yaitu :
Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu tanah Indonesia, Kami
putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Peristiwa penting selanjutnya adalah pada masa pendudukan Jepang. Pada 1 Maret 1945
dalam situasi kritis, Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang
di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Lalu PPKI terbentuk pada 7 Agustus 1945. Pada tanggal 17 Agustus 1945
pukul 10.00 Teks Proklamasi akan dibacakan di muka rakyat di halaman rumahnya Jl.
Pegangsaan Timur 56. Saat itu Bulan Ramadhan, dimana umat Islam sedang melaksanakan
ibadah puasa Ramadhan. Pukul 10.00 Teks Proklamasi dibacakan, Sang Saka Merah Putih
dikibarkan, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan sebagai pertanda Indonesia
telah menjadi negara merdeka dan berdaulat.
2. Wawasan Kebangsaan
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan
kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI
Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera

3. 4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara


a) Pancasila
b) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
c) Bhineka Tunggal Ika
d) Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

4. Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan


Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera
Kebangsaan adalah Merah Putih” (Pasal 1(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2009 tentang Bendera Kebangsaan, Bahasa dan lambang negara, dan lagu kebangsaan
Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, bermula dari bahasa yang
dijanjikan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, dan berkembang sebagai bahasa
persatuan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa” (Pasal 25(1) Angka 1 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2009 Republik Indonesia tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara
serta Lagu Kebangsaan)
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan kepala
menoleh ke kanan, perisai berbentuk hati yang tergantung di leher Garuda, dan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika tertulis di pita yang dipegang erat oleh Garuda. (Pasal 58 Ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu
Kebangsaan adalah Indonesia Raya. Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah
oleh Wage Rudolf Supratman.

B. NILAI-NILAI BELA NEGARA

Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan


Indonesia merupakan hasil perjuangan segenap komponen bangsa yang dilandasi oleh semangat
untuk membela Negara dari penjajahan. Perjuangan tersebut tidak selalu dengan mengangkat
senjata, tetapi dengan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan kemampuan masing-masing. Nilai
dasar Bela Negara kemudian diwariskan kepada para generasi penerus guna menjaga eksistensi RI.
Sebagai aparatur Negara, ASN memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan dalam pengabdian
sehari hari. Bela Negara dilaksanakan atas dasar kesadaran warga Negara serta keyakinan pada
kekuatan sendiri yang ditumbuhkembangkan melalui 33 usaha Bela Negara. Usaha Bela Negara
diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib,
pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib, dan
pengabdian sesuai dengan profesi. Usaha BelaNegara bertujuan untuk memelihara jiwa
nasionalisme Warga Negara dalam upaya pemenuhan hak dan kewajibannya terhadap Bela Negara
yang diwujudkan dengan Pembinaan Kesadaran Bela Negara demi tercapainya tujuan dan
kepentingan nasional.
Bela Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara
perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai Ancaman.

C. SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (SANKRI)

Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam arti sebagai dasar ideologi
maupun filosofi bangsa. Kedudukan Pancasila ini dipertegas dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.
Artinya, setiap materi muatan kebijakan negara, termasuk UUD 1945, tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Berdasarkan Penjelasan Umum UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU
ASN), dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan ASN yang profesional, bebas
dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai
perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah sebagai berikut:
1) Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
3) Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

D. ANALISIS ISU KONTEMPORER

Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, secara
signifikan telah mendorong kesadaran PNS untuk menjalankan profesinya sebagai ASN dengan
berlandaskan pada: a) nilai dasar; b) kode etik dan kode perilaku; c) komitmen, integritas moral,
dan tanggung jawab pada pelayanan publik; d) kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas; dan e) profesionalitas jabatan.

1. Konsep Perubahan
Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan menjadi bagian dari perjalanan
peradaban manusia.
Berdasarkan Undang-undang ASN setiap PNS perlu memahami dengan baik fungsi dan
tugasnya, yaitu:
a. Melaksanakan kebijakan public yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundang- undangan.
b. Memberikan pelayanan public yang professional dan berkualitas
c. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia
Menghadapi hal tersebut PNS dituntut untuk bersikap kreatif dan melakukan terobosan
(inovasi) dalam melaksanakan pelayanan kepada masya PNS bisa menunjukan perannnya
dalam koridor peraturan perudang- undangan (bending the rules), namun tidak boleh
melanggarnya (breaking the rules). Sejalan dengan tujuan Reformasi Birokrasi terutama untuk
mengembangkan PNS menjadi pegawai yang transformasional, artinya PNS bersedia
mengembangkan cita-cita dan berperilaku yang bisa diteladani, menggugah semangat serta
mengembangkan makna dan tantangan bagi dirinya, merangsang dan mengeluarkan kreativitas
dan berupaya melakukan inovasi, menunjukkan kepedulian, sikap apresiatif, dan mau
membantu orang lain.

2. Perubahan Lingkungan Strategis


Ditinjau dari pandangan Urie Brofenbrenner (PERRON, N.C., 2017) ada empat level yang
mempengaruhi kesiapan PNS dalam melakukan pekerjannya sesuai bidang tugas masing-
masing yakni :
a. Individu
b. Keluarga
c. Masyarakat pada level local dan regional
d. Nasional
e. Dunia.

3. Modal Insani Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis


Modal insani yang dimaksud, disini Istilah modal atau capital dalam konsep modal manusia
(human capital concept). Konsep ini pada intinya menganggap bahwa manusia merupakan
suatu bentuk modal yang tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan (ide), kreativitas,
keterampilan, dan produktivitas kerja.
Ada enam komponen dari modal manusia (Ancok, 2002), sebagai berikut:
a. Modal Intelektual
b. Modal Emosional
c. Modal Sosial
d. Modal Ketabahan
e. Modal Etika/Moral
f. Modal Kesehatan (Kekuatan) Fisik/Jasmani

4. Isu-isu Strategis Kontenporer


Saat ini konsep negara, bangsa dan nasionalisme dalam konteks Indonesia sedang
berhadapan dengan dilema antara globalisasi dan etnik nasionalisme yang harus disadari
sebagai perubahan lingkungan strategis. Termasuk di dalamnya terjadi pergeseran pengertian
tentang nasionalisme yang berorientasi kepada pasar atau ekonomi global.
Perlu disadari bahwa PNS sebagai Aparatur Negara dihadapkan pada pengaruh yang datang
dari eksternal juga internal yang kian lama kian menggerus kehidupan berbangsa dan
bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai konsensus dasar
berbangsa dan bernegara. Fenomena tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal dan
memahami secara kritis terkait isu-isu strategis kontemporer diantaranya; korupsi, narkoba,
paham radikalisme/ terorisme, money laundry, proxy war, dan kejahatan komunikasi masal
seperti cyber crime, Hate Speech, dan Hoax, dan lain sebagainya.

5. Teknik Analisis Isu


Secara umum Teknik analisis isu terbagi ke dalam tiga kelompok berbeda berdasarkan
tingkat urgensinya, yaitu
a. Isu saat ini (Current Issue)
b. Isu Berkembang
c. Isu Potensial

E. KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA

Kesiapsiagaan bela negara diarahkan untuk menangkal faham-faham, ideologi, dan budaya
yang bertentangan dengan nilai kepribadian bangsa Indonesia, merupakan kesiapsiagaan yang
terintegrasi guna menghadapi situasi kontijensi dan eskalasi ancaman sebagai dampak dari
dinamika perkembangan lingkungan strategis yang juga mempengaruhi kondisi dalam negeri yang
dipicu oleh faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.
Kesiapsiagaan bela negara bagi CPNS bukanlah kesiapsiagaan untuk melaksanaan perjuangan
fisik seperti para pejuang terdahulu, tetapi bagaimana melanjutkan perjuangan mereka dengan
pranata nilai yang sama demi kejayaan bangsa dan negara Indonesia.
Apabila kegiatan kesiapsiagaan bela negara dilakukan dengan baik, maka dapat diambil
manfaatnya antara lain:
a) Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan kegiatan lain
b) Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan.
c) Membentuk mental dan fisik yang tangguh.
d) Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan kemampuan diri.
e) Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok dalam materi Team
Building.
f) Membentuk Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu.
g) Berbakti pada orang tua, bangsa, agama.
h) Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan kegiatan.
i) Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin.
j) Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama.
JURNAL AGENDA II

A. BERORIENTASI PELAYANAN

1. Konsep Pelayanan Publik


Definisi pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
Terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN,
yaitu
1) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi,
2) penerima layanan yaitu masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan
3) kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan.
Pelayanan publik yang prima sudah tidak bisa ditawar lagi ketika lembaga pemerintah
ingin meningkatkan kepercayaan publik, karena dapat menimbulkan kepuasan bagi pihak-
pihak yang dilayani. Dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk
menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi
pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government),
Pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa). Core Values ASN BerAKHLAK merupakan
akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif,
Kolaboratif. Core Values tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai sepenuhnya
oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan
sehari-hari. Oleh karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan
pegawai ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai
Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, yang dimaknai bahwa setiap ASN
harus berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.

2. Berorientasi Pelayanan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan memenuhi
tuntutan kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis
pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme
penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.
Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan
masyarakat.
Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani dengan
senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat
dan tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih
layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad
memberikan pelayanan yang prima.
Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat sudah
dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan
yang diberikan dapat melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus lebih
baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing
something better and better).
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era
digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan
business as usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola,
dan cara dalam pemberian pelayanan publik. Terobosan itulah yang disebut dengan
inovasi pelayanan publik. Konteks atau permasalahan publik yang dihadapi instansi
pemerintah dalam memberikan layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi
pelayanan publik.
Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya inovasi pelayanan publik, diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya
budaya inovasi, dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi
masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun sebagai strategi untuk
mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi.

B. AKUNTABEL
a) Layanan Publik
Payung hukum terkait Layanan Publik yang baik tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 Tentang Layanan Publik. Pasal 4 menyebutkan Asas Pelayanan Publik yang
meliputi: a. kepentingan Umum, b. kepastian hukum, c. kesamaan hak, d. keseimbangan hak dan
kewajiban, e. keprofesionalan, f. partisipatif, g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif h.
keterbukaan, i. akuntabilitas, j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, k. ketepatan
waktu, dan l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021, “Bangga Melayani Bangsa”, menjadi
udara segar perbaikan dan peningkatan layanan publik. Namun, Mental dan Pola Pikir berada di
domain pribadi, individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN, akan memberikan dampak
sistemik. Ketika perilaku koruptif yang negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti
sekarang ini, sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus bisa memberikan dampak
serupa.

b) Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami.
Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu yang sangat
penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal, kata
akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada
dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban
untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang memberikan amanat.
Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala
tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya
kepada publik (Matsiliza dan Zonke, 2017).
Aspek-aspek Akuntabilitas:
a) Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship)
b) Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting)
c) Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is meaningless without
consequences)
d) Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance)
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
• Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi);
• untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional);
• untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).

c) Perilaku Akuntabel
Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli administrasi negara sebagai
dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik. Namun, integritas
memiliki keutamaan sebagai dasar seorang pelayan publik untuk dapat berpikir secara akuntabel.
Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam membangun kepercayaan publik terhadap amanah
yang diembankan kepada setiap pegawai atau pejabat negara.
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini dapat diartikan
secara berbedabeda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk perilaku yang berbeda-
beda pula. Contoh mekanisme akuntabilitas organisasi, antara lain sistem penilaian kinerja,
sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem pengawasan (CCTV, finger prints, ataupun
software untuk memonitor pegawai menggunakan komputer atau website yang dikunjungi).
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel
adalah: 1) kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab (responsibilitas), 5)
keadilan, 6) kepercayaan, 7) keseimbangan, 8) kejelasan, dan 9) konsistensi. Untuk memenuhi
terwujudnya organisasi sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus
mengandung 3 dimensi yaitu Akuntabilitas kejujuran dan hukum, Akuntabilitas proses,
Akuntabilitas program, dan Akuntabilitas kebijakan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu pembangunan
budaya akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan integritas dapat menjadi
faktor yang kuat dalam membangun pola pikir dan budaya antikorupsi.

d) Akuntabel Dalam Konteks Organisasi Pemerintahan


Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor
dan urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang berkaitan dengan isu ini adalah
perwujudan transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat: KIP).
Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk
publik. 61 Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah suatu panduan atau
pegangan yang harus dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokrat untuk menyelenggarakan
pelayanan yang baik untuk publik. Buruknya sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber daya lembaga
termasuk dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan pribadi) dan non-
keuangan (Penggunaan posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri dan /atau orang lain).
Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi
langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan:
• Penyusunan Kerangka Kebijakan,
• Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
• Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
• Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.

C. KOMPETEN

a) Tantangan Lingkungan Strategis


Implikasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) menuntut diantaranya
penyesuaian proses bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru.
Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu, sesuai kecenderungan
kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja
organisasi lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri.
Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai berikut:
• Berorientasi Pelayanan: a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat; b. Ramah,
cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; b. Melakukan perbaikan tiada henti.
• Akuntabel: a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi; b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efesien.
• Kompeten: a. Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab tantangan yang selalu
berubah; b. Membantu orang lain belajar; c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
• Harmonis: a. Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya; b. Suka mendorong
orang lain; b. Membangun lingkungan kerja yang kondusif.
• Loyal: a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
pemerintahan yang sah; b. Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan
negara; c. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
• Adaptif: a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan; b. Terus berinovasi dan
mengembangakkan kreativitas; b. Bertindak proaktif. Kolaboratif: a. Memberi kesempatan
kepada berbagai pihak untuk berkontribusi; b. Terbuka dalam bekerja sama untuk
menghasilkanersama nilai tambah; c. Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya
untuk tujuan bersama.

b) Kebijakan Pembangunan Aparatur


Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek pengelolaan ASN harus
memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan
yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya yang
bersifat subyektif.
Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2024, diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class
bureaucracy), yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin
berkualitas dan tata kelola yang semakin efektif dan efisien
Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi
tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi: integritas,
nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking,
dan entrepreneurship.

c) Pengembangan Kompetensi
Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku
kompetensi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN,
kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan
bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola
unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman
berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan
kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap
pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk
kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.
Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam
Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine box
pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil pemetaan
pegawai dalam nine box tersebut.

d) Perilaku Kompeten
a) Berkinerja yang BerAkhlak:
 Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
 Selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi sebagai pelayan publik.
 Perilaku etika profesional secara operasional tunduk pada perilaku BerAkhlak.
b) Meningkatkan kompetensi diri:
 Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah adalah
keniscayaan.
 Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut juga sebagai
teori “net-centric”, merupakan pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran utama
dari Internet.
 Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online network. •
Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber keahlian para
pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja atau
tempat lain.
 Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks), yang mengatur diri sendiri
dalam interaksi dengan pegawai dalam organisasi dan atau luar organisasi.
c) Membantu Orang Lain Belajar:
 Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di kafetaria kantor termasuk morning
tea/coffee sering kali menjadi ajang transfer pengetahuan.
 Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif dalam “pasar pengetahuan”
atau forum terbuka (Knowledge Fairs and Open Forums).
 Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang terkandung dalam dokumen kerja
seperti laporan, presentasi, artikel, dan sebagainya dan memasukkannya ke dalam
repositori di mana ia dapat dengan mudah disimpan dan diambil (Knowledge
Repositories).
 Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access and Transfer), dalam
bentuk pengembangan jejaring ahli (expert network), pendokumentasian
pengalamannya/pengetahuannya, dan mencatat pengetahuan bersumber dari refleksi
pengalaman (lessons learned).
d) Melakukan kerja terbaik:
 Pengetahuan menjadi karya: sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik instansi
pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan berkembang melalui berbagai
perubahan lingkungan dan karya manusia.
 Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak dilepaskan dengan apa yang
menjadi terpenting dalam hidup seseorang.

D. HARMONIS

1. Keanekaragaman Bangsa dan Budaya di Indonesia


Keberagaman bangsa Indonesia selain memberikan banyak manfaat juga menjadi sebuah
tantangan bahkan ancaman, karena dengan kebhinekaan tersebut mudah menimbulkan perbedaan
pendapat dan lepas kendali, mudah tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat sempit yang
sewaktu bisa menjadi ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau persatuan dan
kesatuan bangsa.
Terbentuknya NKRI merupakan penggabungan suku bangsa di nusantara disadari pendiri
bangsa dilandasi rasa persatuan Indonesia. Semboyan bangsa yang dicantumkan dalam Lambang
Negara yaitu Bhineka Tunggal Ika merupakan perwujudan kesadaran persatuan berbangsa
tersebut.

2. Mewujudkan Suasana Harmonis dalam Lingkungan Bekerja dan Memberikan Layanan


Kepada Masyarakat
Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana nilai-nilai kejujuran,
solidaritas, keadilan, kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud keprihatinan dan
kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk
mengatur tingkah laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-
ketentuan tertulis yang diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu.
Oleh karena itu, dengan diterapkannya kode etik Aparatur Sipil Negara, perilaku pejabat
publik harus berubah,
a) Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
b) Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;
c) Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah
Membangun budaya harmonis tempat kerja yang harmonis sangat penting dalam suatu
organisasi. Suasana tempat kerja yang positif dan kondusif juga berdampak bagi berbagai bentuk
organisasi.
Identifikasi potensi disharmonis dan analisis strategi dalam mewujudkan susasana harmonis
harus dapat diterapkan dalam kehidupan ASN di lingkungan bekerja dan bermasyarakat.

E. LOYAL

1. Konsep Loyal
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang artinya
mutu dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai
kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh
organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya, antara lain:
1) Taat pada Peraturan.
2) Bekerja dengan Integritas
3) Tanggung Jawab pada Organisasi
4) Kemauan untuk Bekerja Sama.
5) Rasa Memiliki yang Tinggi
6) Hubungan Antar Pribadi
7) Kesukaan Terhadap Pekerjaan
8) Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
9) Menjadi teladan bagi Pegawai lain
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai
bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan
panduan perilaku:
1) Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah
2) Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3) Menjaga rahasia jabatan dan negara
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku
loyal tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan
pengabdian, yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”.
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap
organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
1) Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
2) Meningkatkan Kesejahteraan
3) Memenuhi Kebutuhan Rohani
4) Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5) Melakukan Evaluasi secara Berkala
Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara. Agar
para ASN mampu menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan lainnya
dibutuhkan langkah-langkah konkrit, diantaranya melalui pemantapan Wawasan Kebangsaan.
Selain memantapkan Wawasan Kebangsaan, sikap loyal seorang ASN dapat dibangun dengan
cara terus meningkatkan nasionalismenya kepada bangsa dan negara.

2. Panduan Perilaku Loyal


Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang ASN, ASN sebagai profesi berlandaskan pada
prinsip Nilai Dasar (pasal 4) serta Kode Etik dan Kode Perilaku (Pasal 5, Ayat 2) dengan
serangkaian Kewajibannya (Pasal 23). Untuk melaksanakan dan mengoperasionalkan ketentuan-
ketentuan tersebut maka dirumuskanlah Core Value ASN BerAKHLAK yang didalamnya
terdapat nilai Loyal dengan 3 (tiga) panduan perilaku (kode etik)-nya.
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat
diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan
sehari-harinya, yaitu:
a) Cinta Tanah Air
b) Sadar Berbangsa dan Bernegara
c) Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
d) Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
e) Kemampuan Awal Bela Negara

3. Loyal dalam Konteks Organisasi Pemerintah


Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan
sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan
perundang- undangangan yang berlaku.
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil. Hanya PNS-PNS yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat menegakkan kentuan-
ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,
seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik
serta perekat dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi
tersebut merupakan perwujudan dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu
maupun sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah.
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila menunjukkan
kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang
merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota
masyarakat.
F. ADAPTIF

1. Mengapa Adaptif
Adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup. Organisasi dan individu di
dalamnya memiliki kebutuhan beradaptasi selayaknya makhluk hidup, untuk mempertahankan
keberlangsungan hidupnya. Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan
kreativitas yang ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya
dibedakan mengenai bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis versus berpikir
kreatif. Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan keberlangsungan
organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penerapan budaya adaptif dalam organisasi
memerlukan beberapa hal, seperti di antaranya tujuan organisasi, tingkat kepercayaan, perilaku
tanggung jawab, unsur kepemimpinan dan lainnya. Dan budaya adaptif sebagai budaya ASN
merupakan kampanye untuk membangun karakter adaptif pada diri ASN sebagai individu yang
menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuannya.

2. Memahami Adaptif
Adaptasi adalah suatu proses yang menempatkan manusia yang berupaya mencapai tujuan-
tujuan atau kebutuhan untuk menghadapi lingkungan dan kondisi sosial yang berubah-ubah agar
tetap bertahan (Robbins, 2003).
Batasan pengertian adaptif :
• Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
• Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan
• Proses perubahan untuk menyesuaikan situasi yang berubah
• Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
• Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan system
• Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah

3. Panduan Perilaku Adaptif


Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan – baik
individu maupun organisasi – dalam situasi apa pun. Salah satu tantangan membangun atau
mewujudkan individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA (Volatility,
Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility dengan Vision, hadapi uncertainty
dengan understanding, hadapi complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.
Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon perubahan
lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi
merupakan faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga efektivitas organisasi dapat
ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat dan dapat mendukung tercapainya tujuan
organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati sebagai sebuah strategi perusahaan maka
budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan adanya
pemberdayaan budaya organisasi selain akan menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas.

4. Adaptif dalam Konteks Organisasi Pemerintah


Adaptif dalam Konteks Organisasi Pemerintah. Grindle menggabungkan dua konsep untuk
mengukur bagaimana pengembangan kapasitas pemerintah adaptif dengan indicator-indikator
sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya manusia adaptif; (b) Penguatan organisasi
adaptif dan (c) Pembaharuan institusional adaptif. Terkait membangun organisasi pemerintah
yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman bagaimana Pemerintah Singapura
menghadapi perubahan yang terjadi di berbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah
dynamic governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga kemampuan kognitif proses
pembelajaran fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu berpikir ke depan (think ahead),
berpikir lagi (think again) dan berpikir lintas (think across). Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010)
memperkenalkan istilah yang berbeda untuk pemerintah yang adaptif yakni dengan sebutan
pemerintah yang tangguh (resilient organization). Pembangunan organisasi yang tangguh
menyangkut lima dimensi yang membuat organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi,
sumber daya, desain, adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata Finlandia yang menunjukkan
keuletan.

G. KOLABORATIF

Dalam modul ini terdapat dua materi pokok yang saya coba rangkum untuk memudahkan dalam
belajar. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “
value generated from an alliance between two or more firms aiming to become more competitive by
developing shared routines”. Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan
keputusan, implementasi sampai evaluasi. Berbeda dengan bentuk kolaborasi lainnya atau interaksi
stakeholders bahwa organisasi lain dan individu berperan sebagai bagian strategi kebijakan,
collaborative governance menekankan semua aspek yang memiliki kepentingan dalam kebijakan
membuat persetujuan Kolaboratif bersama dengan “berbagi kekuatan”. (Taylo Brent and Rob C. de
Loe, 2012).
Collaborative governance dalam artian sempit merupakan kelompok aktor dan fungsi. Ansell dan
Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative governance mencakup kemitraan institusi
pemerintah untuk pelayanan publik. Sebuah pendekatan pengambilan keputusan, tata kelola
kolaboratif, serangkaian aktivitas bersama di mana mitra saling menghasilkan tujuan dan strategi
dan berbagi tanggung jawab dan sumber daya (Davies Althea L Rehema M. White, 2012).
Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan keputusan, implementasi
sampai evaluasi. Berbeda dengan bentuk kolaborasi lainnya atau interaksi stakeholders bahwa
organisasi lain dan individu berperan sebagai bagian strategi kebijakan, collaborative governance
menekankan semua aspek yang memiliki kepentingan dalam kebijakan membuat persetujuan
bersama dengan “berbagi kekuatan”. (Taylo Brent and Rob C. de Loe, 2012).
Praktik dan aspek Normatif Kolaborasi Pemerintah. Menurut Pérez López et al (2004 dalam
Nugroho, 2018), organisasi yang memiliki collaborative culture indikatornya sebagai berikut:
1) Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan perlu terjadi;
2) Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan membutuhkan upaya yang
diperlukan untuk terus menghormati pekerjaan mereka;
3) Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau mencoba dan mengambil risiko
yang wajar dalam menyelesaikan tugas mereka (bahkan ketika terjadi kesalahan);
4) Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi (universitas) Setiap kontribusi
dan pendapat sangat dihargai;
5) Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari konflik;
6) Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong; dan
7) Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap kualitas layanan yang diberikan.

JURNAL AGENDA III

A. SMART ASN

1. Literasi Digital
a. Pengertian Literasi Digital
Ruang digital adalah lingkungan yang kaya akan informasi. Keterjangkauan (affordances)
yang dirasakan dari ruang ekspresi ini mendorong produksi, berbagi, diskusi, dan evaluasi opini
publik melalui cara tekstual (Barton dan Lee, 2013). Affordance berarti alat yang memungkinkan
kita untuk melakukan hal-hal baru, berpikir dengan cara baru, mengekspresikan jenis makna
baru, membangun jenis hubungan baru dan menjadi tipe orang baru. Affordance dalam literasi
digital adalah akses, perangkat, dan platform digital.
Sementara pasangannya yaitu kendala (constraint), mencegah kita dari melakukan hal-hal
lain, berpikir dengan cara lain, memiliki jenis lain dari hubungan. Constraint dalam literasi
digital bisa meliputi kurangnya infrastruktur, akses, dan minimnya penguatan literasi digital
(Jones dan Hafner, 2012).

b. Peta Jalan Literasi Digital


Terdapat tiga pilar utama dalam Indonesia Digital Nation, yaitu masyarakat digital yang
dibarengi pula dengan pemerintah digital dan ekonomi digital. Masyarakat digital meliputi
aktivitas, penggunaan aplikasi, dan penggunaan infrastruktur digital.Pemerintah digital meliputi
regulasi, kebijakan, dan pengendalian sistem digital. Sementara itu, ekonomi digital meliputi
aspek SDM digital, teknologi penunjang, dan riset inovasi digital.

c. Lingkup Literasi Digital


Dalam mencapai target program literasi digital, perlu diperhitungkan estimasi jumlah
masyarakat Indonesia yang telah mendapatkan akses internet berdasarkan data dari APJII dan
BPS. Identifikasi Target User dan Total Serviceable Market penting untuk menentukan target
spesifik program literasi digital. Saat ini, tingkat penetrasi internet di Indonesia sebesar 73,7%.

d. Tantangan Kesenjangan Digital


Pada awal mulanya, konsep kesenjangan digital ini berfokus pada kemampuan memiliki
(ekonomi) dan mengoperasikan perangkat digital (komputer) dan akses (Internet).

e. Penguatan Literasi Digital


Di Indonesia, sejak lama sudah dilakukan upaya penguatan literasi digital. Pada Kurikulum
2006, mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sempat menjadi bagian
penting di bangku sekolah menengah dan atas.

f. Penguatan Literasi Digital


Di Indonesia, sejak lama sudah dilakukan upaya penguatan literasi digital. Pada Kurikulum
2006, mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sempat menjadi bagian
penting di bangku sekolah menengah dan atas.

g. Implementasi Literasi Digital


Sejalan dengan perkembangan ICT (Information, Communication and Technology), muncul
berbagai model pembelajaran secara daring. Selanjutnya, muncul pula istilah sekolah berbasis
web (web-school). Bermula dari kedua istilah tersebut, munculah berbagai istilah baru dalam
pembelajaran yang menggunakan internet, seperti online learning, distance learning, web-based
learning, dan elearning (Kuntarto dan Asyhar, 2016). Gerakan Literasi Nasional dalam Materi
Pendukung Literasi Digital dari Kemendikbud 2017 (Kemendikbud, 2017) juga telah
menggariskan beberapa indikator terkait penguatan literasi digital di basis sekolah, masyarakat
dan keluarga.

2. Pilar Literasi Digital


Tiga tantangan dalam menimbang urgensi penerapan etika bermedia digital :
a) Penetrasi internet yang sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Bukan hanya jumlah dan aksesnya yang bertambah, durasi penggunaannya pun
meningkat drastis
b) Perubahan perilaku masyarakat yang berpindah dari madia konvensional ke media digital.
Karakter media digital yang serba cepat dan serba instan, menyediakan kesempatan tak
terbatas dan big data, telah mengubah perilaku masyarakat dalam segala hal, mulai dari
belajar, bekerja, bertransaksi, hingga berkolaborasi.
c) Intensitas orang berinteraksi dengan gawai semakin tinggi. Situasi pandemi COVID-19
yang menyebabkan intensitas orang berinteraksi dengan gawai semakin tinggi, sehingga
memunculkan berbagai isu dan gesekan. Semua ini tak lepas dari situasi ketika semua
orang berkumpul di media guna melaksanakan segala aktivitasnya, tanpa batas.

3. Implementasi Literasi Digital dan Implikasinya


a. Etika berinternet (Nettiquette)
 Etika merupakan sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya K.Bertens (2014: 470).
 Etiket yang didefinisikan sebagai tata cara individu berinteraksi dengan individu lain
atau dalam masyarakat (Pratama, 2014: 471).
 Etiket berlaku jika individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain.
Sementara etika berlaku meskipun individu sendirian. Hal lain yang membedakan etika
dan etiket ialah bentuknya, etika pasti tertulis, misal kode etik Jurnalistik, sedangkan
etiket tidak tertulis (konvensi).

b. Tips Melindungi Diri dari Hoaks


 Evaluasi, Evaluasi, Evaluasi Gunakan kriteria berikut ini untuk mengevaluasi sumber:
1) Currency (keterbaruan informasi) 2) Relevance (relevansi) 3) Authority (penulis) 4)
Accuracy (akurasi/ketepatan) 5) Purpose (tujuan)
 Google It! Jika kita menemukan sesuatu melalui media sosial, cobalah untuk mencari di
mesin pencari informasi, seperti google, terlebih dahulu! Cobalah telusuri apakah mesin
pencari menunjukkan tiga hal berikut: 1) Ada/tidaknya situs berita terkemuka lainnya
melaporkan hal yang sama 2) Ada/tidaknya situs web cek fakta telah membantah klaim
tersebut 3) Jika hanya oknum tertentu yang melaporkan klaim tersebut, maka dalam
kasus ini, mungkin diperlukan lebih banyak penggalian.
 Dapatkan Berita dari Sumber Berita: buka langsung situs web berita yang kredibel
mengenai berita tersebut.
 Bedakan Opini dengan Fakta: opini sekarang banyak digunakan dalam sumber berita.
Kita mungkin setuju dengan pendapat yang disajikan atau penulis mungkin hanya
mengkontekstualisasikan fakta.

c. Hak & Kewajiban dalam Dunia Digital (Council of Europe, n.d)


1) Akses dan tidak diskriminatif
2) Kebebasan berekspresi dan mendapatkan informasi
3) Kebebasan berkumpul, berkelompok, dan partisipasi
4) Perlindungan privasi dan data.
5) Pendidikan dan literasi.
6) Perlindungan terhadap anak.
7) Hak mendapatkan pertolongan terhadap pelanggaran hak asasi.

B. MANAGEMEN ASN
Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi.
Pengembangan kompe-tensi antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan
penataran. Pengembangan kompetensi harus dievaluasi oleh Pejabat yang Berwenang dan
digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan karier. Dalam
mengembangkan kompetensi setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun rencana pengembangan
kompetensi tahunan yang tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan instansi masing-masing.
Dalam mengembangkan kompetensi PNS diberikan kesempatan untuk melakukan praktik kerja di
instansi lain di pusat dan daerah dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh LAN dan BKN.

1. Peran, Tugas dan Kode Etik ASN antara lain :


a. Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan.
b. Memberikan Pelayanan Publik yang Profesional dan Berkualitas.
c. Mempererat Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kode Etik ASN : Kode Etik dan Kode Prilaku ASN bertujuan untuk menjaga martabat dan
Kehormatan ASN Perencana, Pelaksana dan Pengawas Penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan pelayanan publik
yang profesional, bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme.

2. Fungsi Kode Etik ASN


 sebagai pedoman, panduan birokrasi publik/aparatur sipil negara dalam menjalank tugas dan
kewenangan agar tindakannya dinilai baik.
 Sebagai standar penilaian sifat, perilaku dan tindakan birokrasi publik/aparatur sipil negara
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya,
 Etika birokrasi penting sebagai panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas
pelayanan pada masyarakat dan menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan pribadi.

Anda mungkin juga menyukai