KEWERGANEGARAAN
Disusun oleh :
EKUITAS
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan masalah ini yang tepat pada
waktunya.
Makalah ini berisikan tentang Pancasila sebagai Ideologi Kebangsaan: Dinamika dan
Perbandingan dengan Ideologi Lain dalam Sejarah Bangsa Indonesia diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr., Nina
Nurani, , S.H. M.Si. selaku Dosen Mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan seta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semua TUHAN senantiasa meridhai segala
usaha kita.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tertulis suatu makna, bahwa Negara Republik
Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah Negara yang berdasarkan atas hukum
(Rechstaat) dalam arti negara pengurus.1 Selain itu, Negara Indonesia juga merupakan Negara yang
berbentuk Republik dimana kedaulatan berada sepenuhnya di tangan rakyat dan dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang Dasar. Karena tujuan lahirnya Republik Indonesia adalah untuk
mengutamakan kepentingan seluruh rakyatnya.2 Selain itu, tujuan Negara Indonesia secara definitif
tertuang di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang meliputi :
“…Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Untuk mewujudkan tujuan dari Negara Indonesia yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 tersebut maka Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah yang dalam pengaturan Pasal
18 UUD 1945 wajib mengakui adanya keragaman dan hak asal-usul yang merupakan bagian dari
sejarah panjang bangsa Indonesia. Meskipun negara Republik Indonesia menganut prinsip negara
kesatuan dengan pusat kekuasaan berada pada Pemerintah Pusat namun heterogenitas yang dimiliki
bangsa Indonesia baik kondisi sosial, ekonomi, budaya maupun keragaman tingkat pendidikan
masyarakat, maka kekuasaan/kewenangan dari Pemerintah Pusat perlu dialirkan kepada daerah yang
berotonom.
dan menganalisa secara kritis redaksional buku refrensi dan mengaitkan dengan kondisi korupsi
terbesar di indonesia. Penggunaan metode sejarah dalam penulisan artikel ini dilakukan melalui
Penggunaan metode sejarah dalam penulisan artikel ini dilakukan melalui 4 tahap penelitian, yaitu:
2. Kritik sumber, menyeleksi data - data yang telah terkumpul melalui kritik internal dan kritik
eksternal
3. Interpretasi
4. Historiografi
BAB II
TINJAUAN LITELATUR
2.1 Pengertian Pembukaan UUD 1945
Sebagai warga negara yang baik, kita tidak boleh mengabaikan arti pentingnya Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi serta hukum dasar di Indonesia. Pasalnya, tidak bisa dimungkiri
bahwa masih banyak warga Indonesia yang tidak memahami dengan baik Undang-Undang Dasar
1945. UUD 1945 berperan penting dalam memberikan hak-hak masyarakat di setiap lapisan. Itulah
mengapa penting bagi masyarakat Indonesia memahami dengan baik UUD 1945. UUD 1945 disahkan
melalui sidang yang dilakukan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18
Agustus 1945. Ada makna yang terkandung dalam UUD 1945, terutama di dalam pembukaan yang
berisi empat alinea penting. Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok dari tujuan kaidah negara yang
bersifat fundamental, di mana memuat prinsip negara seperti bentuk negara, dasar negara, dan tujuan
negara Indonesia.
Berikut makna pembukaan UUD 1945 yang wajib dipahami :
Alinea pertama
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan."
Hal ini bermakna bahwa Indonesia dan dunia harus menghapus dan melawan penjajahan yang ada di
dunia ini.
Alinea kedua
"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."
Dalam alinea ini bermakna untuk menunjukan kebanggaan dan penghargaan atas perjuangan
kemerdekaan Indonesia yang diraih dengan hasil kerja keras pada pejuang yang rela mengorbankan
harta, jiwa, dan nyawa.
Alinea ini juga bermakna bahwa kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan, tetapi harus diisi dengan
mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Alinea ketiga
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya."
Hal ini bermakna bahwa kemerdekaan Indonesia juga didapat atas bantuan Tuhan Yang Maha Esa
dan juga keinginan luhur bangsa untuk kehidupan yang bebas.
Alinea keempat
"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Makna yang terkandung pada alinea keempat dalam pembukaan UUD 1945, yaitu prinsip-prinsip
bangsa Indonesia yang akan menjadi penuntun bangsa untuk meraih cita-citanya.
Terkandung fungsi dan sekaligus tujuan negara Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
“Kami rakyat Indonesia, menyatakan kemerdekaan Indonesia. Masalah seperti pemindahan kekuasaan
akan diselesaikan secara komprehensif dan dalam waktu sesingkat mungkin.”
Padahal, kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan karenanya kolonialisme global harus
dihapuskan. Karena itu bertentangan dengan kemanusiaan dan keadilan.
Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia memiliki momen bahagia dengan mengantarkan bangsa
Indonesia dengan selamat ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Didorong oleh rahmat Allah SWT dan keinginan yang tinggi untuk
menjalani kehidupan nasional yang bebas, rakyat Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan.
Dan dari situ dibentuklah pemerintah provinsi Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, ikut mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, mewujudkan
pemerintahan yang tetap. perdamaian dan keadilan sosial, Oleh karena itu, kemerdekaan nasional
Indonesia dituangkan ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Konstitusi ini
berbentuk susunan negara Republik Indonesia dan memberikan kedaulatan kepada rakyat berdasarkan
asas-asas sebagai berikut: Terwujudnya persatuan dan demokrasi Indonesia yang berpedoman pada
kemanusiaan sipil, kearifan dan permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. ” Deklarasi dan turunan biologisnya yang berupa pembukaan UUD 1945 berbunyi
seperti ini. Betapa sempurnanya kita sebagai bangsa yang memiliki visi hidup, tujuan hidup, falsafah
hidup, rahasia hidup, way of life.
Proklamasi Kemerdekaan kita, Pembukaan UUD 1945 kita, adalah untuk mewujudkan kemerdekaan
nasional, untuk mewujudkan status nasional, untuk mengetahui tujuan pembangunan kebangsaan, dan
untuk setia pada suara hati yang hidup di hati rakyat kita. pedoman untuk Pria. Oleh karena itu,
Deklarasi kita tidak dapat dipisahkan dari Proklamasi Kemerdekaan yang berisi Pembukaan UUD
1945. Sebuah “deklarasi” tanpa “deklarasi” berarti tidak ada filosofi dalam kemerdekaan kita. Ia tidak
memiliki dukungan nasional, tidak ada pedoman, tidak ada arah, tidak ada ‘alasan untuk ada’, tidak
ada tujuan selain untuk mengusir kekuatan asing dari Ibu Pertiwi.
Di sisi lain, “deklarasi” tanpa “deklarasi” tidak ada artinya. Karena tanpa kemerdekaan semua filosofi,
semua fondasi dan tujuan, semua prinsip, semua “isme” menjadi ilusi belaka, mimpi kosong
mengambang di udara. Proklamasi kemerdekaan kita akan memusnahkan segala kekuatan dan
kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan nasional, menumbangkan segala penjajahan di
tanah kita, dan menyingkirkan segala penjajahan dan imperialisme dari daratan Indonesia.
menghapus. .. – Tidak, deklarasi kita, selain menciptakan kemerdekaan, menciptakan dan
menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya.
kepribadian politik
karakter ekonomi,
karakter sosial,
Kepribadian budaya, dengan kata lain, kepribadian nasional.
Kemandirian dan karakter bangsa seperti saudara kembar yang saling menempel dan tidak dapat
dipisahkan tanpa membawa bencana satu sama lain. Sekali lagi, kita semua, terutama para pemimpin,
perlu menyadari kaitan antara Deklarasi dan Pembukaan UUD 1945.
Bagi seorang pemimpin yang mengemban misi penderitaan rakyat, berarti setia dan taat pada Kabar
Sukacita. Bagi mereka yang memahami misi penderitaan rakyat, itu berarti memiliki arah yang benar
terhadap mereka. bukan rakyat di atas kuda, tapi rakyat sebagai penguasa tunggal republik yang
diproklamirkan, sebagaimana tertulis dalam Pembukaan UUD 1945. Mengutamakan keuntungan atau
kepentingan pribadi.
Cita – cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang –
Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial (Depkes, 1992). Dalam rangka mencapai cita – cita bangsa tersebut
diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang berkesinambungan
yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah.
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk
agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Dalam melaksanakan cita-cita tersebut diperlukan dasar, tidak hanya sekedar menerima dan langsung
menyusun pemerintahan. Pemimpin komponen bangsa pada waktu merintis kemerdekaan berdiskusi
dan lahirlah dasar negara Pancasila. Satu hal yang juga menjadi elemen kunci adalah Indonesia yang
bercirikan Kebhinekaan. “Satu hal lagi yang merupakan elemen kunci adalah bahwa kita tahu bangsa
Indonesia bercirikan kebhinekaan, itu given oleh yang maha kuasa,” tutur Agus. Dengan Kebhinekaan
tersebut, Indonesia mendasarkan pengambilan kesepakatan dengan musyawarah.
Satu contoh adalah peristiwa Sumpah Pemuda, disepakati bahwa bahasa persatuan adalah bahasa
Indonesia yang berasal dari rumpun bahasa melayu, bukan bahasa Jawa, karena suku Jawa merupakan
jumlah terbesar dari suku etnis di Indonesia. Pada peristiwa tersebut disepakati bahwa bahasa
persatuan adalah bahasa Indonesia. “Itu adalah kesepakatan. Tidak dilihat dari besar kecilnya. Tidak
dilihat dari mayoritas minoritas, tapi kita ambil pelajarannya di situ. Bangsa Indonesia dibangun atas
dasar kesepakatan, bukan hubungan mayoritas minoritas,” kata Agus.
Pada kesempatan tersebut, Agus juga menyampaikan bahwa yang diharapkan dari para alumni
Lemhannas RI bukanlah kemampuan menghafal. Namun, yang diharapkan adalah sikap dan perilaku
yang mencerminkan komitmen yang konsisten terhadap Konsensus Dasar Kebangsaan. Komitmen
tersebut diawali dengan kompetensi memahami Konsensus Dasar Kebangsaan, yakni Pancasila, UUD
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Setelah kompeten dan mengetahui seluk beluknya,
kedalamannya, dan bagaimana untuk mewujudkannya, akan lahir tuntutan untuk membangun
komitmen. “Kata kuncinya adalah kompetensi, setelah kompetensi diikuti oleh komitmen dalam
bentuk perilaku,” ujar Agus.
Dalam Pancasila, para alumni Lemhannas RI diharapkan memiliki kompetensi andal dari komitmen
untuk memegang teguh ideologi bangsa Pancasila dan berkomitmen mengimplementasikannya.
Kemudian dalam UUD 1945, diharapkan para alumni memiliki komitmen untuk senantiasa berpegang
teguh menerapkan pasal-pasal yang terkandung dalam konstitusi negara Republik Indonesia.
Selanjutnya, dalam NKRI alumni diharapkan memiliki kompetensi dan komitmen mengutamakan
kepentingan nasional, bangsa, dan negara dengan menjaga keutuhan dan kesatuan wilayah. Dalam
Bhinneka Tunggal Ika diharapkan para alumni memiliki kompetensi dan komitmen untuk senantiasa
menghargai dan menghormati perbedaan ragam budaya, agama, etnik, bahasa dan golongan.
Rangakaian makna yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 adalah: Alinea I, II, dan III:
Rangkaian peristiwa yang mendahului terbentuknya negara. Rumusan dasar pemikiran yang
mendorong kemerdekaan kebangsaan Indonesia hingga terbentuknya negara Indonesia. Alinea IV:
Ekspresi dari peristiwa dan keadaan setelah negara Indonesia terbentuk. Dilihat dari rangkaian makna
dan peristiwa dalam keempat alinea pembukaan UUD 1945 tersebut, dapat ditentukan sifat hubungan
antara masing-masing alinea pembukaan dengan batang tubuh UUD 1945, yaitu: Alinea I, II, dan III
tidak memiliki hubungan kausal organis dengan batang tubuh UUD 1945. Alinea IV memiliki
hubungan yang bersifat kausal organis dengan batang tubuh UUD 1945.
Hubungan kausal organis alinea IV dengan batang tubuh UUD 1945 mencakup beberapa segi, yaitu:
Undang-Undang Dasar akan ditentukan. Yang diatur dalam UUD adalah pembentukan pemerintahan
negara yang memenuhi syarat dan meliputi segala aspek penyelenggaraan negara. Negara Indonesia
berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat. Ditetapkannya dasar kerohanian negara (dasar filsafat
negara Pancasila). Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan batang tubuh UUD 1945, pembukaan
UUD 1945 alinea IV ditempatkan pada kedudukan yang sangat penting.
2.5 Sistem Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD
Penjelasan tentang sistem pemerintahan Indonesia telah diatur dalam pasal-pasal UUD 1945 yang
merupakan konstitusi negara. Dalam Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia merupakan
negara kesatuan dengan bentuk republik. Sementara itu, dalam Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945, dijelaskan
bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial karena kekuasaan tertinggi berada di tangan
presiden.
Berikut ini bunyi Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-undang Dasar. Apa itu sistem presidensial? Presidensial adalah adalah
sistem pemerintahan yang menempatkan presiden sebagai kepala pemerintahan. Di dalam pemerintahan,
presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak bertanggung
jawab kepada parlemen atau legislatif. Adapun, para menteri bertanggung jawab kepada presiden.
Pasal 4 UUD 1945 juga menjelaskan bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif dalam
pemerintahan Indonesia. Sementara itu, kekuasaan legislatif dipegang oleh presiden, DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat), dan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), sebagaimana diatur dalam Pasal
20 Ayat 1 UUD 1945. Presiden dan DPR disebut sebagai pemegang kekuasaan legislatif sehari-hari,
sedangkan MPR adalah lembaga legislatif tingkat tertinggi. Sementara itu, hubungan presiden dan
MPR serta tugas masing-masing diatur dalam Penjelasan UUD 1945 pada Sistem Pemerintahan
Negara, yakni: Presiden dipilih dan diangkat oleh MPR. Presiden adalah mandataris MPR. MPR
pemegang kekuasan negara yang tertingggi Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR
Presiden untergeornet kepada MPR. Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif dengan dibantu
oleh menteri-menteri negara. Meski berkuasa sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan,
presiden tunduk kepada MPR.
Adapun MPR merupakan penjelmaan rakyat dan pemegang kedaulatan rakyat, sebagaimana diatur
dalam Pasal 2 Ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 3 UUD 1945. Dengan demikian, menurut UUD 1945,
sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial dengan bentuk negara republik demokrasi, artinya
kedaulatan berada di tangan rakyat.
Hubungan antara DPR dan DPD dapat dilihat ketika DPD mengajuka RUU kepada DPR. DPD
mengajukan RUU yang berkaitan dengan oronomi daerah, hubungan pusat daerah, serta yang
berhubungan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD ikut membahas RUU tersebut
dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU yang telah disahkan. DPD juga memberikan
pertimbangan kepada DPR atas pajak, pendidikan, dan agama.
F.) Hubungan antara MA, DPR, dan presiden dapat dilihat dalam pengangkatan calon hakim agung
MA. Calon hakim agung MA diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR. Kemudian dilanjutkan
untuk ditetapkan oleh presiden.
Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab
pelanggaran HAM.
Pencegahan pelanggaran HAM merupakan upaya pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan
kondisi yang kondusif dalam penghormatan HAM secara persuasif.
a. Menegakkan supremasi hukum dan demokrasi. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus
dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan
yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan
melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka
menegakkan hukum.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran
HAM oleh pemerintah.
c. Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya
penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.
d. Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga
pendidikan formal maupun nonformal.
e. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
f. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar
mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
BAB III
KASUS
Busyro: Kasus Patrialis Penistaan UUD 1945
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mendorong pembenahan besar-
besaran terhadap kelembagaan Mahkamah Konstitusi. Perubahan harus dilakukan karena sudah dua
kali Hakim Mahkamah Konstitusi terjerat oleh KPK. Pada 2013, Ketua MK saat itu, Akil Mochtar,
ditangkap KPK atas dugaan suap dalam suap sengketa Pilkada. Akil tengah menjalani vonis penjara
seumurhidup.
Lalu belakangan, Hakim MK Patrialis Akbar juga ditangkap tangan oleh KPK karena diduga
menerima suap terkait uji materi undang-undang. "Itu bukti bahwa kualitas dan proses pengawasan
internal MK sudah saatnya dilakukan perubahan," kata Busyro di Gedung KPK, Jakarta, Senin
(31/1/2017). Busyro mengatakan, MK tidak bisa lagi menjadi lembaga yang mempunyai kewenangan
otonom.
MK harus melibatkan unsur publik dalam sistem aturan maupun pengawasan internalnya. Lembaga
lain seperti Komisi Yudisial, yang sejatinya bertugas untuk mengawasi hakim, juga harus dilibatkan.
"Kasus (Patrialis) ini penistaan terhadap Undang-Undang Dasar. Dan itu bukan tanggung jawab
tersangka saja. Secara keseluruhan, harus dijadikan pembelajaran oleh institusi MK," ucap Busyro.
Patrialis ditangkap di Grand Indonesia setelah diduga menerima suap senilai 20.000 Dollar AS dan
200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar. Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap
tangan, Rabu (25/1/2017). Patrialis ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap
sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15
miliar.
Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu
mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi. Perkara gugatan yang
dimaksud, yakni uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Patrialis membantah menerima suap. Patrialis justru menganggap dirinya sebagai korban, bukan
seorang pelaku korupsi. Ia meminta agar para hakim Mahkamah Konstitusi serta masyarakat
memahami bahwa dirinya sedang mendapat perlakuan tidak adil. "Demi Allah, saya betul-betul
dizalimi. Saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki," ujar Patrialis.
BAB IV
PEMBAHASAN
Salah satu bentuk tindakan yang merusak kebebasan dan kerukunan umat beragama adalah tindakan
penodaan agama. Tindakan penodaan agama juga sering disebut dengan penistaan agama. Penodaan
agama adalah suatu tindakkan yang merendahkan, menghina, melecehkan, menyebutkan atau
melakukan suatu ajaran agama tertentu yang tidak sesuai dengan ajaran agama tersenbut salah satu
bentuk delik penodaan agama adalah penghinaan terhadap tuhan (blasphemy atau godslastering)
dalam bentuk melukai, merusak, mencemarkan reputasi/ nama baik Tuhan. Penghinaan ajaran agama
ialah suatu hal/ kegiatan yang mengusik ajaran sakral dalam satu agama. Penistaan agama menjadi
topik pembicaraan terhangat di masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan tantangan yang dihadapi
Polisi, Majelis Ulama Indonesia bahkan Pemerintah dan masyarakat semakin berat karena disebabkan
semakin kompleknya permasalahan yang dihadapi umat Islam di negeri ini. Kebebasan yang tidak
terbatas akibat reformasi yang disalah artikan telah melahirkan berbagai sikap dan perbuatan yang
jauh menyimpang dari norma- norma agama yang sebenarnya. Secara yuridis penodaan agama
merupakan bagian dari delik agama yang memang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) di Indonesia. Pengaturan tersebut ditujukan untuk menjamin agar negara Indonesia
yang multi agama, multi etnik, dan multi ras dapat terhindar dari hal-hal memecah belah, salah
satunya konflik-konflik antar umat beragama. Di dalam KUHP sebetulnya tidak ada bab khusus yang
mengatur delik agama. Namun ada beberapa delik yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai delik
agama. Istilah delik agama sendiri mengandung beberapa pengertian meliputi:
a) delik menurut agama
b) delik terhadap agama;
c) delik yang berhubungan dengan agama. Kejahatan penghinaan yang berhubungan dengan agama
ini dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu:
1) penghinaan terhadap agama tertentu yang ada di Indonesia (Pasal 156 huruf a);
2) penghinaan terhadap petugas agama yang menjalankan tugasnya (Pasal 177 angka 1);
3) penghinaan mengenai benda-benda untuk keperluan ibadah (Pasal 177 angka 2);
4) menimbulkan gaduh di dekat tempat ibadah yang sedang digunakan beribadah (Pasal 503). Namun,
Pasal yang selama ini sering disebut sebagai Pasal penodaan agama adalah Pasal 156 huruf a KUHP.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya Pasal 156 huruf a KUHP ini tidak berasal dari Wetboek van
Strafrecht (WvS) Belanda, melainkan bersumber dari Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (Penpres No.1/1965). Penpres
No.1/1965 dalam Pasal 4 menyatakan bahwa: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima
tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
(a) yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia;
(b) dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendi ke-Tuhanan
Yang Maha Esa.”
Menurut Surat Edaran Kapolri SE/X/06/2015 dalam Pasal 156 KUHP menentukan bahwa:
“Barangsiapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Perkataan golongan dalam
Pasal ini dan Pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan
suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan,
kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. Penafsiran dan kegiatan tesebut
menyimpang kepada agama itu. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut di atas, penodaan atau
penistaan agama adalah sebuah perbuatan yang mengandung unsur penghinaan, celaan, atau penodaan
pada suatu agama yang pada dasarnya mengutarakan kebencian atau ketidaksukaan secara lisan
maupun secara gambar dengan kesengajaan di tempat umum dengan menyinggung berbagai aspek.
Dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi maka perbuatan yang mengandung
penodaan atau penistaan agama dapat juga dilakukan di dunia maya dan setiap orang yang melakukan
perbuatan tersebut akan dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Salah satu isu sensitif yang menimbulkan konflik horizontal adalah keberagaman agama. Ada bebagai
kasus yang berhubungan dengan isu non toleransi beragama yang menguncang dunia hukum
Indonesia, misalnya kasus Cikesik, Ambon, Kupang, Poso dan kasus lainnya. Besarnya dampak
negatif dari berbagai kasus di atas, pemerintah harus serius dalam mengambil langkah-langkah yang
bersifat antisipatif. Apabila isu intoleransi diabaikan maka akan memicu konflik horizontal yang
meluas dan mengorban anak banyak yang tidak berdosa. Kasus yang menghebohkan masyarakat
Indonesia dan terjadinya aksi demonstrasi berjilid-jilid adalah kasus penistaan atau penodaan agama
yang dilakukan oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Gubernur Ahok). Kasus ini bermula
pada kunjungan kerja Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta dan sekaligus sebagai Calon Pemilihan
Kepala Daerah Gubernur DKI Jakarta periode tahun 2018 hingga tahun 2014. Dalam kunjungan kerja
tersebut Ahok menyampaikan sambutan. Adapun penggalan sambutannya adalah “... jadi jangan
percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu ga bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai
surat Al-Maidah 51, macem–macem itu, itu hak bapak ibu yah jadi kalo bapak ibu perasaan gak bisa
kepilih nih karena saya takut masuk neraka karna dibodohin gitu ya engga papa, karna inikan
panggilan pribadi bapak ibu program ini jalan saja, jadi bapak ibu gak usah merasa gak enak, dalam
nuraninya ga bisa milih Ahok, gak suka sama Ahok nih, tapi programnya gua kalo terima ga enak
dong jadi utang budi jangan bapak ibu punya perasaan ga enak nanti mati pelan-pelan loh kena
stroke.” Kemudian, pernyataan tersebut beredar dan tersebar luas di dunia maya melalui ungahan
akun Buni Yani di salah satu media sosial dengan judul “Penistaan Terhadap Agama?”. Akibatnya,
Ahok dilaporkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Selatan dan Sekjen Front Pembela
Islam (FPI) atas tuduhan melanggar Pasal 156 huruf a KUHP Jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Laporan atau tuduhan terhadap
seseorang melakukan penodaan atau penistaan agama telah menjadi tren di Indonesia. Hampir semua
laporan yang berkenaan dengan isu keberagaman beragama dikaitkan dengan penodaan atau penistaan
terhadap agama. Secara hukum, tidak ditemukan definisi pasti mengenai perbuatan apa yang dapat
disebut sebagai “penodaan suatu agama” dalam putusan-putusan pengadilan. Bahkan, dalam hukum
Pidana Indonesia tidak terdapat pengaturan khusus yang mengatur tindak pidana penodaan agama.
Namun, secara praktis dalam proses penegakkan hukum ada beberapa ketentuan yang gunakan untuk
menjerat pelaku penodaan agama seperti Pasal 156 huruf a KUHP . Selain itu, Pasal penodaan agama
diterapkan untuk berbagai bentuk perbuatan yang dianggap menghina atau menodai agama tertentu
yang dirumuskan dalam Penpres No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama. Undang-Undang ini tidak memberikan pengertian atau batasan yang jelas
mengenai perbuatan apa yang dapat disebut sebagai “penodaan suatu agama”. Namun, batasan
tentang perbuatan apa yang dapat dan tidak dapat dihukum dengan ketentuan ini hanya ditemukan
pada penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965, yang menyebutkan bahwa “delik yang
dimaksudkan disini, adalah semata-mata ditujukan kepada niat untuk memusuhi atau menghina”.
Penjelasan tersebut tidak menguraikan tentang tindakan-tindakan yang menodai agama, tetapi
memberikan pengertian tentang maksud menodai agama. Lebih jauh, penjelasan tersebut mendukung
penafsiran atas niat yang dipersyaratkan sebagaimana uraian di atas. Hal ini menafsirkan “pada
pokoknya sebagai “semata-mata” dan membuat jelas bahwa suatu tindakan harus secara khusus
ditujukan dengan maksud untuk menghina atau melakukan permusuhan. Undang-undang tersebut di
atas menegaskan bahwa perlindungan hukum harus diberikan kepada pemeluk agama yang agamanya
dinodai seperti yang terdapat beberapa Pasal di bawah ini: a. Pasal 1: “Setiap orang dilarang dengan
sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk
melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-
kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan
kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.” b. Pasal 2, Ayat (1): “Barangsiapa
melanggar ketentuan tersebut dalam Pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan
perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri”. Pasal 2 Ayat (2) “Apabila pelanggaran tersebut dalam Ayat (1) dilakukan
oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat
membubarkan organisasi.” c. Pasal 3: “Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama
bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Presiden Republik Indonesia
menurut ketentuan dalam Pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih
terus melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota
pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya 5 tahun.” Undang-Undang ini menunjukkan perlindungan hukum kepada pemeluk agama di
Indonesia yang diberikan kepada siapapun yang melanggar dan melakukan perbuatan baik perorangan
atau kelompok sehingga perbuatan tersebut jelas nantinya jika memenuhi unsur dalam undang-undang
itu, Kegiatan dan perbuatan yang dilakukan belum dengan serta merta menjadi pidana penodaan
agama akan tetapi jika diulang setelah ada peringatan keras dan jika menimbulkan permusuhan baru
disebut tindakan pidana, jadi terpenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 3 dan Pasal 4
UndangUndang tersebut. Sebetulnya, Pasal 4 ingin memidana mereka yang mengeluarkan perasaan
(atau melakukan perbuatan) didepan umum yang mengandung permusuhan, kebencian dan penodaan
agama yang dianut oleh seseorang. Berdasarkan ketentuan tersebut maka seseorang dapat
dikriminalisasikan atas tuduhan penodaan agama yang ditujukan terhadap agama tertentu. Hal ini
disebabkan dapat mengganggu ketenteraman dan keharmonisan umat beragama dan dapat
membahayakan/ mengganggu ketertiban umum.
BAB V
KESIMPULAN
Arti penting Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi bangsa Indonesia
adalah sebagai hukum tertinggi yang mengatur mengenai hukum tertulis yang ada di Indonesia,
serta berperan penting dalam kehidupan berbangsa dalam masyarakat.
UUD 1945 menjadi pedoman hukum di Indonesia dan pedoman bagi keteraturan hidup
bermasyarakat. UUD 1945 akan mengarahkan hidup kita menjadi teratur, sejahtera, damai, jujur,
dan adil. Jika tidak ada UUD maka kehidupan kita menjadi kacau balau, tidak sejahtera, konflik
dimana-mana.
Manfaat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi warga negara serta bangsa dan negara
adalah sebagai alat kontrol, pengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan
dilaksanakan, serta bermanfaat sebagai penentu hak dan kewajiban negara, aparat negara, dan
warga negara.
Manfaat warga negara yang patuh terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
tercipta kehidupan yang tertib dan juga teratur. Nah, jika tidak ada UUD 1945, maka kehidupan
akan berjalan dengan kurang harmonis. Bahkan, dapat terjadi perang saudara dan warga negara
akan sulit hidup dengan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bola.com/ragam/read/5029203/makna-pembukaan-uud-1945-yang-wajib-dipahami
https://tirto.id/arti-penting-uud-negara-republik-indonesia-tahun-1945-bagi-bangsa-gjuM
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD
1945", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/skola/read/2021/07/15/132944669/hubungan-
pancasila-dengan-pembukaan-uud-1945.
Penulis : Vanya Karunia Mulia Putri
Editor : Serafica Gischa
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6
https://www.anams.id/hubungan-pembukaan-uud-1945-dengan-proklamasi-kemerdekaan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hubungan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD
1945", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/03/06/04000001/hubungan-pembukaan-
dan-batang-tubuh-uud-1945.
Penulis : Monica Ayu Caesar Isabela
Editor : Monica Ayu Caesar Isabela
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD
1945", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/16/180000179/sistem-pemerintahan-
indonesia-menurut-uud-1945?page=all.
Penulis : Tri Indriawati
Editor : Tri Indriawati
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6
https://www.bola.com/ragam/read/5112936/daftar-nama-lembaga-negara-di-indonesia-berdasarkan-
uud-1945
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hubungan Antarlembaga Negara Menurut UUD
1945", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/02/22/01150001/hubungan-antarlembaga-
negara-menurut-uud-1945.
Penulis : Monica Ayu Caesar Isabela
Editor : Nibras Nada Nailufar
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6
https://www.google.com/search?
q=bagaimana+sistem+demokrasi+di+indonesia+berdasarkan+pancasila+menurut+uud+1945&
sxsrf=AJOqlzWiC2f0aecW4V_hSBIc8ihcwjMslg%3A1678348472110&ei=uJAJZN-
sBsWx8QOv9aSoDQ&oq=Bagaimana+sistem+Demokrasi+di+indonesia+berd&gs_lcp=Cgxnd3
Mtd2l6LXNlcnAQARgDMgcIIRCgARAKMgcIIRCgARAKMgQIIRAVMggIIRAWEB4QHTI
KCCEQFhAeEA8QHTIKCCEQFhAeEA8QHTIICCEQFhAeEB06CggAEEcQ1gQQsAM6BAg
jECc6BAgAEEM6BQgAEIAEOgYIABAWEB46BQghEKABSgQIQRgAUPkEWPANYN4eaA
FwAXgAgAGRAYgB3ASSAQMzLjOYAQCgAQHIAQjAAQE&sclient=gws-wiz-serp
https://www.bola.com/ragam/read/5103310/macam-macam-upaya-penegakan-ham-di-indonesia
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Busyro: Kasus Patrialis Penistaan UUD 1945", Klik
untuk
baca: https://nasional.kompas.com/read/2017/01/30/17153691/busyro.kasus.patrialis.penistaan.uud.1945.