Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH PANCASILA DAN

KEWERGANEGARAAN

Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh, Demokrasi dan HAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pancasila dan Kewarganegaraan

Dosen : Dr., Nina Nurani, , S.H. M.Si

Disusun oleh :

ANNISA MEILANI AMIJAYA (A10220236)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

EKUITAS

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan masalah ini yang tepat pada

waktunya.

Makalah ini berisikan tentang Pancasila sebagai Ideologi Kebangsaan: Dinamika dan

Perbandingan dengan Ideologi Lain dalam Sejarah Bangsa Indonesia diharapkan Makalah ini dapat

memberikan informasi kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis

harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr., Nina

Nurani, , S.H. M.Si. selaku Dosen Mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan. Ucapan terima kasih

juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan seta

dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semua TUHAN senantiasa meridhai segala

usaha kita.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tertulis suatu makna, bahwa Negara Republik
Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah Negara yang berdasarkan atas hukum
(Rechstaat) dalam arti negara pengurus.1 Selain itu, Negara Indonesia juga merupakan Negara yang
berbentuk Republik dimana kedaulatan berada sepenuhnya di tangan rakyat dan dilaksanakan
berdasarkan Undang-Undang Dasar. Karena tujuan lahirnya Republik Indonesia adalah untuk
mengutamakan kepentingan seluruh rakyatnya.2 Selain itu, tujuan Negara Indonesia secara definitif
tertuang di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang meliputi :
“…Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…”
Untuk mewujudkan tujuan dari Negara Indonesia yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan
UUD 1945 tersebut maka Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah yang dalam pengaturan Pasal
18 UUD 1945 wajib mengakui adanya keragaman dan hak asal-usul yang merupakan bagian dari
sejarah panjang bangsa Indonesia. Meskipun negara Republik Indonesia menganut prinsip negara
kesatuan dengan pusat kekuasaan berada pada Pemerintah Pusat namun heterogenitas yang dimiliki
bangsa Indonesia baik kondisi sosial, ekonomi, budaya maupun keragaman tingkat pendidikan
masyarakat, maka kekuasaan/kewenangan dari Pemerintah Pusat perlu dialirkan kepada daerah yang
berotonom.

1.2 Rumusan Masalah


1. seberapa penting nya UUD diindonesia?
2. apakah ada kaitan nya dengan Pancasila, Proklamasi, Dan Cita-Cita Tujuan Nasional?
3. Bagaimana sistem pemerintah di Indonesia?
4. Apa saja kelembagaan di Indonesia?
5. Hubungan antara Lembaga Indonesia?
6. Bagaimana sistem Demokrasi di indonesia?
7. Bagaiman HAM di indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk menganalisis konsep Pembukaan UUD 1945
2. Untuk mengetahui keterkaitan dengan kelembagaan, Pancasila, demkroasi dan lain lain
3. Mendefinisikan pengertian pembukaan UUD 1945
4. Menganalisis sistem pemerintahan di Indonesia yang berkaitan dengan UUD 1945
1.4 Metode Penelitian
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yaitu suatu proses menguji

dan menganalisa secara kritis redaksional buku refrensi dan mengaitkan dengan kondisi korupsi

terbesar di indonesia. Penggunaan metode sejarah dalam penulisan artikel ini dilakukan melalui

Penggunaan metode sejarah dalam penulisan artikel ini dilakukan melalui 4 tahap penelitian, yaitu:

1. Heuristik, menghimpun bahan-bahan atau sumber melalui studi kepustakaan

2. Kritik sumber, menyeleksi data - data yang telah terkumpul melalui kritik internal dan kritik

eksternal

3. Interpretasi

4. Historiografi
BAB II
TINJAUAN LITELATUR
2.1 Pengertian Pembukaan UUD 1945
Sebagai warga negara yang baik, kita tidak boleh mengabaikan arti pentingnya Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi serta hukum dasar di Indonesia. Pasalnya, tidak bisa dimungkiri
bahwa masih banyak warga Indonesia yang tidak memahami dengan baik Undang-Undang Dasar
1945. UUD 1945 berperan penting dalam memberikan hak-hak masyarakat di setiap lapisan. Itulah
mengapa penting bagi masyarakat Indonesia memahami dengan baik UUD 1945. UUD 1945 disahkan
melalui sidang yang dilakukan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18
Agustus 1945. Ada makna yang terkandung dalam UUD 1945, terutama di dalam pembukaan yang
berisi empat alinea penting. Pembukaan UUD 1945 merupakan pokok dari tujuan kaidah negara yang
bersifat fundamental, di mana memuat prinsip negara seperti bentuk negara, dasar negara, dan tujuan
negara Indonesia.
Berikut makna pembukaan UUD 1945 yang wajib dipahami :
Alinea pertama

 "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan."

Hal ini bermakna bahwa Indonesia dan dunia harus menghapus dan melawan penjajahan yang ada di
dunia ini.
Alinea kedua

 "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

Dalam alinea ini bermakna untuk menunjukan kebanggaan dan penghargaan atas perjuangan
kemerdekaan Indonesia yang diraih dengan hasil kerja keras pada pejuang yang rela mengorbankan
harta, jiwa, dan nyawa.
Alinea ini juga bermakna bahwa kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan, tetapi harus diisi dengan
mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Alinea ketiga 

 "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya."

Hal ini bermakna bahwa kemerdekaan Indonesia juga didapat atas bantuan Tuhan Yang Maha Esa
dan juga keinginan luhur bangsa untuk kehidupan yang bebas.
Alinea keempat

 "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Makna yang terkandung pada alinea keempat dalam pembukaan UUD 1945, yaitu prinsip-prinsip
bangsa Indonesia yang akan menjadi penuntun bangsa untuk meraih cita-citanya. 
Terkandung fungsi dan sekaligus tujuan negara Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial. 

2.2 Pentingnya UUD 1945 Di Indonesia


Sebagai hukum dasar tertulis di Indonesia, Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia
1945 memiliki arti yang penting dalam kehidupan bangsa dan bernegara bagi masyarakat. Kedudukan
UUD 1945 sebagai konstitusi atau sumber hukum tertinggi dan fundamental merupakan legitimasi
dari aturan perundang-undangan di bawahnya. Oleh karena itu, setiap aturan perundang-undangan
yang dibuat di Indonesia tidak boleh bertentangan dan harus berpedoman kepada UUD 1945. Hal itu
dikarenakan UUD 1945 adalah rujukan dari setiap hukum tertulis yang berlaku di negara Indonesia.
Sesuai dengan prinsip hukum universal, semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia tidak boleh bertentangan dan harus berpedoman kepada UUD 1945. Masyarakat pun
diharapkan untuk menaati setiap aturan yang telah ditetapkan demi kehidupan yang tertata dan
bermartabat.
Kendati UUD 1945 merupakan hukum tertinggi yang berlaku di Indonesia, namun tidak dapat
mengatur seluruh kehidupan di dalam masyarakat. Pasalnya, di dalam Undang-undang dasar tidak
hanya terdapat hukum tertulis, tetapi ada juga hukum atau aturan yang tidak tertulis. Dikutip dari
buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas VII SMP (2017) terbitan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), UUD 1945 hanya mengatur hukum hukum tertulis.
Sementara itu, yang berlaku di negara ada juga aturan yang tidak tertulis. Hukum yang tidak tertulis
adalah aturan-aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Meskipun
tidak tertulis, aturan tersebut tetap berlaku dan harus dipatuhi atau yang biasa disebut sebagai
konvensi. Salah satu contoh konvensi yang ada di Indonesia adalah pidato presiden pada setiap
tanggal 16 Agustus di Sidang Paripurna DPR sebelum memperingati Hari Kemerdekaan RI tanggal 17
Agustus. Tidak ada hukum tertulis atau undang-undang yang menyatakan bahwa presiden harus
berpidato di Sidang Paripurna DPR setiap tanggal 16 Agustus. Namun, hal itu telah dilakukan sejak
era Presiden Sukarno hingga sekarang pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Selain sebagai
rujukan hukum perundang-undangan di Indonesia, UUD 1945 juga memiliki arti penting bagi
kehidupan berbangsa dalam masyarakat. Apabila masyarakat dapat menaati hukum tertulis yang ada,
maka akan terbentuk kehidupan yang aman dan tertib.
Merujuk Modul PJJ Gasal PPKn Kelas VII (2020) terbitan Kemdikbud, UUD 1945 mencegah
terjadinya benturan antara kepentingan atau masalah dalam kehidupan bernegara. Undang-undang
Dasar memberi jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, kesejahteraan dan,
kemakmuran di masyarakat. Hal itu berupa perlindungan terhadap segenap warga negara, supremasi
keadilan berjalan, menjaga norma-norma di dalam masyarakat tetap terpelihara, jalannya
pemerintahan menjadi terkendali. Dengan UUD 1945, masyarakat Indonesia dapat bersatu dan hidup
dalam kerukunan. Selain itu, di dalam UUD 1945 dapat menjadi sumber motivasi, aspirasi, cita-cita
hukum dan moral yang ingin ditetapkan bangsa Indonesia, serta nilai-nilai universal dan lestari dalam
peradaban bangsa-bangsa di dunia.
2.3 Keterkaitan Pembukaan UUD dengan Pancasila, Proklamasi, Demokrasi dan Cita-cita
Tujuan Nasional
A.Keterkaitan dengan Pancasila
Antara Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945, khususnya bagian pembukaan, sebagai dasar
hukum, keduanya memiliki hubungan yang saling berkaitan atau tidak dapat dipisahkan. Dapat
digambarkan jika Pancasila adalah rohnya, sedangkan UUD 1945 adalah raganya.
Pancasila merupakan unsur pokok dalam Pembukaan UUD 1945. Unsur pokok ini kemudian
dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945, sebagai norma hukum dasar dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa. Melansir dari buku Pendidikan Pancasila: Pendekatan Berbasis Nilai-Nilai
(2020) karya Ardhamo Prakoso, Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 berarti
Pancasila memiliki kedudukan yang kuat dan posisinya tidak dapat tergantikan. Pancasila merupakan
dasar filsafat negara yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Artinya setiap hal dalam konteks
penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai Pancasila, termasuk peraturan, perundang-
undangan, pemeritahan, sistem demokrasi,danlainnya.
Artinya Pancasila dijadikan dasar dalam penyelenggaraan negara, serta sebagai norma positif.
Pancasila memiliki kedudukan yang kuat dan tidak dapat diubah. Sedangkan Pembukaan UUD 1945
berkedudukan sebagai tertib hukum tertinggi. Selain itu, Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 juga
memiliki hubugan material. Artinya UUD 1945 merupakan kaidah hukum negara Indonesia, yang
mana seluruh unsur dan pokok kaidahnya bersumber dari Pancasila. Maka dapat dikatakan jika
Pancasila juga merupakan tertib hukum Indonesia.
B.Keterkaitan dengan Proklamasi
Mengikuti sifat hubungan antara Deklarasi 17 Agustus dan Pembukaan UUD 1945 tidak hanya
menjelaskan dan menegaskan Deklarasi, tetapi juga menjelaskan Deklarasi, hubungan yang secara
fungsional berkorelasi. tetapi juga merupakan hubungan sebab akibat organik. Hal ini menunjukkan
bahwa hubungan antara keputusan dan pembukaan adalah satu kesatuan, dan yang terkandung dalam
pembukaan adalah misi seluruh rakyat Indonesia dalam membangun bangsa dan mewujudkan tujuan
bersama. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab moral seluruh bangsa untuk menjaga dan
mewujudkannya.

Apa bukti bahwa Deklarasi dan Pembukaan UUD adalah satu?

Dengarkan kembali teks deklarasi.

“Kami rakyat Indonesia, menyatakan kemerdekaan Indonesia. Masalah seperti pemindahan kekuasaan
akan diselesaikan secara komprehensif dan dalam waktu sesingkat mungkin.”

Dan dengarkan kembali Pembukaan UUD 1945.

Padahal, kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan karenanya kolonialisme global harus
dihapuskan. Karena itu bertentangan dengan kemanusiaan dan keadilan.

Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia memiliki momen bahagia dengan mengantarkan bangsa
Indonesia dengan selamat ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur. Didorong oleh rahmat Allah SWT dan keinginan yang tinggi untuk
menjalani kehidupan nasional yang bebas, rakyat Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan.

Dan dari situ dibentuklah pemerintah provinsi Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, ikut mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, mewujudkan
pemerintahan yang tetap. perdamaian dan keadilan sosial, Oleh karena itu, kemerdekaan nasional
Indonesia dituangkan ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Konstitusi ini
berbentuk susunan negara Republik Indonesia dan memberikan kedaulatan kepada rakyat berdasarkan
asas-asas sebagai berikut: Terwujudnya persatuan dan demokrasi Indonesia yang berpedoman pada
kemanusiaan sipil, kearifan dan permusyawaratan/perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. ” Deklarasi dan turunan biologisnya yang berupa pembukaan UUD 1945 berbunyi
seperti ini. Betapa sempurnanya kita sebagai bangsa yang memiliki visi hidup, tujuan hidup, falsafah
hidup, rahasia hidup, way of life.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, ia mengeluarkan Proklamasi Kemerdekaan dengan alasan


kemerdekaan. Proklamasi 17 Agustus 1945 sebenarnya adalah Proklamasi Kemerdekaan dan
Proklamasi Kemerdekaan. Oleh karena itu, teks Deklarasi dan Pembukaan UUD 1945 adalah satu.
Deklarasi dan Pembukaan UUD 1945 tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Teks Proklamasi dan
Pembukaan UUD 1945 merupakan monolog tersendiri, oleh karena itu Proklamasi Kemerdekaan juga
memuat Proklamasi Kemerdekaan. Di sisi lain, seluruh dunia hanya memiliki Deklarasi
Kemerdekaan. Atau hanya membuat Deklarasi Kemerdekaan. Proklamasi Kemerdekaan dan
Proklamasi Kemerdekaan secara bersamaan.Pengumuman kami menginformasikan diri sendiri dan
dunia bahwa rakyat Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka. Pengumuman-pengumuman kita
adalah sumber kekuatan dan keteguhan perjuangan kita. Karena seperti yang saya katakan
sebelumnya, pengumuman kita adalah sumber segala tenaga bangsa, lahir dan batin-jasmani dan
moral. Undang-Undang Dasar 1945 dan Proklamasi Kemerdekaan kita sebagaimana tertulis dalam
pembukaannya mengikat rakyat Indonesia pada prinsip-prinsip mereka sendiri yang berbeda, Kami
memberi tahu dunia apa prinsip kami.

Proklamasi Kemerdekaan kita, Pembukaan UUD 1945 kita, adalah untuk mewujudkan kemerdekaan
nasional, untuk mewujudkan status nasional, untuk mengetahui tujuan pembangunan kebangsaan, dan
untuk setia pada suara hati yang hidup di hati rakyat kita. pedoman untuk Pria. Oleh karena itu,
Deklarasi kita tidak dapat dipisahkan dari Proklamasi Kemerdekaan yang berisi Pembukaan UUD
1945. Sebuah “deklarasi” tanpa “deklarasi” berarti tidak ada filosofi dalam kemerdekaan kita. Ia tidak
memiliki dukungan nasional, tidak ada pedoman, tidak ada arah, tidak ada ‘alasan untuk ada’, tidak
ada tujuan selain untuk mengusir kekuatan asing dari Ibu Pertiwi.

Di sisi lain, “deklarasi” tanpa “deklarasi” tidak ada artinya. Karena tanpa kemerdekaan semua filosofi,
semua fondasi dan tujuan, semua prinsip, semua “isme” menjadi ilusi belaka, mimpi kosong
mengambang di udara. Proklamasi kemerdekaan kita akan memusnahkan segala kekuatan dan
kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan nasional, menumbangkan segala penjajahan di
tanah kita, dan menyingkirkan segala penjajahan dan imperialisme dari daratan Indonesia.
menghapus. .. – Tidak, deklarasi kita, selain menciptakan kemerdekaan, menciptakan dan
menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya.

 kepribadian politik
 karakter ekonomi,
 karakter sosial,
 Kepribadian budaya, dengan kata lain, kepribadian nasional.
Kemandirian dan karakter bangsa seperti saudara kembar yang saling menempel dan tidak dapat
dipisahkan tanpa membawa bencana satu sama lain. Sekali lagi, kita semua, terutama para pemimpin,
perlu menyadari kaitan antara Deklarasi dan Pembukaan UUD 1945.

 kemerdekaan yang menyatukan kemerdekaan dan kedaulatan,


 kemerdekaan untuk keadilan dan kemakmuran,
 kemandirian untuk meningkatkan kesejahteraan umum,
 kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
 kemerdekaan untuk ketertiban dunia,
 kebebasan dan perdamaian abadi,
 kemerdekaan untuk keadilan sosial,
 kemerdekaan kedaulatan rakyat,
 kemerdekaan dalam satu ketuhanan,
 bebas, manusiawi, adil dan beradab,
 Kemerdekaan berdasarkan persatuan Indonesia.
 Kemandirian berdasarkan kebijaksanaan orang-orang yang dibimbing dalam
permusyawaratan/perwakilan,
 Kemerdekaan, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
Semua itu tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, Anak Biologi atau Saudara Kembar Deklarasi 17
Agustus 1945. Penderitaan manusia bukanlah imajiner atau abstrak. Baginya, amanat penderitaan
manusia sangat jelas dan terartikulasikan dalam Deklarasi dan UUD 1945. Misi untuk penderitaan
manusia adalah spesifik.

Bagi seorang pemimpin yang mengemban misi penderitaan rakyat, berarti setia dan taat pada Kabar
Sukacita. Bagi mereka yang memahami misi penderitaan rakyat, itu berarti memiliki arah yang benar
terhadap mereka. bukan rakyat di atas kuda, tapi rakyat sebagai penguasa tunggal republik yang
diproklamirkan, sebagaimana tertulis dalam Pembukaan UUD 1945. Mengutamakan keuntungan atau
kepentingan pribadi.

C.Keterkaitan Dengan Cita-Cita Tujuan Nasional

Cita – cita bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang –
Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial (Depkes, 1992). Dalam rangka mencapai cita – cita bangsa tersebut
diselenggarakan pembangunan nasional di semua bidang kehidupan yang berkesinambungan
yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu, dan terarah.
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk
agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

Dalam melaksanakan cita-cita tersebut diperlukan dasar, tidak hanya sekedar menerima dan langsung
menyusun pemerintahan. Pemimpin komponen bangsa pada waktu merintis kemerdekaan berdiskusi
dan lahirlah dasar negara Pancasila. Satu hal yang juga menjadi elemen kunci adalah Indonesia yang
bercirikan Kebhinekaan. “Satu hal lagi yang merupakan elemen kunci adalah bahwa kita tahu bangsa
Indonesia bercirikan kebhinekaan, itu given oleh yang maha kuasa,” tutur Agus. Dengan Kebhinekaan
tersebut, Indonesia mendasarkan pengambilan kesepakatan dengan musyawarah.
Satu contoh adalah peristiwa Sumpah Pemuda, disepakati bahwa bahasa persatuan adalah bahasa
Indonesia yang berasal dari rumpun bahasa melayu, bukan bahasa Jawa, karena suku Jawa merupakan
jumlah terbesar dari suku etnis di Indonesia. Pada peristiwa tersebut disepakati bahwa bahasa
persatuan adalah bahasa Indonesia. “Itu adalah kesepakatan. Tidak dilihat dari besar kecilnya. Tidak
dilihat dari mayoritas minoritas, tapi kita ambil pelajarannya di situ. Bangsa Indonesia dibangun atas
dasar kesepakatan, bukan hubungan mayoritas minoritas,” kata Agus.
Pada kesempatan tersebut, Agus juga menyampaikan bahwa yang diharapkan dari para alumni
Lemhannas RI bukanlah kemampuan menghafal. Namun, yang diharapkan adalah sikap dan perilaku
yang mencerminkan komitmen yang konsisten terhadap Konsensus Dasar Kebangsaan. Komitmen
tersebut diawali dengan kompetensi memahami Konsensus Dasar Kebangsaan, yakni Pancasila, UUD
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Setelah kompeten dan mengetahui seluk beluknya,
kedalamannya, dan bagaimana untuk mewujudkannya, akan lahir tuntutan untuk membangun
komitmen. “Kata kuncinya adalah kompetensi, setelah kompetensi diikuti oleh komitmen dalam
bentuk perilaku,” ujar Agus.
Dalam Pancasila, para alumni Lemhannas RI diharapkan memiliki kompetensi andal dari komitmen
untuk memegang teguh ideologi bangsa Pancasila dan berkomitmen mengimplementasikannya.
Kemudian dalam UUD 1945, diharapkan para alumni memiliki komitmen untuk senantiasa berpegang
teguh menerapkan pasal-pasal yang terkandung dalam konstitusi negara Republik Indonesia.
Selanjutnya, dalam NKRI alumni diharapkan memiliki kompetensi dan komitmen mengutamakan
kepentingan nasional, bangsa, dan negara dengan menjaga keutuhan dan kesatuan wilayah. Dalam
Bhinneka Tunggal Ika diharapkan para alumni memiliki kompetensi dan komitmen untuk senantiasa
menghargai dan menghormati perbedaan ragam budaya, agama, etnik, bahasa dan golongan.

2.4 Pembukaan UUD dan Batang Tubuh UUD 1945


Pembukaan UUD 1945 meliputi suasana kebatinan yang diwujudkan dalam pasal-pasal dalam UUD.
Dengan kata lain, suasana kebatinan UUD 1945 dijiwai dan bersumber dari dasar filsafat negara yaitu
Pancasila. Hubungan langsung antara pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuhnya bersifat kausal
organis karena isi dalam pembukaan dijabarkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945. Sehingga,
pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar filsafat negara dan UUD merupakan satu kesatuan.
Meskipun dapat dipisahkan, tetapi tetap merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu.
Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran persatuan Indonesia, keadilan sosial,
kedaulatan rakyat, berdasarkan atas permusyawaratan, perwakilan, dan ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Intisari dalam pembukaan UUD 1945 merupakan
penjelmaan dari dasar negara Pancasila. Pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah
mampu memberikan semangat kepada UUD 1945. Dengan kata lain, UUD 1945 sebagai konstitusi
negara merupakan uraian rinci dan rangkaian makna dari nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang
bersumber dan dijiwai oleh Pancasila.

Rangakaian makna yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 adalah: Alinea I, II, dan III:
Rangkaian peristiwa yang mendahului terbentuknya negara. Rumusan dasar pemikiran yang
mendorong kemerdekaan kebangsaan Indonesia hingga terbentuknya negara Indonesia. Alinea IV:
Ekspresi dari peristiwa dan keadaan setelah negara Indonesia terbentuk. Dilihat dari rangkaian makna
dan peristiwa dalam keempat alinea pembukaan UUD 1945 tersebut, dapat ditentukan sifat hubungan
antara masing-masing alinea pembukaan dengan batang tubuh UUD 1945, yaitu: Alinea I, II, dan III
tidak memiliki hubungan kausal organis dengan batang tubuh UUD 1945. Alinea IV memiliki
hubungan yang bersifat kausal organis dengan batang tubuh UUD 1945.
Hubungan kausal organis alinea IV dengan batang tubuh UUD 1945 mencakup beberapa segi, yaitu:
Undang-Undang Dasar akan ditentukan. Yang diatur dalam UUD adalah pembentukan pemerintahan
negara yang memenuhi syarat dan meliputi segala aspek penyelenggaraan negara. Negara Indonesia
berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat. Ditetapkannya dasar kerohanian negara (dasar filsafat
negara Pancasila). Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan batang tubuh UUD 1945, pembukaan
UUD 1945 alinea IV ditempatkan pada kedudukan yang sangat penting.
2.5 Sistem Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD
Penjelasan tentang sistem pemerintahan Indonesia telah diatur dalam pasal-pasal UUD 1945 yang
merupakan konstitusi negara. Dalam Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia merupakan
negara kesatuan dengan bentuk republik. Sementara itu, dalam Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945, dijelaskan
bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial karena kekuasaan tertinggi berada di tangan
presiden.

Berikut ini bunyi Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-undang Dasar. Apa itu sistem presidensial? Presidensial adalah adalah
sistem pemerintahan yang menempatkan presiden sebagai kepala pemerintahan. Di dalam pemerintahan,
presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak bertanggung
jawab kepada parlemen atau legislatif. Adapun, para menteri bertanggung jawab kepada presiden.

Pasal 4 UUD 1945 juga menjelaskan bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif dalam
pemerintahan Indonesia. Sementara itu, kekuasaan legislatif dipegang oleh presiden, DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat), dan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), sebagaimana diatur dalam Pasal
20 Ayat 1 UUD 1945. Presiden dan DPR disebut sebagai pemegang kekuasaan legislatif sehari-hari,
sedangkan MPR adalah lembaga legislatif tingkat tertinggi. Sementara itu, hubungan presiden dan
MPR serta tugas masing-masing diatur dalam Penjelasan UUD 1945 pada Sistem Pemerintahan
Negara, yakni: Presiden dipilih dan diangkat oleh MPR. Presiden adalah mandataris MPR. MPR
pemegang kekuasan negara yang tertingggi Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR
Presiden untergeornet kepada MPR. Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif dengan dibantu
oleh menteri-menteri negara. Meski berkuasa sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan,
presiden tunduk kepada MPR.

Adapun MPR merupakan penjelmaan rakyat dan pemegang kedaulatan rakyat, sebagaimana diatur
dalam Pasal 2 Ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 3 UUD 1945. Dengan demikian, menurut UUD 1945,
sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial dengan bentuk negara republik demokrasi, artinya
kedaulatan berada di tangan rakyat.

2.6 Kelembagaan Di indonesia


 Lembaga negara adalah institusi yang dibuat oleh negara, dari negara, dan untuk negara. Di
Indonesia, lembaga negara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Keberadaan lembaga negara merupakan satu di antara unsur penting dalam berdirinya sebuah negara.
Setiap negara memiliki lembaga negara yang berbeda-beda. Hal tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan rakyat dalam negara tersebut.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI)
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah lembaga legislatif bikameral yang merupakan satu di
antara lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Setelah amandemen DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang didipilih
melalui pemilihan umum, anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD.
Majelis Permusyawaratan Rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 tidak lagi
sebagai lembaga tertinggi negara, tetapi lembaga tinggi negara.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah satu di antara lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat.
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.
DPR diwajibkan untuk melaksanakan tiga fungsi, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam kerangka representasi rakyat, di mana setiap anggota wewan
wajib mengutamakan kepentingan rakyat yang diwakilinya (konstituen) sehingga menjadikan mereka
wakil rakyat.
3. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan
Umum (Pemilu).
DPD merupakan lembaga legislatif yang dibentuk pada 2004 dan berfungsi sebagai majelis tinggi
dalam MPR yang anggotanya berisi empat perwakilan dari seluruh provinsi di Indonesia yang dipilih
dalam Pemilu legislatif setiap lima tahun sekali.
4. Presiden
Presiden adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpinan suatu organisasi, perusahaan,
perguruan tinggi, atau negara.
Pada awalnya, istilah ini dipergunakan untuk seseorang yang memimpin suatu acara atau rapat
(ketua), tetapi kemudian secara umum berkembang menjadi istilah untuk seseorang yang memiliki
kekuasaan eksekutif.
Secara spesifik, istilah "presiden" terutama digunakan untuk kepala negara suatu republik, baik dipilih
secara langsung melalui pemilu, ataupun tak langsung. Presiden adalah pimpinan pelaksana
perundang-undangan dalam suatu negara republik.
Di Indonesia, kepala negara sekaligus kepala pemerintahannya adalah presiden, sistem pemerintahan
presidensiil sesuai yang diamanatkan dalam UUD 1945.
5. Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI)
Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dan
bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.
Secara independen MA bersama MK tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan lainnya berdasarkan UUD
1945.
6. Badan Pemerikasaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Menurut UUD 1945, BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih oleh
DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, dan diresmikan oleh Presiden.
Anggota BPK sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut
agamanya yang dipandu oleh Ketua MA. BPK merupakan auditor utama keuangan negara.
7. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI)
Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia,
yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan MA.
Kewajiban MK adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

8. Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY RI)


Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.
KY bertanggung jawab kepada publik melalui DPR dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan
membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
Komisi Yudisial merupakan suatu lembaga yang memiliki sifat mandiri dalam menjaga komitmen
nilai dan komitmen moral dimilikinya.
2.7 Hubungan Antar Lembaga dengan UUD
Tugas dan wewenang lembaga negara tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan
diatur lebih lanjut melalui Undang-Undang atau UU. Lembaga tinggi negara sesudah amandemen
adalah presiden dan wakil presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi
(MK), Komisi Yudisial (KY), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam melaksanakan tugas
pemerintahan, antara satu lembaga negara dengan lembaga lainnya saling bekerja sama dan saling
mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip pengawasan dan keseimbangan atau check and
balances. UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan atau amandemen dalam kurun waktu
1999 - 2002. Perubahan ini secara otomatis juga memengaruhi hubungan kinerja antarlembaga.

A.) Hubungan antara MPR, Presiden, DPR, dan MK


Presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan MPR dalam masa jabatannya menurut UUD atas
usul DPR. Ini terjadi apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, tindakan pidana berat, atau terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan
wakil presiden. Kemudian MPR meminta kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
pendapat DPR. Hasilnya dibawa ke rapat paripurna DPR untuk diteruskan ke MPR. MPR kemudian
menyelenggarakan sidang untuk mengambil keputusan, minimal dihadiri 3/4 jumlah anggota dan
disetujui minimal 2/3 anggota yang hadir.
B.) Hubungan antara DPR dan Presiden
Hubungan antar DPR Dan presiden terlihat ketika Rancangan Undang-Undang atau RUU dibahas
bersama oleh DPR dan presiden. Jika tidak ada persetujuan bersama, maka RUU tidak boleh diajukan
lagi dalam persidangan DPR masa itu. Presiden mengesahkan RUU menjadi Undang-Undang atau
UU. Dalam keadaan genting, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti UU
dengan persetujuan DPR.

C.) Hubungan antara DPR dan DPD

Hubungan antara DPR dan DPD dapat dilihat ketika DPD mengajuka RUU kepada DPR. DPD
mengajukan RUU yang berkaitan dengan oronomi daerah, hubungan pusat daerah, serta yang
berhubungan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD ikut membahas RUU tersebut
dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU yang telah disahkan. DPD juga memberikan
pertimbangan kepada DPR atas pajak, pendidikan, dan agama.

D.) Hubungan antara BPK dan DPR


Hubungan antara BPK dan DPR tampak ketika BPK memeriksa tentang keuangan negara dan hasil
pemeriksaannya diserahkan kepada DPR. BPK memiliki hak untuk meminta keterangan yang wajib
diberikan oleh setiap instansi pemerintah.

E.) Hubungan antara MA, DPR, dan Presiden


Hubungan antara MA, DPR, dan presiden dapat dilihat dalam pengangkatan calon hakim agung MA.
Calon hakim agung MA diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR. Kemudian dilanjutkan untuk
ditetapkan oleh presiden.

F.) Hubungan antara MA, DPR, dan presiden dapat dilihat dalam pengangkatan calon hakim agung
MA. Calon hakim agung MA diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada DPR. Kemudian dilanjutkan
untuk ditetapkan oleh presiden.

G.) Hubungan antara MK, MA, dan DPR


terlihat dalam hal pemberian putusan atas pendapat DPR terkait pelanggaran yang dilakukan oleh
presiden dan wakil presiden. Anggota MK terdiri dari sembilan orang dan ditetapkan oleh presiden,
tiga orang diajukan oleh MA, tiga orang diajukan oleh DPR, dan tiga orang diajukan oleh presiden.

2.8 Sistem Demokrasi di indonesia


Demokrasi di Indonesia adalah suatu proses sejarah dan politik perkembangan demokrasi di
Indonesia, mulai dari pengertian dan konsepsi demokrasi menurut para tokoh dan founding fathers
Kemerdekaan Indonesia, terutama Soekarno, Mohammad Hatta, dan Soetan Sjahrir.
Salah satu ciri negara demokrasi adalah kedaulatan berada di tangan rakyat. Pernyataan tersebut
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat ke-16 yang
dikenal sebagai bapak demokrasi menjelaskan, demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam peringkat global, indeks demokrasi Indonesia bertengger di posisi 52, naik 12 tingkat dari
2020. Sejak 2006, indeks demokrasi Indonesia bergerak di kisaran 6,30–7,03. Indonesia mencatat
kemajuan dalam kehidupan demokrasi di sepanjang 2021
Demokrasi Terpimpin adalah asli Demokrasi Indonesia, demokrasi berdasarkan Pancasila. Demokrasi
Terpimpin yang garis-garis besarnya telah dijamin dan tersusun dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945 adalah perwujudan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 dan sila ke-4 Pancasila, dirumuskan bahwa “Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Dengan demikian
berarti demokrasi Pancasila merupakan demokrasi deliberatif.
Pada hakikatnya sebuah negara dapat disebut sebagai negara yang demokratis, apabila di dalam
pemerintahan tersebut rakyat memiliki persamaan di depan hukum, memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dan memperoleh pendapatan yang layak karena terjadi
distribusi pendapatan yang adil. Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi
langsung dan demokrasi perwakilan.
2.9 HAM di Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, HAM atau Hak Asasi Manusia adalah hak
yang dilindungi secara internasional (yaitu deklarasi PBB Declaration of Human Rights), seperti hak
untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak untuk mengeluarkan pendapat.
Perlu diketahui, setiap manusia memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik dan jahat.
Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran HAM, seperti
membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah, dan lain-lain.
Untuk mencegah keinginan berbuat jahat tersebut perlu adanya upaya penegakan dan pencegahan.
Dengan begitu, pelanggaran HAM tidak akan terjadi.
Upaya penegakan HAM adalah seluruh tindakan yang dilakukan dengan tujuan membuat HAM
makin dihormati dan diakui oleh masyarakat dan pemerintah.
Upaya penegakan hak dan kewajiban manusia umumnya dilakukan dengan pencegahan. Pencegahan
adalah upaya untuk menciptakan kondisi yang semakin kondusif bagi tegaknya HAM.

Upaya Penegakan HAM

1. Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia


Komnas HAM dibentuk pada 7 Juni 1993 melalui Kepres Nomor 50 tahun 1993. Keberadaan Komnas
HAM selanjutnya diatur Undang-Undang RI nomor 39 tahun 1999 pasal 75 sampai dengan pasal 99.
Komnas HAM merupakan satu di antara lembaga penegakan HAM mandiri setingkat lembaga negara
lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi
HAM.
Setiap warga negara yang merasa hak asasinya dilanggar boleh melakukan pengaduan kepada
Komnas HAM. Pengaduan tersebut harus disertai dengan alasan, baik secara tertulis maupun lisan dan
identitas pengadu yang benar.
2. Pembentukan Instrumen HAM
Instrumen HAM merupakan alat untuk menjamin proses perlindungan dan penegakan HAM.
Instrumen HAM biasanya berupa peraturan perundang-undangan dan lembaga-lembaga penegak hak
asas manusia, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Pengadilan HAM.
Instrumen HAM yang berupa peraturan perundang-undangan dibentuk untuk menjamin kepastian
hukum serta memberikan arahan dalam proses penegakan HAM.
3. Pembentukan Pengadilan HAM
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2000.
Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang diharapkan dapat
melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat dan menjadi dasar dalam
penegakan, kepastian hukum, keadilan dan perasaan aman, baik perseorangan maupun masyarakat.
Upaya Pencegahan Pelanggaran HAM

Tindakan terbaik dalam penegakan HAM adalah dengan mencegah timbulnya semua faktor penyebab
pelanggaran HAM.
Pencegahan pelanggaran HAM merupakan upaya pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan
kondisi yang kondusif dalam penghormatan HAM secara persuasif.
a. Menegakkan supremasi hukum dan demokrasi. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus
dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan
yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan
melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka
menegakkan hukum.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran
HAM oleh pemerintah.
c. Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya
penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah.
d. Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga
pendidikan formal maupun nonformal.
e. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
f. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar
mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
BAB III
KASUS
Busyro: Kasus Patrialis Penistaan UUD 1945
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas mendorong pembenahan besar-
besaran terhadap kelembagaan Mahkamah Konstitusi. Perubahan harus dilakukan karena sudah dua
kali Hakim Mahkamah Konstitusi terjerat oleh KPK. Pada 2013, Ketua MK saat itu, Akil Mochtar,
ditangkap KPK atas dugaan suap dalam suap sengketa Pilkada. Akil tengah menjalani vonis penjara
seumurhidup.

Lalu belakangan, Hakim MK Patrialis Akbar juga ditangkap tangan oleh KPK karena diduga
menerima suap terkait uji materi undang-undang. "Itu bukti bahwa kualitas dan proses pengawasan
internal MK sudah saatnya dilakukan perubahan," kata Busyro di Gedung KPK, Jakarta, Senin
(31/1/2017). Busyro mengatakan, MK tidak bisa lagi menjadi lembaga yang mempunyai kewenangan
otonom.  

MK harus melibatkan unsur publik dalam sistem aturan maupun pengawasan internalnya. Lembaga
lain seperti Komisi Yudisial, yang sejatinya bertugas untuk mengawasi hakim, juga harus dilibatkan.
"Kasus (Patrialis) ini penistaan terhadap Undang-Undang Dasar. Dan itu bukan tanggung jawab
tersangka saja. Secara keseluruhan, harus dijadikan pembelajaran oleh institusi MK," ucap Busyro.

Patrialis ditangkap di Grand Indonesia setelah diduga menerima suap senilai 20.000 Dollar AS dan
200.000 Dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar. Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap
tangan, Rabu (25/1/2017). Patrialis ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap
sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15
miliar.

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu
mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi. Perkara gugatan yang
dimaksud, yakni uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Patrialis membantah menerima suap. Patrialis justru menganggap dirinya sebagai korban, bukan
seorang pelaku korupsi.     Ia meminta agar para hakim Mahkamah Konstitusi serta masyarakat
memahami bahwa dirinya sedang mendapat perlakuan tidak adil. "Demi Allah, saya betul-betul
dizalimi. Saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki," ujar Patrialis.
BAB IV
PEMBAHASAN
Salah satu bentuk tindakan yang merusak kebebasan dan kerukunan umat beragama adalah tindakan
penodaan agama. Tindakan penodaan agama juga sering disebut dengan penistaan agama. Penodaan
agama adalah suatu tindakkan yang merendahkan, menghina, melecehkan, menyebutkan atau
melakukan suatu ajaran agama tertentu yang tidak sesuai dengan ajaran agama tersenbut salah satu
bentuk delik penodaan agama adalah penghinaan terhadap tuhan (blasphemy atau godslastering)
dalam bentuk melukai, merusak, mencemarkan reputasi/ nama baik Tuhan. Penghinaan ajaran agama
ialah suatu hal/ kegiatan yang mengusik ajaran sakral dalam satu agama. Penistaan agama menjadi
topik pembicaraan terhangat di masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan tantangan yang dihadapi
Polisi, Majelis Ulama Indonesia bahkan Pemerintah dan masyarakat semakin berat karena disebabkan
semakin kompleknya permasalahan yang dihadapi umat Islam di negeri ini. Kebebasan yang tidak
terbatas akibat reformasi yang disalah artikan telah melahirkan berbagai sikap dan perbuatan yang
jauh menyimpang dari norma- norma agama yang sebenarnya. Secara yuridis penodaan agama
merupakan bagian dari delik agama yang memang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) di Indonesia. Pengaturan tersebut ditujukan untuk menjamin agar negara Indonesia
yang multi agama, multi etnik, dan multi ras dapat terhindar dari hal-hal memecah belah, salah
satunya konflik-konflik antar umat beragama. Di dalam KUHP sebetulnya tidak ada bab khusus yang
mengatur delik agama. Namun ada beberapa delik yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai delik
agama. Istilah delik agama sendiri mengandung beberapa pengertian meliputi:
a) delik menurut agama
b) delik terhadap agama;
c) delik yang berhubungan dengan agama. Kejahatan penghinaan yang berhubungan dengan agama
ini dapat dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu:
1) penghinaan terhadap agama tertentu yang ada di Indonesia (Pasal 156 huruf a);
2) penghinaan terhadap petugas agama yang menjalankan tugasnya (Pasal 177 angka 1);
3) penghinaan mengenai benda-benda untuk keperluan ibadah (Pasal 177 angka 2);
4) menimbulkan gaduh di dekat tempat ibadah yang sedang digunakan beribadah (Pasal 503). Namun,
Pasal yang selama ini sering disebut sebagai Pasal penodaan agama adalah Pasal 156 huruf a KUHP.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya Pasal 156 huruf a KUHP ini tidak berasal dari Wetboek van
Strafrecht (WvS) Belanda, melainkan bersumber dari Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965
tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (Penpres No.1/1965). Penpres
No.1/1965 dalam Pasal 4 menyatakan bahwa: “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima
tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
(a) yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia;
(b) dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendi ke-Tuhanan
Yang Maha Esa.”
Menurut Surat Edaran Kapolri SE/X/06/2015 dalam Pasal 156 KUHP menentukan bahwa:
“Barangsiapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Perkataan golongan dalam
Pasal ini dan Pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan
suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan,
kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. Penafsiran dan kegiatan tesebut
menyimpang kepada agama itu. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut di atas, penodaan atau
penistaan agama adalah sebuah perbuatan yang mengandung unsur penghinaan, celaan, atau penodaan
pada suatu agama yang pada dasarnya mengutarakan kebencian atau ketidaksukaan secara lisan
maupun secara gambar dengan kesengajaan di tempat umum dengan menyinggung berbagai aspek.
Dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi maka perbuatan yang mengandung
penodaan atau penistaan agama dapat juga dilakukan di dunia maya dan setiap orang yang melakukan
perbuatan tersebut akan dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Salah satu isu sensitif yang menimbulkan konflik horizontal adalah keberagaman agama. Ada bebagai
kasus yang berhubungan dengan isu non toleransi beragama yang menguncang dunia hukum
Indonesia, misalnya kasus Cikesik, Ambon, Kupang, Poso dan kasus lainnya. Besarnya dampak
negatif dari berbagai kasus di atas, pemerintah harus serius dalam mengambil langkah-langkah yang
bersifat antisipatif. Apabila isu intoleransi diabaikan maka akan memicu konflik horizontal yang
meluas dan mengorban anak banyak yang tidak berdosa. Kasus yang menghebohkan masyarakat
Indonesia dan terjadinya aksi demonstrasi berjilid-jilid adalah kasus penistaan atau penodaan agama
yang dilakukan oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Gubernur Ahok). Kasus ini bermula
pada kunjungan kerja Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta dan sekaligus sebagai Calon Pemilihan
Kepala Daerah Gubernur DKI Jakarta periode tahun 2018 hingga tahun 2014. Dalam kunjungan kerja
tersebut Ahok menyampaikan sambutan. Adapun penggalan sambutannya adalah “... jadi jangan
percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu ga bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai
surat Al-Maidah 51, macem–macem itu, itu hak bapak ibu yah jadi kalo bapak ibu perasaan gak bisa
kepilih nih karena saya takut masuk neraka karna dibodohin gitu ya engga papa, karna inikan
panggilan pribadi bapak ibu program ini jalan saja, jadi bapak ibu gak usah merasa gak enak, dalam
nuraninya ga bisa milih Ahok, gak suka sama Ahok nih, tapi programnya gua kalo terima ga enak
dong jadi utang budi jangan bapak ibu punya perasaan ga enak nanti mati pelan-pelan loh kena
stroke.” Kemudian, pernyataan tersebut beredar dan tersebar luas di dunia maya melalui ungahan
akun Buni Yani di salah satu media sosial dengan judul “Penistaan Terhadap Agama?”. Akibatnya,
Ahok dilaporkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Selatan dan Sekjen Front Pembela
Islam (FPI) atas tuduhan melanggar Pasal 156 huruf a KUHP Jo Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Laporan atau tuduhan terhadap
seseorang melakukan penodaan atau penistaan agama telah menjadi tren di Indonesia. Hampir semua
laporan yang berkenaan dengan isu keberagaman beragama dikaitkan dengan penodaan atau penistaan
terhadap agama. Secara hukum, tidak ditemukan definisi pasti mengenai perbuatan apa yang dapat
disebut sebagai “penodaan suatu agama” dalam putusan-putusan pengadilan. Bahkan, dalam hukum
Pidana Indonesia tidak terdapat pengaturan khusus yang mengatur tindak pidana penodaan agama.
Namun, secara praktis dalam proses penegakkan hukum ada beberapa ketentuan yang gunakan untuk
menjerat pelaku penodaan agama seperti Pasal 156 huruf a KUHP . Selain itu, Pasal penodaan agama
diterapkan untuk berbagai bentuk perbuatan yang dianggap menghina atau menodai agama tertentu
yang dirumuskan dalam Penpres No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau
Penodaan Agama. Undang-Undang ini tidak memberikan pengertian atau batasan yang jelas
mengenai perbuatan apa yang dapat disebut sebagai “penodaan suatu agama”. Namun, batasan
tentang perbuatan apa yang dapat dan tidak dapat dihukum dengan ketentuan ini hanya ditemukan
pada penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965, yang menyebutkan bahwa “delik yang
dimaksudkan disini, adalah semata-mata ditujukan kepada niat untuk memusuhi atau menghina”.
Penjelasan tersebut tidak menguraikan tentang tindakan-tindakan yang menodai agama, tetapi
memberikan pengertian tentang maksud menodai agama. Lebih jauh, penjelasan tersebut mendukung
penafsiran atas niat yang dipersyaratkan sebagaimana uraian di atas. Hal ini menafsirkan “pada
pokoknya sebagai “semata-mata” dan membuat jelas bahwa suatu tindakan harus secara khusus
ditujukan dengan maksud untuk menghina atau melakukan permusuhan. Undang-undang tersebut di
atas menegaskan bahwa perlindungan hukum harus diberikan kepada pemeluk agama yang agamanya
dinodai seperti yang terdapat beberapa Pasal di bawah ini: a. Pasal 1: “Setiap orang dilarang dengan
sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk
melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-
kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan
kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.” b. Pasal 2, Ayat (1): “Barangsiapa
melanggar ketentuan tersebut dalam Pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan
perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri”. Pasal 2 Ayat (2) “Apabila pelanggaran tersebut dalam Ayat (1) dilakukan
oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat
membubarkan organisasi.” c. Pasal 3: “Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama
bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Presiden Republik Indonesia
menurut ketentuan dalam Pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih
terus melanggar ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota
pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya 5 tahun.” Undang-Undang ini menunjukkan perlindungan hukum kepada pemeluk agama di
Indonesia yang diberikan kepada siapapun yang melanggar dan melakukan perbuatan baik perorangan
atau kelompok sehingga perbuatan tersebut jelas nantinya jika memenuhi unsur dalam undang-undang
itu, Kegiatan dan perbuatan yang dilakukan belum dengan serta merta menjadi pidana penodaan
agama akan tetapi jika diulang setelah ada peringatan keras dan jika menimbulkan permusuhan baru
disebut tindakan pidana, jadi terpenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 3 dan Pasal 4
UndangUndang tersebut. Sebetulnya, Pasal 4 ingin memidana mereka yang mengeluarkan perasaan
(atau melakukan perbuatan) didepan umum yang mengandung permusuhan, kebencian dan penodaan
agama yang dianut oleh seseorang. Berdasarkan ketentuan tersebut maka seseorang dapat
dikriminalisasikan atas tuduhan penodaan agama yang ditujukan terhadap agama tertentu. Hal ini
disebabkan dapat mengganggu ketenteraman dan keharmonisan umat beragama dan dapat
membahayakan/ mengganggu ketertiban umum.
BAB V
KESIMPULAN
Arti penting Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi bangsa Indonesia
adalah sebagai hukum tertinggi yang mengatur mengenai hukum tertulis yang ada di Indonesia,
serta berperan penting dalam kehidupan berbangsa dalam masyarakat.
UUD 1945 menjadi pedoman hukum di Indonesia dan pedoman bagi keteraturan hidup
bermasyarakat. UUD 1945 akan mengarahkan hidup kita menjadi teratur, sejahtera, damai, jujur,
dan adil. Jika tidak ada UUD maka kehidupan kita menjadi kacau balau, tidak sejahtera, konflik
dimana-mana.
Manfaat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi warga negara serta bangsa dan negara
adalah sebagai alat kontrol, pengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan
dilaksanakan, serta bermanfaat sebagai penentu hak dan kewajiban negara, aparat negara, dan
warga negara.
Manfaat warga negara yang patuh terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
tercipta kehidupan yang tertib dan juga teratur. Nah, jika tidak ada UUD 1945, maka kehidupan
akan berjalan dengan kurang harmonis. Bahkan, dapat terjadi perang saudara dan warga negara
akan sulit hidup dengan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bola.com/ragam/read/5029203/makna-pembukaan-uud-1945-yang-wajib-dipahami
https://tirto.id/arti-penting-uud-negara-republik-indonesia-tahun-1945-bagi-bangsa-gjuM
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD
1945", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/skola/read/2021/07/15/132944669/hubungan-
pancasila-dengan-pembukaan-uud-1945.
Penulis : Vanya Karunia Mulia Putri
Editor : Serafica Gischa
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6
https://www.anams.id/hubungan-pembukaan-uud-1945-dengan-proklamasi-kemerdekaan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hubungan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD
1945", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/03/06/04000001/hubungan-pembukaan-
dan-batang-tubuh-uud-1945.
Penulis : Monica Ayu Caesar Isabela
Editor : Monica Ayu Caesar Isabela
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD
1945", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/16/180000179/sistem-pemerintahan-
indonesia-menurut-uud-1945?page=all.
Penulis : Tri Indriawati
Editor : Tri Indriawati
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6

https://www.bola.com/ragam/read/5112936/daftar-nama-lembaga-negara-di-indonesia-berdasarkan-
uud-1945
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hubungan Antarlembaga Negara Menurut UUD
1945", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/02/22/01150001/hubungan-antarlembaga-
negara-menurut-uud-1945.
Penulis : Monica Ayu Caesar Isabela
Editor : Nibras Nada Nailufar
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6
https://www.google.com/search?
q=bagaimana+sistem+demokrasi+di+indonesia+berdasarkan+pancasila+menurut+uud+1945&
sxsrf=AJOqlzWiC2f0aecW4V_hSBIc8ihcwjMslg%3A1678348472110&ei=uJAJZN-
sBsWx8QOv9aSoDQ&oq=Bagaimana+sistem+Demokrasi+di+indonesia+berd&gs_lcp=Cgxnd3
Mtd2l6LXNlcnAQARgDMgcIIRCgARAKMgcIIRCgARAKMgQIIRAVMggIIRAWEB4QHTI
KCCEQFhAeEA8QHTIKCCEQFhAeEA8QHTIICCEQFhAeEB06CggAEEcQ1gQQsAM6BAg
jECc6BAgAEEM6BQgAEIAEOgYIABAWEB46BQghEKABSgQIQRgAUPkEWPANYN4eaA
FwAXgAgAGRAYgB3ASSAQMzLjOYAQCgAQHIAQjAAQE&sclient=gws-wiz-serp
https://www.bola.com/ragam/read/5103310/macam-macam-upaya-penegakan-ham-di-indonesia
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Busyro: Kasus Patrialis Penistaan UUD 1945", Klik
untuk
baca: https://nasional.kompas.com/read/2017/01/30/17153691/busyro.kasus.patrialis.penistaan.uud.1945.

Anda mungkin juga menyukai