Anda di halaman 1dari 16

A.

Pengertian pokok kaidah fundamental negara


Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia pada hakikatnya merupakan
suatu sumber dari segala sumber hukum dalam Negara Indonesia. Sebagai sumber dari segala
sumber hukum secara objektif merupakan pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta
cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia.
Nilai-nilai pancasila terkandung dalam UUD 1945 secara yuridis mamiliki kedudukan
sebagai pokok kaidah Negara yang fundamental. Adapun pembukaan UUD 1945 yang di
dalamnya memuat nilai-nilai pancasila mengandung empat pokok pikiran yang bilamana
dianalisis makna yang terkndung di dalamnya tidak lain adalah merupakan devirasi atau
penjabaran pancasila.
Oleh karena vitalnya, kedudukan pembukaan UUD 1945 dijadikan sebagai norma
fundamental. Rumusan kata dan kalimat yang terkandung didalamnya tidak boleh diubah oleh
siapapun, termasuk MPR. Pengubahan pembukaan UUD 1945 berarti perubahan esensi cita
moral, dan cita hukum yang ingin diwujudkan dan ditegakkan oleh bangsa Indonesia.
Pembukaan Undang-undang dasar 1945 telah memenuhi sebagai syarat pokok kaidah negara
yang fundamental.

B. Makna setiap aliea dalam pembuakaan undang-undang dasar 1945


Undang-Undang Dasar 1945 dirancang oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ) yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang anggota yangterdiri dari 11 orang wakil
dari Jawa, 3 orang dari Sumatera dan masing-masing 1 wakil dariKalimantan, Maluku, dan
Sunda Kecil.
Adapun makna disetiap alinea Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Alinea Pertama
Dari pembukaan UUD 1945, yang berbunyi: “Bahwa kemerdekaan itu ialah hal segala
bangsa, oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Adapun maknanya adalah:
a. Keteguhan bangsa Indonesia dalam membela kemerdekaan melawan penjajah dalam segala
bentuk,
b. Pernyataan subjektif bangsa Indonesia untuk menentang dan menghapus penajajahan diatas
dunia,
c. Pernyataan objektif bangsa Indonesia bahwa penjajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan
dan peri keadilan,
d. Pemerintah Indonesia mendukung kemerdekaan bagi setiap bangsa Indonesia untuk berdiri
sendiri.
2. Alinea Kedua
Yang berbunyi: “Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur”. Adapun
maknanya adalah:
a. Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia merupakan hasil perjuangan pergerakan
melawan penjajah,
b. Adanya momentum yang harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan,
c. Bahwa kemerdekaan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan, tetapi harus diisi dengan
mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulan, adil, dan makmur.
3. Alinea Ketiga
Yang berbunyi: “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya”. Adapun makananya adalah:
a. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat Allah Yang Maha Kuasa,
b. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Indonesia terhadap suatu kehidupan yang
berkesinambungan antara kehidupan material dan spiritual, dan kehidupan didunia maupun
akhirat,
c. Pengukuhan pernyataan proklamasi kemerdekaan.

4. Alinea Keempat
Yang berbunyi: “kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
Adanya fungsi dan sekaligus tujuan negara Indonesia, yaitu:
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia,
b. Memajukan kesejahteraan umum,
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,
d. Kemerdekaan bangsa Indonesia yang disusun dalam suatu UUD 1945,
e. Susunan/bentuk Negara Republik Indonesia,
f. Sistem pemerintahan negara, yaitu berdasarkan kedaulatan rakyat (demokrasi),
g. Dasar negara pancasila.

a. Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan undang-undang dasar 1945


 Pokok pikiran pertama: “Negara - begitu bunyinya – melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah manusia untuk berdasarkan atas persatuan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara
persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya.
 Pokok pikiran kedua: “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”. Hal ini
merupakan pokok pikiran keadilan sosial. Pokok pikiran yang hendak diwujudkan oleh negara
oleh seluruh rakyat, ini didasarkan pada kesadaran bahwa manusia indonesia mempunya hak dan
kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
 Pokok pikiran ketiga: “Negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atau kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan”. Oleh karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam UUD 1945
harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasarkan atas permusyawaratan/perwakilan.
Memang aliran ini sesuai dengan sifat “masyarakat Indonesia”.
 Pokok pikiran keempat: “Negara berdasar atas ketuhanan yang maha Esa menurut dasar
kemanusian yang adil dan beradab”. Oleh karena itu, UUD 1945 harus mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dll, penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan
yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
b. Hubungan antara pokok pikirah dengan batang tubuh undang-undang dasar 1945
Pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945 merupakan suasana kebathinan UUD negara
Indonesia serta mewujudkan cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis, dan pokok-pokok pikiran tersebut dijelmakan dalam pasal UUD
1945. Oleh karena itu, dipahami bahwa suasana kebathinan UUD 1945 serta cita hukum UUD
1945 bersumber atau dijiwai oleh dasar falsafah pancasila. Inilah yang dimaksudkan dengan arti
dan fungsi pancasila sebagai dasar negara.
Dengan demikian, jelaslah bahwa pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan
langsung dengan batang tubuh UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-
pokok pikiran yang dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal dibatang tubuh UUD 1945 tersebut.
Pembukaan UUD 1945 memuat dasar falsafah negara pancasila dan batang tubuh UUD 1945
yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, bahkan hal ini menjadi rangkaian
kesatuan dan norma yang terpadu.

Pokok Kaidah Fundamental Bangsaku


PEMBUKAAN UUD 1945

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan
peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang - undang dasar negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasark kepada: ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatam yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”.

Pokok-Pokok Pikiran Yang Terkandung Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945


1. Pokok Pikiran Pertama : Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan berdasar asas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. Pokok Pikiran Kedua ; Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai dalam
Pembukaan, dan merupakan suatu kuasa finalis (sebab tujuan), sehingga dapat menentukan jalan
serta aturan-aturan mana yang harus dilaksanakan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai
pada tujuan itu yang didasari dengan bekal persatuan.
3. Pokok Pikiran Ketiga ; Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan.
Pokok pikiran ini dalam ‘pembukaan’ mengandung konsekuensi logis bahwa sistem
negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan atas kedaulatan rakyat
dan berdasarkan permusyawaratan/perwakilan
4. Pokok Pikiran Keempat : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab
Hal ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung
pengertian taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil
dan beradab yang mengandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau
nilai kemanusiaan yang luhur. Pokok pikiran keempat itu merupakan Dasar Moral Negara yang
pada hakikatnya merupakan suatu penjabaran dari Sila Kedua Pancasila.

Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945
Dalam sistem tertib hukum Indonesia, penjelasan UUD 1945 menyatakan bahwa Pokok
Pikiran itu meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia serta
mewujudkan cita-cita hukum, yang menguasai hukum dasar tertulis (UUD) dan hukum dasar
tidak tertulis (convensi), selanjutnya Pokok Pikiran itu dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945.
Maka dapatlah disimpulkan bahwa suasana kebatinan Undang-Undang Dasar 1945 tidak lain
dijiwai atau bersumber pada dasar filsafat negara Pancasila. Pengertian inilah
yang menunjukkan kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Rangkaian isi, arti makna yang terkandung dalam masing-masing alinea dalam
pembukaan UUD 1945, rnelukiskan adanya rangkaian peristiwa dan keadaan yang berkaitan
dengan berdirinya Negara Indonesia melalui pernyataan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia.
Adapun rangkaian makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Rangkaian peristiwa dan keadaan yang mendahului terbentuknya negara, yang merupakan
rumusan dasar - dasar pemikiran yang menjadi latar belakang pendorong bagi Kemerdekaan
kebangsaan Indonesia dalam wujud terbentuknya negara Indonesia (alinea I, II dan III
Pembukaan).
2. Yang merupakan ekspresi dari peristiwa dan keadaan setelah negara Indonesia terwujud
(alinea IV Pembukaan).
Perbedaan pengertian serta pemisahan antara kedua macam peristiwa tersebut ditandai
oleh pengertian yang terkandung dalam anak kalimat, "Kemudian daripada itu" pada bagian
keempat Pembukaan UUD 1945, sehingga dapatlah ditentukan sifat hubungan antara masing-
masing bagian Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD 1945, adalah sebagai berikut:
1 Bagian pertama, kedua dan ketiga Pembukaan UUD 1945 merupakan segolongan pernyataan
yang tidak mempunyai hubungan 'kausal organis' dengan Batang Tubuh UUD 1945.
2 Bagian keempat, Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan yang bersifat 'kausal
organis' dengan Batang Tubuh UUD 1945, yang mencakup beberapa segi sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar ditentukan akan ada.
b. Yang diatur dalam UUD, adalah tentang pembentukan pemerintahan negara yang memenuhi
pelbagai persyaratan dan meliputi segala aspek penyelenggaraan negara.
c. Negara Indonesia ialah berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat.
d. Ditetapkannya dasar kerokhanian negara (dasar filsafat negara Pancasila).

Atas dasar sifat-sifat tersebut maka dalam hubungannya dengan Batang Tubuh UUD
1945, menempatkan pembukaan UUD 1945 alinea IV pada kedudukan yang amat penting.
Bahkan boleh dikatakan bahwa sebenamya hanya alinea IV Pembukaan UUD 1945 inilah yang
menjadi inti sari Pembukaan dalam arti yang sebenarnya. Hal ini sebagaimana termuat dalam
penje-lasan resmi Pembukaan dalam Berita Republik Indonesia tahun II, No. 7, yang hampir
keseluruhannya mengenai bagian keempat Pembukaan UUD 1945. (Pidato Prof. Mr. Dr.
Soepomo tanggal 15 Juni 1945 di depan rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
kemerdekaan Indonesia)

Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila

Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut:
1 Hubungan Secara Formal
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam pembukaan UUD 45, maka
Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata
kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik akan tetapi
dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas
kultural, religius dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV.
b. Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah. merupakan Pokok Kaidah
Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam
kedudukan yaitu:
a) Sebagai dasamya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberikan faktor-faktor mutlak
bagi adanya tertib hukum Indonesia.
b) Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi.
c. Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain sebagai
Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan
sebagai suatu yang bereksistensi sendiri, yang hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan
pasal-pasalnya. Karena Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah Pancasila adalah tidak
tergantung pada Batang Tubuh UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.
d. Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat, kedudukan dan
fungsi sebagai Pokok Kaidah Negara yang fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai
dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus
1945.
e. Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai kedudukan
yang kuat, tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup Negara Republik
Indonesia.

2 Hubungan Secara Material


Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan yang bersifat
formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material sebagai berikut.
Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945,
maka secara kronologis, materi yang dibahas oleh BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar
filsafat Pancasila baru kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang pertama
Pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara Pancasila berikutnya
tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9, sebagai wujud bentuk pertama
Pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan pada
Pancasila, atau dengan lain perkataan Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini
berarti .secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia meliputi sumber nilai, sumber
materi sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945
sebagai Pokok Kaidah negara yang Fundamental, maka sebenarnya secara material yang
merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah negara fundamental tersebut tidak lain adalah
Pancasila (Notonagoro, tanpa tahun : 40).

3 Hubungan Antara Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945
Sebagaimana telah disebutkan dalam ketetapan MPRS/MPR, bahwa Pembukaan UUD
1945 merupakan satu kesatuan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, oleh karena itu antara
Pembukaan dan Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak dapat dipisahkan. Kebersatuan antara
Proklamasi dengan Pemburkaan UUD 1945 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Disebutkannya kembali pernyataan Proklamasi Kemerdekaan dalam alinea ketiga Pembukaan
menunjukkan bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu rangkaian yang
tidak dapat dipisah-pisahkan.
2) Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan
ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan realisasi tindak lanjut dari
Proklamasi.
3) Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya adalah merupakan suatu pernyataan kemerdekaan yang
lebih terinci dari adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkanya
kemerdekaan, dalam bentuk Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur dengan berdasarkan asas kerokhanian Pancasila.

Berdasarkan sifat kesatuan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi


Kemerdekaan 17 Agustus 1945, maka sifat hubungan antara Pembukaan dengan Proklamasi
adalah sebagai berikut:
Pertama, memberikan penjelasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi pada tanggal 17
Agustus 1945, yaitu menegakkan hak kodrat dan hak moral dari setiap bangsa akan
kemerdekaan, dan demi inilah maka Bangsa Indonesia berjuang terus menerus sampai bangsa
Indonesia mencapai pintu gerbang kemerdekaan (Bagian pertama dan kedua Pembukaan).
Kedua, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya Proklamasi 17 Agustus 1945,
yaitu bahwa perjuangan gigih bangsa Indonesia dalam menegakkan hak kodrat dan hak moral itu
adalah sebagai gugatan di hadapan bangsa-bangsa di dunia terhadap adanya penjajahan atas
bangsa Indonesia, yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Bahwa
perjuangan bangsa Indonesia itu telah diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kemudian
bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya (Bagian ketiga Pembukaan).
Ketiga, Memberikan pertanggungjawaban terhadap dilaksanakan Proklamasi 17 Agustus
1945, yaitu bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan luhur,
disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi sehjruh rakyat Indonesia (Bagian keempat
Pembukaan UUD 1945).
Penyusunan UUD ini untuk dasar-dasar pembentukan pemerintahan segara Indonesia
dalam melaksanakan tujuan negara, yaitu melindungi genap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan sejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa (tujuan ke
dalam). untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan adilan
sosial (tujuan ke luar atau tujuan internasional).
Proklamasi pada hakikatnya bukanlah merupakan tujuan, melainkan prasyarat untuk
tercapainya tujuan bangsa dan negara, maka proklamasi memiliki dua macam makna sebagai
berikut.
1. Pernyataan bangsa Indonesia baik kepada diri sendiri, maupun kepada dunia luar bahwa bangsa
Indonesia telah merdeka.
2. Tindakan-tindakan yang segera harus dilaksanakan berhubungan dengan pernyataan
kemerdekaan tersebut.

Seluruh makna Proklamasi tersebut dirinci dan mendapat pertanggungjawaban dalam


Pembukaan UUD 1945,sebagai berikut.
1. Bagian pertama Proklamasi. mendapatkan penegasan dan penjelasan pada bagian pertama
sampai dengan ketiga Pembukaan UUD 1945.
2. Bagian kedua Proklamasi, yaitu suatu pembentukan negara Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 aline IV. Adapun
prinsip-prinsip negara yang terkandung dalam Pembukaan tersebut meliputi empat hal, pertama :
tujuan negara yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan negara, kedua : ketentuan diadakannya
UUD negara, sebagai landasan konstitusional pembentukan pemerintahan negara, ketiga : bentuk
negara Republik yang berkedaulatan rakyat, dan keempat : asas kerokhanian atau dasar filsafat
negara Pancasila.

Berpegang pada sifat hubungan antara proklamasi 17 Agustus dengan Pembukaan UUD
1945 yang tidak hanya menjelaskan dan menegaskan akan tetapi juga
mempertanggungjawabkan Proklamasi, maka hubungan itu tidak hanya bersifat fungsional
korelatif, melainkan juga bersifat kausal orgtnis. Hal ini menunjukkan hubungan antara
Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu kesatuan yang utuh, dan apa yang terkandung
dalam pembukaan adalah merupakan amanat dari seluruh Rakyat Indonesia tatkala mendirikan
negara dan untuk mewujudkan tujuan bersama. Qleh karena itu merupakan suatu tanggung jawab
moral bagi seluruh bangsa untuk memelihara dan merealisasikannya (Darmodihardjo, 1979 :
232,233).

Mewujudkan Cita-Cita dan Tujuan Negara Indonesia


Beberapa hari belakangan ini, kerusuhan yang berlatar belakang agama, kembali terjadi
di berbagai daerah di Indonesia. Kasus kekerasan terakhir di Cikeusik, Temanggung, paket bom
di Jakarta, dan bukan tidak mungkin akan muncul di daerah lainnya, patut diwaspadai oleh
masyarakat kita. Melihat kejadian kekerasan ini, kita memang kembali dituntut untuk
meneguhkan kembali maksud cita-cita negara Pancasila yang plural dan menghormati
perbedaan, termasuk menolak segala bentuk kekerasan yang terjadi di negara kita.
Sesungguhnya, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, telah mencakup
banyak hal, termasuk tujuan utama berdirinya negara ini. Sebagaimana yang termaktub dalam
pembukaan UUD 1945, tujuan negara kita adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Tujuan ini kemudian dicita-citakan dengan didasarkan pada lima (5)
sila yang kita kenal dengan Pancasila.
Cita-cita Negara Pancasila, sebagaimana dirintis dasar-dasar filosofisnya oleh the
founding fathersmerupakan sumber nilai dan filosofi bangsa sebagaimana terumuskan dalam
lima (5) silanya. Pancasila sebagai ideologi bangsa menegaskan bahwa Indonesia bukan negara
sekuler, tetapi juga bukan negara agama. Indonesia adalah negara yang berKetuhanan,
berPerikemanusiaan, yang mengedepankan harmoni dan persatuan bangsa, menjunjung tinggi
musyawarah dalam bingkai demokrasi, dan mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Pancasila yang dicita-citakan oleh the founding fathers, juga merupakan pondasi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, menjadi pilar utama diantara empat
pilar yang sedang disosialisasikan oleh MPR. Keempat pilar itu adalah Pancasila, Undang
Undang Negara Republik Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika. Keempat pilar ini adalah wujud dari peningkatan pemahaman kita terhadap sistem
politik ketatanegaraan.
Sebelum Era Reformasi,Pancasila memang pernah ditempatkan sebagai ideologi yang
statis, eksklusif, monolitik, serta menutup ruang dialog bagi kebhinekaan (keberagaman)
pandangan. Pancasila sebagai ideologi bangsa mengarah pada penafsiran tunggal dengan tujuan
untuk meligitimasi kekuasaan. Pada masa itu, oleh berbagai kalangan, bahkan penguasa,
Pancasila seringkali dijadikan sebagai alat pukul politik (political hammer) terhadap perbedaan
pendapat atau pandangan. Untuk melegitimasi kekuasaan, ditetapkan TAP MPR No.
V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978 yang menegaskan secara formal bahwa
“Pancasila sebagai sumber hukum dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum di
Indonesia”. Untuk menguatkan legitimasi kekuasaan pula, dilakukanlah Penataran P4 (yang
ditetapkan melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan
Pengamalan Pancasila/Eka Prasetya Pancakarsa) dan penetapan tentang Penegasan Pancasila
sebagai Dasar Negara, yang pada akhirnya memunculkan penafsiran tunggal atas azas
Pancasila. UU. No. 8 tahun1985Tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang mewajibkan setiap
Organisasi Kemasyarakatan untuk menggunakan satu azas, yaitu azas Pancasila pada akhirnya
memecah beberapa Ormas, karena pada dasarnya mereka sudah memiliki azas organisasi
misalnya azas agama (azas islam, Kristen dll), azas nasionalis dan sebagainya.
Pada Era Reformasi, kesadaran terhadap arti penting Pancasiladijadikan pertimbangan
untuk mencabut berbagai TAP tersebut. Keluarnya TAP MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang
pencabutan TAP MPR No. II/MPR/1978 tentang P4/ Eka Prasetya Pancakarsa dan tidak berlaku
lagi TAP MPR No. V/MPR/1973 dan TAP MPR No. IX/MPR/1978, membuktikan bahwa
penafsiran terhadap cita-cita negara Pancasila memang perlu direvitalisasi kembali. Namun
demikian, mengingat era reformasi mengagungkan semangat demokratisasi, keterbukaan dan
kebebasan, spirit dasar Pancasila harus tetap dijaga. Spirit Pancasila yang dimaksud adalah
bahwa perbedaan itu bisa benar-benar diwujudkan sebagai sebuah rahmat Tuhan, sehingga
perbedaan yang ada bukan menjadi sumber perpecahan dan kekerasan.
Untuk menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai arah pada perjalanan bangsa saat ini,
maka kita harus mengambil makna sejarah bangsa sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang
sebenarnya merekomendasikan agar Pancasila diposisikan sebagai ideologi terbuka atau ideologi
yang inklusif,yaitusuatu ideologi bangsa yang dinamis, adaptif, aktual, dan
hidup. Konsekuensinya, segenap permasalahan bangsa harus dapat dijawab dengan perspektif
Pancasila kita –suatu perspektif yang hadir melalui proses dialektika segenap anak bangsa yang
ber-Pancasila.
Dalam era reformasi ini pula, Pancasila harus diaktualisasikan nilai-nilainya di tengah-
tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reaktualisasi nilai-nilai tersebut,
ditumbuhkan dengan membuka kembali kesadaran dan komitmen untuk menempatkan Pancasila
sebagai konsensus nasional, pijakan dasar dalam melangkah, dan sebagai common platform yang
mempersatukan keberagaman kita sebagai bangsa. Pancasila adalah titik temu (bukan titik
tengkar/mempertajam perbedaan). Konsekwensinya, agar nilai-nilai Pancasilamenjadi arah bagi
perjalanan bangsa, maka segenap perundang-undangan, termasuk peraturan-peraturan
daerah, harus merujukpada spirit Pancasila dan merujuk pada konstitusi UUD 1945. Tidak boleh
ada undang-undang, peraturan-peraturan pemerintah, perda-perda yang “bermasalah”, karena
bertentangan dengan prinsip-prinsip atau nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks ini negara harus
tegas untuk meluruskan, manakala terdapat peraturan perundang-undangan “yang bermasalah”.
Apalagi sekarang sudah ada institusi Mahkamah Konstitusi (MK), yang semakin dituntut untuk
proaktif dalam memperkuat ketaatan kita semua dalam berkonstitusi.
Pancasila yang menjiwai Pembukaan UUD 1945, yang menjadi dasar dalam tujuan kita
berbangsa dan bernegara, dalam tataran implementasinya harus mengarah kepada terwujudnya
cita-cita NKRI yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinnekaan. Oleh karenanya, lembaga-
lembaga negara terkait, terutama pemerintah, tidak boleh ragu-ragu dalam menyikapi berbagai
fenomena yang berkembang dalam masyarakat yang ditengarai bertentangan dengan Pancasila
dan sendi-sendi bangsa. Segala tindakan yang melawan konstitusi dan hukum, lebih-lebih yang
bersifat anarkhis dan memecah belah bangsa, tentu harus diselesaikan dengan tegas pemerintah
dan perangkat hukum melalui jalur hukum yang berkeadilan dan beradab.

Menjawab Tantangan
Dalam memperkuat konsolidasi demokrasi, tantangan yang muncul di tengah-tengah
masyarakat kita, memperlihatkan bahwa integrasi bangsa semakin dipertaruhkan oleh hadirnya
berbagai tantangan internal dan eksternal. Secara internal, identitas Keindonesiaan kita yang
berdasarkan Pancasila, terus diuji: bagaimana substansi Pancasila mampu terefleksikan dengan
baik di tengah-tengah masyarakat dan bangsa. Secara eksternal, kita semakin dihadapkan pada
fenomena dinamika globalisasi berikut dampak-dampaknya yang harus dapat kita respons
dengan tepat. Kita harus mampu hadir dan berkompetisi di tataran global, dengan kelebihan-
kelebihan yang kita miliki.
Menjawab kedua tantangan tersebut, tentu saja, perlu penegasan kembali hal-hal seperti:
menumbuhkan kesadaran kolektif dan komitmen bersama terhadap Pancasila sebagai sumber
nilai/filosofi bangsa, sebagai platform bersama kita semua dalam meniti masa depan bangsa;
perlunya digalakkan kembali sosialisasi nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah masyarakat,
dengan melibatkan instrumen-instrumen negara, namun dengan pendekatan yang lebih tepat,
tidak bersifat indoktrinatif, selaras dengan tantangan zaman –dimana Pancasila harus dipandang
sebagai ideologi yang terbuka; Pancasila harus ditempatkan sebagai spirit dasar dalam
pembentukan perundang-undangan dan berbagai peraturan di bawahnya. Tidak boleh ada UU
dan peraturan-peraturan di bawahnya yang bertentangan dengan konstitusi kita. Sebaliknya,
Pancasila harus ditempatkan sebagai rujukan dasar dalam menyelesaikan permasalahan bangsa.

Hasil perjuangan kemerdekaan itu terjelma dalam wujud suatu Negara Indonesia.
Menyusun suatu Negara atas kemampuan dan kekuatan sendiri dan selanjutnya untuk menuju
cita-cita bersama yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Tujuan Nasional Negara Republik Indonesia tertuang dalam Alinea Keempat, disebutkan bahwa
“… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …”.
Berdasarkan alinea tersebut, tujuan nasional yang ingin dicapai Negara Republik
Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.

Dalam rangka perwujudan cita-cita dan tujuan nasional tersebut, beberapa upaya yang
dapat dilakukan negara, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Memberikan kepastian dan perlidungan hukum terhadap semua warga negara tanpa diskriminatif.
2. Menyediakan fasilitas umum yang memadai yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
3. Menyediakan sarana pendidikan yang memadai dan merata di seluruh tanah air.
4. Memberikan biaya pendidikan gratis terhadap seluruh jenjang pendidikan bagi seluruh warga
negara.
5. Menyediakan infrastruktur serta sarana transportasi yang memadai dan menunjang tingkat
perekonomian rakyat.
6. Menyediakan lapangan kerja yang dapat menyerap jumlah angkatan kerja dalam rangka
penghidupan yang layak bagi seluruh warga negara.
7. Mengirimkan pasukan perdamaian dalam rangka ikut serta berpartisipasi aktif dalam menjaga dan
memelihara perdamaian dunia.
Kedaulatan Rakyat dalam Konteks Negara Hukum

Penegasan kedaulatan rakyat dalam konteks negara hukum Indonesia termaktub dalam
Pasal 1 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
berbunyi sebagai berikut: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”, Ayat (2) dan “Negara Indonesia adalah negara hukum”, Ayat (3).
Dengan demikian, kedaulatan berada di tangan rakyat dan segala sikap tindakan yang
dilakukan ataupun diputuskan oleh alat negara dan masyarakat haruslah didasarkan pada aturan
hukum.
Dalam konteks negara hukum, kedaulatan rakyat Indonesia didelegasikan melalui peran
lembaga perwakilan yang ada dalam hal ini adalah alat kelembagaan negara dengan
menggunakan sistem perimbangan kekuasaan “check and balances” antarbadan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Khusus untuk kekuasaan membuat undang-undang masih terdapat kerja
sama antara badan eksekutif dan legislatif. Adapun, bentuk pemisahan kekuasaan dengan
menggunakan sistem perimbangan, dibagikan kepada alat-alat kelengkapan negara yang terdiri
atas MPR, DPR dan DPD, Presiden, MA dan MK, serta BPK. MPR memiliki kekuasaan untuk
menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. DPR dan DPD memiliki
kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Presiden memiliki kekuasaan untuk menjalankan
undang-undang. MA dan MK memiliki kekuasaan dalam bidang peradilan. BPK memiliki
kekuasaan dalam bidang pengawasan keuangan.

Gambar Mahkamah Konstitusi merupakan benteng terakhir dalam mendapat keadilan,


khususnya berkenaan dengan pengujian undang-undang terhadap UUD Tahun 1945.

Dalam prinsip kesamaan dihadapan hukum “equality before the law” perwujudan
kedaulatan rakyat diimplementasikan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 27 Ayat (1) yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
Negara Republik Indonesia menjamin adanya kesamaan dihadapan hukum dan pemerintahan
terhadap warga negara. Keberadaan warga negara haruslah mendukung keberadaan hukum di
Negara Republik Indonesia serta pemerintahan yang sedang menjalankan hukum tersebut.
Oleh karena itu, dalam rangka mendorong terciptanya kedaulatan rakyat berjalan seiring
dengan kedaulatan hukum maka diperlukan pengawasan oleh badan yudikatif, terhadap
penggunaan kekuasaan yang tidak berdasarkan atas hukum. Selain itu, pengawasan oleh badan
yudikatif dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi warga negara terhadap
sikap dan tindakan pemerintah yang melanggar hak asasi manusia.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat
tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Efektivitas dan efisiensi peran lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
2. Pelaksanaan prinsip kesamaan di dalam hukum dan pemerintahan “equality before the law” bagi
seluruh warga negara Indonesia.
3. Adanya jaminan negara terhadap perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia.
4. Adanya supremasi hukum dalam penyelenggraan kedaulatan rakyat.
5. Penyelenggaran pemerintah sebagai amanat kedaulatan rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan hukum yang berlaku.
6. Penyelenggaran proses peradilan administrasi yang bebas dan mandiri.
7. Penyelenggaran Pemilu sebagai perwujudan demokrasi diselenggarakan secara Luber (Langsung,
Umum, Bebas, dan Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil).

Partisipasi Aktif dalam Perdamaian Dunia

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa salah satu tujuan nasional yang ingin dicapai
Negara Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea keempat, yaitu “...Ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”. Hal ini
menunjukkan Negara Indonesia menekankan pentingnya partisipasi aktif bangsa dalam tata
pergaulan dunia internasional.
Dalam tata pergaulan internasional, perjuangan bangsa dilaksanakan atas dasar semboyan
“percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan sendiri”. Dengan semboyan ini
Bangsa Indonesia mampu menjalin hubungan dengan negara-negara lain di dunia secara baik.
Berdasarkan hal tersebut dan dalam rangka menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan
sejahtera Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Bebas, artinya bebas menentukan sikap dan pandangan terhadap masalah-masalah
internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia yang secara ideologis
bertentangan (Timur dengan faham Komunisnya dan Barat dengan faham Liberalnya).
Aktif, artinya dalam politik luar negeri senantiasa aktif memperjuangkan terbinanya
perdamaian dunia. Aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan. Aktif memperjuangkan
ketertiban dunia. Aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial dunia.

Perwujudan politik Indonesia yang bebas dan aktif, dapat kita lihat pada contoh berikut
ini.
1. Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika Tahun 1955, yang melahirkan semangat dan
solidaritas negara-negara Asia-Afrika yang kemudian melahirkan Deklarasi Bandung.
2. Keaktifan Indonesia sebagai salah satu negara pendiri Gerakan Non- Blok Tahun 1961 yang
berusaha membantu dunia internasional untuk meredakan ketegangan perang dingin antara Blok
Barat dan Blok Timur.
3. Indonesia aktif dalam merintis dan mengembangkan organisasi di kawasan Asia Tenggara
(ASEAN).
4. Ikut aktif membantu penyelesaian konflik di Kamboja, perang saudara di Bosnia, pertikaian
dan konflik antara pemerintah Filipina dan Bangsa Moro.
Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif diabdikan kepada kepentingan nasional,
terutama untuk kepentingan stabilitas dan kelancaran pembangunan di segala bidang. Dengan
demikian, politik luar negeri Indonesia, antara lain bertujuan sebagai berikut.
1. Membentuk satu negara Republik Indonesia yang berbentuk negara kesatuan dan negara
kebangsaan yang demokratis dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai Marauke.
2. Membentuk satu masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
3. Membentuk satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara di dunia,
terutama sekali dengan negara-negara Afrika dan Asia. Persahabatan tersebut dibentuk atas dasar
kerja sama untuk membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme
menuju kepada perdamaian dunia yang abadi.

Menurut Mohammad Hatta dalam bukunya Dasar Politik Luar Negeri Republik
Indonesia, tujuan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan negara.
2. Memperoleh barang-barang yang diperluakan dari luar negeri untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya.
3. Meningkatkan perdamaian internasional dan memperoleh syarat-syarat yang diperlukan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
4. Meningkatkan persaudaraan antarbangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang terkandung dalam
Pancasila.
Dalam rangka membangun partisipasi aktif dalam perdamaian dunia, beberapa hal dapat
dilakukan Bangsa Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Menjalankan politik damai dan bersahabat dengan segala bangsa atas dasar saling menghargai
dengan tidak mencampuri urusan negara lain.

Gambar : Indonesia mengirimkan Pasukan PBB ke daerah konflik merupakan perwujudan partisipasi aktif dalam perdamaian
dunia.

2. Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif serta berorientasi pada
kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antarnegara berkembang, mendukung
perjuangan kemerdekaan bangsa, menolak penjajahan, dan meningkatkan kemandirian bangsa,
serta memiliki kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
3. Bangsa Indonesia memperkuat sendi-sendi hukum internasional dan organisasi internasional
untuk menjamin perdamaian yang kekal dan abadi.
4. Meningkatkan kerja sama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan
langsung dan kerja sama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas, melaksanakan
pembangunan, dan meningkatkan kesejahteraan.
5. Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas,
terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC, dan WTO.
6. Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi
proaktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional,
memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara, serta kepentingan Indonesia,
dan memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional.
7. Meningkatkan kualitas diplomasi baik regional maupun internasional dalam rangka stabilitas,
kerja sama, dan pembangunan kawasan.

http://thoyyibnn.blogspot.com/2014/09/pokok-kaidah-fundamental-bangsaku-kelas.html

http://blogjanuhardy.blogspot.com/2014/02/pokok-kaidah-fundamental-negara.html

https://www.google.co.id/?gws_rd=cr&ei=bdpWVfXvKMWj8AXNtIDgAg#q=makalah+ttg+pokok+kaidah+
fundamental+bangsaku

Anda mungkin juga menyukai