Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TUTORIAL I

HAK ASASI MANUSIA ( PKNI4317 )

AGUSRIANTO/838086434

1. Salah satu Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Kovenan internasional adalah hak
asasi politik (political rights).

a. Sebutkan 4 contoh dari hak politik tersebut. Jelaskan!

b. Apa yang terjadi jika hak asasi politik tidak terpenuhi

JAWABAN :

1. HAK UNTUK DIPILIH / MEMILIH

Pasal 43 Ayat (1 dan 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM) dinyatakan, “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan
umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. “setiap warga
negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantara wakil yang
dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan”.
Selain peraturan perundang-undangan tersebut yang sudah sangat jelas dan tegas,

2. HAK UNTUK MENDIRIKAN DAN/ATAU MENGIKUTI PARTAI POLITIK

Pembentukan Partai Politik pada dasarnya merupakan salah satu pencerminan hak warga negara
untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang
Dasar 1945. Melalui Partai Politik rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat
tentang arah kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. HAK UNTUK MENDAPATKAN PERLINDUNGAN DARI PEMERINTAH SEBAGAI


WARGA NEGARA

hak warga negara berdasarkan UUD 1945 yang dikutip dari situs Mahkamah Konstitusi: Hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 28A). Hak untuk hidup dan mempertahankan
kehidupan (pasal 28B ayat 1). Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).

4. HAK UNTUK MEMILIH MENJADI WARGA NEGARA TERTENTU.

hak seseorang untuk memilih atau menerima tawaran kewargarganegaraan suatu negara tertentu
yang berlaku dalam penerapan stelsel aktif seperti contoh seseorang mendapat hak untuk
memilih suatu kewarganegaraan yang diinginkan apabila seseorang tersebut yang berasal dari
dua keturunan dari bangsa yang berbeda.hak seseorang untuk menolak tawaran kewarganegaraan
suatu negara tertentu yang berlaku dalam penerapan stelsel aktif seperti contoh seseorang
merupakan keturunan dari dua negara yang menerapkan status kewarganegaraan dari lahir yang
menyebabkan orang tersebut memiliki status kewarganegaraan lebih dari satu sehingga orang
tersebut dapat menolak salah satu kewarganegaraan dengan menggunakan hak repudiasi.

APABILA HAK ASASI TIDAK TERPENUHI

Kehidupan negara akan berjalan dengan baik, harmonis dan stabil bila antara negara dan warga
negara mengetahui hak dan kewajiban secara tepat dan proporsional. Undang-undang memberi
panduan tentang bagaimana melaksanakan hak dan kewajiban sebagai sesama warga negara,
sehingga penyelenggaraan negara akan berlangsung dengan aman dan tertib.

Akibat yang terjadi apabila hak dan kewajiban dalam pelaksanaanya tidak terlaksana secara
seimbang akan menimbulkan permusuhan, perpecahan, pertikaian, konflik, kekerasan yang
terjadi ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat sehingga hidup tak lagi harmonis, tentram, dan
nyaman.

2. Maghna Charta, adalah satu diantara berbagai dokumen Hak Asasi Manusia yang
pernah ada. Disahkan pada 15 Juni 1215, Maghna Charta ini dilatarbelakangi oleh
tindakan sewenang-wenang dari Raja John Lackland kepada rakyat dan para bangsawan.

a. Apa sesungguhnya prinsip dasar Magna Charta?

b. Apa relevansi dokumen-dokumen HAM ini dalam perlindungan HAM masa kini?

JAWABAN :

Magna Carta sebagai Langkah Awal Terciptanya Hak Asasi Manusia

mengantarkan perkembangan konsep HAM. Magna Charta yang terjadi di Inggris pada
tahun 1215 memberikan tonggak penting pembatasan kekuasaan negara serta
menekankan hak atas kepemilikan. Glorious Revolution yang terjadi di Inggris pada
tahun 1668 memunculkan Bill of Rights. Revolusi ini menandai berakhirnya kekuasaan
mutlak raja-raja. Pada Tahun 1679 Habeas Corpus Act memberikan hak untuk tidak
ditahan tanpa dasar hukum yang juga harus diuji di depan pengadilan. Revolusi Amerika
menekankan keberadaan hak-hak yang tidak dapat dicabut dengan mewadahinya dalam
Konstitusi Amerika 1789.

Konstitusi Perancis pada tahun 1791 mengatur ranah hak ekonomi, sosial dan budaya
dengan memuat ketentuan tentang penyediaan bantuan bagi masyarakat miskin dan
pendidikan gratis bagi publik. Periode sejak Revolusi Perancis sampai Perang Dunia II
merupakan era yang gelap bagi perkembangan HAM. Sebab utama menjelmanya
kembali gagasan HAM adalah tindakan kejam fasisme NAZI dan Jepang pada Perang
Dunia II.

Pengakuan umum terhadap perlindungan HAM dalam hukum internasional tertulis


bermula sesudah Perang Dunia II. Piagam PBB menjadi dasar HAM yang mengawali
pembentukan instrumen hukum HAM Internasional. Salah satu dokumen “International
Bill of Human Right” adalah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Selain
PBB, Komite Palang Merah Internasional juga mengembangkan hukum humaniter
bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap HAM sewaktu timbul konflik
bersenjata internasional dan konflik bersenjata non-internasional. Langkah PBB
berikutnya dalam mengembangkan instrumen hukum HAM internasional terwujud
dengan ditetapkan dua perjanjian internasional, yaitu Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik
dan Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Apa relevansi dokumen-dokumen HAM ini dalam perlindungan HAM masa kini?

● Magna Charta

Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-

hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerinta. Piagam

tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi

karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih

tinggi daripada kekuasaan raja

● Petition of Rights

Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai

hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan

kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar

menuntut hak-hak sebagai berikut :

1. Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.

2. Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.

3. Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai

● Hobeas Corpus Act


Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang

penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :

1. Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah

penahanan.

2. Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum

3. Negosiasi, penandatanganan, dan pengesahan merupakan 3 tahapan dalam pembuatan


perjanjian internasional.

a. Apa syarat dari tahapan penandatanganan suatu perjanjian internasional?

b. Apa konsekuensi hukum ditandatanganinya suatu perjanjian oleh pihak-pihak?

JAWABAN :

tahapan dalam perjanjian internasiaonal yaitu :


1 . Tahap penjajakan Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
tentang Perjanjian Internasional, penjajakan adalah tahap awal yang dilakukan oleh kedua belah
pihak yang sedang berunding tentang kemungkinan dibuatnya perjanjian internasional.

2 . Tahap perundingan Adalah tahap kedua dalam pembuatan perjanjian internasional.


Perundingan dilaksanakan untuk membahas substansi serta permasalahan teknis yang akan
disepakati dalam perjanjian. Intinya, perundingan ditujukan untuk mencapai kesepakatan atas
materi yang barangkali belum disepakati bersama dalam tahap penjajakan.

3 , Tahap perumusan naskah Rumusan naskah adalah hasil kesepakatan dalam perundingan yang
dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Pada tahap ini, beberapa hal yang telah disepakati, sejumlah
materi yang belum disetujui, serta agenda perundingan berikutnya akan dicatat oleh perwakilan
masing-masing pihak.

4 . Tahap penerimaan Adalah tahap penerimaan naskah perjanjian yang telah dirumuskan dan
disepakati kedua belah pihak. Dalam perundingan bilateral kesepakatan atas naskah awal
perundingan biasa disebut "Penerimaan". Kesepakatan ini diperlihatkan lewat pembubuhan
inisial atau paraf pada naskah perjanjian internasional, oleh ketua delegasi masing-masing pihak.
Sedangkan dalam perundingan multilateral, proses penerimaan merupakan tindakan pengesahan
suatu negara pihak atas perubahan perjanjian internasional.

5 . Tahap penandatanganan Merupakan tahap akhir dalam perjanjian internasional. Dalam


perundingan bilateral, tahap penandatanganan merupakan proses pendelegasian naskah
perjanjian internasional yang telah disepakati kedua belah pihak. Sementara dalam perjanjian
multilateral, penandatanganan perjanjian internasional bukanlah bentuk pengikatan diri sebagai
negara pihak. Umumnya keterikatan terhadap perjanjian internasional dilakukan lewat
pengesahan atau ratifikasi.

Apa konsekuensi hukum ditandatanganinya suatu perjanjian oleh pihak-pihak?

Berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak artinya pihak-pihak harus mentaati perjanjian
itu sama dengan mentaati Undang-Undang. Jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka
buat, dianggap sama dengan melanggar Undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu
sanksi hukum.

4. Jelaskan apa itu Protokol Manasuka!

JAWABAN :

Protokol Opsional pada Kovenan Internasional tentang Hak


Sipil dan Politik

Negara-negara Pihak pada Protokol ini,

Menimbang bahwa untuk lebih jauh mencapai tujuan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil
dan Politik (selanjutnya disebut sebagai Kovenan) dan menerapkan ketentuan-ketentuannya,
adalah layak untuk memungkinkan Komite Hak Asasi Manusia yang dibentuk pada bagian IV
Kovenan (selanjutnya disebut Komite) untuk menerima dan membahas komunikasi dari individu
yang menyatakan dirinya korban pelanggaran hak-hak yang diatur dalam Kovenan, sebagaimana
diatur dalam Protokol ini.

Telah menyetujui sebagai berikut:

Pasal 1

Suatu Negara Pihak pada Kovenan yang menjadi Pihak pada Protokol ini mengakui kewenangan
Komite untuk menerima dan membahas komunikasi dari individu yang tunduk pada wilayah
hukumnya, yang menyatakan dirinya sebagai korban pelanggaran hak yang diatur dalam
Kovenan, oleh Negara Pihak tersebut. Suatu komunikasi tidak akan diterima Komite apabila hal
tersebut menyangkut Negara Pihak pada Kovenan yang bukan Pihak pada Protokol ini.
Pasal 2

Dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 1, individu yang menyatakan bahwa hak yang diatur
dalam Kovenan telah dilanggar, dan telah menggunakan semua upaya penyelesaian di dalam
negeri, dapat menyampaikan komunikasi tertulis kepada Komite untuk dibahas.

Pasal 3

Komite akan menganggap suatu komunikasi tidak dapat diterima berdasarkan Protokol ini, jika
komunikasi tersebut tidak bernama, atau dianggapnya sebagai penyalahgunaan hak penyampaian
komunikasi tersebut, atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Kovenan.

Pasal 4

1. Dengan mengingat ketentuan Pasal 3, Komite akan menyampaikan setiap komunikasi yang
disampaikan kepadanya berdasarkan Protokol ini, kepada Negara Pihak pada Protokol ini yang
dituduh melakukan pelanggaran ketentuan dalam Kovenan, untuk diperhatikan.

2. Dalam jangka waktu enam bulan, Negara penerima akan menyampaikan pada Komite
penjelasan tertulis atau pernyataan yang menjelaskan masalah dan upaya penyelesaiannya,
apabila ada, yang mungkin telah diambil oleh Negara tersebut.

Pasal 5

1. Komite akan membahas komunikasi yang diterima berdasarkan Protokol ini, dengan
memperhatikan informasi-informasi tertulis yang disediakan untuknya oleh individu dan Negara
Pihak yang berkepentingan.

2. Komite tidak akan membahas komunikasi dari individu kecuali Komite telah berkeyakinan
bahwa:

(a) Masalah yang sama tidak sedang diperiksa berdasarkan prosedur penyelidikan atau
penyelesaian internasional lainnya;

(b) Individu tersebut telah menggunakan seluruh upaya penyelesaian dalam negeri yang ada.
Hal ini tidak berlaku manakala penerapan upaya penyelesaian tersebut telah diperpanjang secara
tidak wajar.

3. Komite akan menyelenggarakan sidang tertutup pada waktu memeriksa komunikasi


berdasarkan Protokol ini.

4. Komite akan menyampaikan pandangannya kepada Negara Pihak yang berkepentingan dan
pada individu.

Pasal 6

Komite akan memasukkan ringkasan kegiatan-kegiatannya berdasarkan Protokol ini dalam


laporan tahunannya sesuai dengan Pasal 45 Kovenan.

Pasal 7

Seraya menunggu pencapaian tujuan-tujuan resolusi 1514 (XV) yang ditetapkan oleh Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 14 Desember 1960 tentang Deklarasi Pemberian
Kemerdekaan kepada Negara-negara dan Rakyat Jajahan, ketentuan Protokol ini dalam hal
apapun tidak dapat membatasi hak atas petisi yang diberikan kepada bangsa ini oleh Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan konvensi dan instrumen internasional lainnya dibawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan- badan khususnya.

Pasal 8

1. Protokol ini terbuka untuk ditandatangani oleh setiap Negara yang telah menandatangani
Kovenan.

2. Protokol ini harus diratifikasi oleh Negara yang telah meratifikasi atau melakukan aksesi atas
Kovenan. Instrumen ratifikasi akan diserahkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa untuk disimpan.

3. Protokol ini akan terbuka untuk diaksesi oleh Negara yang telah meratifikasi atau melakukan
aksesi pada Kovenan.

4. Aksesi akan berlaku efektif dengan diserahkannya instrumen aksesi pada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk disimpan.
5. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan memberitahu seluruh Negara yang telah
menandatangani atau melakukan aksesi pada Protokol ini tentang penyimpanan instrumen
ratifikasi atau aksesi.

Pasal 9

1. Dengan mengingat mulai berlakunya Kovenan, Protokol ini mulai berlaku tiga bulan setelah
tanggal penyimpanan instrumen ratifikasi atau aksesi yang kesepuluh pada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Untuk setiap Negara yang meratifikasi atau melakukan aksesi pada Protokol ini setelah
disimpannya instrumen ratifikasi atau aksesi yang kesepuluh, Protokol ini mulai berlaku tiga
bulan sejak tanggal disimpannya instrumen ratifikasi atau ikut sertanya sendiri.

Pasal 10

Ketentuan-ketentuan dalam Protokol ini berlaku juga bagi semua bagian dari Negara Federal
tanpa ada pembatasan atau pengecualian.

Pasal 11

1. Negara-negara Pihak pada Protokol ini dapat mengusulkan perubahan, dan menyampaikannya
pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sekretaris Jenderal setelah itu
mengkomunikasikan usul perubahan apapun kepada Negara-negara Pihak pada Protokol ini
dengan permintaan untuk memberitahukan padanya apakah mereka setuju diadakan Konperensi
Negara-negara Pihak untuk pembahasan dan pemungutan suara atas usulan tersebut. Apabila
paling tidak terdapat sepertiga dari Negara Pihak setuju diadakannya Konperensi, Sekretaris
Jenderal akan menyelenggarakan Konperensi dibawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Perubahan yang ditetapkan oleh mayoritas Negara Pihak yang hadir, dan pemungutan suara pada
Konperensi, akan disampaikan pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
mendapatkan persetujuan.

2. Perubahan-perubahan akan berlaku apabila telah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa, dan diterima oleh dua pertiga mayoritas Negara Pihak pada Protokol ini, sesuai
dengan prosedur konstitusi masing-masing.

3. Apabila perubahan-perubahan telah berlaku, maka perubahan-perubahan tersebut akan


mengikat Negara-negara Pihak yang telah menerimanya, sedangkan Negara Pihak lainnya masih
tetap terikat pada ketentuan-ketentuan Protokol ini dan perubahan-perubahan terdahulu yang
telah mereka terima.
Pasal 12

1. Setiap Negara Pihak dapat sewaktu-waktu menarik diri dari Protokol ini dengan membuat
pemberitahuan tertulis yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Penarikan diri akan berlaku efektif tiga bulan setelah tanggal diterimanya pemberitahuan oleh
Sekretaris Jenderal.

2. Penarikan diri dilakukan tanpa mengurangi kesinambungan penerapan ketentuan Protokol ini
pada komunikasi yang telah disampaikan berdasarkan Pasal 2, sebelum tanggal efektif penarikan
diri.

Pasal 13

Terlepas dari pemberitahuan yang dibuat berdasarkan Pasal 8 ayat 5 Protokol ini, Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa wajib memberitahu semua Negara yang dimaksud dalam
Pasal 48 ayat 1 Kovenan mengenai hal-hal berikut:

(a) penandatanganan, ratifikasi dan aksesi berdasarkan Pasal 8;

(b) tanggal berlakunya Protokol ini berdasarkan Pasal 9 dan tanggal berlakunya perubahan-
perubahan berdasarkan Pasal 11;

(c) Penarikan diri berdasarkan Pasal 12.

Pasal 14

1. Teks Kovenan ini dalam bahasa Cina, Inggris, Prancis, Rusia dan Spanyol mempunyai
kekuatan yang sama, akan disimpan pada arsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.

2. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa wajib meneruskan salinan resmi Protokol ini
kepada semua Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 Kovenan.

5. Kebiasaan internasional merupakan salah satu sumber atau dasar pengambilan


keputusan Mahkamah Internasional dalam memutuskan suatu kasus. Bagaimana
kebiasaan bisa menjadi sumber hukum internasional?

JAWABAN :

Hukum Kebiasaan Internasional, merupakan sumber hukum yang dapat dianggap sebagai
sumber hukum yang pertama-tama lahir dalam Hukum Perdagangan Internasional dari adanya
praktik- praktik para pedagang yang dilakukan berulang-ulang, sedemikian rupa sehingga
kebiasaan yang berulang-ulang dengan waktu yang relatif lama .

Kebiasaan Internasional adalah suatu kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum
yang diterima sebagai hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu
merupakan sumber hukum, diperlukan unsur-unsur sebagai berikut :1. Harus terdapat suatu
kebiasaan yang bersifat umum.2. Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum. Untuk itu dapat
dikatakan bahwa supaya kebiasaan internasional merupakan sumber hukum internasional harus
dipenuhi dua unsur, yaitu masing-masing dapat kita namakan unsur materiil dan unsur
psikologis. Agar kebiasaan menjadi hukum kebiasaan, diperlukan dua hal. Pertama, tindakan itu
dilakukan secara berulang-ulang. Kedua, unsur psikologis mengenai pengakuan bahwa apa
yang dilakukan secara terus menerus dan berulang adalah hukum.

Anda mungkin juga menyukai