SUSI RAMAYANI
856486395
S1 PGSD
UPBJJ Pekanbaru
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Terbuka
Tugas 1
1. Salah satu Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Kovenan internasional adalah
hak asasi politik (political rights).
2. Maghna Charta, adalah satu diantara berbagai dokumen Hak Asasi Manusia
yang pernah ada. Disahkan pada 15 Juni 1215, Maghna Charta ini dilatarbelakangi
oleh tindakan sewenang-wenang dari Raja John Lackland kepada rakyat dan para
bangsawan.
Jawab
1. Hak Asasi Politik (Political Rights) adalah Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu
pemilihan. Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan. Hak membuat dan mendirikan
partai politik serta organisasi politik lainnya. Hak untuk membuat dan mengajukan suatu
usulan petisi.
● Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
● Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
● Hak membuat dan mendirikan partai politik serta organisasi politik lainnya.
● Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
Apa yang terjadi jika hak asasi politik tidak terpenuhi?
Jika hak asasi politik tidak terpenuhi, maka dapat terjadi pelanggaran hak asasi manusia
(HAM) dan ketidakadilan dalam sistem pemerintahan. Hak asasi politik adalah hak yang
berkaitan dengan kebebasan individu dalam berpartisipasi dalam kegiatan politik, seperti
hak memilih dan dipilih, hak berserikat, dan hak menyampaikan pendapat. Jika hak ini tidak
terpenuhi, maka individu tidak dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan politik dan
tidak memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan pemerintah.
Magna Carta Libertatum (Latin untuk "Piagam Besar untuk Kebebasan") atau sering
disebut Magna Carta ("Piagam Besar") adalah piagam yang dikeluarkan di Inggris pada
tanggal 15 Juni 1215 yang membatasi monarki Inggris, sejak masa Raja John, dari
kekuasaan absolut.
Magna Carta adalah hasil dari perselisihan antara Paus, Raja John, dan baronnya atas
hak-hak raja: Magna Carta mengharuskan raja untuk membatalkan beberapa hak dan
menghargai beberapa prosedur legal, dan untuk menerima bahwa keinginan raja dapat
dibatasi oleh hukum. Magna Carta adalah langkah pertama dalam proses sejarah yang
panjang yang menuju ke pembuatan hukum konstitusional.
Prinsip dasar dari Magna Carta adalah bahwa pemerintahan, termasuk raja atau penguasa,
juga harus tunduk pada hukum dan terikat oleh hukum.
Ini adalah dokumen bersejarah yang mengandung prinsip-prinsip penting sebagai dasar bagi
negara hukum. Berikut adalah beberapa prinsip dasar Magna Carta:
Magna Carta juga menegaskan bahwa sebelum ada penghukuman atau perampasan
hak, seseorang harus menghadapi proses hukum yang adil dan mendapatkan
persetujuan dari "tandingan" yang kompeten (biasanya para bangsawan) sebelum
tindakan tersebut diambil.
Dokumen ini melarang pengenaan pidana yang tidak wajar, seperti denda atau
hukuman yang berlebihan, yang dapat mengakibatkan seseorang kehilangan hak atau
properti tanpa alasan yang jelas
Dokumen-dokumen hak asasi manusia (HAM) memiliki relevansi yang sangat besar
dalam perlindungan HAM masa kini. Fungsi utamanya adalah sebagai dasar hukum dan
pedoman yang menjamin akan adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-
hak asasi manusia. Dokumen ini juga berfungsi untuk mengatur hubungan antara
individu dengan pihak berwenang atau negara, memastikan bahwa kekuasaan yang
dipegang oleh pihak-pihak tersebut tidak disalahgunakan. Selain itu, dokumen ini
memberikan instrumen bagi individu atau kelompok untuk menuntut haknya jika
dilanggar.
Selain itu, dokumen-dokumen ini juga memberikan mekanisme bagi individu atau
kelompok untuk memperjuangkan hak-hak mereka jika dirasa telah dilanggar.
Melalui berbagai lembaga dan mekanisme yang diatur dalam dokumen-dokumen
HAM, seseorang dapat menuntut dan mendapatkan ganti rugi atas pelanggaran
HAM yang mereka alami.
Orang-orang yang berwenang mewakili negaranya ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 7
Konvensi Wina 1969, di antaranya yaitu kepala negara (seperti presiden), kepala
pemerintahan (seperti perdana menteri), dan menteri luar negeri.
Dalam tahapan perundingan ini terdapat juga proses penerimaan teks (adoption of the
text),[4] di mana para pihak yang berunding merumuskan teks dari perjanjian yang
kemudian diterima oleh masing-masing pihak peserta perundingan. Penerimaan
naskah/teks dalam konferensi yang melibatkan banyak negara dilakukan dengan
persetujuan 2/3 dari negara yang hadir dan menggunakan suaranya, kecuali jika 2/3
negara tersebut setuju untuk memberlakukan ketentuan lain.
Namun, dari perspektif hukum perjanjian internasional, proses ratifikasi ini tak selalu
diperlukan agar sebuah perjanjian internasional bisa berlaku mengikat terhadap suatu
negara. Hal ini dikarenakan, bisa saja peserta perundingan perjanjian internasional
menyepakati bahwa penandatanganan perjanjian saja sudah cukup menandakan
persetujuan negara terhadap perjanjian tersebut.
Proses ratifikasi ini diperlukan, di antaranya jika teks perjanjian internasional terkait
menyatakan bahwa persetujuan negara untuk terikat ditunjukkan dengan cara ratifikasi.
Hukum ada di berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah
perjanjian. Hal ini dibuktikan dengan adanya konsekuensi hukum jika perjanjian
tersebut telah ditandatangani.
Jika perjanjian tersebut tak ditaati, maka sama saja melanggar undang-undang yang
ada. Konsekuensi bagi pelanggarnya pun berupa sanksi hukum. Sanksi hukum ini
berbeda satu sama lain, tergantung pada isi perjanjian dan undang-undang yang
mengaturnya.
Bagaimanapun juga, perjanjian tersebut tak bisa dibatalkan begitu saja secara sepihak.
Artinya, pembatalan perjanjian harus disepakati oleh semua pihak yang terlibat. Selama
ada yang tak terlibat, maka pembatalan tersebut tidak sah sehingga konsekuensi
hukum tetap dapat ditegakkan.
4. Protokol Manusaka
Penugasan ini sendiri tertuang dalam pasal 68 Piagam PBB, yang menyatakan bahwa
dewan ekonomi dan sosial mendirikan panitia di kedua bidang tersebut untuk
memajukan hak asasi manusia.
Lalu, muncul juga sebuah protokol tambahan dalam, yakni protokol manasuka. Protokol
manasuka merupakan protokol tambahan terhadap Konvensi Internasional tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik, yang merupakan perjanjian hak asasi paling penting di dunia.
Kebiasaan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum yang berasal dari tindakan negara-
negara yang konsisten yang muncul dari keyaknian bahwa tindakan mereka itu diwajibkan oleh
hukum. Maka dari itu, terdapat dua unsur yang harus dipenuhi untuk membuktikan keberadaan
suatu kebiasaan internasional:
Kepentingan kedua unsur ini telah ditegaskan oleh Mahkamah Internasional dalam perkara
Legality of the Threat or Use of Nuclear Weapons. Terkait dengan aspek opinio juris yang
merupakan unsur subjektif, Mahkamah Internasional menyatakan dalam perkara North Sea
Continental Shelf bahwa kebiasaan tersebut harus dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga
menjadi bukti keyakinan bahwa kebiasaan tersebut diwajibkan oleh hukum, sehingga negara
yang melakukan kebiasaan tersebut harus merasa bahwa tindakan mereka sejalan dengan
kewajiban hukum. Mahkamah Internasional menekankan perlunya pembuktian rasa untuk
memenuhi kewajiban hukum dan bukan "tindakan yang didorong oleh pertimbangan
kesopanan, kemudahan atau tradisi". Pernyataan ini ditegaskan kembali dalam perkara
Nicaragua v. United States of America.
Pada umumnya, negara harus menyatakan persetujuannya terlebih dahulu agar dapat terikat
dengan suatu perjanjian secara hukum. Namun, kebiasaan internasional merupakan norma
yang juga berlaku untuk negara yang belum menyatakan persetujuannya. Pengecualian
diberikan kepada negara yang menjadi persistent objector atau dalam kata lain negara yang
terus menerus menentang keberadaan suatu kebiasaan internasional, kecuali jika hukum
tersebut masuk ke dalam kategori jus cogens.
Kebiasaan internasional tidak hanya berlaku dalam konteks multilateral, tetapi bisa juga berlaku
dalam konteks regional. Keberadaan kebiasaan regional telah diakui oleh Mahkamah
Internasional dalam perkara Right of Passage Over Indian Territory yang melibatkan Portugal
dan India; dalam perkara tersebut, Mahkamah Internasional menyatakan bahwa "tidak ada
alasan mengapa praktik yang sudah lama berlangsung di antara kedua negara yang diterima
oleh keduanya sebagai praktik yang mengatur hubungan di antara mereka tidak dapat menjadi
landasan hak dan kewajiban timbal-balik di antara kedua negara
Sumber Referensi
1. https://www.bola.com/ragam/read/5235864/contoh-hak-asasi-manusia-yang-
perlu-dipahami?page=7
2. https://id.quora.com/Apa-yang-terjadi-jika-hak-asasi-politik-tidak-terpenuhi
3. https://www.dikasihinfo.com/pendidikan/98010670544/terjawab-apa-sebenarnya-
prinsip-dasar-magna-charta-simak-pembahasan-lengkap-berikut-ini?page=3
4. https://www.nesabanesia.com/apa-relevansi-dokumen-dokumen-ham-ini-dalam-
perlindungan-ham-masa-kini/
5. https://kumparan.com/berita-terkini/konsekuensi-hukum-ditandatanganinya-
suatu-perjanjian-oleh-pihak-pihak-terkait-21PW1FcIEd1/full/gallery/2
6. https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/mengenal-protokol-manasuka-pada-
hak-hak-sipil-dan-politik-21PaxUcYkir/2
7. https://id.wikipedia.org/wiki/Kebiasaan_internasional