Anda di halaman 1dari 5

NAMA : MOREL AGASSI

NIM : 857111941
MATAKULIAH : HAK ASASI MANUSIA (HAM)
JAWABAN
1A.

 Hak kebebasan melakukan kegiatan transaksi jual beli.

 Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.

 Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa dan utang piutang.

 Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.

 Hak untuk menikmati SDA.

 Hak untuk memperoleh kehidupan yang layak.

 Hak untuk meningkatkan kualitas hidup.

 Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

1b. – terjadinya kemiskinan


- Larangan atas diskriminasi ras
- Membedakan jenis kelamin di setiap kerjaan
- Terjadinya kelaparan
- Tidak memperoleh upah yang adil
2.

tidak boleh ada pemungutan pajak tanpa persetujuan Parlemen

tidak boleh ada penangkapan tanpa sebab

tidak boleh ada rakyat yang dipaksa menjadi tentara atau pelaut di luar
keinginan mereka

tidak boleh ada aturan militer di masa damai

2b.

1. Hak asasi manusia dalam pandangan ideologi di dunia


2. Sistem hukum dan sistem politik perpektif hak asasi manusia
3. Posisi hak asasi manusia pada politik sentralistis ke sistem politik
demokratis
3. Menurut proses pembentukannya, perjanjian internasional dibagi menjadi
tiga tahap (perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi), serta dua
tahap (perundingan dan penandatanganan).

Menurut isinya, perjanjian internasional dibagi menjadi segi politis, segi


hukum, segi ekonomi, segi batas wilayah, dan segi kesehatan

Menurut strukturnya, perjanjian internasional dibagi menjadi law making


treaties (aturan hukum yang berlaku di seluruh dunia) dan treaty contract
(aturan hukum yang berlaku bagi pihak-pihak dalam perjanjian saja)

Menurut sifat pelaksanaanya, perjanjian internasional dibagi menjadi


dispositive treaties (perjanjian setelah tujuan tercapai) dan executory
treaties (perjanjian yang dilaksanakan terus-menerus)

3b. ada dua kewajiban yang harus dilakukan dalam proses ratifikasi, yaitu,
pertama, memastikan keselarasan perjanjian internasional dengan
Konstitusi. Selain karena Konstitusi merupakan norma tertinggi dalam
hirarki peraturan perundang-undangan Indonesia, keselaran dengan
Konstitusi juga diperlukan untuk memastikan kesamaan persepsi
pemerintah ketika hendak mengikuti suatu perjanjian internasional dengan
persepsi rakyat dan memastikan terhindarnya intervensi terselubung yang
dilakukan oleh negara lain terhadap kedaulatan negara mengingat
perjanjian internasional kerap dijadikan instrumen politik oleh satu negara
terhadap negara lain. Kedua, kewajiban mentransformasikan perjanjian
internasional ke dalam hukum nasional. Kewajiban transformasi ini,
terutama pada perjanjian internasional yang memiliki substansi “law
making treaties”, dilakukan untuk mengubah ketentuan yang berlaku
dalam suatu negara, dalam hal ini berarti perlu penerjemahan ketentuan
dalam perjanjian internasional ke dalam peraturan perundang-undangan
suatu negara
4. Subyek hukum internasional adalah pemegang atau pendukung hak dan
kewajiban menurut hukum internasional. Dan setiap pemegang atau
pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional adalah
subyek hukum internasional atau subjek hukum internasional
yang dianggap sebagai subyek hukum bagi hukum internasional adalah
negara, organisasi internasional dan individu. Subyek hukum internasional
adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan
internasional. Subyek hukum internasional meliputi:
Negara dinyatakan sebagai subyek hukum internasional yang pertama
karena kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan
hubungan internasional adalah negara. Aturan-aturan yang disediakan
masyarakat internasional berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati
oleh negara apabila negara-negara saling mengadakan hubungan.
Negara yang menjadi subyek hukum internasional adalah negara yang
merdeka, berdaulat dan tidak merupakan bagian dari suatu negara.
Artinya, mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh dan kekuasaan
penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.

5.
Kebiasaan internasional (bahasa Inggris: customary international law) adalah
kebiasaan bersama negara-negara di dunia yang menjadi bukti praktik umum
yang diterima sebagai hukum.[1] Kebiasaan internasional diakui sebagai salah
satu sumber hukum internasional oleh Pasal 38(1)(b) Piagam Mahkamah
Internasional.[1] Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa juga
menyatakan bahwa kebiasaan internasional adalah salah satu sumber hukum
yang akan diterapkan oleh Mahkamah Internasional.[2]
Kebiasaan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum yang berasal dari
tindakan negara-negara yang konsisten yang muncul dari keyaknian bahwa
tindakan mereka itu diwajibkan oleh hukum.[3] Maka dari itu, terdapat dua unsur
yang harus dipenuhi untuk membuktikan keberadaan suatu kebiasaan
internasional:
Praktik atau kebiasaan negara-negara (usus)
Keyakinan dari negara-negara bahwa kebiasaan tersebut dilakukan atas dasar
kewajiban hukum (opinio)

Anda mungkin juga menyukai