NIM : 857111941
MATAKULIAH : HAK ASASI MANUSIA (HAM)
JAWABAN
1A.
tidak boleh ada rakyat yang dipaksa menjadi tentara atau pelaut di luar
keinginan mereka
2b.
3b. ada dua kewajiban yang harus dilakukan dalam proses ratifikasi, yaitu,
pertama, memastikan keselarasan perjanjian internasional dengan
Konstitusi. Selain karena Konstitusi merupakan norma tertinggi dalam
hirarki peraturan perundang-undangan Indonesia, keselaran dengan
Konstitusi juga diperlukan untuk memastikan kesamaan persepsi
pemerintah ketika hendak mengikuti suatu perjanjian internasional dengan
persepsi rakyat dan memastikan terhindarnya intervensi terselubung yang
dilakukan oleh negara lain terhadap kedaulatan negara mengingat
perjanjian internasional kerap dijadikan instrumen politik oleh satu negara
terhadap negara lain. Kedua, kewajiban mentransformasikan perjanjian
internasional ke dalam hukum nasional. Kewajiban transformasi ini,
terutama pada perjanjian internasional yang memiliki substansi “law
making treaties”, dilakukan untuk mengubah ketentuan yang berlaku
dalam suatu negara, dalam hal ini berarti perlu penerjemahan ketentuan
dalam perjanjian internasional ke dalam peraturan perundang-undangan
suatu negara
4. Subyek hukum internasional adalah pemegang atau pendukung hak dan
kewajiban menurut hukum internasional. Dan setiap pemegang atau
pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional adalah
subyek hukum internasional atau subjek hukum internasional
yang dianggap sebagai subyek hukum bagi hukum internasional adalah
negara, organisasi internasional dan individu. Subyek hukum internasional
adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum dalam pergaulan
internasional. Subyek hukum internasional meliputi:
Negara dinyatakan sebagai subyek hukum internasional yang pertama
karena kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan
hubungan internasional adalah negara. Aturan-aturan yang disediakan
masyarakat internasional berupa aturan tingkah laku yang harus ditaati
oleh negara apabila negara-negara saling mengadakan hubungan.
Negara yang menjadi subyek hukum internasional adalah negara yang
merdeka, berdaulat dan tidak merupakan bagian dari suatu negara.
Artinya, mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh dan kekuasaan
penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.
5.
Kebiasaan internasional (bahasa Inggris: customary international law) adalah
kebiasaan bersama negara-negara di dunia yang menjadi bukti praktik umum
yang diterima sebagai hukum.[1] Kebiasaan internasional diakui sebagai salah
satu sumber hukum internasional oleh Pasal 38(1)(b) Piagam Mahkamah
Internasional.[1] Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa juga
menyatakan bahwa kebiasaan internasional adalah salah satu sumber hukum
yang akan diterapkan oleh Mahkamah Internasional.[2]
Kebiasaan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum yang berasal dari
tindakan negara-negara yang konsisten yang muncul dari keyaknian bahwa
tindakan mereka itu diwajibkan oleh hukum.[3] Maka dari itu, terdapat dua unsur
yang harus dipenuhi untuk membuktikan keberadaan suatu kebiasaan
internasional:
Praktik atau kebiasaan negara-negara (usus)
Keyakinan dari negara-negara bahwa kebiasaan tersebut dilakukan atas dasar
kewajiban hukum (opinio)