Anda di halaman 1dari 11

Makalah tentang Kekuasaan Kehakiman

UNIVERSITAS PAMULANG

Disusun oleh :
Nama              : Tejo Gustiyo
Nim                 : 2015020493
Kelas               : FH 02HUKEF
Ruang             : D.313
Fakultas         : Ilmu Hukum

Tugas Makalah Hukum Tata Negara Tentang UUD 1945 Pada BAB IX
Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Alamat : Jalan Surya Kencana No.1 Pamulang - Tangerang Selatan, Indonesia.


Telp: (+6221) 7412566, E-mail: info@unpam.ac.id, Website: www.unpam.ac.id

Kata Pengantar

Assalamua’alaikum warrahmatuallahhi wabarokatuh,


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dalam
bentuk maupu isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi penulis maupun pembacanya.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi saya atau pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
            Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk  kesempurnaan makalah ini.
Wa’alaikum sallam warallahmatuallahhi wabarokatuh.
Jakarta, Mei 2016

Tejo Gustiyo/2015020493

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
B.Perumusan Masalah
C.Tujuan Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
A.Sejarah Kekuasaan Kehakiman
B.Penjelasan BAB IX tentang Kekuasaan Kehakiman pada UUD 1945
C.Kedudukan Kekuasaan Kehakiman
D. Pelaku Kekuasaan Kehakiman
E.Struktur Organisasi Kehakiman
F.Tugas dan Wewenang Pelaku Kekuasaan Kehakiman
G.Prinsip Pokok Kehakiman
H.Jaminan Keamanan & Kesejahteraan Hakim
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
B.Daftar Pustaka

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


Hukum merupakan sarana untuk mengatur kepentingan masyarakat dengan segala tegas
dan fungsinya untuk menciptakan ketertiban dan perdamaian, oleh karena itu maka diperlukan
aparat/lembaga yang harus mengawasi pelaksanaan/penegakan hukum tersebut. Dalam UUD
1945 pasal 1 ayat 3, Negara Indonesia adalah negara hukum[1]. Sejalan dengan ketentuan tersebut
maka negara hukum itu di artikan sebagai, Negara dimana tindakan pemerintah maupun
rakyatnya di dasarkan atas hukum untuk mencegah adanya tidakan sewenang-wenang dari pihak
penguasa dan tindakan rakyat menurut kehendaknya sendiri.

B.Perumusan Masalah
1.Bagaiman sejarah Kekuasaan Kehakiman & apa pengertiannya?
2.Bagaimana penjelasan UUD 1945 pada BAB IX?
3.Apa saja Tugas dan Wewenang Pelaku Kekuasaan Kehakim?

C.Tujuan Penelitian
1.Mengetahui pengertian Kekuasaan Kehakiman.
2.Mengetahui penjelasan BAB IX pada UUD 1945.
3.Mengetahui Tugas dan Kewajiban Pelaku Kekuasaan Kehakiman.

BAB II PEMBAHASAN

A.Sejarah Kekuasaan Kehakiman[2]


            Di Indonesia, kekuasaan kehakiman, sejak awal kemerdekaan juga diniatkan sebagai
cabang kekuasaan yang terpisah dari lembaga-lembaga politik seperti MPR/DPR dan Presiden.
Namun demikian, sejarah juga mencatat terjadinya berbagai penyimpangan dan pasang surut
perjalanan kekuasaan kehakiman di Indonesia dari waktu ke waktu, baik yang bersifat
administratif maupun yang bersifat teknis yustisi.
            Sejarah lahirnya kekuasaan kehakiman yang merdeka pernah dikesampingkan dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman,
di mana dalam Pasal 19 UU tersebut ditentukan bahwa”demi kepentingan revolusi, kehormatan
negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang sangat mendesak, Presiden dapat turut
campur dalam soal-soal pengadilan. Adanya penyelewengan dan intervensi kekuasaan lain pada
institusi kekuasaan kehakiman yang telah terjadi tersebut baik disadari maupun tidak telah
mengakibatkan pelumpuhan secara sistemik atas kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Hal ini pada akhirnya akan sangat berpengaruh pada terganggunya sistem peradilan
secara keseluruhan dan semuanya itu merupakan penyebab kerusakan terhadap kekuasaan
kehakiman yang merdeka dan bertanggung jawab.
Pada perkembangan berikutnya, muncul usaha untuk memperkuat prinsip kekuasaan
kehakiman yang merdeka dengan dimulai dari terbitnya UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-
Pokok Kekuasaan Kehakiman. Namun, sebenarnya dapat dikatakan pada masa berlakunya UU
No. 14 Tahun 1970 ini lembaga peradilan masih belum independen sepenuhnya, karena menurut
Pasal 11 UU tersebut, 4 (empat) lingkungan peradilan yang terdiri dari peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara, secara organisatoris
administratif dan finansial berada di bawah kekuasaan masing-masing departemen yang
bersangkutan.
Hal ini menunjukkan masih ada campur tangan dari pihak eksekutif. Namun demikian,
perihal independensi, melalui perubahan UU No. 14 Tahun 1970 tersebut telah ditetapkan bahwa
segala urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial maupun urusan
organisasi, administrasi dan finansial berada satu atap di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Kebijakan ini dengan istilah populer biasa disebut “kebijakan satu atap”.
Kemudian terbit lagi UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang
mencabut kedua UU Kekuasaan Kehakiman sebelumnya. Dalam UU No. 4 Tahun 2004 ini,
proses peralihan (kebijakan satu atap) itu dipertegas lagi dalam Ketentuan Peralihan Pasal 42 UU
tersebut bahwa pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dalam lingkungan peradilan
umum dan peradilan tata usaha negara dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Maret 2004. Untuk
peradilan agama dan peradilan militer selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 30 Juni 2004.
Saat ini, UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sudah mengalami pergantian lagi
melalui UU No. 48 Tahun 2009 dengan judul sama.
B.Penjelasan BAB IX tentang Kekuasaan Kehakiman pada UUD 1945
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***).
Penjelasannya : Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari
pengaruh  kekuasaan pemerintah[3].
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. ***)
Penjelasannya : Maksud dari peradilan yang di bawahnya yaitu seperti :
1.Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) dalam lingkungan peradilan umum.
2.Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dalam lingkungan peradilan
agama.
3.Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam
lingkungan peradilan tata usaha negara.
4.Pengadilan Militer (PM) dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan peradilan militer[4].
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
undang-undang. ****)
Penjelasannya : Yang di maksud dengan badan-badan lain tersebut misalnya (a) Kepolisian
yang memegang kewenangan melakukan peneyelidikan dan penyidikan kasus pidana, (b)
Kejaksaan yang memiliki kewenangan penyidikan dan penuntutan, (c) Komnas HAM untuk
kasus pelanggaran, (d) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kasus korupsi, serta
beberapa profesi hukum, seperti (e) Advokat dan Notaris yang bertugas menegakkan hukum dan
keadilan.
Kekuasaan negara untuk melakukan penuntutan suatu tindak pidana setelah dilakukan
penyelidikan oleh Polri, dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung dan organ di bawahnya yang
meliputi kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri[5].

Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang
lainnya yang diberikan oleh undang-undang. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional,
dan berpengalaman di bidang hukum. ***)
Penjelasannya : Hakim Agung adalah pimpinan dan hakim anggota pada Mahkamah Agung
Republik Indonesia. Hakim agung ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia dari nama calon
yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat atas usulan Komisi Yudisial. Usia pensiun hakim
agung adalah 70 tahun. Jumlah hakim agung menurut undang-undang maksimal 60 orang.
Hakim agung dapat berasal dari sistem karir atau sistem nonkarir[6].
 (3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan
peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.

Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum
serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.***)
Penjelasannya : Telah jelas.
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.***)
Penjelasannya : Telah jelas.

Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar. ***)
Penjelasannya : Dalam pasal 7B ayat 1 UUD 1945, pelanggaran yan di lakukan oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden yaitu Penghiatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat, perbuatan tercela, presiden dan/ wakil   presiden tidak memenuhi syarat sebagai presiden
dan/wakil presiden[7].
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan
oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat
negara. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.                                     
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. ***)
Penjelasannya : Telah jelas.
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-
undang.
Penjelasannya : Telah jelas.

C.Kedudukan Kekuasaan Kehakiman[8]


Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga dalam sistem kekuasaan negara modern.
Dalam bahasa Indonesia fungsi kekuasaan yang ketiga ini sering kali disebut cabang kekuasaan
“yudikatif”, dari istilah Belanda judicatie.
Dalam sistem negara modern, cabang kekuasaan kehakiman atau judiciary merupakan
cabang yang di organisasikan secara tersendiri. Baik di negara-negara yang menganut tradisi
civil law maupun common law, baik yang menganut sistem pemerintahan parlementer maupun
presidentil, lembaga kekuasaan kehakiman selalu bersifat tersendiri.
            Dalam kegiatan bernegara, kedudukan hakim pada pokoknya bersifat sangat khusus.
Dalam hubungan kepentingan yang bersifat triadik  (triadic relation) antara negara, pasar, dan
masyarakat madani, kedudukan hakim haruslah berada di tengah. Demikian pula dalam
hubungan antara negara dan warga negara, hakim juga harus berada di antara keduanya secara
seimbang.
            Oleh sebab itu, salah satu ciri yang di anggap penting dalam setiap negara hukum yang
demokratis ataupun negara demokrasi yang  berdasar atas hukum adalah adanya kekuasaan
kehakiman yang independen dan tidak berpihak (independent and impartial).
            Pengadilan adalah lembaga kehakiman yang menjamin tegaknya keadilan melalui
penerapan undang-undang dan kitab undang-undang (wet en wetboeken) dimaksud. Strukturnya
dapat bertingkat-tingkat sesuai dengan sifat perkara dang bidang hukum yang terkait.
            Dalam sistem peradilan di Indonesia, terdapat empat lingkungan peradilan, yang masing-
masing mempunyai lembaga-lembaga pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat
banding.
            Pada tingkat kasasi, semuanya berpuncak pada Mahkamah Agung (MA) sesuai pasal 24A
ayat 1. Pengadilan tingkat pertama dan kedua dalam ke-empat lingkungan peradilan trersebut
adalah:
1.Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) dalam lingkungan peradilan umum.
2.Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dalam lingkungan peradilan
agama
3.Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam
lingkungan peradilan tata usaha negara.
4.Pengadilan Militer (PM) dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan peradilan militer.
Di samping itu, dikenal pula beberapa pengadilan khusus, baik yang bersifat tetap
maupun Ad Hoc, di antaranya yaitu :
1.Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)                     6.Pengadilan Hubungan Kerja Industrial
2.Pengadilan Tindak Pidana Korupsi                                     7.Pengadilan Pajak
3. Pengadilan Niaga                                                    8.Mahkamah Syar’iyah
Provinsi                                                                                                 Nanggroe Aceh Darussalam
4.Pengadilan Perikanan
5.Pengadilan Anak                                                      9.Pengadilan Adat di Papua.
Pada Pengadilan HAM, TiPiKor, Niaga,  Perikanan, Anak, Hubungan, Industrial serta
Pengadilan Adat termasuk kedalam lingkungan peradilan umum. Sedangkan Pengadilan Pajak
dapat di golongkan termasuk lingkungan peradilan tata usaha negara. Untuk Mahkamah
Syar’iyah di golongkan pada Peradilan Agama. Disamping itu, ada pula badan-badan quasi
pengadilan yang berbentuk komisi-komisi yang bersifat Ad Hoc. Misalnya, KPPU, KPI, Komisi
Banding Merek, dan sebagainya.

D.Pelaku Kekuasaan Kehakiman


1.Mahkamah Agung (MA)
MA adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang Kekuasaan Kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan
bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. MA membawahi badan peradilan dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara[9].
2.Komisi Yudisial (KY)
KY merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.Komisi Yudisial
bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan
membuka akses informasi secara lengkap dan akurat[10].
3.Mahkamah Konstitusi (MK)
MK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung[11]
.
E.Tugas & Wewenang Pelaku Kekuasaan Kehakiman
1.Mahkamah Agung (MA)
Tugas :
Mengawasi kegiatan-kegiatan peradilan yang dilakukan oleh lembaga peradilan lain yang ada di
bawahnya[12].
 Wewenang[13] :
  MA berwenang mengadili pada tingkat kasasi.
   Menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang.
  Mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
2. Komisi Yudisial
Tugas[14] :
  Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
  Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
  Menetapkan calon hakim agung;
  Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Wewenang[15] :
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai
wewenang :
  Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR
untuk mendapatkan persetujuan;
  Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
  Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan
Mahkamah Agung;
  Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
3.Mahkamah Konstitusi (MK)
Tugas :
Mengadili sistem dan institusi negara[16].
Wewenang :
  Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap UUD.
  Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya di berikan oleh UUD.
   Memutus pembubaran parpol, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu[17].
  Memberikan putusan atas pendapat DPR mrengenai pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut UUD[18].
F.Struktur Organisasi Kehakiman[19]
            Dalam strukutur organisasi kekuasaan kehakiman, terdapat beberapa fungsi yang
dilembagakan secara internal dan eksternal. Terkait dengan jabatan-jabatan kehakiman itu,
terdapat pula pejabat-pejabat hukum yaitu :
            (a) pejabat penyidik; (b) pejabat penuntum umum; dan (c) advokat yang juga diakui
sebagai penegak hukum.
            Di lingkungan pejabat penyidik, terdapat (i)polisi; (ii)jaksa); (iii)penyidik KPK; dan
(iv)penyidik,pegawai negeri sispil, yang berjumlah kurang lebih 52 macam. Mereka yang
menjalankan fungsi penuntutan adalah : (i) jaksa penuntut umum; (ii) Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
Dalam lingkungan organisasi pengadilan, dibedakan dengan tegas adanya tiga jabatan
yang bersifat fungsional yaitu : (i) hakim; (ii) panitera; (iii) pegawai administrasi lainnya. Hakim
adalah pejabat negara yang menjalankan kekuasaan negara di bidang yudisial atau kehakiman.
Panitera adalah pegawai negeri sipil yang menyandang jabatan fungsional sebagai administratur
perkara yang berdasarkan sumpah jabatan untuk menjaga kerahasian setiap perkara. Pegawai
administrasi biasa adalah pegawai negri sipil yang tunduk pada ketentuan kepegawainegerian
pada umunya.
            Hakim tidak bertanggung jawab kepada Ketua Majelis Hakim, kepada Ketua Mahkamah
Agung, ataupun kepada Ketua Mahkamah Konstitusi. Hakim memutus berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa, dan karena itu bertanggung jawab langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang wajib diyakini dan di imani oleh setiap Hakim Indonesia. Panitera sebagai pejababat
fungsional di bidang administrasi tunduk dan bertanggung jawab kepada Ketua MK, Ketua
Pengadilan, atau Kepada Ketua Majelis Hakim dalam bidang administrasi perkara. Dari segi
Administrasi kepegawaian tunduk kepada Sekretaris MA atau Sekretaris Jendral MK.

G.Prinsip Pokok Kehakiman[20]


Secara umum dapat dikemukakan ada dua prinsip yang di pandang sangat pokok dalam
sistem peradilan, yaitu (a) the principle of judicial independence (Prinsip independesi peradilan)
dan (b) the principle of judicial impartiality (Prinsip imparsialitas peradilan). Kedua prinsip ini di
akui sebagai prasyarat pokok sistem di semua negara  yang di sebut hukum modern atau modern
constitutional state.
Prinsip indepensi itu sendiri  antara lain  harus diwujudkan dalam sikap para hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara yang di hadapinya. Disamping itu independensi juga tercermin
dalam berbagai pengaturan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan, masa kerja,
pengenmbangan karir, sistem pengajian, dan pemberhentian para hakim.
Sementara itu, prinsip kedua yang sangat penting adalah prinsip ketidakberpihakkan
(principle of judicial impartiality). Dalam praktik, ketidakberpihakkan itu sendiri mengandung
makna dibutuhkannya hakim yang tidak saja bekerja secara imparsial (to be impartial), tetapi
juga terlihat bekerja secara imparsial (to appear to be impartial).
Namun di samping prinsip kedua tersebut  dari perspektif hakim sendiri berkembang pula
pemikirian mengenai prinsip-prinsip lain yang juga di anggap penting. Dalam The Banglore
Principles of Judicial conduct , tercantum adanya enam prinsip penting yang harus dijadikan
pegangan bagi para hakim di dunia, diantaranya yaitu :
1.Independensi (Independency Principle)
Independensi hakim merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan
prasyarat bagi terwujudnya cita-cita negara hukum. Independensi melekat sangat dalam dan
harus tercermin dalam proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan atas setiap perkara, dan
terkait erat dengan independensi pengadilan sebagai institusi yang berwibawa, bermartabat, dan
terpercaya.
2.Ketidakberpihakkan (Impartiality Principle)
Ketidakberpihakkan merupakan prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim
sebagai pihak yang di harapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan
kepadanya. Ketidakberpihakkan mencakup sikap netral , menjaga jarak yang sama dengan semua
pihak yang terkait dengan perkara, dan tidak mengutamakan salah satu pihak manapun, disertai
pengahayatan yang mendalam mengenai keseimbangan antar  kepentingan yang terkait dengan
perkara.

3.Integritas (Integrity Principle)


            Intergritas hakim merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan keseimbangan
kepribadian setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas
jabatannya.
4.Kepantasan dan Kesopanan (Propriety Principle)
            Kepantasan dan Kesopanan merupakan norma kesusilaan pribadi dan kesusilaan antar
pribadi yang tercermin dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi maupun sebagai
pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya, yang menimbulkan rasa hormat,
kewibawaan dan kepercayaan.
5.Kesetaraan (Equality Principle)
            Kesetaraan merupakan prinsip yang menjamin perlakuaan yang sama terhadap semua
orang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, tanpa membeda-bedakan satu dengan
yang lain atas dasar perbedaan agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, status perkawinan
kondisi fisik,
6.Kecakapan dan Kesaksamaan
            Kecakapan & Kesaksamaan hakim merupakan prasyarat penting dalam pelaksanaan
peradilan yang baik dan terpercaya. Kecakapan tercermin dlam kemampuan profesional hakim
yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas.
Keseksamaan merupakan sikap pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian,
ketelitian, ketekunan, dan kesunguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim.

H.Jaminan Keamanan & Kesejahteraan Hakim[21]


Jaminan keamanan & kesejahteraan hakim di atur dalam UU NO.48 Tahun 2009 pada
Bab VIII dalam pasal 48 dan pasal 49, yaitu :
Pasal 48
1.Negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelanggaran kehakiman.
2.Jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi sebagai dimaksud pada ayat
(1) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
1.Hakim ad hoc dalam menjalankan tugas dan tanggung penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
di berikan tunjangan khusus.
2.Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :
Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh 
kekuasaan pemerintah. Kekuasaan kehakiman merupakan lembaga Yudikatif yang
kedudukannya dalam urutan ke-3 setelah Lembaga Eksekutif dan Legistatif. Pada Kekuasaan
Kehakiman juga telah di atur sendiri susunan organisasinya serta fungsinya. Yang tugas &
kewenanganya sudah di atur dalam UUD 1945 ataupun UU NO.48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
Dalam melaksanakan pengadilan hakim mempunyai kode etik yang di jadikan pedoman
yaitu Prinsip, yang seperti telah di bahas di atas. Kemudian untuk menjamin keamanan &
kesejahteraan hakim telah di atur kedalam UU NO.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman pada Bab VIII pasal 48 & 49.

B. Daftar Pustaka
Pasal 1 ayat 3  UUD 1945 Amandemen ke-3
http://islahilwathon.blogspot.co.id/2014/03/makalah-pthi-kekuasaan-kehakiman.html
Penjelasan Bab IX UUD 1945 Amandemen ke-4
Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2009
https://id.wikipedia.org/wiki/Hakim_Agung_Indonesia
Pasal 7 B ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/ Komisi_Yudisial_Republik_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Konstitusi_Republik_Indonesia
http://fakta-inspiratif.blogspot.co.id/2015/10/tugas-dan-fungsi-mahkamah-agung.html
[1] Pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
http://www.komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html
http://www.negarahukum.com/hukum/tugas-dan-wewenang-mk.html
Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
Pasal 24 C ayat 2  UUD 1945 Amandemen ke-3
UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009
[1] Pasal 1 ayat 3  UUD 1945 Amandemen ke-3
[2] http://islahilwathon.blogspot.co.id/2014/03/makalah-pthi-kekuasaan-kehakiman.html
[3] Penjelasan Bab IX UUD 1945 Amandemen ke-4

[4] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2009
[5] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2009
[6] https://id.wikipedia.org/wiki/Hakim_Agung_Indonesia
[7] Pasal 7 B ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
[8] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2009
[9] https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia
[10] https://id.wikipedia.org/wiki/ Komisi_Yudisial_Republik_Indonesia
[11] https://id.wikipedia.org/wiki/ Mahkamah_Konstitusi_Republik_Indonesia
[12] http://fakta-inspiratif.blogspot.co.id/2015/10/tugas-dan-fungsi-mahkamah-agung.html
[13] Pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3

[14] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html
[15] http://www.komisiyudisial.go.id/statis-38-wewenang-dan-tugas.html
[16] http://www.negarahukum.com/hukum/tugas-dan-wewenang-mk.html
[17] Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 Amandemen ke-3
[18] Pasal 24 C ayat 2  UUD 1945 Amandemen ke-3
[19] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[20] Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2009
[21] UU Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009

Anda mungkin juga menyukai