Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PERADILAN KONSTITUSI

PERTEMUAN II : TUTORIAL I
PERADILAN KONSTITUSI SEBAGAI TUNTUTAN NEGARA HUKUM,
KARAKTERISTIK, FUNGSI DAN INTERPRETASI

Nama Kelompok:
A.A Gd Bgs Trisna Ari Dalem 1303005304
Marchal Subasa 1403005154
A.A Ngr Gde Oka Mahajaya 1403005167
Aggi Nugroho 1403005215

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017

1. Apakah makna konsepsi negara hukum yang dianut Indonesia dalam UUD NRI
1945?
Jawab:

Indonesia sebagai negara hukum, memliki karakteristik mandiri yang berarti


kemandirian tersebut terlihat dari penerapan konsep atau pola negara hukum yang
dianutnya. Konsep yang dianut oleh negara kita disesuaikan dengan kondisi yang ada di
Indonesia yaitu Pancasila. NKRI sebagai negara hukum yang berdasarkan pada pancasila,
pasti mempunyai maksud dan tujuan tertentu yaitu bertujuan untuk mewujudkan tata
kehidupan negara kita sebuah negara yang aman, tentram, aman sejahtera, dan tertib
dimana kedudukan hukum setiap warga negaranya dijamin sehingga bisa tercapainya
sebuah keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan perorangan maupun
kepentingan kelompok (masyarkat). Konsep negara hukum pancasila artinya suatu sistem
hukum yang didirikan berdasarkan asas-asas dan kaidah atau norma-norma yang
terkandung/tercermin dari nilai yang ada dalam pancasila sebagai dasar kehidupan
bermasyarakat.
Jadi kesimpulannya, di Indonesia yang menggunakan sebuah konsep rechstaat berarti
semua yang dilakukan oleh rakyat tergantung pada bagaimana bunyi atau teks ketentuan
hukumnya dalam pasal-pasal yang telah ada. Negara Indonesia sebagai negara hukum,
begitu yang dinyatakan dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 pasal 1 ayat (3).
Sehingga seluruh snedi kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus
berdasarkan pada norma-norma hukum. Artinya, hukum harus dijadikan sebagai jalan
keluar dalam penyelesaian masalah-masalah yang berkenaan dengan perorangan maupun
kelompok, baik masyarakat maupun negara. Norma hukum bukanlah satu-satunya kaidah
yang bersifat mengatur terhadap manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia.
Hukum tidak dibuat tetapi hidup, tumbuh dan juga berkembang bersama masyarakat.
Hukum harus tetap memuat nilai-nilai yang ideal dan harus pula dijunjung tinggi oleh
segenap elemen masyarakat.

2. Apakah yang dimaksud dengan fungsi peradilan kosntitusi adalah mengadili


sengketa yang timbul di bidang pelaksaan kaidah konstitusi ?
Jawab:

Sebagaimana juga dengan lembaga peradilan lainnya, Mahkamah Konstitusi memiliki


fungsinya sendiri .dalam konteks ini fungsi Mahkamah konstitusi adalah sebagai berikut:
1 Pengawal konstitusi (the guardian of the constitution);
2 Penafsir final konstitusi (the final interpreter of the constitution);
3 Pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights);
4 Pelindung hak konstitutional warga negara (the protector of the
citizensconstitutional rights);
5 Pelindung demokrasi (the protector of democracy)
Sebagai lembaga yang memiliki otoritas di dalam menafsirkan konstitusi,
menyelesaikan sengketa antar lembaga negara yang sumber kewenangannya dari
konstitusi dan member putusan mengenai pemberhentian presiden dan/atau wakil
presiden. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga berperan di dalam melakukan
judicialization of politics atau Politisasi lembaga peradilan.
3. Apakah makna asas Praesumption Iustae Causa dan asas Erga Omnes
sebagai karakteristik peradilan konstitusi?
Jawab:

Asas presumptio iustae causa, dalam bahasa Belanda sering disebut asas vermoeden
van rechtmatigheid. Istilah ini kira-kira bermakna suatu keputusan tata usaha negara
selalu dianggap sah. Keabsahan itu baru hilang jika ada keputusan baru yang
membatalkan atau mencabut yang lama. Dengan asas presumptio iustae causa, maka
suatu KTUN tetap dianggap sah. Adanya gugatan tak menghalangi berlakunya KTUN.
Namun bukan berarti suatu KTUN sama sekali tak bisa ditunda Penundaan itu harus
didasarkan pada banyak pertimbangan. Pengujian yang dilakukan melalui Pengadilan
TUN adalah pengujian keabsahan menurut hukum atau rechtmatigheidstoetsing. Artinya,
penundaan berlakunya suatu KTUN harus didasarkan pada alasan-alasan yuridis.
Asas erga omnes sering digunakan dalam hukum untuk menjelaskan terminologi
kewajiban dan hak terhadap semua. Sebagai contoh sebuah hak kepemilikan adalah
sebuah hak erga omnes, dan karena itu dilaksanakan terhadap siapa pun yang melanggar
hak itu. Dalam hukum Internasional, erga omnes digunakan sebagai istilah yang
menunjukkan sebuah kewajiban hukum yang dimiliki oleh negara terhadap masyarakat
negara secara keseluruhan.Putusan Mahkamah Konstitusi oleh karena objeknya
menyangkut kepentingan bersama dan semua orang, sehingga sifat permohonan di MK
tidak bersifat berhadap-hadapan sebagaimana sengketa di pengadilan perdata atau tata
usaha negara. Termasuk putusan yang dijatuhkan MK misalkan terkait pengujian undang-
undang (UU), dimana UU sendiri adalah mengikat secara umum kepada semua warga
negara, maka dengan dinyatakan tidak mengikat, maka UU tersebut tidak hanya memiliki
kekuatan hukum mengikat terhadap pihak yang memohonkan di MK, akan tetapi juga
semua warga negara. Sehingga pada dasarnya karena hakikat perkara yang diadili di MK
tersebut, maka putusan yang dijatuhkan oleh MK bersifat erga omnes.

4. Apakah yang membedakan Pendekatan Kalangan Originalist dan Pendekatan


Non Originalist dalam melakukan interpretasi konstitusi sebagai sarana
menegakkan konstitusi pada peradilan konstitusi?
Jawab:

Dalam praktik, pertentangan antara kalangan originalis dan non-originalis seringkali


mengarah kepada tema, apakah dapat digunakan kecermatan peradilan untuk memastikan
fundamental rights yang secara eksplisit tidak dilindungi oleh teks konstitusi.
Batasan dalam penggunaan metode penafsiran bahwa hakim konstitusi tidak boleh
hanya semata-mata terpaku pada metode penafsiran originalisme yang mendasarkan diri
pada original intent/ perumusan pasal UUD 1945 atau menggunakan penafsiran lain (non
originalis) yang menyebabkan penafsiran demikian justru menyebabkan tidak bekerjanya
ketentuan UUD 1945 sebagai suatu sistem dan/atau bertentangan dengan gagasan utama
yang melandasi UUD itu sendiri secara keseluruhan berkait dengan tujuan yang hendak
diwujudkan.

Penafsiran originalis dan non originalis ini sama-sama memiliki alasan yang kuat
dalam mempertahankan pendiriannya, elaborasi keduanya dapat dilihat pada sub bahasan
di bawah ini:

Pertama, Penafsiran Originalis (Originalist). Alasan yang kuat bahwa penafsiran


originalis (originalist) merupakan penafsiran yang paling tepat dalam memahami
konstitusi sekaligus sebagai dasar menentukan pertentangan norma hukum adalah: (1)
originalisme menekan kemungkinan bahwa hakim-hakim yang tidak dipilih itu akan
merampas kekuasaan dari wakil rakyat yang dihasilkan melalui pemilihan; (2) dalam
jangka panjang, originalisme memberi perlindungan lebih baik pada otoritas pengadilan;
(3) non originalisme memberi terlalu banyak ruang kepada hakim untuk memaksakan
nilai-nilai mereka sendiri yang bersifat subjektif dan elitis, hakim membutuhkan kriteria-
kriteria yang netral dan objektif untuk menghasilkan putusan yang sah, kriteria-kriteria
netral itu diberikan oleh pengertian dari para perancang dan mereka yang meratifikasi
klasula konstitusi; (4) originalisme memberi penghormatan yang lebih baik terhadap
pengertian konstitusi sebagai suatu kontrak yang bersifat mengikat; (5) originalisme lebih
sering membuat pembentuk undang-undang terpaksa mempertimbangkan kembali dan
kemungkinan mengubah undang-undang yang buruk buatan mereka sendiri daripada
membiarkan pengadilan untuk mencoret (membatalkan: penulis) undang-undang (I
Dewa Gede Palguna, 2013: 289).

Anda mungkin juga menyukai