Anda di halaman 1dari 5

Nama : Joned Danil Anuggrah

NIM : 201710040
Mata Kuliah : Hukum Tata Negara

TEORI HUKUM DALAM HUKUM TATA NEGARA

Pada masa lalu, istilah teori hukum tata negara sangat jarang sekali

terdengar, apalagi dibahas dalam perkuliahan maupun forum-forum ilmiah. Hukum

Tata Negara yang dipelajari oleh mahasiswa adalah Hukum Tata Negara dalam arti

sempit, atau Hukum Tata Negara Positif.

Pemikiran Hukum Tata Negara baik secara langsung maupun tidak

langsung menjadi terhegemoni bahwa tatanan ketatanegaraan berdasarkan Hukum

Tata Negara Positif pada saat itu adalah pelaksanaan dari Pancasila dan UUD 1945

secara murni dan konsekuen. Akibatnya, pembahasan sisi teoritis dari Hukum Tata

Negara menjadi ditinggalkan, bahkan dikekang karena dipandang sebagai pikiran

yang anti kemapanan dan dapat mengganggu stabilitas nasional.

Padahal dari sisi keilmuan, Hukum Tata Negara dalam bahasa Belanda

dikenal dengan istilah staatsrecht atau hukum negara yang meliputi 2 pengertian,

yaitu staatsrecht in ruimere zin, dan staatsrecht in engere zin. Staatsrecht in engere

zin atau Hukum Tata Negara dalam arti sempit itulah yang biasanya disebut Hukum

Tata Negara atau Verfassungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang

luas dan yang sempit. Hukum Tata Negara dalam arti luas mencakup Hukum Tata

Negara dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara . Di sisi lain, istilah

Hukum Tata Negara identik dengan pengertian Hukum Konstitusi sebagai


terjemahan dari Constitutional Law, Droit Constitutionnel, Diritto Constitutionale

, atau Verfassungsrecht.

Dari segi bahasa, Constitutional Law memang biasa diterjemahkan menjadi

Hukum Konstitusi. Namun, istilah Hukum Tata Negara jika diterjemahkan ke

dalam bahasa Inggris, kata yang dipakai adalah Constitutional Law. 5 Oleh karena

itu, Hukum Tata Negara dapat dikatakan identik atau disebut sebagai istilah lain

belaka dari Hukum Konstitusi. Teori Hukum Tata Negara mulai mendapat

perhatian dan berkembang pesat pada saat bangsa Indonesia memasuki era

reformasi.

Kerangka aturan dan kelembagaan yang ada menurut Hukum Tata Negara

positif saat itu tidak lagi sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kehidupan

masyarakat. Akibatnya, Hukum Tata Negara positif mengalami deskralisasi.

Perubahan UUD 1945 yang dilakukan dalam empat kali perubahan tersebut telah

mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam Hukum Tata Negara Indonesia.

Pembentukan MK merupakan penegasan prinsip negara hukum dan jaminan

terhadap hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945. Selain itu,

Pasal 24C ayat menyatakan bahwa MK wajib memutus pendapat DPR atas dugaan

pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan atau Wakil Presiden. Dalam

putusan-putusan MK selalu mengandung pertimbangan hukum dan argumentasi

hukum bagaimana suatu ketentuan konstitusi harus ditafsirkan dan harus

dilaksanakan baik dalam bentuk undang-undang, maupun dalam bentuk lain sesuai

dengan kewenangan dan kewajiban yang dimiliki oleh MK.


Keberadaan MK sebagai penafsir dan penjaga konstitusi yang dilaksanakan

melalui keempat kewenangan dan satu kewajibannya tersebut menempatkan UUD

1945 di satu sisi sebagai hukum tertinggi yang harus dilaksanakan secara konsisten,

dan di sisi lain menjadikannya sebagai domain publik dan operasional. Karena itu,

suatu putusan tidak seharusnya hanya dilihat dari amar putusan, tetapi juga sangat

penting untuk memahami pertimbangan hukum yang pada prinsipnya memberikan

penafsiran terhadap suatu ketentuan konstitusi terkait dengan permohonan tertentu.

Di sisi lain, putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan,

khususnya dalam pengujian undang-undang, dengan sendirinya merubah suatu

ketentuan norma hukum yang harus dilaksanakan oleh segenap organ negara dan

dipatuhi oleh seluruh masyarakat. Keberadaan Mahkamah Konstitusi dengan

fungsinya sebagai penjaga dan penafsir konstitusi tersebut telah menggairahkan

perkembangan teori Hukum Tata Negara.

Jika pada masa lalu masalah Hukum Tata Negara hanya berpusat pada

aktivitas politik di lembaga perwakilan dan kepresidenan, serta pokok bahasannya

hanya masalah lembaga negara, hubungan antar lembaga negara dan hak asasi

manusia, maka saat ini isu-isu konstitusi mulai merambah pada berbagai aspek

kehidupan yang lebih luas dan melibatkan banyak pihak, bahkan tidak saja ahli

hukum. Perkembangan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi tersebut

telah mendorong berkembangnya studi-studi teori Hukum Tata Negara.

Beberapa teori yang saat ini mulai berkembang dan dibutuhkan misalnya

adalah teori-teori norma hukum, teori-teori penafsiran, teori-teori kelembagaan

negara, teori-teori demokrasi, teori-teori politik ekonomi, dan teori-teori hak asasi
manusia. Teori-teori norma hukum diperlukan misalnya untuk membedakan antara

norma yang bersifat abstrak umum dengan norma yang bersifat konkret individual

yang menentukan bagaimana mekanisme pengujiannya. Pembahasan teori-teori

norma hukum juga diperlukan untuk menyusun hierarki peraturan perundang-

undangan sehingga pembangunan sistem hukum nasional dapat dilakukan sesuai

dengan kerangka konstitusional.

Dalam hukum sesungguhnya penafsiran menempati kedudukan yang sentral

karena aktivitas hukum berkutat dengan norma-norma dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan yang akan diterapkan ke dalam suatu peristiwa nyata. Untuk

itu saat ini telah banyak berkembang studi hukum dengan menggunakan alat bantu

ilmu penafsiran Bahasa . Salah satu teori yang penting di bidang Hukum Tata

Negara adalah teori hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Hans Kelsen

menyatakan bahwa pelaksanaan aturan konstitusional tentang legislasi hanya dapat

dijamin secara efektif jika terdapat suatu organ selain badan legislatif yang

diberikan tugas untuk menguji konstitusionalitas suatu produk hukum. Pemikiran

Hans Kelsen meliputi tiga masalah utama, yaitu tentang teori hukum, negara, dan

hukum internasional Ketiga masalah tersebut sesungguhnya tidak dapat dipisahkan

karena saling terkait dan dikembangkan secara konsisten berdasarkan logika hukum

secara formal. Teori umum tentang hukum yang dikembangkan oleh Kelsen

meliputi dua aspek penting, yaitu aspek statis yang melihat perbuatan yang diatur

oleh hukum, dan aspek dinamis yang melihat hukum yang mengatur perbuatan

tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Moh. Mahfud MD., Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Edisi


Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 155 – 157.

UUD 1945 Terlalu Summier? Kepala Biro Pendidikan FH UI Sarankan


Perubahan, Harian Merdeka, 18 Maret 1972, dalam Harun Alrasid, Naskah UUD
1945 Sesudah Empat Kali Diubah Oleh MPR, Revisi Cetakan Pertama, (Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia, 2003), hal. 44-55.

Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani, Pokok-pokok Usulan


Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dan Pemilihan Presiden Secara
Langsung.

Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan


Keempat UUD Tahun 1945, Makalah Disampaikan dalam Simposium yang
dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan
HAM, 2003, hal. 1.

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, translated by: Anders
Wedberg, (New York: Russell & Russell, 1961), hal 157.

Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional Di Berbagai


Negara, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 28, 29, 64 – 66, 108 dan 109.
Terhadap peran Kelsen dalam hal ini masih ada perbedaan pandangan antara
mana yang lebih penting perannya antara Georg Jellinek dan Adolf Merkl atau
Hans Kelsen. Lihat end note bagian pertama halaman 51 nomor 32.

Zoran Jelić, A Note On Adolf Merkl’s Theory Of Administrative Law,


Journal Facta Universitatis, Series: Law and Politics, Vol. 1, No. 2, 1998, hal.

Anda mungkin juga menyukai