Anda di halaman 1dari 8

BAB I

IDENTITAS BUKU

BUKU 1:
Judul Buku : Pancasila & UUD NRI 1945

Penulis : Dr Winarno Narmoatmojo, M. Si., dkk.

Penerbit : Ombak (Anggota IKAPI)

Tahun Terbit : 2014

Kota Terbit : Yogyakarta

Tebal : xii + 186 halaman

Tentang Pengarang

Pengarang buku ini adalah Dr. Winarno, S Pd., M. Si yang lahir di Wonogiri, 13
Agustus 1971. Menyelesaikan jenjang S1 prodi PPKn FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)
Surakarta tahun 1995, S2 bidang Ketahanan Nasional UGM tahun 2002, dan jenjang S3
bidang Pendidikan Kewarganegaraan, Sekolah Pasca Sarjana, UPI Bandung tahun 2011.
Penulis mendarmabaktikan diri untuk menjadi pengajar pembelajar, penulis, dan peneliti
yang baik. Ia pernah menjadi guru SMA dan selanjutnya diterima sebagai dosen di FKIP
UNS Surakarta sejak tahun 1997. Mengajar Pembelajaran PKn; Pendidikan Politik;
Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Pancasila pada mata kuliah umum. Pernah
mengikuti pelatihan nasional Pendidikan Kewarganegaraan (2003) dan pelatihan nasional
Pendidikan Pancasila (2004) dan pelatihan Civic Education (2012). Meulis beberapa buku
teks maupun buku refrensi untuk jenjang pendidikan dasar dan tinggi, diantaranya buku teks
PKn untuk jenjang SMA (2002,2003,2004,2007, 2011, 2013), Paradigma Baru PKn di
Perguruan Tingi (2006, 2007, 2013) dll.

Rima Vien Permata Hartanto S.H.,, M.H adalah penulis kedua dari buku ini yang lahir pada
tahun 1976 di Surakarta, Jawa Tengah. Lulus dari S-1 Fakultas Hukum UNS pada tahun 1999
dengan predikat cumlaude. Sejak tahun 2000 diangkat sebagai dosen tetap prodi PPKn FKIP
UNS. Pada tahun 2007 ia menyelesaikan S-2 Fakultas Hukum UNS dengan konsentrasi
Kebijakan Publik. Saat ini sedang menyelesaikan studi S-3 pada Pendidikan Doktor Ilmu
Hukum Fakultas Hukum UNS dan menjabat sebagai ketua laboratorium prodi PPKn FKIP
UNS. Menjadi peergroup aktif di Pusat Penelitian dan Pengembangan Konstitusi dan Hak
Asasi Manusia (P3KHAM) UNS Surakarta.
Wawan Kokotiasa S.IP., M. Si adalah penulis ketiga dari buku ini, yang merupakan alumnus
Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga Surabaya. Jenjang S2 diselesaikan di universitas
yang sama dengan mengambil konsentrasi Ilmu – ilmu sosial pada program pascasarjana
UNAIR. Pernah mengajar sebagai dosen tamu (luar biasa)di Akademi Militer TNI Angkatan
Laut Bumi Moro Surabaya dan staf pengajar Universitas Al Falah Surabaya. Di perguruan
tinggi swasta terunggul koperitis VII Jawa Timur ini dia mengajar mata kuliah Ilmu Politik,
Pendidikan Politik, Sistem Politik Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan dan mata kuliah
lain yang bersinggungan dengan kebijakan publik dan birokrasi.

TENTANG BUKU

Buku Pancasila dan UUD RI 1945 ini adalah jilid pertama dari seri buku pendidikan
politik. Dengan penjelasan yang kaya dan detail tentang seluk beluk Pancasila dan UUD Ri
1945. Maka buku baik dijadikan pengantar guna memahami permasalahan kewarganegaraan
dan juga baik untuk digunakan sebagai bahan ajar. Buku ini dimaksudkan untuk membantu
memfailitasi para agen pendidikan politik mendapatkan materi – materi yang dimaksud.
Artinya, materi yang dikembangkan tetap berdasarkan sebaran materi yang terdapat dalam
lampiran Permendagri No. 36 tahun 2010. Materi – materi yang ada disusun secara ringkas,
dapat dikembangkan sesuai dengan kekhususan yang ada, misal isu aktual dan peserta
kegiatan.

Buku Panasila dan UUD 1945 berisi materi demokrasi, hak asasi manusia, sistem
pemerintahan, pertahanan dan keamanan, budaya dan etika politik.
BAB IV : UNDANG – UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIATAHUN 1945 SEBAGAI KONSTITUSI INDONESIA
Dalam buku ini penulis menjelaskan: sebagai negara hukum, Indonesia memiliki
kosntitusi yang dikenal dengan UUD NRI Tahun 1945. UUD 1945 sebagai konstitusi
Indonesia, kekuatan mengikatnya memenuhi kriteria geldingteorie (teori keberlakuan
hukum), yakni landasan filosofis ialah Pancasila sebagai dasar falsafah negara; landasan
yuridis ialah Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai “narasumber hukum” sesuai pandangan
bahwa revolusi yang berhasil dengan sendirinya mencipta dan mleahirkan “tata hukum baru”;
dan landasan sosiologis ialah bahwa UUD 1945 diterima dan ditaati oleh rakyat Indonesia.

A. KONSITUSI, KONSTITUSIONALISME, DAN NEGARA HUKUM

Kata konstitusi secara literal berasal dari bahasa Prancis contituir, yang berarti
membentuk. Dalam konteks ketatanegaraan, kontitusi yang dimaksud sebagai
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan sebuah negara. Konstitusi
juga dapat berarti dasar (awal) mengenai pembentukan suatu negara (Projodikoro, 1989).

Pada buku ini dijelaskan Konsitusi meliputi konsitusi tertulis dan tidak tertulis.
Adapun batasan – batasannya dapat dirumuskan ke dalam pengertian sebagai berikut:

1. Suatu kumpulan kaida yang memberikan pembatasan – pembatasan kekuasaan


kepada para penguasa;
2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya pada suatu
sistem politik;
3. Suatu deskripsi lembaga – lembaga negara;
4. Suatu deskrisi yang menyangkut masalah hak – hak asasi manusia.

Ditarik kesimpulan oleh penulis secara sederhana bahwa konsitusi adalah hukum
dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara.

Kedudukan dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideologi yang melandasinya.


Menurut Carl J. Friedrich (1976) dalam bukunya, Contitutional Government and
Democracy, konsitusionalisme ialah: merupakan gagasan bahwa pemerintah
merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama akyat,
tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa
kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh meraka
yang mendapat tugas untuk memerintah.

Paham ini, dalam dunia keilmuannya. Doktrinnya mengalami perkembangan dari


doktrin klasik meliputi Yunani Kuno, Romwi Kuno, sampai zaman modern, bertutur –
tutut diuraikan.

Merujuk padangan para pakar “hukum konstitusi”, sebagaimana dan memiliki


landasan yang kuat menegakkan doktrin konstitusionalisme. Landasan itu, mencakup
(i) konsensus tentang tujuan negara berdasarkan falsafah negara Pancasila tersurat dan
tersirat dalam pembukaan UUD 1945, (ii) pembatasan kekuasaan pemerintah (Pasal 1
ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945, mengandung asas demokrasi dan negara hukum), (iii)
konsesnsus tentang struktur dan prosedur ketatanegaraan (diatur lembaga – lembaga
negara dengan tugas dan wewenang masing – masing seperti MPR, DPR, DPD,
Presiden/Wakil Presiden, BPK, MA, dan MK, serta YK).

Jimly Asshiddiqie telah merumuskan adanya tigas belas ide – ide pokok konsepsi
negara hukum dan penerapannya dalam situasi Indonesia. Ketiga belas prinsip pokok
negara hukum (rechsstaat) tersebut merupakan pilar – pilar utama yang menyangga
berdiri tegaknya suatu negara modern sehingga dapat disebut sebagai negara hukum
(the rule of law ataupun rechsstaat) dalam arti yang sebenarnya. Ketiga belas prinsip
tersebut ialah sebagai berikut.

a. Supremasi hukum (Supremacy of Law)

Prinsip ini berarti ada pengakuan normatif dan empiris akan prinsip supremasi
hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman
tertinggi. Dalam perspeksi ssupremasi hukum, pada hakikatnya pemimpin
tertingginegara sesunggguhnya bukanlah manusia, tetapi melainkan konstitusi
yang mencerminkan hukum tertinggi. Pengakuan normatif mengenai supremasi
hukum adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum dan/atau
konsitusi, sedangkan pengakuan empiris adalah pengakuan yang tercermin dalam
perilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu meman “supreme”.

b. Persamaan dalam hukum (Equality before the law)

Prinsip ini artinya ada persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan
pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empiris.

c. Asas legalitas (Due process of law)

Dalam setiap negara ukum, dipersayratkan diberlkuknya asas legalistas dalam


segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan
harus didasarkan atas peraturan perundangan-undangan yang sah dan tertulis.

d. Pembatasn kekuasaan

Adanya pembatas kekuasaan negara dan organ – organ negara dengan cara
menerpkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisah kekuasaan
secara horizontal. Sesuai dengan hukum esi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti
memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang – wenang.

e. Organ – organ campuran yang bersifat independen

Dalam rangka membatasi kekuasaan itu pada zaman sekarang berkembang pula
adanya pengaturan kelembagaan pemerintah yang bersifat independent, seperti
bank sental, organisasi tentara dan organisasi kepolisian. Selain itu, ada pula
lembaga – lembaga baru seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS
HAM), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dll.

f. Peradilan bebas dan tidak memihak

Prinsip ini berarti adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent
and impartial judiciary). Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada
dalam setiap negara hukum. Dalam menjalankan tugas judisialnya, hakim tidak
boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik)
mauun kepentingan uang (ekonomi).

g. Peradilan tata usaha negara

Disetiap negara hukum, kesempatan bagi tiap – tiap warga negara untuk mengguat
keputusan penjabat administrasi negara dan dijalankannya putusan hakim tata
usaha negara (administrative court) oleh pejabat administrasi negara harus
terbuka. Pengadilan tata usaha negara ini penting disebut dizalimi leh keputusan –
keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak erkuasa. Jika hal itu
terjadi, harus ada penadilan dan harus ada jaminan bahwa keputusan hakim tata
usaha negara itu benar – benar dijalankan oleh pra pejabat tata negara yang
bersangkutan.

h. Peradilan tata negara

Disamping adanya pengadilan tata usaha negara yang diharapkan memberikan


jaminan tegaknya keadilan bagi warga negara, negara hukum modern juga lazim
mengadopsi gagasan mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraanya, baik
dengan pelembagaan yang berdiri sendiri di luar dan sedarajat denganMahkamah
Agung ataupun dengan mengintegrasikannya ke dalam kewenangan Mahkamah
Agung yang sudah ada sebelumnya.

i. Perlindungan hak asasi manusia

Adanya perlindungan konstitusional terhadap HAM dengan jaminan hukum bagi


tuntutan penegakkannya melalui proses yang adil. Perlindunga GAM tersebut
dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormaan dan
perlindungan terhadap HAM sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang
demokratis.

j. Bersifat demokratis (Democratische rechstaat)

Prinsip ini berarti diannut dan dipraktikkannya prinsip demo krasi atau kedaulatan
rakyat yeng menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan kengeraaan sehingga setiap peraturan perundang – undangan yang
ditetapka dan ditegakkan mencerminka nilai – nilai keadilan yang hidup di tengah
masyarakat.

k. Berfungsi sebgai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechstaat)


Hukum merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita –
cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara
(democracy) maupun yang diwujudkan melalui gagasan negara hukum
(nomocrasy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejeahteraan umum, bahkan
sebagaimana cita – cita nasional indonesia yang dirumuska dalam Pembukaan
UUD 1945. Tujuan bangsa Indonesia bernegara ialah dalam rangka melindungi
segenap bangsa berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

l. Transparansi dan kontrol sosial

Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhdap setiap proses
pembuatan dan penegekkan hukum ehingga kelemahan dan kekurangan yang
terdapat dalam mekanisme kelembaaan resmi dapat dilengkapi secara
komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung dalam rangka
menjamin keadilan dan kebenaran.

m. Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

Khusus cita negara hukum Indonesia berdasarkan Pancasila, ide kenegaraan kita
tidak dapat dilepaskan dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan sila
pertama dan utama Pancasila.

B. LAHIRNYA UUD NRI 1945

Buku ini menjelaskan undang – undang dasar atau konstitusi Negara Republik
Inonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada Sabtu, 18 Agustus 194, satu hari setelah
Proklamasi. Pembahasan undang – undang dasar dilakukan dalam sidang BPUPKI,
sidang pertama pada 29 Mei – 1 Juni 1945, kemudian sidaang kedua pada 10-13 juli
1945. Pada sidang pertama dibahas dasar negara, sedangkan pembaasan rancangan
undang – undang dasar dilakukan pada sidang kedua. Pada sidang kedua itu, dibentuklah
Panitia Hukum Dasar yang bertugas membuat rancangan undang – undang dasar. Panitia
beranggotakan sembilan belas orang yang diketahui oleh Ir. Soekarno.

Setelah BPUPKI menyelesaikan tugas – tugasnya, lagkah selanutnya pemerintah


tentara Jepang membentuk kembali kepanitiaaan, yaitu PPKI yang bertugas menyiapkan
segala sesuatu tentang kemerdekaan. Panitia tersebut beranggotakan 21 orang dengan Ir.
Soekarno sebagai ketua dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil ketua.

PPKI mulai melaksanakan tugasnya 9 Agustus 1945 dan sesegaera mungkin


menyelesaikan segala permasalahan yang terkait denga kemerdkaan terutaa persoalan
udang – undang dasar yang sudah ada rancangannya, yang semestinya akan diajukan
kepada PPKI utuk diterima dan disahkan. Sesuai dengan rencana pada 24 Agustus,
kemerdekaan Indonesia dapat disahkan oleh pemerintah Jepang di Tokyo.

Pelaksanaan UUD NRI 1945 saat itu belum optimal setelah disahkannya pada 18
Agustus 1945, karena saat it terjadi pada masa revolussi fisik untuk mempertahankan
negara dari rongrongan penjajah yang tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.
Dalam situasi tersebut, Indonesia sebagai bangsa yang baru merdeka dan masih belajar
mempraktikkan penyelenggaraan ketatanegaraan sangat beralasan apabila sempat terjadi
ketidaksesuaian antara yang diatur dalam konstitusi. Oleh karena itu, pada waktu itu,
yang diharapkan sistem pemerintahan parlementer, sedangkan yang diatur dalam UUD
1945 ialah sistem presidensiil.

C. MAKNA UUD SEBAGAI KONSTITUSI INDONESIA

Secara umum, konstitusi berperan penting sebagai hukum dasar sebuah negara.
Konsitusi merupakan referensi terpentng bagi kehidupan dan mekanisme ketatanegaraan.
Kehadiran konstitusi dengan demikian merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak)
bagi sebuah negara. Konstitusi tidak saja memberikan gambaran dan pejelasan tentang
mekanisme lembaga – lembaga negara. Lebh dari itu, di dalamnya ditemukan letak
relasional dan kedudukan hak dan kewajiban warga negara. Konstitusi juga merupakan
social contract yang diperintah (rakyat) dan yang memerintah (penguasa, pemerintah).

Hal tersebutt belaku bagi kita, bangsa Indonesia. UUD 19455 sebagai konstitusi
Indonesia diyakini sebagai konstitusi normatif yang menjiwai dan mendasari gerak dan
arah pembangunan nasonal. UUD 1945 merupakan konsep dasar sistem pengelolaan
kehidupan nasional (Lubis, 1989:1-42).

Di buku ini terdapat beberapa fungsi dan peran UUD 1945 yang dimuat, yaitu:

Fungsi dan peran UUD 1945 secara konsepsional tercermin dalam berfungsinya
Pancasila sebagai landasan filosofi bangsa, berfungsinya sistem presidensiil secara
konstitusional sebagai landasan struktural yang tertuang dalam UUD, dan berfungsinya
tujuan nasional yang terimplementasi dalam kebijakan politik bangsa.

Fungsi dan peran UUD 1945 secara operasional artina apa yang teah tercermindi dlam
peranan UUD 1945 secara konsepsional benar – benar dapat terrealisasi secara nyata
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan hanya itu saja, tetapi juga mampu
dilestarikan serta ditingkatkan usaha – usaha pelestariannya. Semua ini harus
dilaksanakan oleh superstruktur dan infrastruktur negara serta segenap masyarakat.

D. AMANDEMEN UUD 1945

Menurut isi buku ini ada lima dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya
amandemen atau perubahan terhadap Undang – Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945 yaitu sebagai berikut.

1. Kekuasaan tertinggi di tangan majelis.


2. Kekuasaaan yang besar pada presiden.
3. Pasal – pasal yang terlalu luwes sehingga melahirkan multitafsir.
4. UUD 1945 terlalu banyak memberikan kewenangan kekuasaan kepada presiden
untuk mengatur hal – hal penting dengan undang – undang.
5. Ketentuan dalam UUD 1945 yang memuat aturan dasar tentang kehidupan
bernegara menuju negara yang demokrastis.
Empat tahap amandemen terhadap UUD 1945:

1. Amandemen pertama Sidang mum MPR,, disahkan 19 Oktober 1999.


2. Amandemen kedua pada Sidang Tahunan MPR, disahka 18 Agustus 2000.
3. Amandemen ketiga pada Sidang Tahunan MPR, disahkan 10 November 2001.
4. Amandemen keempat pada Sidang Tahunan MPR, disahkan 10 Agustus 2002.

Ditinjau dari segi sistematika, Undang Undang Dasar tahun 29145 sebelum perubahan
terdiri atas tiga bagian (termasuk penamaannya), yaitu:

1. Pembukaan (preambule)
2. Batang tubuh;
3. Penjelasan.

Setelah perubahan, UUD 1945 terdiri dari dua bagian yaitu:

1. Pembukaan;
2. Pasal – pasal (sebagai ganti istilah batang tubuh).

Anda mungkin juga menyukai