Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………..2

BAB II. PEMBAHASAN…………………………………………………………………...3

Pengertian Konstitusi…………………………………………………………………………3

Tujuan Konstitusi……………………………………………………………………………..4

Kedudukan Konstitusi………………………………………………………………………...4

Nilai Konstitusi……………………………………………………………………………….5

Fungsi Konstitusi……………………………………………………………………………..6

Jenis-Jenis Konstitusi…………………………………………………………………………7

Sifat Konstitusi………………………………………………………………………………..7

Peranan Konstitusi Dalam Kehidupan Bernegara………………………………………….....8

KESIMPULAN………………………………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Apakah konstitusi itu? Konstitusi (constitution) diartikan dengan undang-undang
dasar. Menurut para ahli, konstitusi lebih tepatnya adalah hukum dasar.Konstitusi dibagi
menjadi dua, yaitu tertulis dan tidak tertulis.Konstitusi tertulis adalah Undang-Undang Dasar.
Konstitusi yang tidak tertulis disebut konvensi.Konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan yang
timbul dan terpelihara dalam praktik ketatanegaraan.Menurut Sri Soemantri (1987), suatu
konstitusi biasanya memuat atau mengatur hal-hal pokok
Sebagai aturan dasar dalam negara, maka UUD mempunyai kedudukan tertinggi
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Artinya, semua peraturan yang ada
kedudukannya dibawah UUD yaitu,UUD 1945. Peraturan perundang-undangan tersebut
adalah Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan
Daerah. Sejak tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang, di negara Indonesia pernah
menggunakan 3 macam UUD, yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara
1950. Periodesasi ketiga UUD tersebut adalah:
1. 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 : UUD 1949
2. 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 : Konstitusi RIS 1949
3. 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 : UUD Sementara 1950
4. 5 Juli 1959 – 19 Oktober : UUD 1945 (sebelum perubahan)
5. 19 Oktober 1999 – sekarang : UUD 1945 (setelah perubahan)

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian konstitusi

Mengenai istilah konstitusi dalam arti pembentukan, berasal dari bahasa Perancis
yaitu constituer, yang berarti membentuk. Yang dimaksud dengan membentuk disini adalah
membentuk suatu negara. Pengertian konstitusi bisa dimaknai secara sempit maupun secara
luas. Konstitusi dalam arti sempit hanya mengandung norma-norma hukum yang membatasi
kekuasaan yang ada dalam Negara. Sedangkan Konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan
dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis
maupun campuran keduanya tidak hanya sebagai aspek hukum melainkan juga “non-hukum”

Menurut Soemantri Martosoewignjo, istilah konstitusi berasal dari perkataan


“Constitution”, yang dalam bahasa Indonesia kita jumpai dengan istilah hukum yang lain,
yaitu Undang-Undang Dasar dan/atau Hukum Dasar. Seragam dengan pendapat diatas,
Nyoman Dekker mengemukakan bahwa konstitusi didalam pemahaman Anglo-Saxon sama
dengan Undang-Undang Dasar.

Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas
kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu
menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika
yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya
suatu konstitusi, hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang
merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya.
Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan
berlakunya suatu konstitusi.

Fungsi dasar konstitusi ialah mengatur pembatasan kekuasaan dalam negara.


Sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. Bagir Manan bahwa konstitusi ialah sekelompok
ketentuan yang mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan suatu negara.

Konstitusi didalam suatu negara dianggap penting karena konstitusi tersebut


merupakan aturan dasar dari penyelenggaraan negara, oleh karena itu di Indonesia sudah
beberapakali melakukan perubahan pada kontitusinya.

3
2. Tujuan Konstitusi

C.F Strong menyatakan bahwa pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk
membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah,
dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Oleh karena itu setiap konstitusi
senantiasa memiliki dua tujuan, yaitu:

a. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik,


b. Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan
batas-batas kekuasaan bagi penguasa.

Konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan.


Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan
membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan
penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan
tujuan Negara. Jadi, pada hakikatnya konstitusi Indonesia bertujuan sebagai alat untuk
mencapai tujuan negara dengan berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
negara.

3. Kedudukan Konstitusi

Kedudukan, fungsi, dan tujuan konstitusi dalam negara berubah dari zaman ke zaman.
Pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan kekuasaan mutlak
penguasa negara nasional demokrasi, konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah
antara rakyat yang kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat
dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa. Sejak itu, setelah perjuangan
dimenangkan oleh rakyat, kedudukan dan peran konstitusi bergeser dari sekedar penjaga
keamanan dan kepentingan hidup rakyat terhadap kezaliman golongan penguasa, menjadi
senjata pemungkas rakyat untuk mengakhiri kekuasaan sepihak seseorang dalam sistem
monarki dan kekuasaan sepihak satu golongan oligarki serta untuk membangun tata
kehidupan baru atas dasar landasan kepentingan bersama rakyat.

4
4. Nilai Konstitusi

Berkenaan dengan penilaian terhadap pelaksanaan konstitusi, Karl Loewenstein


dalam bukunya Reflection on the Value of Constitutions in our Revolusionary, berpendapat
bahwa ada tiga jenis yang sekaligus tingkatan ninali (value) konstitusi, yaitu nilai normatif,
nilai nominal, dan nilai semantik.

Perihal nilai normatif konstitusi, Karl Loewnstein-sebagaimana dikutip Moh.


Kusnardi dan Bintan R. Saragih dalam buku mereka Ilmu Negara, mengatakan dalam setiap
Undang-Undang Dasar ada dua masalah, yaitu: (a) sifat ideal dari Undang- Undang Dasar itu
teori, (b) bagaimana melaksanakan Undang-Undang Dasar itu praktek. Peraturan hukum
yang bersifat normatif ialah kalau peraturan hukum itu masih dipatuhi oleh masyarakat ,
kalau tidak ia merupakan peraturan yang mati dan/atau tidak pernah terwujud.

Nilai nominal dari suatu konstitusi diperoleh apabila ada kenyataan samapai dimana
batas-batas berlakunya itu, yang dalam batas-batas berlakunya itulah yang dimaksud dengan
nilai nominal konstitusi. Bila konstitusi itu hanya sebagian saja dilaksanakan karena untuk
sementara tidak sesuai dengan keperluan di lapangan, maka konstitusi tersebut disebut
dengan konstitusi nominal.

Konstitusi dinilai sebagai nilai semantik apabila suatu konstitusi disusun dengan
sebaik-baiknya, dengan mencerminkan segala kepentingan rakyat, tetapi tentang
pelaksanaanya tidak sesuai dengan isi dari konstitusi tersebut. Secara istilah (semantika) dan
teori konstitusi seakan-akan dijunjung tinggi, tetapi dalam prakteknya terjadi banyak
penyimpangan, sehingga bentuk demokrasi berubah menjadi diktator dan sebagainya. Kalau
konstitusi itu sama sekali tidak dilaksanakan , maka konstitusi itu disebut dengan konstitusi
semantik.

5
5. Fungsi Konstitusi

Menurut Henc van Maarseveen dan Ger van der Tang, fungsi konstitusi merupakan
sebagai akta pendirian negara (constitution as a birth certificate). Konstitusi dijadikan bukti
otentik tentang eksistensi dari suatu negara sebagai badan hukum (rechstpersoon). Guna
memenuhi fungsi ini, maka setiap negara di dunia ini selalu berusaha mempunyai konstitusi.
Menyangkut dengan fungsi konstitusi dan hubungan negara dengan konstitusi sekarang ini,
G.S. Diponolo menyatakan: “Tiada orang yang berbicara tentang organisasi negara dengan
tiada berbicara tentang konstitusi”.

Dengan demikian, bila dilihat dari segi waktu, fungsi konstitusi dalam arti Undang-
Undang Dasar itu adalah sebagai syarat berdirinya negara bagi negara yang belum terbentuk,
atau sebagai pendirian akte pendirian negara bagi negara yang sudah terbentuksebelum
Undang-Undang Dasarnya ditetapkan. Terlepas dari waktu ditetapkanya, sebelum atau
sesudah suatu negara negara terbentuk, yang jelas fungsi konstitusi itu adalah sebagai
dokumen formal nasional, dasar organisasi negara, dasar pembagian kekuasaan negara, dasar
pembatasan dan pengendalian kekuasaan pemerintah, penjamin kepastian hukum dalam
praktek penyelenggara negara, pengaturan lembaga-lembaga, dan pengaturan pemerintah.

6
6. Jenis-Jenis Konstitusi

1. Konstitusi Tertulis

Konstitusi tertulis (dokumentary constiutution / writen constitution) adalah aturan –

aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan tata negara, demikian juga aturan dasar

lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam persekutuan hukum negara.

2. Konstitusi tidak Tertulis

Convensi atau konstitusi yang tidak tertulis yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan

terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis.

Sifat-sifat :

 Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek


penyelenggaraan Negara.
 Tak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar.
 Diterima oleh seluruh rakyat/masyarakat.
 Bersifat sebagai pelengkap sehingga memungkinkan bahwa convensi bisa menjadi
aturan-aturan dasar yang tidak tercantum dalam UUD 1945.

7. Sifat-sifat Konstitusi

1. Fleksibel

Konstitusi negara memiliki sifat fleksibel/luwes apabila konstitusi itu memungkinkan


adanya perkembangan sewaktu-waktu seiring perkembangan zaman atau dinamika
masyarakatnya.

2. Rigit atau Kaku

Konstitusi negara dikatakan rigit atau kaku apabila konstitusi itu sulit untuk diubah.

7
8. Peranan Konstitusi dalam Kehidupan Bernegara

Pada umumnya hokum (Konstitusi) bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk
keselamatan masyarakat yang penuh dengan bebagai konflik antara berbagai kepentingan
yang ada di tengah masyarakat. Tujuan dari hukum tata negara pada dasarnya sama dan
karena sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar.

Tujuan dari konstitusi hampir sama dengan hukum, namun tujuannya lebih terkait
dengan berbagai hal, diantaranya adalah sebagai berikut :

o lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-


masing,
o hubungan antar lembaga negara,
o hubungan antar lembaga negara (pemerintah) dengan warga negara (rakyat),
o adanya jaminan atas hak asasi manusia,
o hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan zaman.

Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi atau paling
fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau
landasan bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan
prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya
berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan dapat diberlakukan, peraturan-
peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.

Konstitusi menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan


selanjutnya untuk mewujudkan suatu kehendak bersama yang bertujuan untuk menciptakan
suatu kehidupan bernegara yang dicita-citakan. Sebab dapat dikatakan bahwa konstitusi
adalah sebagai monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.

8
Simpulan

1. Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang
menopang berdirinya suatu negara.
2. Negara dan konstitusi berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk
melaksanakan dasar negara. Bagi bangsa Indonesia, negara dan konstitusi adalah
dwitunggal.
3. Perubahan yang begitu besar menimbulkan implikasi terhadap struktur ketetanegaraan,
yaitu terjadinya perubahan kelembagaan secara mendasar . Implikasi perubahan tidak
hanya terjadi terhadap struktur lembagalembaga negara tetapi juga perubahan terhadap
sistem ketatanegaraan secara keseluruhan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Prof.DR.H.KAELAN,M.S,DRS.H.ACHMADZUBAIDI,M.Si.2007.Pendidikan
Kewarganegaraan.sleman,Yogyakarta:Paradigma
Zulkarnaen dan Beni Ahlmad Saebani, 2012. Hukum Konstitusi. Penerbit Pustaka Setia :
Bandung
Jimly Ashsiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
(Jakarta: Sekrertaris Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal 99-105
Jimly Ashsiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press,
2005), hal 72-73

10

Anda mungkin juga menyukai