Anda di halaman 1dari 9

MODUL 5

HAKIKAT KONSTITUSI DAN KONSTITUSI BAGI KEHIDUPAN BERNEGARA

Dalam hidup bernegara, Anda dapat menemukan beberapa aturan yang mengatur
bagaimana pemerintahan dijalankan. Misalnya, siapa yang menjalankan kekuasaan
pemerintahan dan bagaimana kekuasaan tersebut diperoleh. Anda juga dapat menemukan
adanya beberapa aturan yang sama sekali tidak berhubungan dengan cara-cara pemerintahan
dijalankan. Misalnya, bagaimana aturan mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya dan
bagaimana cara mencari keadilan jika hak dilanggar orang lain. Pada saat Anda menemukan
aturan atau hukum yang berisi ketentuan yang mengatur bagaimana pemerintah dijalankan,
artinya Anda telah menemukan bagian atau isi dari konstitusi.
Pada Bab ini Anda akan mempelajari tentang hakikat konstitusi; urgensi konstitusi
bagi kehidupan bernegara.

1. Hakikat konstitusi
Konsep konstitusi dari segi bahasa atau asal katanya (secara etimologis). Istilah
konstitusi dikenal dalam sejumlah bahasa, misalnya dalam bahasa Prancis dikenal dengan
istilah constituer, dalam Bahasa Inggris digunakan istilah constitution. Istilah Constitution
berasal dari kata bahasa latin: constitutio bermakna a degree, dekrit, permakluman. Dalam
konteks institusi negara, konstitusi bermakna permakluman tertinggi yang menetapkan antara
lain pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan,
kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat
(Marzuki, L. 2010). Selain itu dalam bahasa Belanda digunakan istilah constitutie, dalam
bahasa Jerman dikenal dengan istilah verfassung, sedangkan dalam bahasa Arab digunakan
istilah masyrutiyah (Riyanto, 2009). Constituer (bahasa Prancis) berarti membentuk,
pembentukan. Yang dimaksud dengan membentuk di sini adalah membentuk suatu negara.
Kontitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara atau dengan
kata lain bahwa konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai negara
(Prodjodikoro, 1970), pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu
negara (Lubis, 1976), dan sebagai peraturan dasar mengenai pembentukan negara (Machfud
MD, 2001).
Selanjutnya adalah pengertian konstitusi yang dikemukakan para ahli (pengertian
terminologis).
Lord James Bryce:
“… a constitution as a frame of political society, organized through and by law, that is to
say, one which in law has stablished permanent institutions with recognized function and
definite rights (CF Strong, 1960).
C.F. Strong:
“…. a constitution may be said to be a collection of principles according to which the power
of the government, the rights of governed, and the relations between the two are adjusted
(1960).
Aristoteles:
Constitution variously as a community of interests that the citizen of a state have in common,
as the common way of lving, that a state has chosen, and as in fact the government (Djahiri,
1971.
Pada bagian lain Aristoteles merumuskan:
A constitution is an organization of offices in a city, by which the method of their distribution
is fixed, the souvereign authority is determined, and the nature of the end to be pursued---by
the association and all its members is prescribed (Barker, 1988).
Russell F. Moore:
The oldest and most general usage is purely descriptive, the constitution of a country consist
of its governmental institutions and the rules which control their operation (Simorangkir,
1984).
Bolingbroke:
By constitution, we mean, whenever we speak with propriety and exactness, that assemblage
of laws, institution and customs, derived from certain fixed principles of reason….that
compose the general system, according to which the community had agreed to be governed
(Wheare,1975)
Chamber’s Encyclopedia Volume IV:
Constitution denotes a body of rules which regulates the government of a state or, for that
matter,of anyinstitution or organization.
William H.Harris:
Constitution, fundamental principles of government in a nation, either implied in its laws,
institutions, and customs or embodied in one document or in several (1975).
(Ristekdikti, 2016)
Merujuk pandangan Lord James Bryce yang dimaksud dengan konstitusi adalah suatu
kerangka negara yang diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang menetapkan
lembaga-lembaga yang tetap dengan mengakui fungsi-fungsi dan hak-haknya. Pendek kata
bahwa konstitusi itu menurut pandangannya merupakan kerangka negara yang
diorganisasikan melalui dan dengan hukum, yang menetapkan lembaga-lembaga yang tetap
(permanen), dan yang menetapkan fungsi-fungsi dan hak-hak dari lembaga-lembaga
permanen tersebut. Sehubungan dengan itu C.F. Strong yang menganut paham modern
secara tegas menyamakan pengertian konstitusi dengan undang-undang dasar. Rumusan
yang dikemukakannya adalah konstitusi itu merupakan satu kumpulan asas-asas mengenai
kekuasaan pemerintah, hak-hak yang diperintah, dan hubungan antara keduanya (pemerintah
dan yang diperintah dalam konteks hak-hak asasi manusia). Konstitusi semacam ini dapat
diwujudkan dalam sebuah dokumen yang dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman,
tetapi dapat pula berupa a bundle of separate laws yang diberi otoritas sebagai hukum tata
negara. Rumusan C.F. Strong ini pada dasarnya sama dengan definisi Bolingbroke (Riyanto,
2009).

Sifat dan Fungsi Konstitusi (Undang-Undang Dasar)


Menurut ECS Wade dalam Costitutional Law, bahwa Undang-Undang Dasar
menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas
pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja
badan tersebut. Prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur
dalam Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana
pusat pusat kekuasaan ini bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain dan Undang-
Undang Dasar juga merekam hubungan-hubungan kekuasaan satu sama lain (Budiardjo, M.
1981: 95-96).
Sifat Undang-Undang Dasar adalah singkat dan supel. Maknanya Undang-Undang
Dasar hanya memuat aturan-aturan pokoknya saja. Supel mengandung makna masyarakat itu
selalu berubah dan mengalami perkembangan, maka kita harus menjaga supaya tidak
ketinggalan zaman. Menurut Padmowahyono seluruh kegiatan negara dikelompokkan
menjadi dua macam: 1) Penyelenggaraan kehidupan negara; 2) Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Oleh karena sifatnya tertulis maka Undang-Undang Dasar rumusnya
jelas yaitu merupakan hukum positif yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara
negara dan setiap warga negara. Aturan-aturan pokoknyaharus selalu dikembangkan dan
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Undang- Undang Dasar 1945 dalam tertib hukum
Indonesia merupakan peraturan hokum positif yang tertinggi, disamping sebagai alat kontrol
terhadap norma-norma hukum positif yang lebih rendah dalam hierarkis tertib hukum
Indonesia (Dina.____). Sifat hukum dasar tertulis tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
a. peraturan perundangan yang tertinggi dalam negara,
b. memuat aturan-aturan pokok ketatanegaraan,
c. mengikat hak pada pemerintah, lembaga-lembaga kenegaraan, lembagalembaga
kemasyarakatan, warga negara dan penduduk dimana saja berada,
d. menjadi alat pengontrol dan alat pengecek apakah peraturan hukum dan peraturan
perundang-undangan dibawahnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar,
e. menjadi dasar dan sumber hukum bagi peraturan hukum dan peraturan perundangan
dibawahnya.
Kedua hukum dasar tidak tertulis atau konstitusi tidak tertulis, yaitu konvensi
ketatanegaraan atau kebiasan ketatanegaraan. Konversi merupakan aturan dasar yang timbul
dan terpelihara dalam praktek penyelenggaran negara. Hukum dasar tidak tertulis dapat
timbul dalam praktek penyelenggaran negara meskipun tidak dalam bentuk tertulis
contohnya adalah naskah pidato Presiden tiap tanggal 16 Agustus menjelang pelaksanaan
perayaaan hari kemerdekaan Indonesia. Sifat hukum dasar tidak tertulis adalah :
a. tidak bertentangan dengan isi, arti, dan maksud hukum dasar tertulis,
b. melengkapi, mengisi kekosongan ketentuan yang tidak diatur secara jelas dalam
hukum dasar tertulis,
a. memantapkan pelaksanaan hukum dasar tertulis,
b. terjadi berulangkali dan dapat diterima oleh masyarakat,
c. hanya terjadi pada tingkat nasional,
d. merupakan aturan dasar sebagai komplementasi bagi Undang-Undang Dasar.
Kemudia konstitusi tersebut memiliki fungsi sebagai berikut:
a) Konstitusi berfungsi sebagai landasan kontitusionalisme. Landasan
konstitusionalisme adalah landasan berdasarkan konstitusi, baik konstitusi dalam arti
luas maupun konstitusi dalam arti sempit. Konstitusi dalam arti luas meliputi undang-
undang dasar, undang-undang organik, peraturan perundang-undangan lain, dan
konvensi. Konstitusi dalam arti sempit berupa Undang-Undang Dasar (Astim
Riyanto, 2009).
b) Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa,
sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan
demikian, diharapkan hak-hak warganegara akan lebih terlindungi. Gagasan ini
dinamakan konstitusionalisme, yang oleh Carl Joachim Friedrich dijelaskan sebagai
gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang
diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa
pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan
untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk
memerintah (Thaib dan Hamidi, 1999).
c) Konstitusi berfungsi: (1) membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar
dalam menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya; (2)
memberi suatu rangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat yang dicita-citakan
tahap berikutnya; (3) dijadikan landasan penyelenggaraan negara menurut suatu
sistem ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warga negaranya;
(4) menjamin hak-hak asasi warga negara.
Dengan demikian setiap negara memiliki konstitusi. Walaupun UUD satu negara
berbeda dengan negara lain, kalua diperhatikan secara cermat ada ciri-ciri yang sama, yaitu
biasanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal berikut (Budiardjo, Miriam. 2008:
177):
a) Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislative,
eksekutif, dan yudikatif serta hubungan antara ketiganya. UUD juga memuat bentuk
negara (misalnya federal atau negara kesatuan), beserta pembagian kekuasaan antara
pemerintah federal dan pemerintah negara-negara atau antara pemerintah dan
pemerintah daerah. Selain itu UUD memuat prosedur untuk menyelesaikan masalah
pelanggaran yuridiksi oleh salah satu badan negara atau pemerintah dan sebagainya.
Dalam arti ini UUD mempunyai kedudukan sebagai dokumen legal yang khusus.
b) Hak-hak asasi manusia
c) Prosedur mengubah UUD (amandemen)
d) Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.
e) Merupakan aturan hokum yang tertinggi yang mengikat semua warga negara dan
lembaga negara tanpa terkecuali.
Selain itu J. G. Steenbeek mengemukakan bahwa sebuah konstitusi sekurang-kurangnya
bermuatan hal-hal sebagai berikut (Soemantri, 1987):
a. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara;
b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yg bersifat fundamental; dan
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas kenegaraan yg juga bersifat fundamental.
Selanjutnya K.C. Wheare menegaskan bahwa dalam sebuah negara kesatuan yang perlu
diatur dalam konstitusi pada asasnya hanya tiga masalah pokok berikut (Soemantri,
1987):
a. Struktur umum negara, seperti pengaturan kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif,
dan kekuasaan yudisial.
b. Hubungan dalam garis besar antara kekuasaan-kekuasaan tersebut satu sama lain.
c. Hubungan antara kekuasaan-kekuasaan tersebut dengan rakyat atau warga Negara.
A.A.H. Struycken menyatakan bahwa konstitusi dalam sebuah dokumen formal
berisikan hal-ahal sebagai berikut (Soemantri, 1987):
a. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yg lampau
b. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
c. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun untuk masa yang akan datang
d. Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.
Phillips Hood & Jackson menegaskan bahwa materi muatan konstitusi adalah sebagai
berikut (Asshiddiqie, 2002): “Suatu bentuk aturan, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan
yang menentukan susunan dan kekuasaan organ-organ negara yg mengatur hubungan-
hubungan di antara berbagai organ negara itu satu sama lain, serta hubungan organ-
organ negara itu dengan warga negara.”
2. Urgensi Konstitusi Bagi Kehidupan Bernegara
Untuk mengetahui urgensi konstitusi bagi kehidupan bernegara perlu memulainya
dari penelusuran historis dengan memahami pandangan Thomas Hobbes (1588-1879). Dari
pandangan ini, dapat dipahami, mengapa manusia dalam bernegara membutuhkan konstitusi.
Menurut Hobbes, manusia pada “status naturalis” bagaikan serigala. Hingga timbul adagium
homo homini lupus (man is a wolf to [his fellow] man), artinya yang kuat mengalahkan yang
lemah. Lalu timbul pandangan bellum omnium contra omnes (perang semua lawan semua).
Hidup dalam suasana demikian pada akhirnya menyadarkan manusia untuk membuat
perjanjian antara sesama manusia, yang dikenal dengan istilah factum unionis. Selanjutnya
timbul perjanjian rakyat menyerahkan kekuasaannya kepada penguasa untuk menjaga
perjanjian rakyat yang dikenal dengan istilah factum subjectionis.
Dalam bukunya yang berjudul Leviathan (1651) ia mengajukan suatu argumentasi
tentang kewajiban politik yang disebut kontrak sosial yang mengimplikasikan pengalihan
kedaulatan kepada primus inter pares yang kemudian berkuasa secara mutlak (absolut).
Primus inter pares adalah yang utama di antara sekawanan (kumpulan) atau orang terpenting
dan menonjol di antara orang yang derajatnya sama. Negara dalam pandangan Hobbes
cenderung seperti monster Leviathan. Pemikiran Hobbes tak lepas dari pengaruh kondisi
zamannya (zeitgeistnya) sehingga ia cenderung membela monarkhi absolut (kerajaan mutlak)
dengan konsep divine right yang menyatakan bahwa penguasa di bumi merupakan pilihan
Tuhan sehingga ia memiliki otoritas tidak tertandingi. Pandangan inilah yang mendorong
munculnya raja-raja tiran. Dengan mengatasnamakan primus inter pares dan wakil Tuhan di
bumi mereka berkuasa sewenang-wenang dan menindas rakyat.
Salah satu contoh raja yang berkuasa secara mutlak adalah Louis XIV, raja Perancis
yang dinobatkan pada 14 Mei 1643 dalam usia lima tahun. Ia baru mulai berkuasa penuh
sejak wafatnya menteri utamanya, Jules Cardinal Mazarin pada tahun 1661. Louis XIV
dijuluki sebagai Raja Matahari (Le Roi Soleil) atau Louis yang Agung (Louis le Grand, atau
Le Grand Monarque). Ia memerintah Perancis selama 72 tahun, masa kekuasaan terlama
monarki di Perancis dan bahkan di Eropa.
Louis XIV meningkatkan kekuasaan Perancis di Eropa melalui tiga peperangan besar:
Perang Perancis-Belanda, Perang Aliansi Besar, dan Perang Suksesi Spanyol antara 1701-
1714. Louis XIV berhasil menerapkan absolutisme dan negara terpusat. Ungkapan "L'État,
c'est moi" ("Negara adalah saya") sering dianggap berasal dari dirinya, walaupun ahli sejarah
berpendapat hal ini tak tepat dan kemungkinan besar ditiupkan oleh lawan politiknya sebagai
perwujudan stereotipe absolutisme yang dia anut. Seorang penulis Perancis, Louis de
Rouvroy, bahkan mengaku bahwa ia mendengar Louis XIV berkata sebelum ajalnya: "Je
m'en vais, mais l'État demeurera toujours" ("saya akan pergi, tapi negara akan tetap ada").
Akibat pemerintahannya yang absolut, Louis XIV berkuasa dengan sewenangwenang, hal itu
menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan yang luar biasa pada rakyat. Sepeninggal
dirinya, kekuasaannya yang mutlak dilanjutkan oleh raja-raja berikutnya hingga Louis XVI.
Kekuasaan Louis XVI akhirnya dihentikan dan dia ditangkap pada Revolusi 10 Agustus, dan
akhirnya dihukum dengan Guillotine untuk dakwaan pengkhianatan pada 21 Januari 1793,
di hadapan para penonton yang menyoraki hukumannya. Gagasan untuk membatasi
kekuasaan raja atau dikenal dengan istilah konstitusionalisme yang mengandung arti bahwa
penguasa perlu dibatasi kekuasaannya dan karena itu kekuasaannya harus diperinci secara
tegas, sebenarnya sudah muncul sebelum Louis XVI dihukum dengan Guillotine.
Sejarah tentang perjuangan dan penegakan hak-hak dasar manusia sebagaimana
terumus dalam dokumen-dokumen di atas, berujung pada penyusunan konstitusi negara.
Konstitusi negara di satu sisi dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan penyelenggaran
negara dan di sisi lain untuk menjamin hak-hak dasar warga negara (Ristekdikti, 2016).
Dengan demikian konstitusi sangat penting bagi sebuah negara yang sudah merdeka agar
penyelenggaraan pemerintahannya berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan negara
tersebut.

Referensi
Budiardjo, M., 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Dina. ____. Undang-Undang Dasar 1945. Diktat Pancasila Bab IV. UNY
Mahfud MD, M. 2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi Tentang Interaksi
Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Marzuki, M.L., 2016. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jurnal Konstitusi, 7(4), pp.001-
008.
Projodikoro, Wirjono.2003. Asas Asas Hukum Pidana. Bandung: Refika Aditama.
RISTEKDIKTI, R., 2016. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN untuk Perguruan
Tinggi.
Kartodirdjo, S., 1993. Integral Nasional: Yogyakarta.
Riyanto, A. 2009. Teori Konstitusi. Bandung: Penerbit Yapemdo.

Anda mungkin juga menyukai