Anda di halaman 1dari 17

MAHKAMAH AGUNG

Oleh:
Decequen Putri Setiadi
Kelas

PEMERINTAH PROVINSI
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI
1945
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusunan makalah ini dapat terselesaikan
dengan cukup baik.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari pihak lain, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan. Karena itu, sudah sepantasnya kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami
setiap saat.
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi. Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini
dapat berguna bagi kita semua.

Jakarta, 17 Agustus 1945


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mahkamah Agung............................................................... 3
B. Sejarah Mahkamah Agung.................................................................... 3
C. Tugas Pokok dan Fungsi Mahkamah Agung......................................... 6
D. Wewenang Mahkamah Agung.............................................................. 9
E. Struktur Organisasi Mahkamah Agung................................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................ 12
B. Saran...................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketentuan yang menunjuk ke arah badan Kehakiman yang tertinggi
adalah pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Eksistensi Mahkamah
Agung ditetapkan setelah diundangkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1947
tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung yang
mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947. Undang-Undang No. 7 tahun 1947
kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam
pasal 50 ayat 1 menyebutkan Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan
tertinggi. Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang "Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam
pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan
Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan
kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-
pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang
masing-masing terdiri dari:
1. Peradilan Umum;
2. Peradilan Agama;
3. Peradilan Militer;
4. Peradilan Tata Usaha Negara.
Pembentukan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya memang
diperlukan karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang
mendasar atas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan
pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah
mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan, yaitu antara
lain dengan adanya sistem prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and
balance” sebagai pengganti sistem supremasi parlemen yang berlaku
sebelumnya.

1
2

Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme


untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara
lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat
sederajat, yang kewenangannya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar.
Maka dari itu MA di bentuk agar (the supreme law of the land ) benar-benar
dijalankan atau ditegakkan dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan
sesuai dengan prinsip-prinsip negara Hukum modern, dimana hukumlah yang
menjadi faktor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik suatu bangsa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Mahkamah Agung?
2. Bagaimana sejarah Mahkamah Agung?
3. Apa tugas pokok dan fungsi Mahkamah Agung?
4. Apa wewenang Mahkamah Agung?
5. Bagaimana struktur organisasi Mahkamah Agung?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mahkamah Agung


Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA)
adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan
Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan
lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara.

B. Sejarah Mahkamah Agung


Masa penjajahan Belanda atas bumi pertiwi Indonesia, selain
mempengaruhi roda pemerintahan juga sangat besar pengaruhnya terhadap
Peradilan di Indonesia. Dari masa dijajah oleh Belanda (Mr. Herman Willem
Daendels – Tahun 1807), kemudian oleh Inggris (Mr. Thomas Stanford
Raffles – Tahun 1811 Letnan Jenderal) dan masa kembalinya Pemerintahan
Hindia Belanda (1816-1842). Pada masa penjajahan Belanda Hoogerechtshoof
merupakan Pengadilan Tertinggi dan berkedudukan di Jakarta dengan wilayah
Hukum meliputi seluruh Indonesia. Hoogerechtshoof beranggotakan seorang
Ketua, 2 orang anggota, seorang pokrol Jenderal, 2 orang Advokat Jenderal
dan seorang Panitera dimana perlu dibantu seorang Panitera Muda atau lebih.
Jika perlu Gubernur Jenderal dapat menambah susunan Hoogerechtshoof
dengan seorang Wakil dan seorang atau lebih anggota.
Setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 19 Agustus 1945, Presiden
Soekarno melantik/mengangkat Mr. Dr. R. S. E. Koesoemah Atmadja sebagai
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pertama. Hari
pengangkatan itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Mahkamah Agung,
melalui Surat Keputusan KMA/043/SK/VIII/1999 tentang Penetapan Hari Jadi
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Tanggal 19 Agustus 1945 juga

3
4

merupakan tanggal disahkannya UUD 1945 beserta pembentukan dan


pengangkatan Kabinet Presidensial Pertama di Indonesia. Mahkamah Agung
terus mengalami dinamika sesuai dinamika ketatanegaraan. Antara tahun 1946
sampai dengan 1950 Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibukota
Republik Indonesia. Pada saat itu terdapat dua Lembaga Peradilan Tertinggi di
Indonesia yaitu MPR Hoogerechtshof di Jakarta dengan Mahkamah Agung
Republik Indonesia di Yogyakarta.
Kemudian terjadi kapitulasi Jepang, yang merupakan Badan Tertinggi
disebut Saikoo Hooin yang kemudian dihapus dengan Osamu Seirei (Undang-
Undang No. 2 Tahun 1944). Pada tanggal 1 Januari 1950 Mahkamah Agung
kembali ke Jakarta dan mengambil alih (mengoper) gedung dan personil serta
pekerjaan Hoogerechtschof. Dengan demikian maka para anggota
Hoogerechtschof dan Procureur General meletakkan jabatan masing-masing
dan pekerjaannya diteruskan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia
Serikat (MA-RIS). Dapat dikatakan sejak diangkatnya Mr. Dr. Koesoemah
Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung, secara operasional pelaksanaan
Kekuasaan Kehakiman di bidang Pengadilan Negara Tertinggi adalah sejak
disahkannya Kekuasaan dan Hukum Acara Mahkamah Agung yang ditetapkan
tanggal 9 Mei 1950 dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 tentang
Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Republik
Indonesia.
Dalam kurun waktu tersebut Mahkamah Agung telah dua kali melantik
dan mengambil sumpah Presiden Soekarno, yaitu tanggal 19 Agustus 1945
sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia dan tanggal 27 Desember 1945
sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS). Waktu terus berjalan dan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 sudah harus diganti, maka pada tanggal 17
Desember 1970 lahirlah Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang
ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang Pasal 10 ayat (2)
menyebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi
dalam arti Mahkamah Agung sebagai Badan Pengadilan Kasasi (terakhir) bagi
putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan di bawahnya, yaitu Pengadilan
5

Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding yang meliputi 4 (empat)


Lingkungan Peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, dan Peradilan TUN.
Sejak Tahun 1970 tersebut kedudukan Mahkamah Agung mulai kuat dan
terlebih dengan keluarnya Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung, maka kedudukan Mahkamah Agung sudah mulai mapan,
dalam menjalankan tugas-tugasnya yang mempunyai 5 fungsi, yaitu: fungsi
peradilan, fungsi pengawasan, fungsi pengaturan, fungsi memberi nasihat, dan
fungsi administrasi.
Situasi semakin berkembang dan kebutuhan baik teknis maupun
nonteknis semakin meningkat, Mahkamah Agung harus bisa mengatur
organisasi, administrasi dan keuangan sendiri tidak bergabung dengan
Departemen Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum dan HAM). Waktu
terus berjalan, gagasan agar badan Kehakiman sepenuhnya ditempatkan di
bawah pengorganisasian Mahkamah Agung terpisah dari Kementerian
Kehakiman.
Pada Mei 1998 di Indonesia terjadi perubahan politik yang radikal
dikenal dengan lahirnya Era Reformasi. Konsep Peradilan Satu Atap dapat
diterima yang ditandai dengan lahirnya TAP MPR No. X/MPR/1998 yang
menentukan Kekuasaan Kehakiman bebas dan terpisah dari Kekuasaan
Eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan diundangkannya
Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Undang-Undang tersebut memberi batas waktu lima tahun untuk
pengalihannya sebagaimana tertuang dalam Pasal II ayat (1) yang berbunyi:
“Pengalihan Organisasi, administrasi dan Finansial dilaksanakan
secara bertahap paling lama 5 Tahun sejak Undang-Undang ini
berlaku”
Berawal dari Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 inilah kemudian
konsep Satu Atap dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004
6

tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang


Mahkamah Agung. Pada tanggal 23 Maret 2004 lahirlah Keputusan Presiden
RI No. 21 Tahun 2004 tentang pengalihan organisasi, administrasi dan
finansial dan lingkungan Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, Pengadilan
Agama ke Mahkamah Agung, yang ditindaklanjuti dengan:
1. Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di
lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dari
Departemen Kehakiman dan HAM ke Mahkamah Agung pada tanggal 31
Maret 2004.
2. Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial lingkungan
Peradilan Agama dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung yang
dilaksanakan tanggal 30 Juni 2004.

C. Tugas Pokok dan Fungsi Mahkamah Agung


1. Fungsi Peradilan
a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan
pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam
penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali
menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah
negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
b. Di samping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung
berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan
terakhir.
1) Semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
2) Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34
Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
3) Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan
muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan
peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang
Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
7

c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu
wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan di
bawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari
isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang
lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14
Tahun 1985).
2. Fungsi Pengawasan
a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan
yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan
seksama dan wajar dengan berpedoman pada asas peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan
Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal
10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun
1970).
b. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan:
1) Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan
perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman,
yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan
meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan
teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk
yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
2) Terhadap Penasihat Hukum dan Notaris sepanjang yang
menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah
Agung Nomor 14 Tahun 1985).
3. Fungsi Mengatur
a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan
bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal
8

yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah


Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan
hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
(Pasal 27 Undang-undang No. 14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-
undang No. 14 Tahun 1985).
b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana
dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur
Undang-undang.
4. Fungsi Nasehat
a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-
pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara
lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985).
Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35
Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985). Selanjutnya
Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945
Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk
memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara
selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan
pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada
peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi
petunjuk kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam
rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No. 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
(Pasal 38 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung).
5. Fungsi Administratif
a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud
Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 1970 secara
9

organisatoris, administratif dan finansial sampai saat ini masih berada


di bawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11
(1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah
kekuasaan Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab,
susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-
undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang
No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman).
6. Fungsi Lain-lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2
ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas
dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.

D. Wewenang Mahkamah Agung


1. Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan
pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan
peradilan.
2. Mahkamah Agung menguji peraturan secara materiil terhadap peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang.
3. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di
semua lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman.

E. Struktur Organisasi Mahkamah Agung


Mahkamah Agung terdiri dari Pimpinan Hakim Anggota, Kepaniteraan
Mahkamah Agung, dan Sekretariat Mahkamah Agung. Pimpinan dan hakim
anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung. jumlah hakim agung paling
banyak 60 (enam puluh) orang.
10

1. Pimpinan
Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, 2 (dua) wakil
ketua, dan beberapa orang ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung
terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang non-
yudisial. wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda
perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama, dan ketua muda tata usaha
negara sedangkan wakil ketua bidang non-yudisial membawahi ketua
muda pembinaan dan ketua muda pengawasan. Ketua Mahkamah Agung
dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden.
Pada tanggal 8 Februari 2012, Hatta Ali terpilih menjadi Ketua MA,
menggantikan Harifin A. Tumpa, dengan mendapatkan suara mayoritas
yaitu 28 suara dari 54 hakim agung. Urutan kedua, Ahmad Kamil 15
suara, Abdul Kadir Mappong 5 suara dan M Saleh 3 suara dan Paulus
Effendi Lotulung 1 suara dan suara tidak sah 3 orang.
2. Hakim Anggota
Hakim Anggota Mahkamah Agung adalah Hakim Agung. Pada
Mahkamah Agung terdapat Hakim Agung sebanyak maksimal 60 orang.
Hakim agung dapat berasal dari sistem karier atau sistem non karier. Calon
hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai
hakim agung oleh Presiden. Tugas Hakim Agung adalah Mengadili dan
memutus perkara pada tingkat Kasasi.
3. Kepaniteraan
Kepaniteraan Mahkamah Agung mempunyai tugas melaksanakan
pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi justisial kepada
Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara,
serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung.
Kepaniteraan Mahkamah Agung dipimpin oleh satu orang Panitera dan
dibantu oleh 7 Panitera Muda yakni:
a. Panitera Muda Perdata.
b. Panitera Muda Perdata Khusus.
11

c. Panitera Muda Pidana.


d. Panitera Muda Pidana Khusus.
e. Panitera Muda Perdata Agama.
f. Panitera Muda Pidana Militer.
g. Panitera Muda Tata Usaha Negara.
4. Sekretariat
Sekretariat Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang Sekretaris dan
dibantu oleh 6 unit eselon satu yakni:
a. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum.
b. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.
c. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha
Negara.
d. Badan Pengawasan.
e. Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan
Hukum dan Peradilan.
f. Badan Urusan Administrasi.
5. Pengadilan Tingkat Banding
Pengadilan tingkat banding yang berada di bawah Mahkamah Agung
terdiri:
a. Pengadilan Tinggi.
b. Pengadilan Tinggi Agama.
c. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
d. Pengadilan Militer Utama.
e. Pengadilan Militer Tinggi.
6. Pengadilan Tingkat Pertama
Pengadilan tingkat pertama yang berada di bawah Mahkamah Agung
terdiri:
a. Pengadilan Negeri.
b. Pengadilan Agama.
c. Pengadilan Tata Usaha Negara.
d. Pengadilan Militer.
12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu produk informasi ketatanegaraan yang kita bangun setelah
perubahan pertama (1999), kedua (2000), ketiga (2001), dan keempat (2002),
UUD 1945 adalah dibentuknya MA. Mahkamah agung membawahi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara. Maka
dari itu MA dibentuk agar (the supreme law of the land ) benar-benar
dijalankan atau ditegakkan dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan
sesuai dengan prinsip-prinsip negara Hukum modern, di mana Hukumlah yang
menjadi faktor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik suatu bangsa.

B. Saran
Mengenai Perekrutan Hakim Agung, perlu diatur bahwa seluruh hakim
baik hakim agung maupun hakim konstitusi, pengusulannya harus diusulkan
oleh KY. Dengan demikian seluruh hakim akan diawasi oleh pengawas
eksternal yaitu KY. MA maupun MK tidak perlu membentuk majelis
kehormatan yang bertugas mengawasi perilaku hakim, yang anggotanya
diambil dari lingkungan hakim itu sendiri. Dengan kata lain, ke depan tugas
mengawasi hakim cukup diserahkan ke KY baik hakim, Hakim Agung
Maupun Hakim Konstitusi. Hasil pengawasan KY direkomendasikan kepada
ketua MA maupun MK untuk ditindaklanjuti. Dewan kehormatan di MA
maupun MK bersifat ad hoc saja, dan mereka ada dan bertindak setelah
rekomendasi KY.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://ndar3006. blogspot. co. id/2015/06/makalah-mahkamah-agung. html

https://www. mahkamahagung. go. id/id/tugas-pokok-dan-fungsi

https://id. wikipedia. org/wiki/Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia

http://fendygoo. blogspot. co. id/2015/05/makalah-mahkamah-agung. html

Anda mungkin juga menyukai