Anda di halaman 1dari 10

Peradilan Tata Usaha Negara

Oleh

• Revaldo (4012211113)

Dosen pengampu : Dr. Muhammad Anwar Tanjung, S.H., M.H

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... 1

DAFTAR ISI ....................................................................................................... 2

BAB I PEMBAHASAN ...................................................................................... 3

A. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara ................................................ 3


B. Tugas dan Fungsi PTUN ........................................................................... 3

C. Asas Peradilan TUN .................................................................................. 4

D. Objek Sengketa TUN ................................................................................ 7

E. Kompetensi Absolut dan Kompetensi Relatif peradilan TUN .............. 7

F. Banding Administratif ............................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 8

2
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian PTUN
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah lingkungan peradilan yang
dibentuk dengan tujuan menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum. Secara
umum, PTUN merupakan lembaga hukum di bawah Mahkamah Agung yang
membantu menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara (TUN). Peradilan Tata Usaha
Negara (PTUN) adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Ruang lingkup PTUN meliputi
pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota

Riawan Tjandra mendefinisikan bahwa istilah Peradilan Tata Usaha Negara


dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses atau aktivitas hakim tata usaha negara
yang didukung oleh seluruh fungsionaris pengadilan dalam melaksanakan fungsi
mengadili baik di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara maupun di Mahkamah Agung. Istilah Pengadilan dapat didefinisikan sebagai
lembaga yang melaksanakan peradilan. dilakukan melalui kebijakan berupa
penetapan sedangkan tindakan dapat diartikan sebagai perlakuan secara langsung
oleh pejabat tanpa melalui penetapan.

B. Tugas dan Fungsi PTUN


Tugas PTUN

- Menerima, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha


Negara (TUN).

- Meneruskan sengketa-sengketa Tata Usaha Negara (TUN) ke Pengadilan Tata


Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN)
yang berwenang.

- Peningkatan kualitas dan profesionalisme hakim.

- Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan guna


meningkatkan dan memantapkan martabat dan wibawa aparatur dan lembaga
peradilan.

3
- Memantapkan pemahaman dan pelaksanaan tentang organisasi dan tata kerja
kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara.

- Membina calon hakim dengan memberikan bekal pengetahuan di bidang hukum


dan administrasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar menjadi hakim yang
profesional
Fungsi (Functions)
- Melakukan pembinaan pejabat struktural dan fungsional.
- Memastikan pemahaman dan pelaksanaan tentang organisasi dan tata kerja
kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara.
- Membina calon hakim dengan memberikan bekal pengetahuan di bidang hukum
dan administrasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar menjadi hakim yang
profesional

C. Asas Peradilan PTUN

1. Asas Praduga Rechmatig (vermoeden van rechmatigheid) : Asas ini mengandung


makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap sah/menurut hukum
(rechmatig) sampai ada pembatalannya
2. Asas Pembuktian Bebas : Hakim yang menetapkan beban pembuktian ; Sistem
pembuktian mengarah kepada pembuktian bebas (vrijbewijs) yang terbatas. Menurut
Pasal 107 UU Nomor 51 Tahun 2009 (UU Peradilan TUN hakim dapat menentukan apa
yang harus dibuktikan, beban pembuktian, beserta penilaian pembuktian, tetapi Pasal
100 menentukan secara limitatif mengenai alat-alat bukti yang digunakan.
3. Asas Keaktifan Hakim : Maksudnya adalah untuk menyeimbangkan kedudukan para
pihak dalam sengketa yaitu Tergugat (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara) dan
Penggugat (Orang atau Badan Hukum Perdata) ; Hakim berperan lebih aktif dalam
proses persidangan, guna mencari kebenaran materiil. Keaktifan hakim dapat ditemukan
antara lain dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) butir a dan b, Pasal 80, Pasal 85, Pasal103
ayat (1), Pasal 107 UU Nomor 51 Tahun 2009 (UU Peradilan TUN). Asas keaktifan
hakim secara prinsip memberikan kewenangan yang luas kepada hakim Tata Usaha
Negara dalam proses pemeriksaan sengketa tata usaha negara menyangkut pembagian
beban pembuktian dan penentuan hal-hal yang harus dibuktikan. Konsekuensi dari
keberadaan asas keaktifan hakim adalah dimungkinkannya penerapan asas ultra petita
yang pertama kali dituangkan dalam Putusan MA Nomor : 5K/TUN/1992 tanggal 23
4
Mei 1991, yaitu tindakan hakim menyempurnakan atau melengkapi objek sengketa yang
diajukan para pihak kepadanya. Lebih lanjut dengan mengutip van Buren, Marbun
menyatakan bahwa Hakim administrasi diberikan peran aktif karena hakim tidak
mungkin membiarkan dan mempertahankan tetap berlakunya suatu keputusan
administrasi negara yang nyata keliru dan jelas bertentangan dengan undang-undang
yang berlaku, hanya karena alasan para pihak tidak mempersoalkannya dalam objek
sengketa. Sesuai dengan pasal 63 UU PTUN, sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap
pokok sengketa hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan apakah
gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar atau dilengkapi dengan
pertimbangan (pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui
apakah gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk
melengkapinya. Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para
pihak yang tidak berimbang, sebagaimana inti dari pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal
80 dan Pasal 85 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986
4. Asas Putusan Pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes) : Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara mengikat secara publik, tidak hanya mengikat para pihak
yang bersengketa saja. Hal ini sebagai konsekuensi sifat sengketa tata usaha negara yang
merupakan sengketa hukum publik.
5. Asas Gugatan
Pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan KTUN yang dipersengketakan,
kecualiada kepentingan yang mendesak dari penggugat sebagaimana terdapat pada pasal
67 ayat 1dan ayat 4 huruf a.
6. Asas Kesatuan Beracara
Adalah asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis baik dalam pemeriksaan di
peradilan judex facti, maupun kasasi dengan MA sebagai Puncaknya.
7. Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Bebas
Menurut Pasal b 24 UUD 1945 jo pasal 4 4 UU 14/1970, penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala macam campur tangan kekuasaan yang
lain baik secara langsung dan tidak langsung bermaksud untuk mempengaruhi
keobyektifan putusan peradilan.
8. Asas Sidang Terbuka Untuk Umum
Asas ini membawa konsekuensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapkan dalam siding terbuka untuk umum
(pasal 17 dan pasal 18 UU 14/1970 jo pasal 70 UU PTUN)

5
9. Asas Peradilan Berjenjang

Jenjang peradilan di mulai dari tingkat yang paling bawah yaitu Pengadilan Tata Usaha
Negara (tingkat pertama), kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (banding),
dan puncaknya (Kasasi) adalah Mahkamah Agung, dimungkinkan pula PK (MA).

10. Asas Pembuktian Bebas.

Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan 1865
BW,seperti yang dijelaskan pada pasal 101, yang dibatasi dengan ketentuan Pasal 100.

11. Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)

Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem) dan para pihak mempunyai

kedudukan yang sama.

12. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan ringan

Sebagaimana pasal 4 UU 14/1970, asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat


dan biaya ringan. Sederhana dalam hukum acara, cepat dalam waktu dan murah dalam
biaya.

13. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes)”.

Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan

berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.

14. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan

Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium)”, sengketa administrasi


sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawarah mufakat), jika

belum puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN)

15. Asas Obyektivitas

Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan

diri, apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau

hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau

penasihat hukum atau antara hakim dengan salah seorang hakim atau panitera juga

terdapat hubungan sebagaimana yang di sebutkan di atas, atau hakim atau panitera

tersebut mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung dengan sengketanya,

sebagaimana penjelasan pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN.

6
D. Objek Sengketa TUN

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara
yakni antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara,
baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha
negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 10 UU Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Peradilan Tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara ini berpangkal dari
ditetapkannya suatu keputusan TUN oleh badan atau pejabat TUN. Oleh karena itu, pada
hakikatnya sengketa tata usaha negara adalah sengketa tentang sah atau tidaknya suatu
keputusan TUN yang telah dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara, atau
dengan kata lain dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dapat digugat di hadapan
pengadilan TUN hanyalah badan atau pejabat TUN, selain itu sengketa yang dapat diadili
oleh peradilan tata usaha negara adalah sengketa mengenai sah atau tidaknya suatu
keputusan TUN, bukan sengketa mengenai kepentingan hak.

Objek sengketa terbagi menjadi 2 (dua) yakni objek sengketa yang bersifat positif dan
objek sengketa yang bersifat fiktif, adapun objek sengketa TUN yang bersifat positif ialah
terdiri dari unsur unsur sebagai berikut :
-penetapan tertulis,
-Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara,
-Tindakan hukum tata usaha negara,
-Peraturan perundang-undangan yang berlaku,
-Konkret,
-Individual,
-Final, dan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Kemudian adapun objek sengketa yang bersifat fiktif negatif tersebut diatur dalam
ketentuan pasal 3 UU PTUN yang berbunyi :
1. Apabila badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan
hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan keputusan tata usaha
negara.
2. Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan yang
dimohon.Adapun jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-

7
undangan dimaksud telah lewat. Maka badan atau pejabat tata usaha negara tersebut
dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. Badan atau pejabat tata
usaha negara yang menerima permohonan dianggap telah mengeluarkan keputusan yang
berisi penolakan permohonan tersebut apabila tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat
dan badan atau pejabat tata usaha negara itu bersikap diam, tidak melayani permohonan
yang telah diterimanya.
3. Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat
bulan sejak diterimanya permohonan. Badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.

E. Kompetensi Absolut dan Relatif peradilan PTUN


Kompetensi dalam Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Berikut adalah penjelasan singkat
mengenai kedua jenis kompetensi tersebut :

1. Kompetensi Absolut
- Kompetensi absolut adalah kewenangan suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu
perkara menurut materi atau obyek perkaranya. Dalam hal ini, PTUN memiliki
kewenangan untuk menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama.

2. Kompetensi Relatif
- Kompetensi relatif adalah kewenangan suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu
perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Dalam hal ini, PTUN memiliki kewenangan
untuk menyelesaikan sengketa tata usaha negara di wilayah Kabupaten/Kota.

Dalam praktiknya, kedua jenis kompetensi ini saling berkaitan dan saling melengkapi.
Kompetensi absolut menentukan kewenangan pengadilan dalam menyelesaikan suatu
perkara, sedangkan kompetensi relatif menentukan wilayah hukum pengadilan tersebut.
Dalam hal ini, PTUN memiliki kedua jenis kompetensi tersebut untuk menyelesaikan
sengketa tata usaha negara di tingkat pertama.

8
F. Banding Administratif

Banding administratif merupakan salah satu bentuk upaya administrasi yang dapat
digunakan dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara (TUN) di lingkungan
pemerintah. Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9
Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, banding administratif adalah
prosedur yang ditujukan kepada instansi atasan atau instansi lain dari Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

Prosedur banding administratif ini dapat digunakan apabila penyelesaian sengketa Tata
Usaha Negara dilakukan oleh instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Contohnya adalah
keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) berdasarkan No. 30 Tahun
1980 tentang Disiplin PNS, keputusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pusat (P4P) berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1957, dan keputusan Komisi
Banding Merek berdasarkan PP No. 32 Tahun 1995.

Dalam konteks penyelesaian sengketa TUN, banding administratif merupakan salah satu
langkah yang harus dilalui sebelum sengketa tersebut dapat diajukan ke pengadilan.
Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN
jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Dengan demikian, banding administratif merupakan prosedur yang penting dalam


penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara di lingkungan pemerintah sebelum sengketa
tersebut diajukan ke pengadilan

9
Daftar Pustaka
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5633283/peradilan-tata-usaha-negara-pengertian-
tugas-dan-fungsinya diakses rabu 15 november 2023 jam 20:30 WIB

https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/kumpulandosen/article/download/2121/pdf_423 diakses
rabu 15 november 2023 jam 20:38

https://www.neliti.com/publications/323409/penyelesaian-sengketa-tata-usaha-negara-tun-pada-
peradilan-tata-usaha-negara-ptu diakses rabu 15 november 2023 jam 20:50

https://ptun-palembang.go.id/upload_data/KOMPETENSI%20PTUN.pdf diakses rabu 15


november 2023 jam 21:05

https://jurnalhukumperatun.mahkamahagung.go.id/index.php/peratun/article/download/203/54/3
12 diakses rabu 15 november 2023 jam 21:08

10

Anda mungkin juga menyukai