Berkenaan dengan Peradilan di Indonesia asas-asas dalam hukum acara pada umumnya adalah sebagai berikut : 1. Asas Audi Et Alteram Partem Asas ini merupakan implementasi dari persamaan, dimana hakim tidak boleh membeda-bedakan antara Penggugat dengan Tergugat dan hakim harus bersikap adil terhadap kedua belah pihak. Sebelum memutus hakim harus mendengar para pihak yang bersengketa terlebih dahulu. 2. Asas Kesatuan Beracara Kesatuan beracara karena sistem peradilan yang bertingkat yaitu tingkat pertama, banding dan kasasi. Karena ada tingkatan pengadilan tersebut, maka dalam beracara di pengadilan judex faxtie (pengadilan tingkat pertama dan banding) maupun kasasi pada MA sebagai puncak piramida perdilan di Indonesia terdapat satu kesatuan beracara. Hukum acara merupakan sarana untuk menegakkan hukum materiil yang menggambarkan proses atau prosedur yang dapat ditempuh dalam proses peradilan. 3. Asas Penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman Yang Bebas Merdeka Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 menegaskan : “Kekuasaan Kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”
4. Asas Peradilan Yang Berjenjang
Asas ini dikenal dalam rangka untuk memenuhi tuntutan rasa keadilan dari pencari keadilan (justitia belend). Melalui peradilan berjenjang diharapkan akan dihasilkan putusan yang adil. 5. Asas Sidang terbuka Untuk Umum Pasal 13 ayat 1 UU No. 48 Tahun 2009 menegaskan “Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali UU menentukan lain. Asas tersebut berarti pemeriksaan perkara jalannya persidangan dapat dihadiri, disaksikan dan didengar oleh umum sehingga terkandung adanya transparansi pemeriksaan perkara. Putusan baru sah jika diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan- aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya. Asas hukum yang terdapat dalam Hukum Acara PTUN yaitu : 1. Asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid, praesumptio iustae causa). Dengan asas ini setiap tindakan pemerintahan selalu dianggap rechmatig sampai ada pembatalan (Pasal 67 ayat 1 UU PTUN). 2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat (Pasal 67 ayat 1 dan 4 huruf a). Asas hukum yang terdapat dalam Hukum Acara PTUN yaitu : 3. Asas para pihak harus di dengar (audi et alterum partem). Para pihak mempunyai kedudukan yang sama dan harus diperlakukan secara adil. Hakim tidak dibenarkan hanya memperhatikan alat bukti, keterangan atau penjelasan salah satu pihak saja. 4. Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis baik dalam pemeriksaan di peradilan judex facti, maupun kasasi dengan MA sebagai puncaknya. 5. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala macam campur tangan kekuasaan yang lain baik secara langsung maupun tidak langsung bermaksud untuk mempengaruhi keobyektifan putusan pengadilan. (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 jo Pasal 1 angka 1 UU 48/2009). 6. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan (Pasal 2 ayat 4 UU 48/2009). Sederhana adalah hukum acara yang mudah dipahami dan tidak berbeli-belit. Dengan hukum acara yang mudah dipahami peradilan akan berjalan dalam waktu yang relatif cepat. Dengan demikian, biaya berperkara juga menjadi ringan. 7. Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar yang dilengkapi dengan pertimbangan- pertimbangan (Pasal 62 UU PTUN) 8. Asas sidang terbuka untuk umum. Asas ini membawa konsekuensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (Pasal 13 UU 48/2009 jo Pasal 70 UU PTUN). 9. Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan dimulai dari tingkat yang terbawah yaitu PTUN kemudian PTTUN dan puncaknya adalah MA. 10. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan. Asas ini menempatkan pengadilan sebagai ultimum remedium. 11. Asas obyektivitas. Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri apabila terikat hubungan darah atau semenda sampai derajat ketiga. 12. Asas Dominus Litis Dalam proses persidangan pada PTUN, peranan hakim bersifat aktif (nie lijdelijkeheid van de rechter). Berbeda dengan proses pemeriksaan hukum acara perdata dimana hakim bersifat pasif (lijdelijk). Timbulnya peranan hakim yang aktif dalam proses persidangan dikarenakan hakim dibebani tugas untuk mencari kebenaran materiil.
13. Asas Erga Omnes (Putusan Pengadilan Mengikat Umum)
Sengketa Tata Usaha Negara berada dalam lapangan hukum publik, karena itu putusan dalam sengketa publik bukan saja mengikat mereka yang bersengketa melainkan juga dapat mengikat masyarakat pada umumnya.