PENDAHULUAN
Tradisi berasal dari bahasa Latin traditio yang artinya diteruskan atau kebiasaan.
Tradisi sendiri dari pengertian umum adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama
wilayah yang amat luas dari Sabang sampai Merauke. Berdasarkan data dari Sensus
suku bangsa, belum termasuk suku-suku pedalaman yang sulit dijangkau. Dengan 1.128
suku bangsa dengan masing-masing tradisi yang di setiap suku daerah merupakan bukti
nyata bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan berbagai tradisi dan kebudayaan
semakin mati. Perkembangan teknologi yang semakin maju tidak membantu aset bangsa
ini semakin maju dan semakin berkembang tapi justru tergerus oleh zaman. Para
generasi muda yang tidak sadar akan pentingnya aset bangsa ini. Sungguh menyedihkan
sekali melihat para generasi muda yang tidak tahu menahu tradisi-tradisi yang ada di
Para generasi muda sering berpikir bahwa tradisi hanya akan mengekang mereka,
menolak tradisi berarti mengingkari diri kita dari Indonesia lebih spesifik lagi
1
mengingkari diri kita yang merupakan putra-putri daerah. Ekonomi sosial dan budaya
adalah unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama lain dan tak dapat dipisahkan.
Ekonomi merupakan unsur yang cukup penting, unsur ini merupakan unsur yang
berhubungan dengan keberlangsungan hidup manusia yang dibantu oleh materi. Unsur
ekonomi lebih cenderung ke uang dan mata pencaharian manusia. Sosial adalah unsur
yang selalu ada di masyarakat kemanapun dia pergi, unsur ini cenderung ke hubungan
antar manusia. Nilai sosial akan selalu ada di masyarakat dimanapun kita berada.
Budaya adalah unsur yang sedikit mirip dengan tradisi. Budaya ini adalah cara hidup
dan kebiasaan yang bersifat dinamis yang diturunkan dari generasi satu ke generasi
berikutnya. Unsur-unsur dari budaya selalu bersangkut paut dengan sosial dan ekonomi
ini menunjukan bahwa ketiga unsur ini sangat berkaitan satu sama lain serta saling
Sama seperti ketiga unsur tersebut tradisi dan masyarakat sangat berkaitan satu
sama lain. Tradisi sangat membantu hidup manusia. Tradisi mempunyai daya tarik unik
yang membuat hidup masyarakat lebih teratur dan tidak hidup seenaknya. Nilai-nilai di
dalam tradisi bisa membimbing jalan hidup manusia. Tradisi dan ekonomi sosial budaya
juga sangat berkaitan. Tradisi membawa dampak atau pengaruh ekonomi sosial dan
budaya bagi manusia. Dilihat dari sisi ekonomi tradisi membawa dampak positif bagi
masyarakatnya. Setiap tradisi apapun itu akan membawa kenaikan pada ekonominya.
Dilihat dari sisi sosial yang berkaitan dengan hubungan dengan manusia lain juga tradisi
cukup berperan melalui pergelaran tradisi akan mempengaruhi pola hubungan dengan
manusia lain. Di dalam tradisi terselip nilai-nilai sosial yang akan selalu mempengaruhi
cara bergaul masyarakat di sekitarnya. Dan unsur yang terakhir budaya, antara budaya
dan tradisi sangat berkaitan. Dilihat dari sisi budaya masyarakat akan menjadi tonggak
nilai-nilai budaya yang terdapat di dalam tradisi. Tradisi merupakan hal yang akan
2
selalu melekat di setiap kebiasaan suatu daerah yang berlangsung secara turun menurun.
Tradisi sendiri amat banyak di Indonesia. Jepara adalah salah satu kota di Indonesia
yang terkenal dengan julukan kota ukir, tak hanya itu Jepara memiliki berbagai tradisi,
yang tak asing di telinga kita adalah tradisi perang obor yang dilakukan setiap satu
tahun sekali pada Senin Pahing malam Selasa Pon pada bulan Besar. Obor pada upacara
tradisional ini adalah gulungan atau bendelan 2 (dua) atau 3 (tiga) pelepah kelapa yang
sudah kering dan bagian dalamnya diisi dengan daun pisang kering (Jawa : Klaras ).
Obor yang telah tersedia dinyalakan bersama untuk dimainkan/digunakan sebagai alat
untuk saling menyerang sehingga sering terjadi benturan–benturan obor yang dapat
dengan istilah perang obor Desa Tegal Sambi. Atau sebut saja tradisi jembul tulakan
yang juga dilakukan setiap satu tahun sekali, setiap bulan Apit hari Senin Pahing,
sebagai tanda rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas rizki yang dilimpahkan pada
penduduk Kademangan Tulakan. Dengan memberikan sedekah bumi berupa hasil tani
sebagai wujud syukur. Atau tradisi pesta lomban yang merupakan puncak acara dari
pekan Syawalan yang diselenggarakan pada tanggal 8 Syawal atau 1 minggu setelah
Salah satu dari tradisi yang sangat menarik di Jepara adalah tradisi baratan, tradisi
(kalender Jawa) yang bertepatan dengan malam Nishfu Sya’ban. Kegiatan ini berpusat
Kalinyamat yang cukup kental di masyarakat. Tradisi baratan ini juga pernah
3.654 peserta . Tradisi ini sungguh sarat akan makna yang dalam, dilihat dari ciri khas
3
tradisi ini mulai dari lampion atau impes, puli yang berasal dari bahasa arab afwu lii
yang berarti ampuni aku, dan ketan yang bermakana ngiket setan dan yang merupakan
khas dari Jepara adalah bongko ceblok yang terbuat dari tepung, gula Jawa dan
dibungkus dengan daun pisang. Bisa dilihat di dalam sebuah bongko itu menyerupai
keranda hijau yang dilihat dari segi filosofinya adalah manusia yang berasal dari tubuh
dan darah digambarkan tepung dan gula jawa akan kembali juga ke aslinya yaitu
keranda hijau yang digambarkan melaui daun pisang. Dari semuanya itu bisa dilihat
bahwa tradisi ini sangat sarat akan makna yang mendidik kita.
Tak hanya maknanya, pengaruh tradisi baratan dengan ekonomi sosial budaya
sangat berpengaruh dan berhubungan. Dari sisi ekonomi bisa dilihat setiap diadakannya
tradisi baratan, ekonomi akan berkembang pesat dan pengaruh sosialnya bisa kita lihat
tradisi baratan ini mengajarkan nilai-nilai sosial pada masyarkat sekitar dalam hal ini
masyarakat Desa Kriyan. Sama seperti nilai sosial, nilai budaya yang diajarkan ke
Berbeda dengan tradisi lain terkhusus di Jepara seperti jembul tulakan dan perang
obor, masih sedikit tulisan tentang tradisi baratan. Masih sedikit detail-detail informasi
tentang tradisi baratan, hanya sedikit orang yang benar-benar memahami tradisi ini
sekalipun tradisi baratan ini adalah tradisi yang besar. Namun yang sangat disayangkan
masih banyak masyarakat yang kurang tahu menahu tentang tradisi baratan . Terkadang
ada yang tidak tahu sama sekali. Orang-orang cenderung kurang peduli dengan
keberadaan tradisi ini. Peran Pemerintah Daerah pun minim, dengan realita bahwa
tradisi baratan ini ternyata belum dipatenkan sebagai tradisi Jepara ataupun event wisata
4
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka permasalahan yang kami kaji
Kalinyamatan Jepara?
3. Apa pengaruh tradisi baratan terhadap ekonomi sosial budaya di Desa Kriyan?
melalui tulisan agar generasi muda dapat lebih mengenal tradisi-tradisi yang kita
miliki dan tidak dengan mudah terkontaminasi tradisi luar dengan meninggalkan
budaya daerah yang ada di Jepara dan perlu dilestarikan. Tradisi-tradisi yang
5
berkembang di masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan nasionalisme dan
penelitian sejenis.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
Dan tradisi bisa disebarluaskan dari mulut ke mulut. Hal ini disebut tradisi lisan yang
merupakan bagian dari folklor. Tradisi lisan memiliki rasionalitas sendiri yang berbeda
dengan rasionalitas alam pikir logika modern. Rasionalitas tradisional itu memiliki
berbagai fungsi bagi kehidupan masyarakat. Tradisi lisan yang telah menjadi akar
kebudayaan, tentu menjadi identitas bagi masyarakatnya karena terpengaruh oleh mitos,
legenda, teka-teki atau pesan leluhur yang kental dengan masyarakat asal yang turut
menyebarkan tradisi itu. Sedangkan kebudayaan yang diwujudkan melalui ide atau
gagasan manusia yang diaktifkan atau diolah untuk menjadi sebuah kebudayaan bersifat
abstrak, menuntun atau sebagai pedoman hidup manusia, dimiliki manusia dan
masyarakat serta diwariskan dari leluhur ke generasi penerus. Keunikan yang berbeda
dari setiap tradisi di masing-masing daerah hendaknya lebih bijaksana jika dijaga dan
dilestarikan. Sehingga menjadi kekayaan dan aset daerah yang bernilai seni dan
ini.
Tradisi baratan merupakan tradisi yang berkembang di Desa Kriyan sebagai pusat
kerajaan Ratu Kalinyamat. Tradisi yang umum disebut sebagai bodo bratan di daerah
Kriyan dan sekitarnya ini masih terus berusaha diadakan setiap tahunnya. Tradisi ini
7
juga pernah memberi sumbangsih rekor MURI bagi Kabupaten Jepara untuk pertama
kalinya pada tahun 2004. Dengan memecahkan rekor pawai lampion dengan peserta
terbanyak. Namun sayangnya, tradisi baratan ini belum dipatenkan menjadi event wisata
Event yang rutin dilaksanakan pada malam 15 Nishfu Sya’ban ini dulunya hanya
beberapa tahun belakang. Menurut Kepala Sekolah MA Nuris, Drs. Subkhan, bodo
bratan hanya dilakukan oleh para sesepuh dan tokoh masyarakat di masing-masing
daerah yaitu daerah Kriyan, Margoyoso, Purwogondo, Robayan, Bakalan dan Sendang
hanya dengan berdoa bersama di masjid setempat dengan membaca surat Yasin tiga kali
dan doa Nishfu Sya’ban serta membawa kuliner khas baratan yaitu nasi puli. Ditambah
lagi dengan anak-anak yang menyalakan lampion-lampion yang terbuat dari kertas di
rumah masing-masing. Namun Pemerintah Daerah Jepara mencoba mengemas event ini
lebih meriah.
Dalam KBBI edisi 3 tahun 2001 terbitan balai pustaka filosofi artinya 1.
Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal dan hukumnya. 2. Teori yang mendasari dalam pikiran filosofi sering
dikaitkan dengan falsafah, pengertian falsafah sendiri menurut KBBI edisi 3 tahun 2001
terbitan balai pustaka hal 313 Falsafah adalah anggapan,gagasan,sikap batin yang paling
dasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat;pandangan hidup. Sedang menurut
kamus etimologi bahasa Indonesia hal 73 poin 007 Falsafah adalah hikmah, kebaikan,
pikiran yang mendalam. Jika ditarik dari bahasa, istilah filosofi berasal dari bahasa
8
Yunani : philosophia. 3. Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika dan etimologi.
Jerman, Belanda, dan Perancis; philosophy dalam bahasa Inggris; philosophia dalam
bahasa Latin; dan falsafah dalam bahasa Arab. Secara etimologi, istilah filsafat berasal
dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien
: persahabatan atau cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa secara
harafiah, filosofi dikatakan sebagai studi tentang arti dan berlakunya kepercayaan atau
pengetahuan manusia dengan pemahaman dasar terhadap sisi yang paling dasar dan
universal. Studi ini diteliti dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi
untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta
akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik
secara singkat adalah komunikasi dua arah, artinya dapat terjadi karena adanya sesuatu
yang mendasari.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menelaah dialektik yang terjadi dalam tradisi
baratan. Studi yang akan dibahas mengenai hubungan dengan ekonomi dan sosial
budaya. Pengertian dari sosial budaya secara umum dan singkat dengan memadukan
masing-masing arti adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan
adalah pengaruh yang dapat diukur dari segi ekonomi sesuai dasar ilmu ekonomi yang
meliputi aktivitas sosial manusia yang berhubungan dengan konsumsi, distribusi dan
produksi. Dialektik yang terjadi antara filosofi tradisi baratan dan pengaruhnya terhadap
9
ekonomi dan sosial akan didiskusikan lebih detail setelah membahas filosofi proses
10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada obyek yang
Kabupaten Jepara.
Yang menjadi sumber data dari penelitian ini adalah masyarakat Desa Kriyan yang
terdiri dari:
1. Remaja; diambil dari siswa MA Nurul Islam dan anggota Karang Taruna.
2. Perangkat Desa
3. Tokoh Masyarakat
Angket diberikan kepada remaja yang terdiri dari sebagian siswa Madrasah
Aliyah Nurul Islam yang ada di Desa Kriyan dan anggota Karang Taruna dengan tujuan
11
untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman mereka tentang tradisi baratan yang
berkembang di desanya.
Wawancara dilakukan kepada tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Desa Kriyan dan
para perangkat Desa. Wawancara dilakukan untuk mengetahui upaya masyarakat Desa
Kriyan dalam pelestarian tradisi baratan dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh tradisi
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Tradisi baratan merupakan salah satu tradisi lisan yang merupakan bagian dari
folklor lisan yang didalam tradisi ini terdapat legenda asal-usul desa-desa eks kerajaan
Mantingan. Juga terdapat nyanyian rakyat yang mengiring event arak-arakan. Tong-tong dji
tong-tong jeder adalah bait lagu yang kerap dinyanyikan oleh anak-anak sambil membawa
Banyak versi tentang cerita bagaimana tradisi baratan bermula karena sifat dasar
kebudayaan yang abstrak (tak berbentuk pasti) dan berubah sesuai penuturnya. Namun dari
kirab yang rutin diadakan setiap malam 15 Nishfu Sya’ban, dapat ditarik dari satu cerita
yang mendekati kesesuaian dengan legenda dan cerita yang berkembang di masyarakat. Asal
mula tradisi baratan ini berawal dari peristiwa setelah rombongan Ratu Kalinyamat dan
Sultan Hadlirin pulang dari pendopo ndalem Sunan Kudus dengan membawa rasa kecewa
karena tuntutan peradilan atas terbunuhnya Sunan Prawoto tidak dikabulkan bahkan
Kalinyamat dan Sultan Hadlirin dihadang para Sorengpati atau pembunuh bayaran.
Mereka memaksa Ratu dan Sultan Hadlirin untuk berhenti, namun kebrutalan para
Sorengpati itu luar biasa sadis sehingga mereka mengeroyok Sultan Hadlirin hingga terluka
13
Menemukan tubuh Sultan Hadlirin yang tergolek parah, para abdi menandu
Perjalanan yang dimulai senja hari atau disaat matahari terbenam itu terasa sangat penuh
Ratu Kalinyamat yang menandu tubuh Sultan Hadlirin. Banyak penduduk-penduduk desa
yang keluar dari rumah, masjid, atau musholla sembari membawa damar, semacam thing
atau uplik atau lampu teplok sebagai penerang menyambut arak-arakan. Melihat banyaknya
penduduk yang ikut berduka dan membawa damar sebagai penerangan, maka desa itu
dijuluki Desa Damaran. Luka Sultan Hadlirin sangat parah. Darah segar bercucuran dari
tubuhnnya. Cucuran-cucuran darah, membuat becek atau dalam bahasa Jawa disebut jember
sepanjang jalan ke arah barat. Becek atau jember dari darah Sultan Hadlirin itu merupakan
Sultan Hadlirin dibawa atau ditandu ke arah barat, keadaan lukanya semakin parah
dari sinilah nama Desa Prambatan berawal. Kondisi fisik Sultan Hadlirin semakin kritis,
darah mengalir ke sekitar tubuh. Para abdi dalem berusaha untuk membersihkan darah yang
membasah di sekujur tubuhnya agar bersih, maka sesampainya di sebuah sungai berhenti
sejenak untuk membasuh luka dan darah tersebut. Para abdi dalem terpana setelah darah dan
luka-lukanya dibersihkan karena air sungai berubah menjadi ungu atau dalam bahasa Jawa
disebut wungu sehingga peristiwa itu menjadi nama Desa Kaliwungu yang berarti sungai
Para abdi dalem yang memapah merasa kelelahan dan kepayahan sehingga
sempoyongan saat berjalan, maka disabdanya kelak nanti rejane zaman atau saat ramainya
zaman kelak menjadi Desa Mayong. Diambil dari kata sempoyongan yang berubah menjadi
14
Mayong. Perjalanan terus dilanjutkan, namun cuaca tidak bersahabat, hujan dan angin turun
lebat sehingga abdi dalem yang memapah jasad Sultan Hadlirin terjatuh, dan jasad Sultan
Hadlirin terjatuh disungai dan hanyut menyangkut di kaki sebuah jembatan sehingga disabda
kelak pada saat ramainya zaman akan menjadi Desa Krasak. Berasal bunyi krasak-krasak
yang berasal dari suara air yang terhalang jasad Sultan Hadlirin.
Perjalanan terus dilakukan sampai di istana Kalinyamat dan jasad Sultan Hadlirin
dikebumikan Desa Mantingan Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara. Atas dasar peristiwa
tersebut maka masyarakat desa yang berada di sepanjang jalan Jepara mulai dari Desa
Damaran yang dilalui pertama kali oleh Sultan Hadlirin hingga Desa Krasak, masyarakatnya
setiap tanggal 15 Ruwah mengadakan tradisi baratan. Tradisi ini juga diadakan untuk
memperingati hari jadi desa-desa yang dilewati rombongan Ratu Kalinyamat saat memapah
Sultan Hadlirin.
Keunikan tradisi baratan tak lepas dari akulturasi budaya antara Islam, Hindu, Cina,
dan Jawa. Unsur Islam adalah unsur yang paling melekat dari tradisi ini. Ini didasari oleh
mayoritas warga yang memeluk agama Islam. Unsur Islam dan Jawa dapat dilihat dari
prosesi baratan yang diadakan setiap tanggal 15 Nishfu Sya’ban atau Ruwah dalam bahasa
Jawa berasal dari kata arwah. Artinya pada bulan ini arwah para leluhur yang telah tiada,
kembali ke dunia untuk menemui kerabat yang masih hidup. Oncor atau lampion yang
dinyalakan dan dibawa keliling kampung, disimbolkan sebagai penerang para arwah. Para
warga menyambut baratan dengan berdoa bersama di masjid atau musholla sekitar
bersamaan dengan tradisi makan puli. Puli sendiri disadur dari bahasa arab awful lii yang
15
Kuliner lain yaitu bongko ceblok yang memiliki filosofi sesuai dengan kepercayaan
orang Hindu dimana di dalam bongko ceblok yang terbuat dari gula jawa dan tepung
dibungkus daun pisang memiliki filosofi sebagai siklus kehidupan manusia dan hubungan
antara kekuatan elemen langit (tepung) dan tanah (gula jawa). Ditujukan agar setelah
diadakan tradisi ini bumi akan subur. Unsur Cina, bisa dilihat dari lampion yang digunakan
sebagai alat penerangan saat arak-arakan berlangsung. Sedangkan tradisi membawa lampion
berkeliling, merupakan unsur Hindu dengan kepercayaan mengusir bala’ serta nyanyian
ritmis tong tong dji tong tong jeder yang konon merupakan sebuah mantra. Mengenai makna
dari puli, bongko ceblok dan lampion dibahas pada sub bab simbol-simbol tradisi dan
filosofinya.
yang diboyong oleh para ‘soreng’/ abdi dalem menuju Mantingan serta memperingati hari
jadi memperingati nama desa yang meliputi Desa Damaran, Kaliwungu, Mayong,
Purwogondo, Ngabul, hingga Mantingan. Juga untuk menyucikan diri sebelum datang bulan
Ramadhan karena pada malam Nishfu Sya’ban adalah malam pelaporan catatan perbuatan
Menurut hasil wawancara dengan beberapa narasumber, manfaat tradisi baratan yaitu
sebagai penyucian diri untuk menyambut bulan Ramadhan dan sebagai ungkapan syukur
menyambut Nishfu Sya’ban. Disamping itu, baratan juga dijadikan sebagai hari mengenang
wafatnya Sultan Hadlirin serta sebagai hari jadinya desa-desa di eks-kerajaan Kalinyamat
16
4.4 Simbol-Simbol Tradisi dan Filosofinya
Dalam prosesi tradisi baratan, ada beberapa ciri khas unik dan cerminan akulturasi
budaya Islam, Hindu, dan Cina yang hanya dapat ditemui di bulan Ruwah saat tradisi
baratan berlangsung. Simbol-simbol khas baratan ada beragam bentuk, bukan hanya sekedar
alat pelengkap tapi juga kuliner khas baratan. Pernak-pernik itu bukan hanya sebagai
penyemarak prosesi baratan, namun juga memiliki filosofi disetiap simbolnya. Simbol-
4.4.1 Lampion
Menjadi ikon khas baratan, lampion juga pernah menjadikan tradisi baratan menjadi
tradisi penting yang membawa nama Jepara memecahkan rekor MURI untuk pertama
kalinya pada tahun 2004. Setiap kali tradisi baratan berlangsung, lampion selalu
menyemarakkan tradisi baratan. Bahkan sebulan sebelum tradisi baratan dirayakan, banyak
penjual yang menjajakan lampion-lampion di pinggir jalan terutama sepanjang jalan raya
utama Kudus-Jepara. Frekuensi penjualan lampion sendiri meningkat mendekati hari H dan
mencapai titik penjualan tertinggi pada saat acara prosesi berlangsung. Konsumen yang
mayoritas anak-anak banyak memadati pinggiran jalan dengan melagukan tong-tong dji
Lampion ini adalah salah satu bukti masuknya unsur Cina ke dalam tradisi baratan.
Sebenarnya lampion sendiri bukanlah simbol asli dalam tradisi baratan. Menurut Bapak
17
Lampion diwujudkan sebagai substitusi dari emplik/enthik/uplik yang digunakan para
warga zaman dahulu untuk menyaksikan rombongan Ratu Kalinyamat yang membawa jasad
Sultan Hadlirin menuju Mantingan. Filosofi dari lampion adalah sebagai penerangan untuk
menyambut arwah para leluhur saat datang pada bulan Ruwah. Lampion dibawa keliling
desa sebagai penolak bala’ agar di bulan Ramadhan nanti setan-setan dan jin atau roh jahat
dibelenggu oleh Allah SWT dan tidak mengganggu kekhusyukan umat manusia yang sedang
4.4.2.1 Puli
Puli terbuat dari bahan beras, ketan dan bleng yaitu campuran garam mineral
tradisional Jawa seperti karak dan gender. Proses pembuatannya yaitu dengan
cara dikukus kemudian ditumbuk halus dan dimakan dengan kelapa parut yang
dibakar atau tanpa dibakar. Kata puli konon berasal dari bahasa Arab yaitu afwu
lii, yang berarti maafkanlah aku. Filosofi dari puli ini dimaksudkan untuk
memberi tauladan bagi setiap manusia, supaya sadar diri dan melakukan tobat
Nasuha atau tobat yang sesungguhnya, dengan tidak mengulangi kesalahan dan
dosa yang pernah dilakukannya. Warga Desa Kriyan khususnya para ibu saling
Bahan pembuatan bongko ceblok terdiri dari tepung beras, garam, santan, dan
gula jawa. Proses pembuatannya dengan mencampur semua kecuali gula jawa,
18
lalu diuleni sampai kesat kemudian dimasukan kedalam daun pisang,
Filosofi dari bongko ceblok menyimbolkan siklus hidup manusia dari mulai
diberi nyawa hingga kembali ke sang pencipta. Secara detail filosofinya berupa,
tepung beras yang berwarna putih diambarkan sebagai tubuh manusia, gula jawa
digambarkan sebagai rah atau darah, dalam arti keseluruhan adalah tubuh
manusia di cebloke atau ditaruh roh manusia yang fitrah, kemudian bungkus
Uniknya semua benda penyemarak baratan bermuara pada penghormatan para arwah
leluhur, lampion atau oncor yang mengelilingi kampung atau ditempatkan di depan rumah,
bermakna bahwa ada cahaya untuk menyambut arwah yang datang pada malam 15 Nishfu
Sya’ban. Termasuk di dalamnya kuliner bongko ceblok dan puli yang telah dijabarkan
diatas, berkaitan erat dengan tradisi Jawa dan unsur Hindu sebagai pemujaan pada arwah
Baratan ditujukan sebagai bentuk ekspresi rasa syukur dalam menyambut Nishfu
Sya’ban. Dalam kepercayaan Islam, tanggal 15 Sya’ban atau yang biasa dikenal sebagai
malam pelaporan catatan amal perbuatan manusia selama satu tahun. Dipercaya bahwa
malam itu juga ada pergantian buku catatan amal perbuatan manusia untuk ditutup dan
diganti dengan yang baru. Terlepas dari makna Nishfu Sya’ban, kata baratan juga
mengandung arti yang selaras. Yaitu baratan berasal dari bahasa Arab Baro’atan yang
berarti bubaran atau selesai. Tersebut menyiratkan arti bahwa manusia yang telah
19
menyelesaikan tugasnya dalam mematuhi perintah syariat agama dan menjauhi larangan-
larangan Allah SWT. Untuk itu, masyarakat mengisi dengan banyak doa, salat sunah
awwabin atau salat tasbih, pembacaan surat Yasin, salawatan, dan doa Nishfu Sya’ban.
maghrib bersama, umat Islam setempat tidak langsung pulang. Mereka berdoa bersama,
membaca surat Yasin dan dilanjutkan salat Isya’ berjamaah. Kemudian memanjatkan doa
Nishfu Sya’ban yang dipimpin oleh ulama atau kyai setempat. Setelah itu, warga makan
bersama-sama atau disebut bancaan dengan menikmati nasi puli yang terbuat dari bahan
beras dan ketan yang ditumbuk halus dan dimakan dengan kelapa yang dibakar atau tanpa
dibakar. Dan sehabis ritual tersebut, warga melaksanakan pawai keliling kampung dengan
menenteng lampu lampion yang terbuat dari kertas transparan agar bisa tembus cahaya saat
dinyalakan lilin didalamnya pada malam hari serta dikemas dengan berbagai macam bentuk
variasi sebagai ungkapan syiar dan rasa syukur. Pada tradisi Jawa, sebagian masyarakat juga
menyalakan obor, empluk, ataupun impes di rumah, sebagai simbol pencerahan atau
mengambil kisah dan riwayat yang ada di masyarakat guna pelestarian budaya setempat.
Tradisi baratan juga diperingati untuk mengenang wafatnya Sultan Hadlirin, suami
dari Ratu Kalinyamat yang terbunuh dalam perangnya melawan Aryo Penangsang di Kudus.
Dimana pada waktu itu bertepatan pula dengan malam Nishfu Sya’ban. Peristiwa tersebut
dijadikan sebagai momentum pemberian nama-nama desa yang dilalui oleh jasad Sultan
Hadlirin mulai dari Desa Damaran sampai Desa Krasak yang diberi nama berdasarkan
20
bersama dengan hidangannya yaitu nasi ambengan dan dilengkapi dengan juwadah puli
Tidak salah jika dalam memeriahkan baratan juga disajikan aksi teatrikal Ratu
Kalinyamat sebagai simbol dari riwayat yang konon berhubungan dengan Nishfu Sya’ban.
Tradisi baratan sudah ada sejak masa pemerintahan Ratu Kalinyamat di Jepara. Pada
saat itu pusat kerajaan berada di Desa Kriyan dan pusat kota berada di Desa Kriyan sampai
Desa Mantingan. Dahulu, warga Desa Kriyan dan sekitarnya membuat kriya umplung,
sejenis penerangan yang terbuat dari tanah liat yang diproduksi oleh sebagian besar warga
Mayong sebagai hiasan penerangan rumah. Sebab, belum banyak desa yang teraliri listrik.
Umplung dibuat sebagai penambah semarak selain lampion. Biasanya warga membuat
tempat umplung, sebab umplung yang mereka punya sangatlah banyak jumlahnya.
sekitar. Dan anak-anak bebas bermain tanpa harus belajar atau melakukan hal yang biasa
memberi hiasan pada lampion, atau membuat lampion dengan bentuk yang beragam atau
juga membuat tempat umplung yang menarik perhatian sehingga anak-anak sangat gembira
saat malam baratan untuk melihat keunikan-keunikan itu. Sebab dahulu masih jarang
ditemukan hiburan seperti zaman sekarang seperti TV, HP, Internet, dan lain-lain.
Kesemarakan dan keistimewaan malam Nishfu Sya’ban itulah yang mendasari nama bodo
bratan oleh warga. Karena suasananya penuh sukacita seperti suasana bodo / lebaran.
21
Pada masa Ratu Kalinyamat tradisi ini bertujuan untuk menyambut bulan Nishfu
Sya’ban dan mengenang meninggalnya Sultan Hadlirin. Namun seiring berjalannya waktu
terjadi pergeseran pada tradisi ini seperti yang disebutkan diatas terjadi akulturasi budaya
Islam, Jawa, Hindu, dan Cina. Tradisi baratan yang awalnya hanya budaya Islam saja
sekarang mulai berkembang. Tradisi baratan yang awalnya menggunakan uplik, empluk,
obor sekarang bergeser menjadi lampion, impes yang merupakan akulturasi budaya Cina.
Pada tahun 2005 tradisi baratan semakin berkembang dengan adanya arak-arakan figur Ratu
sampai di Kecamatan, dilanjutkan dengan aksi teatrikal dari figur Ratu Kalinyamat beserta
20
15
A
B
10 C
0
Nomor 1 Nomor 2
Gambar 1
22
Berdasarkan gambar 1 (pertanyaan nomor 1 tentang “Apakah saudara paham tentang
tradisi bodo bratan?”). Peneliti berusaha mengetahui sejauh mana siswa mengerti tradisi di
daerahnya. Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 22 siswa menjawab paham,
7 siswa menjawab sangat paham dan hanya 1 siswa yang menjawab tidak paham.
bodo bratan dilestarikan?”). Peneliti berusaha mengetahui sejauh mana kepedulian siswa
terhadap tradisi, terkhusus tradisi daerahnya sendiri. Dari gambar diatas dapat diketahui
bahwa sebanyak 18 siswa menganggap tradisi bodo bratan sangat perlu dilestarikan, 12
siswa memilih perlu dilestarikan dan tidak ada siswa yang menganggap tidak perlu
dilestarikan.
Jadi, bisa disimpulkan berdasarkan data diatas bahwa pemahaman tentang tradisi baratan
cukup tinggi dan kepedulian terhadap kelestarian tradisi ini juga sangat tinggi terutama bagi
kalangan pelajar Desa Kriyan. Namun dalam realisasinya, kepedulian warga terhadap tradisi
baratan belum mendapatkan dukungan maksimal oleh pemerintah daerah. Sebab dari tahun
ketahun tradisi baratan kurang semarak karena faktor keterbatasan dana. Padahal secara
ekonomi banyak pengaruh yang dapat diperoleh saat baratan berlangsung. Jika tradisi ini
dipatenkan menjadi event wisata unggulan Kabupaten Jepara, bukan tidak mungkin lebih
banyak pengaruh ekonomi yang didapat dan semakin memperkenalkan kota Jepara ke
daerah luar Jepara bahkan sampai di kancah internasional dengan tradisinya. Menurut
penuturan Bapak Kamal, staf Bidang Pengembangan dan Pengelolaan Pariwisata Kabupaten
Jepara:
“…butuh kepedulian dari masyarakat agar tradisi baratan bisa menjadi tradisi yang
diunggulkan di Kabupaten Jepara. Tentu saja hal itu dimulai dari generasi yang
paling muda yaitu pelajar.”
23
Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut pada pengaruh ekonomi dan sosial budaya tradisi
baratan.
16
14
12
10
A
B
8
C
6
0
Nomor 8
Gambar 2
tradisi bodo bratan ?”) dan dapat kita lihat ternyata 16 siswa menjawab bahwa tradisi
baratan bermakna tradisi leluhur yang penuh kemagisan dan bersifat sakral, 14 siswa
menganggap tradisi baratan bermakna tradisi budaya pengingat peristiwa masa lampau dan
tidak ada siswa sebagai responden yang menjawab baratan hanya sebagai hiburan.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa para siswa cukup mengerti dan memahami
tradisi baratan sebagai tradisi daerahnya. Sebagai generasi muda yang ikut andil dalam
pelestarian budaya ternyata para siswa memiliki kepedulian terhadap tradisi baratan ini.
Namun secara khusus para siswa belum mengetahui sepenuhnya pengaruh ekonomi, sosial,
24
4.9 Pengaruh Tradisi Baratan terhadap Ekonomi, Sosial
Budaya Desa Kriyan
18
16
14
12
10
A
B
8
C
6
0
Nomor 8
Gambar 3
bodo bratan ada pengaruh di bidang ekonomi di Desa Kriyan?”) peneliti berusaha mencari
informasi melalui pandangan siswa apakah tradisi baratan berpengaruh bagi Desa Kriyan
dan dapat kita ketahui bahwa 4 siswa menjawab besar pengaruhnya, 23 siswa menjawab ada
tradisi bodo bratan ada pengaruh di bidang sosial budaya di Desa Kriyan?”) dan dapat kita
lihat bahwa 13 siswa menjawab besar pengaruhnya, 15 siswa menjawab ada pengaruhnya
Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang bersifat turun temurun dan dipercaya oleh
masyarakatnya yang dimiliki setiap daerah sebagai ciri khas daerah tersebut menjadi tugas
25
dan kewajiban bagi setiap daerah untuk menjaga kelestarian tradisi yang dimilikinya dan
bahkan dapat mengkaji, mengusahakan, serta mengembangkan tradisi tersebut agar dapat
Tidak hanya sebagai suatu tradisi yang selalu rutin dilakukan setiap tahunnya, namun
kajian dalam tradisi dapat berpengaruh pada income suatu daerah. Apalagi jika adanya suatu
perhatian khusus yang ditujukan untuk mengembangkan suatu tradisi sebagai sebuah
Tradisi baratan yang memeriahkan malam Nishfu Sya’ban ini selalu dinanti-nanti
oleh penduduk sekitar Kecamatan Kalinyamatan. Jalanpun tak luput dari jutaan manusia.
bagi para pembuat lampion. Dalam semalam mereka dapat meraup keuntungan berkali-kali
lipat dari hari sebelum perayaan baratan. Namun amat disayangkan oleh para pembuat
lampion bahwa pada hari-hari diluar bulan Ruwah lampion tidak terlalu diminati
pembelinya.
Seperti penuturan bapak Thabroni, guru sejarah SMA Islam Jepara, yang juga
mengungkapkan bahwa :
‘’….sangat banyak pengaruh ekonomi dari tradisi baratan apalagi jika tradisi baratan
dapat dijadikan event wisata unggulan sehingga dapat menarik para turis
mancanegara. ‘’
Rekor MURI pertama Jepara diraih pada tahun 2004 dalam perayaan baratan sebagai arak-
arakan lampion terpanjang. Tidak hanya dapat menjadi suatu kebanggaan, tapi bisa juga
26
Tidak hanya pengaruh ekonomi yang mendominasi dalam tradisi baratan. Tapi sisi
sosial dan budaya juga berpengaruh erat untuk masyarakat. Sebagaimana penjelasan yang
‘’…acara baratan yang dipusatkan di Desa Kriyan ini dikemas dengan prosesi yang
apik dan besar-besaran. Penonton yang membanjiri event yang diadakan tidak hanya
dari masyarakat Desa Kriyan sendiri melainkan ada juga dari luar Desa Kriyan
bahkan para turis mancanegara. Para pengrajin dan pedagang lampion pun tidak
hanya berasal dari Desa Kriyan saja melainkan dari Mayong sampai Kudus pun ada.
Jadi, memang hubungan warga tidak sebatas sesama ‘’wong’’ Kriyan tapi juga
semakin meluas.’’
Jika saja pemerintah daerah lebih memberi perhatian terhadap tradisi baratan dan
menjadikannya sebagai event unggulan Jepara, bukan tidak mungkin tradisi ini menyaingi
event Chiang Mai di Thailand yang sudah terkenal sangat meriah. Dengan mengandalkan
lampion dan antusias warga, serta menambah semarak dengan lebih banyak massa yang
berpartisipasi dalam arak-arakan dan treatikal, maka bukan saja wisatawan domestik yang
akan membanjiri tepi jalan raya, tapi juga wisatawan mancanegara. Sehingga bisa
menambah income dengan menambah fasilitas pelayanan seperti hotel dan pusat souvenir.
27
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa :
2. Pemahaman dan kepedulian masyarakat Kriyan tentang tradisi baratan cukup tinggi.
3. Banyak pengaruh ekonomi, sosial, budaya tradisi baratan tetapi masih banyak
4. Kurangnya perhatian dari Pemerintah Daerah terhadap tradisi baratan dan tradisi ini
5. Pengaruh ekonomi sangat besar jika tradisi baratan dijadikan sebagai event wisata
Mai di Thailand.
5.2 Saran
1. Bagi masyarakat khususnya di desa Kriyan mempunyai kesadaran dengan budaya
sebagai tradisi Jepara untuk menghindari klaim pihak lain yang tidak bertanggung
Jawab dan pemerintah daerah daerah berkenan membuat event tradisi baratan
28
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Hutari,Fandy. 2011. Hiburan Masa lalu dan Tradisi Lokal Kumpulan Esai Seni, Budaya,
dan Sejarah Indonesia. Yogyakarta:Insist Pres.
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://ticjepara.com
http://seputarjeparaku.blogspot.com/2011/07/pesta-baratan.html
http://about-chaironi.blogspot.com/2010/07/pesta-baratan-2010.html
http://www.ticjepara.com/2008/11/pesta-baratan.html
http://primbondonit.blogspot.com/2011/08/legenda-ratu-kalinyamat.html
29
LAMPIRAN 1
ANGKET
Nama :
Profesi :
Pendidikan :
5. Menurut Anda apakah tradisi bodo bratan ada pengaruh di bidang ekonomi di Desa
Kriyan?
a. Tidak ada b. Ada c. Besar pengaruhnya
6. Menurut Anda apakah tradisi bodo bratan ada pengaruh di bidang sosial budaya di
Desa Kriyan?
a.Tidak ada b. Ada c. Besar pengaruhnya
7. Menurut Anda apakah tradisi bodo bratan berhubungan erat dengan persiapan
menjelang bulan puasa?
a. tidak ada b. Ada c. sangat berhubungan
30
LAMPIRAN 2
PERTANYAAN WAWANCARA
1. Apa pengertian dari Baratan ?
2. Apa tujuan diadakannya tradisi Baratan ?
3. Bagaimana prosesi tradisi Baratan ?
4. Kapan tradisi Baratan diadakan ?
5. Mengapa tradisi Baratan harus diadakan ?
6. Apa pengaruh tradisi Baratan terhadap Ekonomi, Sosial Budaya bagi masyarakat
Desa Kriyan ?
7. Menurut Anda apa filosofi dari tradisi Baratan ?
8. Bagaimana upaya yang sudah dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk
melestarikan tradisi Baratan?
31
LAMPIRAN 3
32
Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah MA Nuris
33
Foto Tradisi Baratan
34
35
36