Anda di halaman 1dari 11

Cara Meningkatkan Ketertarikan Masyarakat Indonesia terhadap Tradisi Ujungan

Amiratul Bahraini
Nadzifah
IX A
MTs Sunan Pandanaran
2022/2023
Jl.Kaliurang km 12,5, Candi, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
55582
BAB 1
Pendahuluan

A.Latar Belakang Masalah


Pada abad 21 seperti sekarang ini, kebanyakan masyarakat Indonesia khususnya anak remaja
lebih tertarik kepada hal hal digital seperti sosial media dan lain sebagainya. Sudah cukup jarang
ada yang minat tentang tradisi yang ada di Indonesia, dari 100% hanya sekitar 10% orang yang
berminat.
Sedangkan masyarakat Jawa sampai saat ini masih mempertahankan upacara tradisi-tradisi
dari suku jawa tersebut. Tradisi pada hakikatnya dilakukan untuk mensyukuri,menghormati,dan
meminta pada leluhurnya. Sama halnya dengan masyarakat desa Gumelem kec. Susukan kab.
Banjarnegara mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, memiliki tradisi yang disebut dengan
tradisi Ujungan. Ujungan merupakan Ujungan merupakan tradisi meminta hujan yang berasal dari
Desa Gumelem Kulon, Kab. Banjarnegara.
Ujungan dilakukan oleh dua orang pria yang masing-masing membawa
senjata berupa sebatang rotan dengan panjang kurang lebih 60 centi meter
(cm). Rotan digunakan untuk memukul lawannya dengan sasaran mulai dari pusar kebawah.
Pertarungan dipimpin oleh seorang wasit yang disebut
wlandang. Satu ronde pertarungan disebut satu pajon. Didalam satu pajon
inilah para peraga ujungan bertarung dengan lawannya hingga ada salah satu
yang dinyatakan kalah

Banjarnegara terletak di provinsi Jawa Tengah. Ada beberapa hal yang khas dari
Banjarnegara, salah satunya ialah kuliner Dawet Ayu, minuman perpaduan gula dan santan yang
sangat disukai orang-orang. Selain itu kab. Banjarnegara juga dikenal sebagai kota budaya,kota
wisata, dan pusat kerajinan tangan
Mayoritas masyarakat Desa Gumelem bermata pencaharian sebagai petani, mempunyai
tradisi yang disebut tradisi Ujungan. Ujungan adalah salah satu ritual untuk meminta hujan kepada
Tuhan Sang Penguasa Alam Semesta akan datangnya hujan demi kelestarian
hidup warga masyarakat Gumelem Kulon. Tradisi tersebut sampai saat ini masih dilestarikan
dikarenakan tradisi peninggalan nenek moyang. Uniknya tradisi Ujungan ini terletak pada
saat dua orang peraga yang saling adu pukul menggunakan rotan tujuannya ialah untuk
meminta datangnya hujan
Masyarakat desa Gumelem mempunyai kepercayaan jika tradisi tersebut tidak dilakukan
maka rakyat Gumelem akan mengalami banyak kesulitan hidup. Seperti gagal panen, sumber air
kecil, dll. sehingga tradisi terus dilestarikan. meskipun terus dilestarikan oleh masyarakat setempat,
tapi tetap saja masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui bahwa tradisi tersebut ada
keberadaannya
Memang banyak tradisi yang dikenalkan kepada masyarakat dan terus ditampilkan pada
acara-acara agar tidak hilang seiring berjalannya zaman seperti tari saman dari Aceh, sekaten dari
Jawa dan lain sebagainya. Tapi tetap saja masih ada tradisi yang sudah mulai hilang seperti tradisi
ujungan desa gumelem. Mulai hilang dikarenakan hanya dilakukan masyarakat setempat pada saat
musim kemarau berkepanjangan.

berdasarkan latar belakang masalah diatas peneliti ingin mengkaji bagaimana cara untuk
meningkatkan ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap tradisi Ujungan .Penulis mempunyai cara
agar tradisi Ujungan tidak hilang seiring berjalannya zaman yaitu dengan menceritakan tradisi
ujungan seperti sedang menceritakan cerita rakyat kepada anak anak.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana cara meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap tradisi ujungan ?

2. Bagaimana tradisi ujungan dilaksanakan ?

C. Tujuan
untuk meningkatkan ketertarikan kepada masyarakat tradisi-tradisi yang sudah mulai hilang
salah satunya tradisi ujungan dan mengajarkan norma norma yang terkandung didalamnya

D.Manfaat
- Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan referensi dalam akademik, menambah wawasan dalam pengetahuan

khususnya mengenai tradisi dan budaya Jawa.


2. Bagi peneliti baru, sebagai sumber informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian
sejenis di masa mendatang

- Manfaat Praktis

1. Bagai peneliti sebagai pedoman pengembangan teori terhadap objek penelitian dan
Sebagai bahan menambah wawasan akan budaya dan tradisi-tradisi.

2. Bagi Desa sebagai salah satu cara mempererat tali silaturahmi melalui upacara ritual dan

mengetahui dampak positif dan negatif dari ritual-ritual.


Bab II
Kajian Pustaka

A.Kajian Teori

1.Tradisi

Syam, Nur. (2005 : 16-18) menjelaskan bahwa tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan dari
suatu generasi ke generasi berikutnya secara turun-temurun, mencakup berbagai nilai budaya yang
meliputi adat istiadat, sistem kepercayaan, dan sebagainya, kata tradisi berasal dari bahasa Latin
“tradition” yang berarti diteruskan. Dalam pengertian yang paling sederhana, tradisi diartikan
sebagai sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat.
Sedangkan Mahmud dan Ija Suntana.(2012 : 97) mengutarakan bahwa Tradisi juga berasal
dari bahasa latin trader atau traderer yang secara harfiah berarti mengirimkan,menyerahkan,
memberi untuk dinamakan.
Sementara dalam bahasa Arab tradisi ini dipahami dengan kata turath. Kata turath ini
berasal dari huruf wa ra tha, yang dalam kamus klasik disepadankan dengan kata irth, wirth, dan
mirath. Semuanya merupakan bentuk masdar (verbal noun) yang menunjukkan arti segala yang
diwarisi manusia dari kedua orang tuanya baik berupa harta maupun pangkat atau
keningratan.Al-Jabiri Muhammad Abed, (2000 : 2)
Sedyawati (1981:48) mengatakan bahwa istilah tradisional dapat diartikan segala sesuatu
yang sesuai dengan tradisi, sesuai dengan kerangka pola-pola bentuk maupun penerapan yang selalu
berulang.Istilah tradisi seringkali dikaitkan dengan pengertian kuno atau sesuatu yang bersifat luhur
sebagai warisan nenek moyang. Menurut Shils (dalam Sedyawati, 1981:3-4) arti yang paling dasar
kata tradisi berasal dari kata traditium adalah sesuatu yang diberikan atau diteruskan dari masa lalu
ke masa kini.
Kesenian tradisional atau bisa dikatakan kesenian asli Indonesia terbagi menjadi berpuluh
kesenian daerah yang terdiri dari kesenian tradisional rakyat dan kesenian tradisional klasik.
Kesenian rakyat berkembang secara beragam di desa-desa, sedangkan kesenian klasik berkembang
terutama di pusat-pusat pemerintahan kerajaan di Indonesia. Kesenian tradisional itu pun mungkin
ada dalam bentuk sederhana pada suku bangsa terasing berupa kesenian lokal atau pada daerah
perbatasan (Rohidi, 1987:6).
Sedyawati,Edi.(1981).Pertumbuhan Seni Pertunjukan.ijfl.48
2.Tradisi Ujungan

Di dalam masyarakat Indonesia terdapat beraneka ragam budaya antara lain berupa upacara
tradisional dan adat istiadat yang perlu dilestarikan, karena didalamnya terkandung makna
nilai-nilai luhur yang tinggi yang dapat mempengaruhi masyarakat pendukungnya untuk
berinteraksi secara aktif dan efektif sehingga mampu membina budi pekerti luhur.

Sulistiyo(dalam Khoerunnisa,N.:2020:63) tradisi ini tidak lepas dari cerita rakyat terdahulu
konon katanya, ujungan berawal dari perkelahian petani warga desa Gumelem Kulon dengan desa
Penerusan. Desa Gumelem Kulon dan Penerusan adalah desa agraris. Penduduk desa bersumber
mata pencaharian petani. Penggarapan pertanian di
Gumelem Kulon dan Penerusan berakibat terjadinya bentrok fisik.Suatu hari datanglah musim
kemarau, semula musim kemarau ini dianggap seperti musim kemarau biasa oleh warga namun
pada akhirnya mereka menyadari bahwa musim kemarau ketika itu terlalu panjang atau lama.

Masyarakat mulai resah karena persediaan air bagi sawah mereka menipis. Akhirnya
terjadilah perselisihan, mereka saling memperebutkan air. Perselisihan itu berujung pada
perkelahian dan adu pukul menggunakan daun reside hingga mengeluarkan darah di beberapa
bagian anggota tubuhnya. Salah seorang sesepuh (Ki Demang) desa melerai perselisihan setelah
lama adu pukul dan darah keluar banyak, tiba-tiba terjadi mukjizat langit mendung hawa pun
terasa semakin sejuk hujan turun dengan deras seperti tercurahkan dari langit.

Kemudian sesepuh desa mempunyai ide untuk menyelesaikan perselisihan petani sawah
dalam perebutan air yaitu dengan cara mengadu warga yang memiliki kekuatan fisik prima atau
kekuatan ilmu satu lawan satu sebagai wakil desa masing-masing. Pemenang dari adu pukul
selanjutnya akan berhak mengatur suplai air ke sawah di kedua desa tersebut. Sesuai dengan
kesepakatan bersama maka dilaksanakan pertarungan warga kedua desa tersebut. Pertarungan
dilaksanakan di tengah persawahan.
Masyarakat setempat percaya bahwa semakin banyak darah yang keluar di arena
pertarungan maka hujan akan semakin cepat turun. Semua orang yang ada di tempat pertarungan
menganggap bahwa datangnya hujan adalah puncak atau ujung yang merupakan cara Tuhan
Sang Penguasa Alam Semesta menyelesaikan pertikaian kedua warga desa.

Mereka berpikir bahwa penyebab pertikaian yang terjadi adalah disebabkan oleh kurangnya
air untuk keperluan pengairan sawah dan Tuhan telah memperhatikan umat-Nya yang tengah
dirundung permasalahan dengan menurunkan hujan.
Oleh karena itu tiap-tiap peraga ujungan dalam pertarungannya tidak sekedar
mempertaruhkan kekuatan fisik dan harga diri, melainkan juga melapisi
dirinya dengan kekuatan-kekuatan gaib agar mampu mengalahkan lawan.
Sebelum mengikuti ujungan para peraga terlebih dahulu malakukan berbagai
macam rialat (laku batin dengan cara mengurangi makan dan tidur) seperti
tirakat, puasa, ngrawot, ngebleng, dan mutih. Peristiwa pertarungan antar warga
Gumelem Kulon dan Penerusan ternyata telah memberikan inspirasi bagi penduduk desa
Gumelem Kulon dan Penerusan. Mereka percaya bahwa Tuhan akan segera menurunkan hujan
apabila di tengah musim kemarau dilaksanakan pertarungan antara kedua warga desa. Oleh
karena itu pada musim kemarau di tahun-tahun berikutnya penduduk desa Gumelem
Kulon dan Penerusan selalu mengadakan pertarungan antar kedua warganya yang bertujuan
untuk mendatangkan hujan. Khoerunnisa,N.(2020) 63-65
Khoerunnisa,N.(2020).Makna Filosofis Tradisi Ujungan ( meminta hujan ) di Desa Gumelem Kulon
Kecamatan Susukan.ijfl,1(2),63-65
Kabupaten Banjarnegara sebagaimana dapat disaksikan setahun sekali pada musim
kemarau. Bagi masyarakat di Gumelem Kulon, ujungan tidak sekedar hadir sebagai seni
pertunjukan, melainkan lebih sebagai bentuk upacara ritual yang berkaitan dengan sistem
kepercayaan masyarakat setempat. Ujungan dilaksanakan dengan tujuan untuk memohon kepada
Sang Penguasa Alam Semesta akan datangnya hujan demi kelestarian hidup warga masyarakat
Gumelem Kulon.
Ujungan dilakukan oleh dua orang pria yang masing-masing membawa senjata berupa
sebatang rotan dengan panjang kurang lebih 60 centimeter (cm). Rotan digunakan untuk
memukul lawannya dengan sasaran mulai dari pusar kebawah. Pertarungan dipimpin oleh seorang
wasit yang disebut wlandang. Satu ronde pertarungan disebut satu pajon. Didalam satu pajon
inilah para peraga ujungan bertarung dengan lawannya hingga ada salah satu yang dinyatakan
kalah. Masyarakat setempat percaya bahwa semakin banyak darah yang keluar di arena
pertarungan maka hujan akan semakin cepat turun.
Suatu hal yang menarik dalam penyelenggaraan ujungan di dalamnya
mengandung tiga unsur sekaligus dalam satu waktu, yaitu aktivasi seni,
olahraga beladiri, dan upacara ritual minta hujan. Ujungan adalah aktivasi seni
gerak yang dilakukan di lapangan terbuka dengan peraga berjenis kelamin
pria. Melalui aktivitas ujungan para peraga mengungkapkan pengalaman
estetisnya melalui bentuk-bentuk gerak spontan yang diiringi oleh tepuk
tangan dan sorak penonton yang mengelilinginya arena pertunjukan. Oleh
karena itu ujungan selain sebagai sarana ekspresi estetis juga dapat berfungsi
sebagai sarana aktualisasi diri seseorang di lingkungan sosialnya
Ujungan dapat dikatakan sebagai media ungkap suasana batin masyarakat tentang
keinginan akan turunnya hujan. Tradisi ujungan ini dilaksanakan setahun sekali saat musim
kemarau panjang di tengah persawahan. Dalam proses pelaksanaan ujungan dimulai dengan dua
orang saling adu dengan rotan yang diayunkan ke lawan, rotan yang digunakan terbuat dari batang
pohon reside. Dalam permainan peserta tidak boleh marah ataupun saling dendam saat terkena
sabetan lawan. Bagian yang boleh terkena sabet adalah dari lutut ke bawah sampai mata kaki tidak
boleh dari lutut ke atas sampai kepala.
Jumlah pemain ditentukan oleh ketua adat dan wasit (wlandang) dihitung menurut
perhitungan turun temurun, apabila dilaksanakan di hari kamis dan jumat maksimal 20 ronde
namun apabila dilaksanakannya dihari minggu tidak boleh melebihi 10 ronde.

Pelaksanaan ujungan tidak hanya melakukan aksi saling sabetan satu sama lain tetapi juga
diiringi dengan musik gamelan agar prosesi Ujungan berlangsung lebih meriah dan kian sakral.
Ujungan dimulai saat siang hari pada pukul 13.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, jika
waktu telah habis dan hujan belum juga turun maka dilanjutkan keesokan harinya dengan waktu
mulai dan berakhir yang sama seperti hari sebelumnya.

Setelah masyarakat Desa Gumelem menggelar ritual Ujungan kemudian melaksanakan


shalat Istisqa sesuai dengan ajaran syariat Islam, tempat pelaksanaannya di tengah persawahan
yang sama. Setelah melaksanakan shalat Istisqa jama’ah dilanjutkan ke makam Ki Ageng Giring
untuk ziarah kubur. Menurut bapak H. Mustafa selaku tokoh Agama mengemukakan bahwa tari
sabet Ujungan sah-sah saja dilakukan karena tarian sabet ini adalah khas daerah Gumelem
khususnya, tarian ini sudah dilakukan turun-temurun dari nenek moyang, meskipun dalam Islam
sendiri telah diajarkan shalat Istisqa. Seluruh warga bersama-sama melaksanakan shalat Istisqa
terlebih dahulu. Kemudian Ujungan dilaksanakan, karena ini adalah tradisi yang masih dipercaya
maka sebagian masyarakat masih melaksanakan tradisi Ujungan.

Salah satu tujuan masyarakat melaksanakan tradisi Ujungan adalah menjaga keseimbangan
alam. Dengan meminta air hujan, tanaman-tanaman yang telah layu karena musim kemarau
panjang dapat tumbuh. Khoerunnisa,N.(2020).Makna Filosofis Tradisi Ujungan ( meminta hujan )
di Desa Gumelem Kulon Kecamatan Susukan.ijfl,1(2),61-62

B.Penelitian yang relevan

Penelitian yang berkaitan dengan Tradisi Ujungan di desa Gumelem kulon


pernah diteliti oleh Novita Indah Khoerunnisa,2020 dalam skripsinya yang berjudul “Makna
filosofis tradisi Ujungan (meminta hujan) di desa Gumelem kulon kecamatan Susukan kabupaten
Banjarnegara” Meneliti tentang makna-makna filosofis yang ada dalam tradisi ujungan. Metode
penelitiannya memakai deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian lapangan (field research).
Penentuan subjek penelitian menggunakan
Sedangkan metode pengumpulan data menggunakan wawancara,dokumentasi dan observasi. Teknik
analisa data menggunakan Metode Kualitatif, Metode Fenomenologi,Metode Historis
(Sejarah),Metode Hermeneutik.Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif
dengan jenis penelitian kajian pustaka ( literatur research ).

Ada juga yang diteliti oleh Ariska Kusuma Wardani,2010 dalam skripsinya yang berjudul
“Ujungan Sebagai Sarana Upacara Minta Hujan di Desa Gumelem Kulon,Kecamatan Susukan
Kabupaten Banjarnegara”.meneliti tentang tradisi ujungan sebagai sarana upacara meminta hujan.
Penelitian ini menggunakan kualitatif yang memiliki sifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan
dengan mengadakan observasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan kualitatif.

BAB III
Metode Penelitian

A. Pendekatan Penelitian
Shaleh,Chairul(2008:80) mengemukakan Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu
pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif ialah rangkaian kegiatan
atau proses menjaring informasi dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, dihubungkan
dengan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.
Moleong,lexy J(2007:85) memaparkan Penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasan
sendiri dan berhubungan dengan orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya.
Moleong,Lexy J. (2007).Metodologi Penelitian Kualitatif.ijfl,85

B. Jenis penelitian
Penelitian ini membahas tentang bagaimana cara meningkatkan ketertarikan masyarakat
Indonesia terhadap Tradisi Ujungan .Jenis penelitian yang digunakan yaitu analisis kajian pustaka (
literatur research ) dari beberapa sumber yang relevan.referensi teori yang diterapkan melalui
penelitian studi literatur dijadikan sebagai alat utama untuk memperoleh informasi.Dimana teknik
studi literatur adalah teknik yang menggunakan serangkaian kegiatan mengenai metode
pengumpulan data pustaka,membaca dan mencatat,serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2008:3).
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data pendukung yang bersumber dari literatur
maupun referensi - referensi yang ada. Selain itu dilakukan juga pengumpulan dokumen atau data
yang dianggap penting untuk keperluan penelitian.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan dasar analisis data model Milles dan Huberman
( Sugiyono,2019:321 ) yang terdiri empat tahapan yaitu (1) data collection atau pengumpulan data,
(2) data reduction atau reduksi data, (3) data display atau penyajian data, (4) conclusion drawing
atau verification atau penarikan kesimpulan dan verifikasi
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Metode penelitian diartikan cara
memperoleh data (Arikunto ,2013:192).

C. Lokasi Penelitian
Tempat Penelitian ini dilakukan di MTs Sunan Pandanaran tepatnya berada di Jl. Kaliurang
Km.12, Turen, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada akhir bulan Oktober sampai dengan awal bulan November

BAB IV
Hasil dan Pembahasan
Tujuan meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap tradisi ujungan adalah untuk
memperkenalkan tradisi ujungan kepada masyarakat agar tidak punah seiring berjalannya waktu dan
memperkenalkan tradisi ujungan kepada masyarakat - masyarakat indonesia yang belum
tahu.Adapun metode yang digunakan untuk meningkatkan ketertarikan masyarakat indonesia salah
satunya dengan cara metode
A. Demonstrasi digunakan sebagai pokok pembahasan
1. Demonstrasi
Ujungan dapat dikategorikan olahraga beladiri karena dilakukan dengan
mengandalkan kekuatan fisik dan pada akhir ronde (pajon) dinyatakan siapa
yang menang dan siapa yang kalah. Ujungan merupakan bentuk olahraga
beladiri tradisional yang menampilkan perang tanding satu lawan dengan
dipimpin oleh seorang wlandang. Satu hal yang sangat bernuansa sportif
adalah sekalipun di gelanggang pertarungan masing-masing peraga berusaha
mengalahkan lawan, setelah di luar arena tidak terjadi dendam di antara
mereka.

2. Budaya lokal

Budaya lokal merupakan budaya yang dimiliki daerah tersebut dan berasal dari daerah itu
sendiri. Budaya lokal tidak hanya tradisi saja, Ada beberapa tradisi di Indonesia antara lain
alat musik tradisional, pakaian tradisional,lagu daerah dll
B.metode dengan cara
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian
diartikan cara memperoleh data (Arikunto ,2013:192). Metode penelitian dilakukan dengan teknik
studi literatur, dimana teknik studi literatur adalah teknik yang menggunakan serangkaian kegiatan
mengenai metode pengumpulan data pustaka,membaca dan mencatat,serta mengolah bahan
penelitian (Zed, 2008:3). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data pendukung yang
bersumber dari literatur maupun referensi - referensi yang ada. Selain itu dilakukan juga
pengumpulan dokumen atau data yang dianggap penting untuk keperluan penelitian.
BAB V
PENUTUP

kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ujungan merupakan bentuk pertunjukan yang tersaji melalui adu
manusia di lapangan terbuka dengan bersenjatakan rotan . Di dalam ujungan
selain terkandung tindakan-tindakan estetis, juga tindakan olahraga, bahkan
dalam prakteknya berbentuk olahraga keras yang mengandalkan kekuatan
fisik untuk dapat memenangkan pertarungan dan tindakan ritual minta hujan.
Pelaksanaan ujungan tidak dilaksanakan setiap waktu, melainkan hanya pada
puncak musim kemarau yaitu pada akhir Mangsa Kapat atau awal Mangsa
Kalima (sekitar bulan September atau Oktober). Ujungan biasanya mulai
dilaksankan pertama kali hari Jumat Kliwon yang dianggap sebagai hari baik
bagi masyarakat desa Gumelem Kulon dan sekitarnya.
Sebagai sarana upacara minta hujan, ujungan tidak secara langsung
berbentuk tindakan-tindakan yang mengarah pada ritual-ritual tertentu.
Pelaksanaan ujungan justru lebih dekat dengan semacam kegiatan olahraga
tradisional yang dilaksanakan pada musim kemarau dengan memanfaatkan
lahan yang tidak sedang digunakan untuk menanam tanaman pertanian. Adu
pukul menggunakan rotan di dalam ujungan merupakan tindakan ritual yang
bertujuan untuk mendatangkan hujan. Tindakan fisik saling pukul di dalam
ujungan hanyalah sarana ungkap kegetiran perasaan akibat terjadinya kemarau
panjang yang menyebabkan kekurangan pangan. Pemain ujungan diharapkan terlebih dahulu nglakoni
(mengurangi makan dan tidur dengan cara-cara
tertentu) sebelum maju ke gelanggang pertandingan. Tindakan-tindakan ritual
sebelum pelaksanaan ujungan dianggap memberikan pengaruh-pengaruh
tertentu terhadap cepat atau lambatnya hujan turun.
kesimpulan

Pelaksanaan ujungan memilki aturan-aturan tertentu antara lain : 1)


dipimpin oleh seorang wasit yang disebut wlandang, 2) terdapat botoh sebagai
promotor pertandingan, 3) peraga ujungan memakai kostum (busana) tertentu
untuk melindungi tubuhnya dan sebatang rotan yang disebut ujung sebagai
alat pemukul, 4) peraga ujungan memukul lawannya hanya mulai pusar
sampai ke mata kaki, dan 5) ada laku-laku (tindakan batin) tertentu sebagai
pendukung kelancaran pelaksanaan ujungan.

Daftar Pustaka

http://eprints.stainkudus.ac.id/2440/5/5.%20BAB%20II.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/15132/
https://sia.umpwr.ac.id/ejournal2/index.php/aditya/article/view/1200
http://eprints.stainkudus.ac.id/2440/5/5.%20BAB%20II.pdf
Syam,Nur.(2005). Islam pesisir,ijfl, 16-18
Mahmud dan Ija Suntana.(2012).Antropologi Pendidikan,ijfl, 97

Al-Jabiri, Muhammad Abed. (2000). Post-tradisionalisme Islam, 2


Khoerunnisa,N.(2020).Makna Filosofis Tradisi Ujungan ( meminta hujan ) di Desa Gumelem Kulon
Kecamatan Susukan.ijfl,1(2),61-65
Sedyawati,Edi.(1981).Pertumbuhan Seni Pertunjukan.ijfl.48
Shaleh,Chairul.(2008) Metodologi Penelitian Sebuah Petunjuk Praktis.ijfl, 80
Moleong,Lexy J. (2007).Metodologi Penelitian Kualitatif.ijfl,85

Anda mungkin juga menyukai