Anda di halaman 1dari 15

KEMENTERIAN KEUANGAN

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

TANGERANG SELATAN

MAKALAH
PROYEK PENUGASAN INDIVIDU MATA KULIAH (PPIMK)

Dosen Pengampu:
Muhammad Syahrul Fuady

TRADISI RUWAT BUMI DI DAERAH GUCI KABUPATEN TEGAL

Disusun oleh:
Arthemisia Jasmine Sekar Pertiwi
KBN 3-02 / 03
NPM 3062220007

Ujian Tengah Semester Ganjil Tahun Akademik 2022/2023


Program Studi Diploma III Kebendaharaan Alih Program
Mata Kuliah Budaya Nusantara dan Pengembangan Kepribadian
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1

BAB II STUDI LITERATUR ........................................................................................ 3

BAB III PEMBAHASAN .............................................................................................. 4

3.1 Dinamika Kebudayaan...................................................................................... 4

3.2. Faktor Pendukung dan Penghambat ............................................................... 6

3.3 Alasan Perlunya Pelestarian Tradisi Ruwat Bumi Guci .................................... 7

3.4 Upaya dan Peran Mahasiswa dalam Pelestarian ............................................. 7

BAB IV PENUTUP...................................................................................................... 9

4.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 9

4.2. Saran ............................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 10

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dari Sabang hingga Merauke, Indonesia menyimpan banyak sekali permata

tersembunyi. Bentuk dari permata itu ada berbagai macam jenisnya, entah itu

tempat indah yang tersembunyi di balik batu ataupun tradisi yang tidak banyak

orang tahu. Julukannya sebagai heaven on earth terbukti karena Indonesia

mempunyai ribuan destinasi wisata yang menarik ditemani dengan kebudayaan-

kebudayaannya yang unik. Salah satu dari sekian ribu kebudayaan yang menjadi

andalan Indonesia adalah kebudayaan di Jawa Tengah. Provinsi Jawa Tengah

mempunyai 29 Kabupaten dan 6 Kota yang masing-masing mempunyai

kebudayaan yang berbeda sesuai dengan adat istiadat masyarakat setempat.

Diantara 29 kabupaten, ada satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki daerah

pegunungan dan berbatasan dengan Kabupaten Brebes dan Kota Pekalongan

yang bernama Kabupaten Tegal yang memiliki banyak kebudayaan yang unik,

sebut saja Tradisi Mutih pada Calon Pengantin Perempuan dimana sang pengantin

hanya diperbolehkan makan nasi putih dengan tahu yang belum digoreng, Tradisi

Sedekah Laut dimana para warga membuat gunungan sedekah bumi dengan

kepala sapi di puncak gunungannya, Tradisi Ruwat Bumi Guci dimana penduduk

di daerah Guci bersama mengarak gunungan berisi hasil bumi warga sekitar

kemudian memandikan Kambing Kendit (kambing hitam dengan lingkaran putih di

perutnya), serta berbagai tradisi-tradisi lain.

Dari tradisi yang telah disebutkan salah satu yang menarik untuk dibahas adalah

tradisi Ruwat Bumi Guci. Berbeda dengan tradisi mutih dan tradisi sedekah laut

yang hanya ada di daerah Tegal dan sekitarnya, tradisi ruwat bumi ternyata juga

1
dilaksanakan di Subang, Jawa Barat. Menariknya, meski memiliki nama yang

sama, karena mempunyai kebudayaan yang berbeda, tradisi Ruwat Bumi di

Subang dan Tegal mempunyai perbedaan yang besar yaitu terletak pada

keberadaan Kambing Kendhit. Tradisi Ruwat Bumi ini memang dikenal sebagai

tradisi masyarakat Jawa yang dipercayai mempunyai kekuatan sebagai penangkal

kenestapaan. Secara istilah dalam Bahasa Jawa, ruwat atau ngruwat artinya

slametan (Devi, 2020). Bumi artinya tempat manusia hidup, sedangkan menurut

KBBI ruwat artinya pulih kembali, terlepas (bebas) dari nasib buruk yang menimpa,

sehingga jika ditarik kesimpulan Ruwat Bumi memiliki arti membersihkan dan

menyelamatkan dari sengkala atau tolak bala sebagai bentuk rasa syukur kepada

Tuhan Yang Maha Esa.

2
BAB II
STUDI LITERATUR

(Ulhaq & Rahmayanti, 2020) mengungkapkan bahwa Studi Literatur adalah metode

yang sistematis, jelas dan dapat direproduksi untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,

dan merangkum makalah, temuan penelitian, dan keluaran reflektif yang telah

dihasilkan oleh para peneliti dan praktisi. Dengan begitu dalam studi literatur perlu

adanya kajian pustaka dan penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara lain:

1. Pada Jurnal Ritual Numbal Dalam Upacara Ruwatan Bumi Di Kampung

Banceuy-Subang, upacara ruwatan bumi dipercayai oleh masyarakat

Kampung Banceuy di Subang adalah bentuk meminta perlidungan kepada

leluhur agar terhindar dai bencana dan bala. Keyakinan mereka terhadap

leluhur sangatlah kuat dan melekat sampai di titik mereka meyakini jika tidak

dilaksanakan maka akan terjadi bencana yang besar sehingga setiap tahun

upara ruwat bumi selalu diadakan. (Umaya, Cahya, & Setyobudi, 2019)

2. Pada Jurnal Upacara Adat Ruwatan bumi Di Kelurahan Winongo Kecamatan

Mangunharjo Kota Madiun (Latar Sejarah, Nilai-Nilai Filosofis, Dan Potensinya

Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal), ruwatan berasal dari kata

ruwat yang artinya bebas, lepas. Ruwatan bumi merupakan serangkaian

prosesi adat yang dilakukan di Kelurahan Winongo Kecamatan Mangunharjo

Kota madiun dengan maksud memberikan sedekah hasil bumi kepada dewa

sebagai upaya agar terhindar dari malapetaka (Abadi & Soebijantoro, 2016)

Pada makalah kali ini, penulis akan berfokus kepada tradisi Ruwat Bumi di Desa

Guci Kabupaten Tegal.

3
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Dinamika Kebudayaan

Menurut KBBI, ruwat artinya pulih kembali sebagai keadaan semula sedangkan

menurut Bahasa Jawa, ruwat berasal dari kata ngaruati yang artinya menjaga

kesialan Dewa Batara sehingga dapat disimpulkan bahwa kebudayaan ruwat

adalah sebuah kebudayaan dimana masyarakat melakukan ritual penyucian agar

keadaan kembali ke kondisi semula (kembali suci). Kebudayaan ruwat bumi tidak

hanya dilakukan oleh masyarakat Desa Guci saja, tapi juga dilakukan oleh

beberapa masyarakat di desa lain seperti di wilayah Karawang, Subang,

Purwakarta, Temanggung, dan daerah lainnya. Hal ini dikarenakan kebudayaan

ruwat bumi diperkenalkan oleh salah satu Walisongo yaitu Sunan Kalijaga yang

menyebarkan Islam di Pulau Jawa melalui media pagelaran wayang kulit.

Gambar 1 Masyarakat berbondong-bondong mengambil gunungan hasil bumi


(Sumber: Jateng Tribunnews.

Berbeda dengan kegiatan ruwat bumi di daerah lain, ruwat bumi di Desa Guci,

Kabupaten Tegal memiliki ciri khasnya sendiri yaitu dengan adanya keberadaan

kambing kendhit atau kambing yang mempunyai bulu hitam dengan lingkaran putih

4
di perutnya (dimaknai sebagai pengikat) dan ayam cemani yang berwarna hitam.

Selain itu, masyarakat Desa Guci memaknai ruwat bumi sebagai salah satu cara

mereka bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh-Nya.

Ritual ruwat bumi Desa Guci diadakan saat menyambut bulan Suro atau bulan

Muharram, dimana masyarakat Jawa yang beragama muslim percaya bahwa bulan

Muharram adalah bulan yang suci sekaligus sebagai peringatan tahun baru Islam.

Ritual dimulai dengan istighozah atau doa bersama terlebih dahulu yang dipimpin

oleh sesepuh baru kemudian dilanjutkan dengan proses memandikan kambing

Gambar 2 Proses Memandikan Kambing Kendhit (Sumber: Kumparan)

kendhit di pancuran 13 oleh para tokoh masyarakat. Lalu kemudian dilakukan

penyembelihan kambing kendhit oleh tetua yang sudah hafal tata cara

penyembelihannya. Ritual kemudian dilanjutkan dengan tayuban atau ronggengan

yaitu tari-tarian yang diiringi gamelan, sesi ini dilakukan sebagai penghormatan

kepada Nyai Gedhe Roro Kidul. Selanjutnya, ada prosesi perebutan gunungan

hasil bumi. Pada tahun 2021 kemarin, keseluruhan ritual Ruwat Bumi hanya

5
dilakukan inti-inti ritualnya saja dan dilaksanakan secara sederhana tanpa

mengundang para wisatawan dikarenakan COVID-19 (Dakot, 2021).

Selain sebagai bentuk rasa syukur, masyarakat Guci memaknai tradisi Ruwat Bumi

juga sebagai ajang bersilaturahmi dan meningkatkan solidaritas (Devi, 2020).

Dengan adanya tradisi ini, masyarakat Guci berharap hanya kebaikan yang datang

ke tanah mereka.

Tradisi Ruwat Bumi Guci sendiri memang sampai saat ini tidak diketahui sejak

kapan muncul maupun siapa yang menciptakan, namun hal itu tidak menghalangi

semangat penduduk Desa Guci untuk terus melestarikan tradisi tersebut.

3.2. Faktor Pendukung dan Penghambat

Dilihat dari sisi dinamika kebudayaan Ruwat Bumi Guci di daerah Tegal, beberapa

faktor pendukung yang mempengaruhi lestarinya tradisi ini, antara lain:

a. Merupakan aset yang perlu dijaga oleh setiap orang, dibuktikan dengan

pemerintah daerah yang secara rutin membantu pelaksanaan tradisi Ruwat

Bumi Guci;

b. Salah satu alat untuk ‘memaksa’ dan mengawasi penduduk lokal agar selalu

patuh terhadap norma;

c. Bentuk rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga akan

mengurangi potensi masyarakat untuk menghapus tradisi tersebut.

Sementara itu, di sisi lain, terdapat beberapa faktor penghambat yang

menyebabkan kurangnya pelestarian tradisi ini, yaitu disebabkan oleh:

a. Arus globalisasi yang sangat cepat sehingga menyebabkan tradisi ruwat bumi

terbilang ketinggalan zaman dan tidak menarik bagi kaum pemuda;

6
b. Banyaknya tokoh agama Islam yang menginformasikan bahwa tradisi tersebut,

terutama dengan banyak dupa dan kemenyan, tidak ada dalam ajaran agama

Islam;

c. Kurang tersebarnya sosialisasi dari pemerintah daerah terkait tradisi ruwat bumi

sehingga masih banyak turis bahkan warga lokal yang tidak mengetahui terkait

keberadaan tradisi ini.

3.3 Alasan Perlunya Pelestarian Tradisi Ruwat Bumi Guci

Dengan beragamnya kebudayan yang ada di Indonesia namun minimnya

sosialisasi terkait kebudayaan—kebudayaan tersebut, tentu saja mengancam

keberadaan banyak tradisi dan adat istiadat yang menjadi ciri khas suatu daerah.

Tentu saja, sebagai penduduk Indonesia yang bangga atas budayanya, kita tidak

boleh berhenti untuk terus melestarikan berbagai tradisi yang ada di Indonesia,

termasuk tradisi Ruwat Bumi Guci yang berada di Tegal.

Adanya Tradisi Ruwat Bumi Guci sendiri merupakan identitas dan ciri khas dari

daerah Kabupaten Tegal, jika identitas tersebut hilang, maka Kabupaten Tegal

dapat kehilangan jati dirinya. Padahal, tradisi tersebut merupakan warisan dari

nenek moyang yang berharga sehingga perlu dilestarikan dan dijaga

keberadaannya. Apalagi tradisi ini adalah bentuk ucapan terima kasih kepada

Tuhan Yang Maha Esa, tentu saja menambah kesakralan pelaksanaannya. Hal-hal

yang telah disebutkan di atas menjadi alasan tradisi Ruwat Bumi Guci perlu

dilestarikan dengan dilakukan setiap setahun sekali.

3.4 Upaya dan Peran Mahasiswa dalam Pelestarian

Seperti yang telah banyak diketahui, kebudayaan dan mahasiswa tidak dapat

dipisahkan. Hal ini karena mahasiswa adalah pewaris generasi yang memiliki

7
pendidikan tinggi sehingga dapat dipastikan mahasiswa memiliki visi,misi, cita-cita

serta tujuan yang terarah untuk membuat negara atau minimal diri sendiri menjadi

lebih baik lagi. Sehingga upaya dan peran mahasiswa dalam pelestarian tradisi

kebudayaan dapat dijabarkan, antara lain:

a. Culture Experience

Mahasiswa wajib terjun langsung di tengah persiapan dan pelaksanaan tradisi

agar bisa menikmati dan mempelajari secara lebih dekat (Yulianingsih, Titisari,

Adam, & Diky, 2018). Dari kedekatan tersebut, akan ada attachment yang

kemudian akan tumbuh menjadi rasa cinta terhadap tradisi ini.

b. Mengenalkan tradisi Ruwat Bumi kepada orang lain

Memperkenalkan keragaman budaya kepada dunia akan menumbuhkan

kebanggaan atas kekayaan budaya yang dimiliki sehingga dari rasa bangga

tersebut, mahasiswa dapat terus menjaga keberadaan tradisi ini.

c. Mempertahankan tradisi Ruwat Bumi sehingga tidak tergerus oleh zaman

Selain terjun langsung dan mempertahankan tradisi, mahasiswa juga diminta

untuk terus mempertahankan dan melestarikan kebudayaan di daerah masing-

masing.

8
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Tradisi Ruwat Bumi adalah bentuk rasa syukur penduduk kepada berkah yang

diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi ini biasanya dilaksanakan setahun

sekali sebagai salah satu cara warga menyambut bulan Sura/Muharram. Dalam

pelaksanaan tradisi tersebut, tradisi Ruwat Bumi dihiasi dengan berbagai hal-hal

yang khas seperti: memandikan kambing kendhit di pancuran 13 kemudian

menyembelihnya sebagai bentuk tolak bala, keberadaan ayam cemani yang

berwarna hitam artinya manusia yang selalu berdosa (hitam) meski sudah

dibersihkan, dan lain-lain. Ritual yang wajib dalam pelaksanaan tradisi ini adalah

memandikan kambing kendhit di pancuran 13, diyakini hal ini dilakukan sebagai

penghormatan kepada leluhur dan sebagai cara menghindari malapetaka.

Sebagai mahasiswa, tradisi ruwat bumi adalah tradisi yang unik karena sangat

menunjukkan nilai-nilai kebudayaan Indonesia. Diharapkan di tengah globalisasi

dan arus infomasi yan cepat ini, para pemuda dapat tetap bersemangat dalam

melestarikannya. Dengan pelestarian kebudayaan ini, menunjukkan rasa syukur

kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkah-Nya kepada hamba-Nya.

4.2. Saran

Pelestarian Tradisi Ruwat Bumi Guci perlu diteruskan secara turun temurun dan

terus dilestarikan khususnya oleh penduduk lokal Kabupaten Tegal. Hal ini perlu

didukung oleh peran pemerintah daerah dalam segi pendanaan dan pemuda

terutama mahasiswa dalam segi publikasi serta sosialisasi sehingga

keberadaannya tidak hanya berhenti pada satu generasi saja dan terus lekang

sepanjang masa.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, I., & Soebijantoro. (2016). Upacara Adat Ruwatan Bumi di Kelurahan Winongo

Kecamatan Mangunharjo Kota Madiun (Latar Sejarah, Nilai-Nilai Filosofis dan

Potensinya sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal). Jurnal Sejarah Dan

Pembelajarannya, 83-85.

Dakot. (2021, Agustus 14). Ruwat Bumi Wisata Guci . (H. Utami, Pewawancara)

Devi, N. I. (2020). Tradisi Ruwat Bumi di Kabupaten Tegal. Semarang: Universitas

Negeri Semarang.

Ulhaq, & Rahmayanti. (2020). Panduan Penulisan Skripsi Literatur Review. Fakultas

Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim Malang, 53(9), 32.

Umaya, R., Cahya, & Setyobudi, I. (2019). Ritual Numbal Dalam Upacara Ruwatan

Bumi Di Kampung Banceuy-Subang. Budaya Etnika, 42-43.

Yulianingsih, T., Titisari, M., Adam, R., & Diky, A. (2018). Peran Mahasiswa Dalam

Melestarikan Kesenian Tradisional Demi Ketahanan Budaya Pada Mahasiswa

S1 Manajemen Universitas Tidar Magelang. Academia.edu, 7.

10
3062220007_Arthemisia Jasmine_Budaya Nusantara
ORIGINALITY REPORT

19 %
SIMILARITY INDEX
18%
INTERNET SOURCES
5%
PUBLICATIONS
5%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1
lib.unnes.ac.id
Internet Source 5%
2
e-journal.unipma.ac.id
Internet Source 2%
3
www.slideshare.net
Internet Source 1%
4
Submitted to iGroup
Student Paper 1%
5
Submitted to Universitas Brawijaya
Student Paper 1%
6
citraalam.id
Internet Source 1%
7
docplayer.info
Internet Source 1%
8
jurnal.isbi.ac.id
Internet Source 1%
9
fbm.isbi.ac.id
Internet Source 1%
10
docobook.com
Internet Source 1%
11
asmuiibnusuradi.blogspot.com
Internet Source 1%
12
widyawati4550.wordpress.com
Internet Source 1%
13
indonesia-sunda.terjemahansunda.com
Internet Source 1%
14
mulpix.com
Internet Source 1%
15
pdfcoffee.com
Internet Source 1%
16
repository.ub.ac.id
Internet Source 1%
17
www.timesindonesia.co.id
Internet Source 1%
18
123dok.com
Internet Source <1 %
19
id.scribd.com
Internet Source <1 %

Exclude quotes Off Exclude matches Off


Exclude bibliography On
3062220007_Arthemisia Jasmine_Budaya Nusantara
PAGE 1

PAGE 2

PAGE 3

PAGE 4

PAGE 5

PAGE 6

PAGE 7

PAGE 8

PAGE 9

PAGE 10

PAGE 11

PAGE 12

Anda mungkin juga menyukai