Anda di halaman 1dari 9

MENGANALIS BUDAYA LOKAL

“TRADISI MAKEPUNG DARI JEMBRANA”


Dosen Pengampu: I Gde Suryawan, S.Sn., M.Sn.,

Disusun Oleh:
Nama : Ni Kadek Ayu Pramudia Cahyani
Absen : 47
Nim : 2211031349
Kelas : A2 Denpasar

UNIVERSITAS HINDU NEGERI I GUSTI BAGUS SUGRIWA DENPASAR


FAKULTAS DHARMA ACARYA
PRODI S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebudayaan sebagai aktivitas manusia yang melibatkan unsur karsa, rasa dan cipta
diibaratkan lingkaran yang tidak mengenal ujung ataupun pangkalnya. Suatu produk budaya
dikatakan merupakan awal, dalam waktu yang singkat bisa menjadi pijakan untuk kegiatan
budaya yang baru lainnya. Hal ini karena kegiatan kebudayaan berhubungan dengan kondisi yang
berhubungan dengan manusia sebagai aktornya maupun alam dan benda sebagai objeknya selalu
berubah atau berkembang. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kabupaten
Jembrana sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Bali mempunyai suatu tradisi unik yang
merupakan budaya lokal dari masyarakat Kabupaten Jembrana. Tradisi tersebut adalah tradisi
balapan kerbau atau yang sering disebut dengan Makepung. Makepung dalam bahasa Indonesia
berarti berkejar-kejaran, dimanna dalam tradisi Makepung ini digunakan dua pasang kerbau yang
saling berkejar-kejaran guna untuk menjadi pemenang. Tradisi ini awalnya muncul dari kegiatan
membajak sawah yang dilakukan secara gotong royong oleh para petani selama musim tanam
di sawah. Dalam kegiatan membajak tersebut digunakan dua ekor kerbau yang menarik bajak
lampit yang ditunggangi oleh seorang joki/sais. Dalam kegiatan gotong royong membajak sawah
tersebut terdapat banyak bajak lampit yang masing-masing dtunggangi oleh seorang joki/sais,
mulailah timbul rasa untuk saling mengadu kekuatan kerbau merka masing-masing. Hal itulah
yang menjadi cikal bakal perlombaan yang dinamakan Makepung. Makepung selalu rutin
dilaksanakan setiap tahunnya, yaitu pada saat para petani selesai panen disawah dan selalu ramai
diikuti oleh peserta dari seluruh wilayah Kabupaten Jembrana. Pelaksanaan Makepung ini
dimulai kisaran bulan Juli sampai Oktober, baik itu berupa latihan, pertandingan persahabatan,
perebutan piala Bupati (Bupati cup), maupun perebutan piala Gubernur (Gubernur cup). Namun
akhir-akhir ini tradisi Makepung dirasakan semakin tenggelam digerus oleh perkembangan jaman,
ini dapat dilihat dari banyaknya jalan-jalan sawah yang dahulunya digunakan untuk tradisi
Makepung kini sudah berubah menjadi jalan yang berbatu dan beraspal, sehingga tidak dapat lagi
dapat digunakan untuk melaksanakan tradisi Makepung. Perhatian Pemerintah Provinsi Bali pun
mulai berkurang terhadap kelangsungan tradisi Makepun g ini. Hal tersebut terlihat dari
pelaksanaan ivent Gubernur cup yang biasanya dilaksanakan setiap tahunnya namun dalam lima
tahun terakhir ini ivent tersebut sudah tidak dilaksanakan lagi. Padahal peran Pemerintah Provinsi
maupun Pemerintah Kabupaten dalam hal ini sangat dibutuhkan agar kelangsungan tradisi
Makepung ini dapat terus dipertahankan kelestariannya. Terlebih tradisi Makepung ini merupakan
warisan dari nenek moyang yang mempunyai nilai-nilai luhur yang harus tetap di
pertahankan keberadaanya.
BAB II
PEMBAHASAN

Sejarah Tradisi Makepung


Tradisi Makepung adalah permainan balapan kerbau yang dilakukan masyarakat petani di
Provinsi Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana. Makepung diperkirakan dimulai sekitar tahun
1920-an. Diawali dengan perlombaan adu cepat cikar pengangkut padi hasil panenan yang
diprakasarai oleh para buruh angkut padi, hal itu kemudian berubah menjadi atraksi pekepungan
yang mendapat sentuhan-sentuhan dan beberapa perubahan dari para tuan tanah menjadi atraksi
makepung seperti yang dikenal sekarang. Pemakaian istilah atraksi didepan kata pekepungan atau
makepung. Menurut Budayawan I Ketut Surung, menandakan bahwa “pekepungan” atau
“makepung” itu bukan sekedar adu cepat atau semacam pacuan kerbau, tetapi merupakan sebuah
rangkaian kegiatan teater sosial yang sangat lengkap diselenggarakan oleh masyarakat tradisional
agraris di Kabupaten Jembrana,Bali. Atraksi pakepungan dimulai sejak para petani turun ke
sawah hingga panen tiba. Masyarakat sepakat bahwa makepung itu adalah bagian dari tradisi
agraris masyarakat petani di Kabupaten Jembrana Bali, yang posisinya hampir sama dan saling
melengkapi dengan keberadaan subak. bahwa untuk beberapa sisi, sekaa makepung ini memiliki
posisi jauh lebih kuat daripada subak. Inilah yang khas dari komunitas petani di Kabupaten
Jembrana, Bali. Subak dikenal sebagai organisasi tradisional yang memiliki otoritas didalam
mengatur air bagi petani dan lahan pertanian. Sementara sekaa makepung lebih menekankan pada
sisi sumber daya produksinya, yaitu bagimana menyiapkan kerbau -kerbau dengan kualitas
unggulan sehingga dapat membajak dengan baik dan cepat di dalam kawasan sawah yang luas.
Didalam makepung atau pakepungan itu adalah sebuah tradisi yang kental dengan sentuhan-
sentuhan agraris.
Dalam tradisi makepung ditemukan laku demokrasi berupa pengambilan keputusan dengan
pendekatan musyawarah mufakat. Didalam Tradisi makepung, masyarakat atau krama diajarkan
bagaimana menjungjung tinggi kejujuran, sportifitas, dan rasa persaudaraan, juga kerja sama.
Tradisi makepung memiliki konsepsi dan filosofi tata kehidupan masyarakat Bali yaitu Tri Hita
Karana. Hubungan manusia dengan tuhan (parahyangan), hubungan manusia dengan sesama
manusia (pawongan), juga hubungan manusia dengan alam lingkungan serta segala isinya
(palemahan). Mulai berkembangnya prakarsa para buruh angkut padi dikawasan Desa Baluk,
Desa Banyubiru, dan Desa Kaliakah untuk mengadakan lomba adu lari cepat cikar pengankut
padi hasil panen itu, rupanya menarik perhatian buruh-buruh angkut padi dikawasan desa lainnya.
Terutama di desa-desa yang tergolong desa tua yang biasanya disebut sebagai Jembrana ( Desa
Dauhwaru, Desa Batuagung, dan Desa Dangin Tukad ). Atas rasa ketertarikan itulah, maka para
buruh angkut padi dari desa diluar Desa Baluk, Banyubiru, dan Kaliakah yang sudah bisa
“ngampik” diantara satu dengan yang lainnya, bersepakat untuk mengadakan lomba yang sama
seperti apa yang dilakukan oleh para buruh tani Desa Baluk, Banyubiru, dan Kaliakah. Dengan
tujuan untuk menjaga kebersamaan dan gairah kerja diantara para buruh angkut padi. Jika
dicermati secara kekiniaan, desa-desa pemrakarsa lomba balap cikar seperti Desa Baluk, Desa
Banyubiru, dan Desa Kaliakah yang wilayahnya terletak disebelah barat sungai ijo gading sebagai
pembatas wilayah Kota Negara yang merupakan Ibu Kota Jembrana dengan nol kilometer di
taman patung dwinda. Didalam perkembangan berikutnya, para penggemar dan komunitas adu
cikar (Makepungpen) membagi diri kedalam dua grup besar yang mereka istilahkan sebagai blok
yaitu blok barat sungai ijo gading, dan blok timur sungai ijo gading yang simpul utamanya mulai
dari tiga desa tua sebagai pemrakarsa yakni Desa Dauhwaru, Desa Batuagung, dan Desa Dangin
Tukad yang kemudian berkembang secara pesat kedesa-desa lainnya seperti Desa Sangkar
Agung, Desa Prancak, dan Desa Air Kuning serta Yeh Kuning.
Seiring berkembangnya tradisi makepung di Kabupaten Jembrana masyakat menjadikan
tradisi ini menjadi sebuah atraksi budaya lain hal nya dengan makepung darat biasanya para petani
seusai panen atau mekajang para petani yang mempunyai cikar atau gerobak membawa padi yang
telah dipanennya dengan berjalan beriringan dengan sepasang kerbau di sebidang lahan
persawahan yang mereka garap yang merupakan milik para tuan tanah dimana mereka meburuh
( bekerja ) sebagai juru angkut padi, dengan jarak tempuh sepanjang Jalan Subak yang biasa
mereka lalui. Sambil bersorak, suasana sore menjelang petang hari, saat buruh angkut
mengantarkan berpikul-pikul padi hasil panen yang diangkut dengan cikar menuju rumah sang
tuan tanah menjadi semarak. Penuh canda tawa, tetapi tetap di dalam suasana bekerja, itulah yang
sebut dengan makepung darat. Dari kegiatan diatas muncullah istilah makepung yang berarti
kejarkejaran. Makepung dulunya diperlombakan, perlombaan tersebut disebut dengan Bupati Cup
dan Gubernur Cup setelah masa jabatan Gubernur Bapak Mangku Pastika event Gubernur Cup
itu dihapuskan karena sudah rutin diadakan dua kali setahun maka Gubernur Cup tersebut diganti
menjadi Jembrana Cup. Masyarakat dahulu menyambut makepung ini dengan berkumpul
bersama dengan sebuah hiburan masyarakat drama, wayang di arena makepung tersebut.
Atraksi Makepung
Atraksi makepung merupakan puncak rangkaian pesta rakyat yang diselenggarakan di sebuah
tempat yang disebut Arean Pakepungan. Selain itu, atraksi makepung juga merupakan puncak
kegembiraan masyarakat agraris di Kabupaten Jembrana sebelum memasuki musim tanam
berikutnya. Lomba yang sebelumnya hanya antar desa dan tetangga, kini lomba diikuti dua
kolompok besar yang merupakan komunitas Pakepungan yang diistilahkan sebagai blok.
Permainan dibagi menjadi dua blok.
1. Properti atraksi Makepung
Kostum yang digunakan para joki adalah bertelanjang dada, memakai kain tapis, tekes kepala
bercorak batik, celana panjang gelap sebatas lutut, serta Sempak Kolong (padang khas
Jembrana) yang terselip di pinggang. Kerbau pepadu atau kerbau yang digunakan dalam
atraksi makepung dihiasi dengan gelung kepala yang disebut rumbing, sejenis mahkota pada
kepala kerbau. Bagian tanduk diisi slongsong tanduk yang berwarna-warni. Pada cikar, pedati
ini diukir dan di cat dengan indah dan mewah. Warna yang digunakan berupa warna-warna
yang mencolok.

2. Aturan atraksi Makepung


Aturan dalam atraksi makepung adalah jalan yang digunakan merupakan jalan tanah berpasir
dengan ukuran panjang satu kilometer, lebar empat meter, dan bentuk jalan huruf 'U'. Garis
start dan garis finish terdapat pada satu tempat. Pada garis ini terdapat tiga orang, yaitu dua
orang sebagai juri garis dan satu orang sebagai pengibar bendera sebagai pemenang atau drow.
Aturan mainnya, kerbau pepadu penarik pedati ditempatkan berurutan ke belakang.
Urutannya, satu kerbau pepadu ditempatkan di depan dan satu kerbau pepadu lawan
ditempatkan di belakang. Jarak antara keduanya sepanjang lima meter. Pasangan kerbau
pepadu yang mulai start diberi komando oleh juri, berupa aba-aba: satu, dua, dan tiga. Dalam
hitungan ketiga, kerbau pepadu mulai lari ke jalan sirkuit. Sampai ujung, kerbau tidak
langsung kembali tetapi istirahat sambil menunggu peserta lain. Setelah pasangan kerbau
pepadu seluruhnya di lepas, sekitar 100 pasang, baru pasangan kerbau pepadu yang lari
pertama mulai start menuju finish. Cara menentukan pemenang adalah siapa yang lebih
dahulu menyentuh garis finish atau dalam atraksi makepung acal-acal. Peraturan ini karena,
model start yang digunakan adalah berbaris ke belakang. Maka, nomor dua dalam lomba ini
bisa menjadi pemenang.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tradisi Makepung adalah permainan balapan kerbau yang dilakukan masyarakat petani di
Provinsi Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana. Tradisi ini awalnya muncul dari kegiatan
membajak sawah yang dilakukan secara gotong royong oleh para petani selama musim
tanam di sawah. Dalam kegiatan membajak tersebut digunakan dua ekor kerbau yang
menarik bajak lampit yang ditunggangi oleh seorang joki/sais. Didalam makepung atau
pakepungan itu adalah sebuah tradisi yang kental dengan sentuhan -sentuhan agraris. Dalam
tradisi makepung ditemukan laku demokrasi berupa pengambilan keputusan dengan pendekatan
musyawarah mufakat. Didalam Tradisi makepung, masyarakat atau krama diajarkan bagaimana
menjungjung tinggi kejujuran, sportifitas, dan rasa persaudaraan, juga kerja sama. Tradisi
makepung memiliki konsepsi dan filosofi tata kehidupan masyarakat Bali yaitu Tri Hita Karana.
Hubungan manusia dengan tuhan (parahyangan), hubungan manusia dengan sesama manusia
(pawongan), juga hubungan manusia dengan alam lingkungan serta segala isinya (palemahan).
Makepung selalu rutin dilaksanakan setiap tahunnya, yaitu pada saat para petani selesai panen
disawah dan selalu ramai diikuti oleh peserta dari seluruh wilayah Kabupaten Jembrana.
Pelaksanaan Makepung ini dimulai kisaran bulan Juli sampai Oktober, baik itu berupa latihan,
pertandingan persahabatan, perebutan piala Bupati (Bupati cup), m aupun perebutan piala
Gubernur (Gubernur cup).
DAFTAR PUSTAKA

Anggariyana, dkk. 2014. Tradisi Makepung Dalam Pemerataan Budaya Lokal diKabupaten
Jembrana. Jurnal Online No. 1, Vol. 2. 2014

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Jembrana. 2019 , Makepung Dari tutur ke tutur,
Kabupaten Jembrana

Anda mungkin juga menyukai